PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Tibia merupakan tulang medial tungkai bawah yang besar dan berfungsi menyanggah
berat badan. Tibia bersendi di atas dengan condylus femoris dan caput fibulae, di bawah
dengan talus dan ujung distal fibula. Tibia mempunyai ujung atas yang melebar dan ujung
bawah yang lebih kecil, serta sebuah corpus.4
Pada ujung atas terdapat condyli lateralis dan medialis (kadang-kadang disebut
plateau tibia lateral dan medial), yang bersendi dengan condyli lateralis dan medialis femoris,
dan dipisahkan oleh menisci lateralis dan medialis. Permukaan atas facies articulares
condylorum tibiae terbagi atas area intercondylus anterior dan posterior, diantara kedua area
ini terdapat eminentia intercondylus.4
Pada aspek lateral condylus lateralis terdapat facies articularis fibularis circularis yang
kecil, dan bersendi dengan caput fibulae. Pada aspek posterior condylus medialis terdapat
insertio m. Semimembranosus.4
Facies posterior dari corpus tibiae menunjukkan linea obliqua, yang disebut linea
musculi solei, untuk tempat lekatnya m.soleus. Ujung bawah tibia sedikit melebar dan pada
aspek inferiornya terdapat permukaan sendi berbentuk pelana untuk os talus. Ujung
bawahnya memanjang ke bawah dan medial untuk membentuk malleolus medialis. Facies
lateralis dari malleolus medialis bersendi dengan talus. Pada facies lateral ujung bawah tibia
terdapat lekukan yang lebar dan kasar untuk bersendi dengan fibula. Musculi dan ligamenta
penting yang melekat pada tibia.4
Fibula adalah tulang lateral tungkai bawah yang langsing. Tulang ini tidak ikut
berartikulasi pada articulatio genus, tetapi di bawah, tulang ini membentuk malleolus lateralis
dari articulatio talocruralis. Tulang ini tidak berperan dalam menyalurkan berat badan, tetapi
merupakan tempat melekat otot-otot. Fibula mempunyai ujung atas yang melebar, corpus,
dan ujung bawah.4
Ujung atas, atau caput fibulae, ditutupi oleh processus styloideus. Bagian ini
mempunyai facies articularis untuk bersendi dengan condylus lateralis tibie.4
Corpus fibulae panjang dan langsing. Ciri khasnya adalah mempunyai empat
margines dan empat facies. Margo medialis atau margo interosseus memberikan tempat
perlekatan untuk membrana interossea.4
Ujung bawah fibula membentuk malleolus lateralis yang berbentuk segitiga dan
terletak subkutan. Pada facies medialis dari malleolus lateralis terdapat facies articularis yang
berbentuk segitiga untuk bersendi dengan aspek lateral os talus. Di bawah dan belakang
facies articularis terdapat lekukan yang disebut fossa malleolaris. Ossa dan ligamenta penting
yang melekat pada fibula.4
Gambar 2.1 Musculi dan ligamenta yang melekat pada facies anterior tibiae dan fibulae
dextrae; terlihat juga perlekatan pada patella
Gambar 2.2 Musculi dan ligamenta yang melekat pada facies posterior tibiae dan
fibulae dextra
2.2 Fraktur
2.2.1 Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang di tandai oleh rasa nyeri,
pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan dan krepitasi.5,6
a) Trauma
- Trauma langsung : benturan pada tulang secara langsung dan mengakibatkan
terjadi fraktur di tempat itu.
- Trauma tidak langsung : titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.
b) Fraktur patalogis disebabkan karena proses penyakit seperti osteoporosis, kanker
tulang.
c) Degenerasi
Terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri atau usia lanjut.
A. Berdasarkan ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar : 7
a. Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar, disebut dengan fraktur bersih tanpa komplikasi.
Pada fraktur ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak
sekitar trauma, yaitu :
- Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak.
- Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
- Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
dan pembengkakan.
- Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang
memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk
ke dalam luka sampai ke tulang yang patah. Derajat patah tulang terbuka menurut
Gustillo/Anderson,yaitu :
- Derajat I : Laserasi < 1 cm, relatif bersih, kerusakan jaringan lunak minimal
- Derajat II : Laserasi > 1 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmeun jelas
- Derajat III : Laserasi luas, kerusakan kulit dan jaringan lunak yang hebat, hingga
kerusakan vaskular.
E. Berdasarkan ada tidaknya pergeseran dari fragmen fraktur dibagi menjadi displaced
dan undisplaced.1
a. Fraktur undisplaced (tidak bergeser). Garis patah komplit tetapi kedua
fragmen tidak bergeser.
b. Fraktur displaced. Terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga
disebut dislokasi fragmen.
- Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu
dan overlapping).
- Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
- Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauhi).
b) Feel (Palpasi)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat
nyeri.
