Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.sy)
Oleh:
HESTI WULANDARI
106044101400
Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT,
pencipta dan penguasa alam semesta yang telah melimpahkan taufiq dan hidayahnya
salawat serta salam ke atas junjungan nabi Muhammad SAW serta keluarga, para
sahabat baginda yang telah banyak berkorban dan menyebarkan dakwah Islam selama
ini yang mana telah menyelamatkan umat manusia dari alam kegelapan menuju
gelar Strata Satu (S1) dalam Jurusan Ahwal Syakhsiyah, Fakultas Syari’ah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul Nusyuz
penulisan skripsi ini bukan semata-mata atas usaha sendiri, namun juga karena
bantuan, motivasi, petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung yang terlibat dalam proses menyiapkan skripsi ini. Untuk itu,
dengan penuh rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada seluruh pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini, diantaranya
yang terhormat :
iv
1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, M.A., Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Muhammad Amin Summa, S.H., M.A., M.M., Dekan Fakultas Syari’ah
3. Drs. A. Basiq Djalil, S.H., M.H., dan Drs. Kamarusdiana, S.Ag., M.A., selaku
Ketua dan Sekretaris Progam Studi Ahwal Syakhsiyah yang telah banyak
4. Drs. A. Basiq Djalil, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu bersama penulis dalam rangka menyiapkan skripsi ini. Terima
kasih juga atas segala kesabaran dalam memberi petunjuk, ajaran dan masukan
kepada penulis hingga tuntas sudah skripsi ini. Hanya Allah saja yang selayaknya
membalas jasanya.
5. Seluruh staff pengajar (dosen) Progam Studi Ahwal Syakhsiyah Fakultas Syari’ah
dan Hukum yang telah banyak menyumbangkan ilmu, petunjuk dan ajarannya
sepanjang penulis berada disini. Selain itu, terima kasih juga kepada seluruh staff
v
7. Kepada orang yang paling terkasih dan istimewa Ayahanda Bedjo Eddy Suyoto
dan Ibunda Trisnawati. Terima kasih atas segala pengorbanan mereka yang telah
dorongan baik moril maupun materi kepada penulis dengan penuh kesabaran,
semangat dan harapan tanpa jemu hingga Adinda dapat menyelesaikan skripsi ini.
Segala jasa pengorbanan kalian akan senantiasa terpahat diingatan. Tiada apa
8. Kepada ahli keluarga tersayang dan tercinta kakakku Galuh Yuni Utami dan
Adikku Imam Pambudi Prabowo tidak lupa juga sanak saudara yang dikasihi
bang Iqbal Arief Kasuki yang telah banyak memotivasi dan senantiasa
yang diimpikan.
9. Kepada para sahabat seperjuangan Eli, Fitri, Sa’dah, Stephy, Lulu, Ewi, Aminah,
Anis, Arud, Eko, Fandi dan Maul serta teman-temanku yang lain dari Peradilan
Agama Fakultas Syari’ah dan Hukum angkatan 2006-2007 yang tidak sempat
penulis catatkan disini. Terima kasih atas segala partisipasi dan semangat yang
vi
Semoga skripsi ini dapat memberikan masukan yang positif kepada pembaca
sekalian. Penulis amat menyadari bahwa didalam penulisan skripsi ini tidak luput dari
kekhilafan dan kesalahan, maka kritikan dan saran yang sewajarnya sangat
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Penulis
vii
DAFTAR ISI
viii
BAB III HAK ISTRI dan WEWENANG HAKIM
TERHADAP NUSYUZ SUAMI ................................................... 36
A. Kesimpulan……………………………………………...............66
B. Saran……………………………………………………….........67
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………...68
ix
BAB I
PENDAHULUAN
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga
yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa. 1 Pencantuman
berdasarkan kepada pancasila yang sila pertamanya adalah ketuhanan yang maha
yang erat sekali dengan agama dan kerohanian sehingga perkawinan bukan saja
mempunyai unsur lahir atau jasmani saja tetapi juga mempunyai unsur batin atau
rohani. 2
Setelah berlangsung akad nikah maka suami dan istri akan diikad oleh
Oleh karena itu, suami diberi derajat setingkat lebih tinggi dari istrinya.
