Anda di halaman 1dari 26

BAB I

GAMBARAN EKG NORMAL

INTERPRETASI EKG
Secara stematis, interpretasi EKG dilakukan dengan menentukan:
1) Ritme atau irama jantung
2) Frekuensi (laju QRS)
3) Morfologi gelombang P (cari tanda kelainan atrium kiri atau atrium kanan)
4) Interval PR
5) Kompleks QRS:
- Aksis jantung
- Amplitudo (cari tanda hipertrofi ventrikel kiri/ventrikel kanan)
- Durasi
- Morfologi (ada atau tidak gelombang Q patologis atau gelombang R tinggi
di VI)
6) Segmen ST (apakah ada tanda iskemia, injuri atau infark miokard)
7) Gelombang T
8) Interval QT
9) Gelombang U

1) Menentukan irama jantung


Karakteristik sinus ritme
- Laju : 60-100x/menit.
- Ritme : Interval P-P reguler, interval R-R reguler.
- Gelombang P : Positif (upright) di sadapan II, selalu diikuti QRS.

1
- PR Interval : 0,12-0,20 detik dan konstan dari beat to beat.
- Durasi QRS : <0,10 detik kecuali ada gangguan konduksi intraventrikel.

2) Menentukan frekuensi jantung (laju QRS)


Ada 3 metode yaitu:
 Tiga ratus (300) dibagi jumlah kotak besar antara R-R.
 Seribu lima ratus (1500) dibagi jumlah kotak kecil antara R-R.
 Hitung jumlah gelombang QRS dalam 6 detik, kemudian dikalikan 10, atau
dalam 12 detik dikalikan dengan 5.

Pada keadaan fibrilasi atrial, perhitungan laju QRS menggunakan metode 3.

2
3) Morfologi gelombang P
Merupakan gelombang pertama, mengarah ke atas (positif), dan menunjukkan
depolarisasi atrium.
 Karakteristik gelombang P yang normal:
- Gelombang P mengarah ke atas dan bentuknya seragam.
- Lembut dan tidak tajam.
- Lebar/durasi <2,5 mm (bervariasi antara 0,08-0,11 detik).
- Tingginya <2,5 mm.
 Karakteristik gelombang P yang abnormal:
- P mitral: lebar gelombang P >2,5 mm (dilatasi atrium kiri).
- P polmonal: tinggi gelombang P >2,5 mm (dilatasi atrium kanan).
- Gelombang P terbalik/inversi: ekstrasistol atrium, aritmik nodus.
- Tidak terdapat gelombang P: sinus arrest, junctional takikardia, SVT.
Berbagai morfologi gelombang P dapat dilihat pada gambar di bawah:

4) Menentukan interval PR
Interval PR adalah jarak mulai dari awal gelombang P hingga awal kompleks
QRS. Interval PR adalah ukuran waktu yang diperlukan gelombang
depolarisasi untuk bergerak dari atrium ke ventrikel.
Normal: 0,12-0,20 detik (3-5 kotak kecil) dan interval sama.
Abnormal:
- Interval PR memanjang : AV block
- Interval PR memendek : WPW dengan delta wave

3
- Interval PR berubah-ubah : wandering pacemaker
5) Analisis kompleks QRS
Analisis kompleks QRS terdiri dari:
 Menentukan aksis jantung. Sumbu jantung (aksis) ditentukan dengan
menghitung jumlah resultan defleksi positif dan negatif kompleks QRS rata-
rata di sadapan I sebagai sumbu X dan sedapan aVF sebagai sumbu Y.
Aksis normal berkisar antara -30° sampai +110°. Beberapa pedoman yang
dapat digunakan untuk menentukan aksis jantung adalah:
a. Bila hasil resultan sadapan I positif dan aVF positif, maka sumbu jantung
(aksis) berada pada posisi normal.
b. Bila hasil resultan sadapan I positif dan aVF negatif, jika resultan
sadapan II positif : aksis normal, tetapi jika sadapan II negatif maka
deviasi aksis ke kiri (LAD=left axis deviation), berada pada sudut -30°
sampai -90°.
c. Bila hasil resultan sadapan I negatif dan aVF positif, maka deviasi aksis
ke kanan (RAD=right axis deviation) berada pada sudut +110° sampai
+180°.
d. Bila hasil resultan sadapan I negatif dan aVF negatif, maka deviasi aksis
kanan atas, berada pada sudut -90° sampai +180°. Disebut juga daerah
no man's land.