- Temperatur setempat yang meningkat.
- Nyeri tekan: nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
- Krepitasi: dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-
hati.
- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis,
arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang
terkena.
- Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah
trauma , temperatur kulit
- Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya
perbedaan panjang tungkai.
c) Move (Pergerakan)
- Krepitasi : terasa bila fraktur digerakkan, tetapi ini bukan cara yang baik dan
kurang halus. Krepitasi timbul oleh pergeseran atau beradunya ujung-ujung
kortikal. Pada tulang spongiosa atau tulang epifisi tidak terasa krepitasi.
- Nyeri bila digerakkan, baik aktif maupun pasif
- Memeriksa seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang
tidak mampu dilakukan, range of motion dan kekuatan
- Gerakan yang tidak normal. Hal ini penting untuk visum, misalnya bila tidak
ada fasilitas pemeriksaan rontgen.
Pada look-feel and move ini juga dicari komplikasi lokal dan keadaan
neurovaskuler distal.
4) Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi
fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka
sebaliknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi
sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan radiologis yang
dapat dilakukan yakni foto polos, CT-Scan, MRI, tomografi, dan radioisotop
scanning. Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur.1,2
Pemeriksaan radiologi dengan foto polos menggunakan prinsip Rule of Two :1,2,3
- 2 posisi proyeksi (minimal AP dan lateral),
- 2 sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, dibawah dan diatas sendi
yang mengalami fraktur,
- 2 anggota gerak,
- 2 trauma, pada trauma hebat sering menyebabkan fraktur pada 2 daerah
tulang.Misal: fraktur kalkaneus dan femur, maka perlu dilakukan foto pada
panggul dan tulang belakang
- 2 kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya tulang skafoid foto pertama
biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari
kemudian
2.2.6 Penatalaksanaan
Tujuan penanganan fraktur adalah supaya tulang sembuh dalam posisi yang
sedemikian rupa sehingga fungsi dan kosmetik tidak menjadi cacat serta dapat kembali ke
pekerjaan dan aktivitasnya seawal mungkin.
Kasus fraktur biasanya terjadi akibat adanya trauma. Oleh karena itu sebelum
dilakukan pengobatan definitif suatu fraktur, maka perlu dilakukan penatalaksaan sesuai
dengan prinsip trauma, sebagai berikut: 5
c. Intramedullary nailing
Cara ini baik digunakan pada fraktur displased, baik pada fraktur terbuka atau
tertutup. Keuntungan cara ini adalah mudah untuk meluruskan tulang yang cidera
dan menghindarkan trauma pada jaringan lunak. Di bawah ini adalah gambar dari
penggunaan intramedullary nailing:
2.2.7 Komplikasi
1) Komplikasi dini1
1. Lokal
Vaskuler : Compartment syndrom, trauma vaskuler
Neurologis : lesi medula spinalis atau saraf perifer
2. Sistemik : emboli lemak
2) Komplikasi lanjut1
Kekakuan sendi / kontraktur
Atrofi otot
Malunion
Nonunion
Gangguan pertumbuhan
Osteoporosis post trauma
BAB 3
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. AR
Umur : 36 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Keluhan utama : Nyeri pada tungkai kaki kiri setelah kecelakaan lalu
lintas.
Telaah : Pasien datang ke IGD RSUD Pariaman dengan keluhan nyeri pada
tungkai kaki kiri. Hal ini dialami Os sejak 1 jam yang lalu setelah mengalami kecelakaan lalu
lintas. Nyeri terasa berdenyut-denyut dan kaki sulit untuk digerakkan. Pasien langsung
dibawa ke RS dengan keadaan sadar. Pingsan (-), Pusing (-), Muntah (-), keluar darah dari
hidung dan telinga (-).
Thoraks
Paru
Inspeksi : Bentuk fusiformis, simetris kanan dengan kiri, retraksi (-)
Palpasi : Fremitus kanan sama dengan kiri.
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru.
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba normal di ICS V 1 jari medial MCL
Sinistra
Perkusi : Batas jantung ICS IV Parasternal dekstra sampai ICS V
MCL Sinistra
Auskultasi : Reguler, bunyi tambahan (-).
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar, scar (-), jejas (-)
Palpasi : Supel, nyerti tekan (-), pembesaran hepar dan lien (-).
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Status lokalis
Ekstremitas Atas
- Bengkak : (- /-)
- Merah : (- /-)
Ekstremitas Bawah
Regio cruris (Dextra/sinistra)
Look : sianosis pada bagian distal (-/-), bengkak (-/+)
Feel : nyeri tekan (-/+) , akral hangat (+/+)
Move : pergerakan aktif dan pasif terbatas oleh karena nyeri (-/+), pergerakan jari-
jari (+/+)
3.7 Penatalaksanaan
Primary Survey
A (Airway) : Clear, Stridor (-), Gargling (-)
B (Breathing) : Spontan, RR 22x/menit, pergerakan dada simetris
kanan=kiri
C (Circulation) : Nadi 100x/menit, reguler, isian cukup, akral hangat,
capillary refill time <2 detik, akral hangat, tekanan darah 100/70
mmHg
D (Disability) : GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor, diameter 2mm/2mm,
reflek cahaya +/+.