Penetapan ini menunjukkan bahwa laki-laki lebih berkuasa dari wanita tetapi
1
Lihat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 1 ayat 2
2
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia Studi Kritis
Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih UU No.1/1974 sampai KHI, cet. Ke-1, (Jakarta: Kencana
Prenada Media, 2004), h. 43
1
2
(istri) adalah pasangan dan partner pria (laki-laki) dalam membina rumah tangga
dan mengembangkan keturunan hal ini sebagaimana yang tersirat di dalam al-
Qur’an Qs. An-Nisa ayat satu. Dalam sebuah perkawinan derajat suami istri sama,
jika ada perbedaan maka itu hanya akibat fungsi dan tugas utama yang diberikan
Allah kepada keduanya sehingga kelebihan yang ada tidak mengakibatkan yang
satu merasa memiliki kelebihan atas yang lain tetapi saling melengkapi, bantu
keturunan yang saleh, dapat hidup tentram, tercipta suasana sakinah yang disertai
rasa kasih sayang. Ikatan pertama pembentukan rumah tangga telah dipatri oleh
ijab qabul yang dilakukan oleh calon suami dan wali nikah pada waktu akad
nikah. 5
3
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Isalam tentang Perkawinan, cet ke-1, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1974), h. 27-28
4
Abd. Wahab Abd. Muhaimin, Kompilasi Jurnal Ahkam Fakultas Syariah dan Hukum UNI
Syarif Hidayatullah, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1998), h. 35-36.
3
suami istri adalah sama dan seimbang baik dalam kehidupan rumah tangga
(sandang, pangan dan papan) dan batin (menggauli istri secara baik, menjaga dan
Sedangkan kewajiban istri terhadap suami adalah menggauli suami dengan baik,
memberikan rasa cinta kasih yang seutuhnya untuk suami, taat dan patuh kepada
maksiat, menjaga diri dan harta suami jika suami tidak ada di rumah, dan
menjauhkan diri dari segala perbuatan yang tidak disenangi oleh suami. Adapun
kewajiban bersama antara suami dan istri yaitu memelihara dan mendidik anak
keturunan yang lahir dari perkawinan tersebut serta memelihara kehidupan rumah
antara kedua suami istri dan pergaulan baik antara keduanya. Maka akan eratlah
5
Satria Efendi M.Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer; Analisis
Yurisprudensi dengan Pendekatan Usuliyah, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 96
6
Satria Efendi M.Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer; Analisis
Yurisprudensi dengan Pendekatan Usuliyah, h. 186
7
Lihat Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pasal 30-34
4
menjalankan kewajibannya sebagai suami istri yang baik. 8 Hal ini sebagaimana
salah seorang dari suami istri tersebut. Inilah yang dikehendaki agama Islam.
perkawinan itu dalam arti bilamana hubungan perkawinan tetap dilanjutkan maka
Putusnya perkawinan dengan begitu adalah suatu jalan keluar yang baik. 9
yang dapat memicu terjadinya perceraian salah satunya adalah perkara nusyuz.
Secara harfiyah nusyuz adalah membangkang atau tidak tunduk kepada Tuhan.
Dalam Islam, tidak ada ketundukan selain hanya kepada Allah SWT.
Tidak bisa kita memahami nusyuz dengan baik tanpa terlebih dahulu
lima prinsip dasar. Pertama, prinsip mitsaqan ghalizan (komitmen yang amat
8
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, cet. Ke-27, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), h. 339
9
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fiqih Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 190
5
mawaddah warahmah (cinta kasih yang tidak mengenal batas). Ketiga, prinsip
mu’asyarah bil ma’ruf (berbuat santun dan terpuji, serta jauh dari segala bentuk
perempuan yang durhaka atau yang tidak taat dan tidak melaksanakan
berlaku pada istri namun nusyuz juga bisa berlaku pada suami. 10 Hal ini
sebagaimana yang tersirat di dalam al-Qur’an Qs. An-Nisa ayat 128 bahwa
nusyuz tidak hanya dialami atau dilakukan oleh istri tetapi dapat juga dilakukan
oleh suami. Selama ini yang selalu diangkat kepermukaan adalah nusyuz istri.