4
 Kompleks QRS
Tiga defleksi yang mengikuti gelombang P yang menunjukkan depolarisasi
ventrikel.
- Durasi normal: 0,06-0,10 detik
- Durasi abnormal: melebar ≥0,12 detik (3 kotak kecil) pada gangguan
konduksi intraventikular (bundle branch block, atau aritmia ventrikular)
- Gelombang Q patologis: jika lebar >0,04 detik, dan dalamnya melebihi
1/3 dari tinggi gelombang R pada kompleks QRS yang sama disertai
gelombang T terbalik → menandakan OMI.

6) Segmen ST
Jarak antara gelombang S dan awal dari gelombang T yang mengukur waktu
antara depolarisasi ventrikel dan permulaan repolarisasi.
- Normal: terletak sejajar dengan garis isoelektris
- ST depresi: >1 mm dari garis isoelektris

5
- ST elevasi: >1 mm pada sadapan ekstremitas atau >2 mm pada sadapan
prekordial.

7) Gelombang T
Gelombang yang mengarah ke atas (positif) setelah kompleks QRS yang
menunjukkan repolarisasi ventrikel.
Normal:
- Sadapan ekstremitas : tinggi <5 mm
- Sadapan prekordial : tinggi <10 mm
Abnormal:
- T terbalik yang lebar dan dalam: adanya iskemia miokard
- T sangat tinggi: hiperkalemia dan hiperkalsemia.

6
BAB II
ARITMIA

Kelainan irama jantung dibagi atas dua kelompok besar yaitu irama jantung
yang terlalu lambat (bradi-aritmia) dan irama jantung yang terlalu cepat (taki-
aritmia). Bradi-aritmia terjadi karena gagalnya pembentukan impuls di nodus
SA dan konduksi listrik yang tidak normal ke ventrikel. Sedangkan mekanisme
yang mendasari taki-aritmia adalah gangguan automaticity, triggered activity
dan re-entry.

A. ARITMIA ATRIAL
Gelombang P merupakan depolarisasi atrium dan berbentuk positif (upright)
serta pada EKG timbul sebelum tiap kompleks QRS jika stimulus dimulai dari
nodus SA. Jika irama dimulai di tempat lain di atrium maka konfigurasinya akan
berbeda.
Disritmia atrial. Disritmia atrial merupakan kelainan pembentukan dan
kelainan konduksi impuls listrik di atrium.
Mekanisme yang mendasari adalah:
1) Gangguan automaticity (sel miokard di atrium mengeluarkan impuls
sebelum impuls normal dari nodus SA). Penyebab tersering adalah iskemia
miokard, keracunan obat, dan ketidakseimbangan elektrolit.
2) Triggered activity (kelainan impuls listrik yang kadang muncul saat
repolarisasi, saat sel sedang "tenang" dan dengan stimulus satu impuls saja
sel-sel miokard "tersentak" beberapa kali). Penyebab tersering adalah
hipoksia, peningkatan katekolamin, hipo-magnesemia, iskemia, infark
miokard dan obat yang memperpanjang repolarisasi.
3) Re-entry (keadaan dimana impuls kembali menstimulasi jaringan yang
sudah terdepolarisasi melalui mekanisme sirkuit, blok unidirectional
dalam konduksi serta perlambatan konduksi dalam sirkuit). Penyebab
tersering adalah hiperkalemia dan iskemia miokard.

7
1. Kompleks Atrial Prematur (PAC)
Satu kompleks tunggal muncul lebih awal dari kompleks sinus yang
seharusnya. Setelah PAC, sinus ritme biasanya berlanjut. Penyebab
tersering adalah mekanisme re-entry.
- Laju : biasanya 60-100x/menit, bisa saja lambat, jika lebih dari
100x/menit disebut takikardia atrial.
- Irama : bisa ireguler.
- Gel. P : ukuran, bentuk, arah bisa berubah dari beat to beat.
- Interval PR : bervariasi
- Durasi QRS : 0,10 detik atau kurang, kecuali ada perlambatan
konduksi intraventrikel.