E (Exposure) : Pakaian tidak dibuka dan diberikan selimut untuk
mencegah hipotermi
Non Medikamentosa
Imobilisasi dengan pemasangan bidai
Medikamentosa
Diet MB
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 2x1gr
Inj. Ketorolac 3x1amp
Inj. Ranitidin 2x1amp
3.8 Resume
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien datang ke IGD RSUD Pariaman dengan
keluhan nyeri pada tungkai kaki kiri. Hal ini dialami Os sejak 1 jam yang lalu setelah
mengalami kecelakaan lalu lintas. Nyeri terasa berdenyut-denyut dan kaki sulit untuk
digerakkan. Pasien langsung dibawa ke RS dengan keadaan sadar. Pingsan (-), Pusing (-),
Muntah(-), keluar darah dari hidung dan telinga (-).
Pemeriksaan fisik pada regio cruris sinistra; Look : sianosis pada bagian distal (-),
bengkak (-/+); Feel : nyeri tekan (+) , akral hangat (+); Move: pergerakan aktif dan pasif
terbatas oleh karena nyeri (+), pergerakan jari-jari (+).
Penatalaksanaan pada pasien ini dilakukan primary survey yaitu Airway : Clear,
Stridor (-), Gargling (-) ; Breathing: Spontan, RR 22x/menit, pergerakan dada simetris
kanan=kiri ; Circulation : Nadi 100x/menit, reguler, akral hangat, capillary refill time <2
detik, tekanan darah 100/70 mmHg ; Disability: GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor, diameter
3mm/3mm, reflek cahaya +/+ ; Exposure : Pakaian tidak dibuka dan diberikan selimut untuk
mencegah hipotermi. Setelah dilakukan primary survey maka dilakukan pemasangan bidai
dan pemberian medikamentosa.
BAB 4
KESIMPULAN
Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula yang
biasanya terjadi pada bagian proksimal, diafisis, atau persendian pergelangan kaki yang
disebabkan karena trauma atau tenaga fisik yang terjadi pada tulang tibia dan fibula.
Diagnosis pada kasus fraktur harus disebutkan jenis tulang atau bagian tulang yang
mempunyai nama sendiri, kiri atau kanan, bagian mana dari tulang 1/3 proksimal,tengah, atau
distal, komplit atau tidak, bentuk garis patah, bergeser tidak bergeser, terbuka atau tertutup
dan komplikasi bila ada. Menegakkan diagnosis fraktur dilakukan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik (look,feel,dan move), pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
laboratorium dan foto rontgen AP/Lateral.
Penananganan pada kasus fraktur yang pertama kali adalah dengan melakukan
primary survey yaitu Airway, Breathing, Circulation, Disability, dan Exposure. Prinsip
pengobatan fraktur ada empat (4R) yaitu Recognition, Reduction, Retention dan
Rehabilitation.
Penanganan fraktur dapat dilakukan secara konservatif dan dapat juga dengan cara
operatif. Pilihan harus mengingat tujuan pengobatan fraktur yaitu mengembalikan fungsi
tulang yang patah dalam jangka waktu yang sesingkat mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Reksoprodjo.S. 2010. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran UI: Jakarta..
2. Richard, Buckley. (2012). General Principles of Fracture Care. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/1270717-overview.
3. jamsuhidajat R, De Jong Wim. (2011). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4. Iskandar, Riskawati. (2013). Anatomi Tibia Fibula. Diakses dari :
https://www.scribd.com/doc/170221762/Anatomi-Tibia-Fibula.
5. Rasjad, C. Buku pengantar Ilmu Bedah Ortopedi ed. III. Yarsif Watampone. Makassar:
2007. pp. 352-489
6. Doenges, M E dkk (2010) . Nursing Care Plan Guidelines for individualizing Client
Care Across The Life Span.Edition 8. Philadhelpia:F.A. Davis Company.
7. Mansjoer A et al (editor) 2001., Kapita SelektaKedokteran., Jilid 1, Edisi III, Media
Esculapius, FKUI, Jakarta
8. Brunner and Suddart. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Editor:
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare. Jakarta: EGC. 2001. Diakses
darihttp://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-sitifatima-5395-2-
07.bab-r.pdf.
9. Muttaqin.A. & Sari. K. 2008. Asuhan keperawatan perioperatif, Konsep, Proses dan
Aplikasi. Jakarta. Salemba Medika.