Sementara istri atau suami keduanya adalah manusia biasa yang tidak menutup
sebagaimana yang telah tercantum. Namun demikian, dalam persoalan nusyuz ini
10
Norzulaili Mohd Ghazali, Nusyuz, Syiqaq, dan Hakam menurut Al-Qur’an, Sunnah dan
Undang-Undang Keluarga Islam, cet ke. 1, (Kuala Lumpur: Kolej Universiti Islam Malaysia. 2007),
h.19
11
Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, (Jakarta: El-Kahfi, 2008),
h. 291
6
Kompilasi Hukum Islam masih terlihat bias gender sebab masalah nusyuz di
dalam Kompilasi Hukum Islam hanya berlaku bagi pihak perempuan saja,
sementara laki-laki yang mangkir dari tanggung jawabnya tidak diatur. Oleh
sebab itu, pasal ini terlihat mengekang kebebasan hak-hak perempuan dan tidak
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pun tidak ada menyinggung
hal ini.
terjadi antara hukum Islam dan hukum positif mengenai nusyuz suami. Karena
perempuan saja, bahkan hal ini juga didukung seperti yang tercantum dalam
skripsi yang berjudul ”Nusyuz Suami Dalam Perspektif Hukum Islam dan
Hukum Positif”
1 Pembatasan Masalah
nusyuz suami yang banyak masyarakat tidak mengetahui akan hal ini, bahkan di
12
Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, h. 293
7
dalam Kompilasi Hukum Islam sendiri hanya mengatur tentang nusyuz istri saja.
Padahal di dalam al-Qur’an dinyatakan secara tegas bahwa nusyuz tidak hanya
berlaku pada wanita saja, namun laki-laki pun bisa dikatakan nusyuz. Jadi, penulis
merasa bahwa ada bias gender dalam penggunaan kata nusyuz. Apakah kata
nusyuz ini hanya diperuntukkan untuk wanita yang durhaka saja dan laki-laki
tidak. Atau apakah kedua-duanya dapat dikatakan nusyuz jika mengingat bahwa
laki-laki juga adalah manusia biasa, yang merupakan seorang mukallaf, dimana
2 Perumusan Masalah
1974 Tentang Perkawinan padahal dalam Al-Quran sudah jelas memuat akan
adanya nusyuz suami ini. Untuk itu, penulis merumuskan masalah yang terjadi
antara hukum Islam dan hukum positif mengenai nusyuz suami. Penulis merinci
nusyuz suami.
b) Hasil penelitian ini berguna bagi para pihak yang berkepentingan atas
khusus membahas tema atau judul dan masalah yang serupa khususnya di
Jakarta dan di Fakultas Hukum Universitas lain pada umumnya. Hemat penulis
ada beberapa karya tulis lainnya yang berhubungan dengan skripsi ini khususnya
9
Jakarta, 2005.
tingkah laku istri yang suka merokok, keluar malam, tidak jujur karena
Skripsi ini menjelaskan tentang arti sebuah pernikahan yang bertujuan untuk
memberikan rasa aman terhadap pasangan terutama istri. Seorang suami tidak
nusyuz. Dan terdapat saran agar suami senantiasa menjadi kepala keluarga
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau pelaku yang diamati.
kenyataan di lapangan.
data melalui Library Research yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui
4. Tehnik penulisan
prinsip-prinsip yang telah diatur dan dibukukan dalam Buku Pedoman Penulisan
Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun
2007.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mendapat gambaran mengenai isi dari seluruh skripsi ini maka
penulis mengurainya ke dalam lima (5) bab. Pembagian ini dibuat agar dalam
pengembangannya dapat lebih sistematis Secara garis besar isi skripsi ini adalah
sebagai berikut :
Bab kedua menguraikan nusyuz suami dan akibat hukumnya yang berisi
pengertian dan dasar hukum nusyuz suami, kriteria nusyuz suami, faktor penyebab
terjadinya nusyuz pada suami, kaidah penyelesaian nusyuz suami dan akibat
nusyuz suami.