2. Takikardia supraventrikular (SVT=supraventricular tachycardia)


atau takikardia Atrial
Jalur re-entry pada takikardia supraventrikular dijumpai di nodus AV
(50%), jalur asesoris lain (40%) serta di atrium atau nodus SA (10%).
Karakteristik
- Laju : 100-250x/menit.
- Irama : reguler.
- Gel. P : kadang gelombang P tumpang tindih dengan gelombang
T dan disebut gelombang P'.
- Durasi QRS : 0,10 detik atau kurang, kecuali ada perlambatan konduksi
intraventrikel.

8
3. Kepak atrial (atrial flutter)
Kepak atrial klasik diakibatkan adanya sirkuit re-entry yang khas serta
kebanyakan melibatkan atrium kanan. Kelainan pada EKG biasanya
dilihat pada lead II.
Karakteristik:
- Laju : laju atrial 250-450x/menit.
- Irama : irama atrial teratur tetapi irama ventrikel bisa teratur atau
tidak bergantung konduksi atau blok atrioventrikular.
- Gel. P : tidak bisa diidentifikasi dan berbentuk gigi gergaji
(sawtooth appearance).
- Interval PR : tidak bisa diukur.

4. Fibrilasi atrial (AF=atrial fibrillation)


Depolarisasi muncul di banyak tempat di atrium, menyebabkan
depolarisasi yang tidak terkoordinasi dengan frekuensi tinggi. Sentakan
fokus ektopik pada struktur vena yang dekat dengan atrium (biasanya
vena pulmonal) merupakan penyebab utama.
Karakteristik:
- Laju : laju atrial 400-600x/menit, laju ventrikel bervariasi.
- Irama : irama ventrikel tidak teratur (jarak R-R ireguler)

9
- Gel. P : tak dapat diidentifikasi, garis baseline bergelombang.
- Durasi QRS : 0,10 detik atau kurang, kecuali ada perlambatan
konduksi intraventrikel.

5. Sindrome Wolff Parkinson White (WPW)


Suatu sindrom pre-eksitasi, konduksi impuls antegrade berjalan selain
dari jalur konduksi normal juga melalui jalur tambahan lain. Jalur
tambahan tersebut mempunyai konduksi lebih cepat sehingga membuat
beberapa bagian dari ventrikel terdepolarisasi secara dini, yang
menghasilkan pemendekan interval PR dan timbul gelombang delta pada
kompleks QRS di EKG.
Karakteristik:
- Laju : laju atrial 60-100x/menit.
- Irama : teratur.
- Interval PR : kurang dari 0,22 detik.
- Durasi QRS : lebih dari 0,12 detik dan dijumpai gelombang delta pada
kompleks QRS.

10
B. ARITMIA VENTRIKEL
Pada keadaan tertentu (iskemia atau infark miokard), daerah di ventrikel
menjadi mudah terangsang dan bisa menimbulkan gangguan irama dengan
mekanisme re-entry, automaticity maupun triggered activity. Depolarisasi
ventrikel abnormal akan diikuti repolarisasi ventrikel yang abnormal juga
sehingga dijumpai perubahan pada gelombang T dan segmen ST.

1. Kontraksi ventrikel prematur (PVC =premature ventricular


contraction) atau ventricular extra systole (VES)
Keadaan ini muncul dari suatu lokasi di ventrikel yang ter”iritasi”.
Mekanisme dasar berupa peningkatan automaticity atau re-entry di
ventrikel. Perdefinisi, PVC adalah denyutan prematur yang muncul lebih
dini dari denyutan yang diharapkan. Biasanya gelombang T menunjukkan
arah yang berlawanan dengan arah kompleks QRS.
Berbagai bentuk dan tipe PVC antara lain:
 PVC tipe uniformis atau multiformis
Jika denyutan dini berasal dari lokasi anatomi yang sama dan bentuk
PVC sama disebut uniformis dan jika bentuknya berbeda pada satu
sedapan disebut multiformis walaupun belum tentu berasal dari lokasi
yang berbeda.

11
 PVC Tipe “R on T”
Gelombang R dari PVC jatuh pada gelombang T denyutan sebelumnya.

 PVC tipe berpasangan (couplets)


Terdapat dua PVC berurutan, jika lebih dari tiga PVC sekaligus disebut
salvo/run VT.

12
 PVC Tipe Bigeminal
Satu PVC di antara dua kompleks QRS normal.

 PVC Tipe Trigeminal


Satu PVC di antara tiga kompleks QRS normal.

 PVC Tipe Quadrigeminal


Satu PVC di antara empat kompleks QRS normal.

13
2. Accelerated Idioventricular Rhytm
Irama ini sering dijumpai sebagai pertanda keberhasilan terapi reperfusi
pada pasien IMA disertai elevasi ST dan onset < 12 jam.
Karakteristik:
- Laju : 41-100x menit.
- Irama : reguler.
- Gel. P : Tidak ada
- Durasi QRS : >0.12 detik, arah gelombang T berlawanan dengan
kompleks QRS.

3. Takikardia Ventrikel (VT = ventricular tachycardia)


Keadaan ini ditandai dengan lebih dari tiga PVC berurtan dengan laju
lebih dari 100x/menit . Jika muncul kurang dari 30 detik disebut
nonsustained VT, jika lebih dari 3 detik disebut sustained VT.
Berbagai bentuk dan tipe VT antara lain;
 VT tipe monomorfik
Kompleks QRS dari VT mempunyai bentuk dan amplitudo yang sama
berasal dari fokus tunggal atau jalur re-entry.

14
 VT tipe polimorfik
Kompleks QRS dari VT mempunyai bentuk dan amplitudo yang tidak
sama, terdapat beberapa fokus jalur yang berbeda. Takikardia ventrikel
tipe polimorfik yang timbul pada interval QT yang memanjang disebut
Torsade de pointes.

4. Fibrilasi ventrikel (VF=ventricular fibrillation)


Aktivitas listrik yang kacau terjadi tanpa adanya depolarisasi ventrikel atau
kontraksi. Terjadi akibat re-entry wavelet multipel di ventrikel. Pada VF
tidak ada depolarisasi ventrikel yang terorganisasi sehingga tidak ada
kontraksi miokard yang efektif dan tidak ada pulsasi nadi, terdiri dari VF
kasar (coarse) dan VF halus (fine). VF merupakan aritmia yang fatal dan
harus segera diterminasi.
Karakteristik:
- Laju : Tidak dapat ditentukan
- Irama : Kacau
- Gel. P : Tidak ada
- Durasi QRS : Tidak ada

15
5. Kepak ventrikel (ventricular flutter). Selama proses kepak ventrikel,
otot ventrikel berdepolarisasi dalarn pola sirkular. Penyebab utama adalah
mekanisme re-entry dengan frekuensi 300 kali per menit.

6. Asistol. Pada asistol sama sekali tidak ada aktivitas listrik ventrikel.

C. IRAMA JUNCTIONAL
Daerah antara nodus AV sampai ke sebelum percabangan berkas His disebut
atrioventrikular (AV) junction. Irama yang berasal dari AV junction disebut
disritmia junctional.
Beberapa tipe irama junctional antara lain:
1. Junctional escape beats. Irama ini terjadi karena pengambilalihan fungsi
pacu jantung (escape pacemaker) oleh AV junction akibat kegagalan nodus
SA membentuk impuls.
Karakteristik:
- Laju : bergantung irama dasar.
- Irama : reguler, timbul terlambat, biasanya muncul
setelah episode sinus arrest.

16
- Gelombang P : bisa tidak ada.
- Kompleks QRS : sempit, depresi segmen ST.

2. Irama junctional dan takikardia junctional. Irama ini terjadi pada sel
pacu jantung di berkas His. Jika laju >100x/menit disebut takikardia
junctional dan jika <60x/menit disebut irama junctional.
Karakteristik:
- Laju : bervariasi.
- Irama : teratur.
- Gelombang P : biasanya tidak ada.
- Kompleks QRS : sempit (<0,10 detik), kecuali ada gangguan
konduksi.

17
BAB III
GANGGUAN KONDUKSI

Untuk mempermudah pemahaman maka pembahasan dilakukan sistematis


berdasarkan lokasi gangguan konduksi di tingkat nodus SA. nodus AV, serta
berkas His.

A. TINGKAT NODUS SA
1. Blok Sinoatrial. Pada keadaan ini sel pacemaker di nodus SA memulai
suatu impuls, tetapi konduksi impuls diblok saat impuls keluar dari nodus
SA.
Karakteristik:
- Laju : bervariasi karena ada pause.
- Irama : ireguler.
- Gel. P : normal.
- Interval PR : normal.
- Durasi QRS : normal, kecuali ada gangguan konduksi intraventrikel.