Bab ketiga merupakan kajian tentang hak istri dan wewenang hakim
terhadap nusyuz suami yang membahas tentang hak gugat istri ketika suami
nusyuz, kompensasi gugat karena nusyuz suami dan wewenang hakim terhadap
nusyuz suami.
12
dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif yang terdiri dari nusyuz suami
dalam perspektif hukum Islam, nusyuz suami dalam perspektif hukum positif,
persamaan dan perbedaan antara nusyuz suami dalam perspektif hukum Islam
Bab kelima adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan dari apa yang
a. Pengertian nusyuz :
Secara kebahasaan, nusyuz dari akar kata an-nasyz atau an-nasyaaz yang
berarti tempat tinggi atau sikap tidak patuh dari salah seorang diantara suami dan
isteri atau perubahan sikap suami atau isteri. Dalam pemakaiannya, arti kata an-
nusyuuz ini kemudian berkembang menjadi al-’ishyaan yang berarti durhaka atau
tidak patuh. Disebut nusyuz karena pelakunya merasa lebih tinggi sehingga dia
tidak merasa perlu untuk patuh. Ibnu Manzur dalam kitabnya, Lisan al-’Arab
salah satu pihak (suami atau isteri) terhadap pasangannya. Sementara itu, Wahbah
suami-isteri terhadap apa yang seharusnya dipatuhi atau rasa benci terhadap
pasangannya. 1
Syirazi, nusyuz ialah istri yang bersikap durhaka, angkuh serta ingkar terhadap
1
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam vol-4, cet. Ke-1, (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1996), h. 1353-1354
13
14
apa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT kepada mereka mengenai tanggung
dari al-Qur’an dan Hadits, nusyuz tidak hanya berlaku dikalangan istri bahkan ia
juga berlaku di kalangan suami. Maka nusyuz boleh dikatakan sebagai suami atau
secara materil atau non materil. Sedangkan nusyuz yang mengandung arti luas
yaitu segala sesuatu yang dapat disebut menggauli istrinya dengan cara buruk
seperti berlaku kasar, menyakiti fisik dan mental istri, tidak melakukan hubungan
badaniyah dalam jangka waktu tertentu yang sangat lama dan tindakan lain yang
Menurut pendapat Ibnu Jarir Ath-Thabari yaitu firman Allah SWT ”Jika
adalah istri khawatir akan nusyuz dari suaminya. Firman Allah SWT ”Atau
2
Norzulaili Mohd Ghazali, Nusyuz, Syiqaq, dan Hakam menurut Al-Qur’an, Sunnah dan
Undang-Undang Keluarga Islam, cet ke. 1, (Kuala Lumpur: Kolej Universiti Islam Malaysia. 2007), h.
1-2
3
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fiqih Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 193
15
bersikap tidak acuh”, artinya berpaling dengan muka atau membawa pemberian
Imam Jalaluddin as-Suyuti mengartikan nusyuzan sebagai sikap tak acuh hingga
karena marah atau karena matanya telah terpikat oleh wanita yang lebih cantik
Nusyuz pihak suami terhadap istri lebih banyak berupa kebencian atau
memperhatikan istrinya. Selain istilah nusyuz pihak suami ada juga istilah i’rad
(berpaling). Perbedaan antara keduanya adalah jika nusyuz maka suami akan
menjauhi istrinya sedangkan i’rad adalah suami tidak menjauhi istri melainkan
hanya tidak mau berbicara dan tidak menunjukkan kasih sayang kepada istrinya.