2. Sinus Arrest. Terjadi gangguan automatisasi nodus SA dan sel pacemaker


gagal membentuk impuls listrik pada satu atau lebih denyutan. Jika tidak
ada sel lain yang bertindak sebagai pacemaker (biasanya di "junction" atau
ventrikel) maka keadaan akan berlanjut menjadi asistol dan henti jantung.
Karakteristik:
- Laju : bervariasi karena ada pause.
- Irama : ireguler.
- Gel. P : normal.

18
- Interval PR : normal.
- Durasi QRS : normal.

B. TINGKAT NODUS AV
1. Blok Atrioventrikular (Blok AV). Jaringan konduksi khusus yang
menghubungkan konduksi listrik antara atrium dan ventrikel disebut AV
junction. Setiap gangguan konduksi impuls pada nodus AV dan sistem
His-Purkinje disebut blok AV. Interval PR merupakan kunci untuk
membedakan tipe blok AV serta analisis lebar kompleks QRS merupakan
kunci penentu lokasi blok.
Blok AV dibagi atas:
a. Blok AV derajat satu: Terjadi keterlambatan transmisi impuls dari
nodus SA ke ventrikel akibat perlambatan konduksi di nodus AV, tetapi
bukan diblok.
Karakteristik:
- Laju : sesuai irama sinus atau kecepatan atrial.
- Irama : biasanya teratur.
- Gelombang P : normal.
- Durasi QRS : biasanya normal.
- Interval PR : konstan dan lebih dari 0,20 detik.
Konduksi impuls normal ke atrium, tetapi transmisi impuls memanjang
lebih dari normal pada nodus AV dan konduksi normal ke ventrikel.
Blok AV derajat satu tidak berbahaya, karena setiap impuls mencapai
ventrikel dengan kecepatan konduksi di ventrikel normal.

19
b. Blok AV derajat dua: Mekanisme dasar berupa satu atau beberapa
impuls dari atrial tidak dihantarkan ke ventrikel sehingga tidak
membentuk kompleks QRS pada EKG. Jika bloknya terjadi pada nodus
AV maka bloknya adalah blok derajat dua tipe satu dan jika bloknya
terjadi di bawah atau setelah nodus AV (berkas His atau berkas cabang)
disebut blok AV derajat dua tipe dua. Kunci penilaian adalah konstan
tidaknya interval PR serta ada QRS missing (gelombang P yang tidak
diikuti kompleks QRS).
 Blok AV derajat dua tipe satu (Mobitz tipe I atau Wenckebach).
Saat Impuls dari sinus dihantarkan melalui nodus AV akan terjadi
perlambatan hantaran yang semakin besar (Interval PR semakin lama
semakin panjang) sampai suatu saat gelombang P gagal dihantarkan
dan tidak diikuti oleh kompleks QRS (QRS missing). Bloknya terjadi
pada nodus AV sehingga gelombang QRS normal.
Karakteristik:
- Laju : laju atrial lebih besar dari laju ventrikel.
- Irama : irama ventrikel ireguler.
- Gelombang P : bentuk normal, beberapa gelombang P tidak
diikuti kompleks QRS.
- Durasi QRS : biasanya normal.
- Interval PR : tidak konstan,semakin lama semakin memanjang.

20
Kelainan ini biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi jika rasio
konduksi sangat rendah bisa menyebabkan bradikardia dan
penurunan curah jantung. Penyebab tersering adalah penyakit
jantung koroner, infark miokard akut inferior, penyakit katup aorta
serta efek obat-obat yang memperlambat konduksi AV (penghambat
beta, antagonis kalsium, dan digitalis).

 Blok AV derajat dua tipe dua (Mobitz tipe II). Keadaan ini timbul
jika impuls di atrium gagal dihantarkan ke ventrikel tanpa penundaan
konduksi yang progresif. Lokasi blok konduksi terletak di bawah
nodus AV dan sering pada distal berkas His di berkas cabang.
Karakteristik:
- Laju : laju ventrikel lebih lambat.
- Irama : irama ventrikel ireguler.
- Gelombang P : bentuk normal dan beberapa gelombang P tidak
diikuti kompleks QRS (ada QRS missing).
- Durasi QRS : biasanya melebar karena blok pada cabang
berkas.
- Interval PR : konstan.

Pada infark miokard akut inferior bisa terjadi blok AV dengan


kompleks QRS sempit (lokasi blok di nodus AV), tetapi jika blok

21
AV pada infark miokard akut anterior biasanya menunjukkan
kompleks QRS lebar (lokasi blok di infranodus/berkas cabang).

c. Blok AV derajat tiga (blok AV total/komplit): Impuls dari atrium


tidak dihantarkan ke ventrikel sehingga atrium dan ventrikel mengalami
depolansasi secara terpisah satu dengan yang lain.
Karakteristik:
- Laju : laju atrial lebih besar dari laju ventrikel.
- Irama : teratur, tidak ada hubungan antara irama atrial
dan ventrikel.
- Gelombang P : normal.
- Durasi QRS : bergantung lokasi escape pacemaker, durasi QRS
normal bila irama dari junctional dan melebar bila terdapat
ventricular escape rhythm.
- Interval PR : tidak ada.

Jika pasien simtomatik, terapi awal berupa injeksi sulfas atropin secara
intravena dan pemasangan pacu jantung sementara (transkutan) serta
cari penyebab dasar (misal infark miokard akut, efek obat-obatan dan
lain-lain). Jika kelainan menetap maka diatas, dengan implantasi pacu
jantung menetap. Kelainan ini bisa juqa dijumpai pada pasien usia tua
akibat degeneratif nodus AV.

2. Gangguan Konduksi Intraventrikel


Pada keadaan normal, septum intraventrikel bagian kiri akan terstimulasi
pertama sekali, kemudian impuls berjalan untuk menstimulasi septum
kanan sehingga ventrikel kiri dan kanan akan berdepolarisasi secara

22
bersamaan. Konduksi normal akan menghasilkan kompleks QRS sempit
(durasi QRS <0,12 detik).

C. BLOK CABANG BERKAS (BUNDLE BRANCH BLOCK)


Blok cabang berkas merupakan gambaran konduksi impuls parsial maupun
komplit pada cabang berkas. Hal ini menyebabkan perlambatan eksitasi salah
satu ventrikel sehingga depolarisasi ventrikel tidak simultan. Konduksi di
ventrikel lebih lambat sehingga menghasilkan kompleks QRS yang lebar
(durasi QRS >0,12 detik). Untuk analisis, paling baik dilihat di sadapan VI
dan V6.
Beberapa kelainan blok cabang berkas adalah sebagai berikut:
1. Blok cabang berkas kanan (RBBB=right bundle branch block)
Karakteristik RBBB:
- Pola rSR' di sadapan aVR dan VI.
- Gelombang S lebar (durasi >0,04 detik) dan tumpul (slurred) di
sadapan I, aVL, V5, dan V6.
- Durasi kompleks QRS >0,12 detik (blok komplit) atau antara 0,10-0,12
detik (blok tidak komplit).
Pola RBBB sering dijumpai pada pasien stenosis mitral, defek septum
atrial, IMA serta bisa juga suatu variasi normal.

23
2. Blok cabang berkas kiri (LBBB=left bundle branch block)
Karakteristik LBBB:
- Kompleks QRS lebar dan bertakik (berbentuk huruf M) di sadapan I, aVL,
V5 dan V6.
- Tidak dijumpai gelombang Q di sadapan I, V5, dan V6.
- Kadang disertai depresi segmen ST dan gelombang T inversi. di sadapan I,
aVL, V5, dan V6.
- Durasi kompleks QRS >0,12 detik (blok komplit) atau antara 0,10-0,12
detik (blok tidak komplit).

24
Daftar Pustaka

1. Price, Sylvia A, 2006. Anatomi dan Fisiologi Jantung dalam Patofisiologi


Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6. Jakarta: EGC.
2. Jones, Shirley A, 2005. ECG Notes Interpretation and Management Guide.
Philadelphia: F.A Davis Company.

25
3. Prof. Dr. Peter Kabo PhD, Sp.JP, MD. 2011. Bagaimana Menggunakan Obat-
Obat Kardiovaskuler secara Rasional. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
4. Malcolm S, Thaler. 2007. The Only One EKG Book You’ll Ever Need. Fifth
Edition. Lippincott William and Wilkins.
5. Dr. Surya Dharma, Sp. JP, FIHA. 2009. Pedoman Praktis Sistematika
Interpretasi EKG. Jakarta: EGC.
6. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. Bantuan Hidup
Jantung Lanjut ACLS Indonesia Edisi 2013. Jakarta: PERKI.
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. Bantuan Hidup
Jantung Dasar ACLS Indonesia Edisi 2013. Jakarta: PERKI.

26

Anda mungkin juga menyukai