Dengan demikian maka setiap nusyuz pasti i’rad akan tetapi setiap i’rad belum
tentu nusyuz. 6 Sedangkan Nahas memberikan perbedaan arti nusyuz dan i’radh. Ia
4
Imad Zaki Al-Barudi, penerjemah: Tim Penerjemah Pena, Tafsir Al-Quran Al-Azhim Lin-
Nisa (Tafsir Qur’an Wanita), (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007), h. 111
5
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuti; penerjemah Bahrun Abu Bakar, Terjemahan
Tafsir Jalalain berikut asbabun nuzul jilid 1, cet. Ke-7, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2007), h.
420
6
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam vol-4, cet. Ke-1, h. 1355
16
Nusyuz adalah durhaka. Jadi, nusyuz suami adalah sikap suami yang telah
menggaulinya dengan baik, tidak pula memberikan nafkah dan bersikap acuh tak
Kemungkinan nusyuz tidak hanya datang dari istri akan tetapi dapat juga
datang dari suami. Selama ini sering disalahpahami bahwa nusyuz hanya datang
dari pihak istri saja. Padahal al-Qur’an juga menyebutkan adanya nusyuz dari
7
Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir Al-Ahkam, (Medan: Kencana Prenada Media Group,
1962), h. 316
8
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, h. 1354
9
M. Abdul Mujieb dkk, Kamus Istilah Fiqih, cet. Ke-1, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), h.
251
17
☺ ⌧
☯ ☺
⌧
⌧ ☯
☺ ☺ ⌧
Artinya: Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh
dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan
perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik
(bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika
kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari
nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ayat ini menerangkan bagaimana cara yang mesti dilakukan oleh suami
istri. Apabila istri merasa takut dan khawatir terhadap suaminya yang kurang
Hal ini juga seperti yang tertera dalam hadits Rasulullah SAW :
:ل
َ ﻋَﻠﻴْ ِﻪ ؟ َﻗَﺎ
َ ﺣ ِﺪ َﻧَﺎ
َ ج َا
َ ْﻖ َزو
ﺣﱡ
َ ﷲ ﻣَﺎ
ِ لا
َ ْﺳﻮ
ُ ﻳَﺎ َر: ﺖ
ُ ْ ُﻗﻠ: ل
َ ﻋﻦْ َا ِﺑﻴْ ِﻪ َﻗَﺎ
َ ﻦ ُﻣ َﻌﺎِو َﻳ ِﺔ
ُ ْﺣ ِﻜﻴْ ِﻢ اﺑ
َ ْﻋﻦ
َ
ﺖ
ِ ْﻻ ﻓِﻲ اﻟْ َﺒﻴ
ﺠ َﺮ ِا ﱠ
ُ ْﻻ َﺗﻬ
َ ﻻ ُﺗ َﻘ ﱢﺒﺢْ َو
َ ب َاﻟْ َﻮﺟْ َﻪ َو
ِ ﻻ ﺗَﻀ ِﺮ
َ ﺖ َو
َ ْﺴﻴ
َ ﺴﻬَﺎ ِاذَا اآْ َﺘ
ُ ْﺖ َو َﺗﻜ
َ َْﺗﻄْ َﻌ ُﻤﻬَﺎ ِاذَا َا َآﻠ
)روا ﻩ اﺣﻤﺪ واﺑﻮ داود واﻟﻨﺴﺎئ واﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ وﻋﻠﻖ اﻟﺒﺨﺎري ﺑﻌﻀﻪ وﺻﺤﺤﻪ اﺑﻦ ﺣﺒﺎن
12
(واﻟﺤﺎآﻢ
10
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia ; Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih UU No.1/1974 sampai KHI, cet. Ke-1, (Jakarta:
Kencana Prenada Media, 2004), h. 210
11
Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir Al-Ahkam, h. 316
18
Artinya: Dari hakim bin Mu’awiyah dari bapaknya, ia berkata : Saya bertanya:
Ya Rasulullah! Apa kewajiban seseorang dari kami terhadap istrinya?
Rasullah bersabda : ”Engkau beri makan dia apabila engkau makan,
engkau beri pakaian kepadanya apabila engkau berpakaian, jangan
engkau pukul mukanya, jangan engkau jelek-jelekkan dia dan jangan
engkau jauhi (seketiduran) melainkan di dalam rumah. (diriwayatkan
oleh Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah dan Buhkari
sebagiannya dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Hakim).
Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman dalam Qs. An-Nisa 4: 129
☺ ☺ ⌧
☺ ⌧ ⌧
☺ ⌧ ⌧
Artinya: Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-
isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu
janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga
kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu mengadakan
perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya
Allah maha pengampun lagi maha penyayang.
ﻋﻨْﺪَهَﺎ
ِ ﺐ َا َﻗَﺎ َم
ِ ْﻰ اﻟ َﺜﻴ
َ ﻞ اﻟ ِﺒﻜْ َﺮﻋَﻠ
ُﺟُ ج اﻟ َﺮ
َ ﺴ ﱠﻨ ِﺔ ِاذَا َﺗ َﺰ ﱠو
ﻦ اﻟ ﱡ
ِ َﻣ:ل
َ ﻋﻨْ ُﻪ ﻗَﺎ
َ ﷲ
ُ ﻲا
َﺿ
ِ ﻚ َر
ِ ﻦ ﻣَﺎِﻟ
ُ ْﺲ ﺑ
ٍ ﻋﻦْ َا َﻧ
َ
ﺖ
ُ ْﺖ َﻟ ُﻘﻠ
ُ ْﺷﺌ
ِ ْﻼ َﺑ َﺔ َوَﻟﻮ
َ ل َا ُﺑﻮْ ِﻗ
َ ﺴ َﻢ ﻗَﺎ
َ ﻼ ﺛًﺎ ُﺛﻢﱠ َﻗ
َ ﻰ اﻟ ِﺒﻜْ ِﺮ اَﻗَﺎ َم ﻋِﻨْﺪَهَﺎ َﺛ
َ ﺐ ﻋَﻠ
ُ ْج اﻟﺜﱠﻴ
َ ﺴ َﻢ َوِاذَا َﺗ َﺰ ﱠو
َ ﺳﺒْﻌًﺎ َو َﻗ
َ
13
ﺳﱠﻠ َﻢ
َ ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو
َ ﷲ
ُ ﻰا
ﻲ ﺻَﻠ ﱠ
ﻰ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱡ
َ ن َاﻧَﺴًﺎ َر َﻓ َﻌ ُﻪ اِﻟ
ِا ﱠ
Artinya: Dari Anas bin Malik RA, dia berkata, ”Termasuk as-Sunnah, jika
seorang laki-laki menikahi gadis daripada janda, maka dia menetap
disisinya selama 7 hari, kemudian dia membagi (diantara istrinya) dan
12
Al-Hafidz Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram min Jami’i Adillatul
Ahkam, (Qahirah: Darul Hadits, 2003), hadits ke-955, h. 175
13
Abdullah bin Abdurrahman bin Shahih bin Ali Bassam, Taisirul-allam Syarh Umdatul-
Ahkam, (Jeddah: Maktabah As-Sawadi Lit-Tauzi’, 1992), hadits ke 307
19
seperti di dalam hadits yang telah dinyatakan sebelum ini yaitu Allah SWT akan
membangkitkan suami yang tidak adil terhadap istri-istrinya pada hari kiamat
dalam keadaan bahu yang senget sebelah. Selain itu tindakan tidak memberi
dianggap sebagai nusyuz. Memberi nafkah kepada istri merupakan kewajiban bagi
setiap suami sebagaimana firman Allah SWT dalam Qs. At-Thalaq 65:7
Berkata dan berlaku kasar kepada istri seperti menghardik, menghina dan
memukul tanpa sebab sedangkan istri taat dan tidak durhaka kepada suaminya
menunjukkan nusyuz tidak hanya berkemungkinan berlaku kepada istri saja tetapi
istri dari tempat tidur kecuali sekedar melakukan sesuatu yang wajib, atau
kebencian terhadap istrinya terlihat nyata dari sikapnya. Hal ini sebagaimana
untuk makan, minum dan pakaian serta tempat tinggal untuk istri dan anak-
14
Ali Husain Muhammad Makki Al-Amili; penerjemah Muhdhor Ahmad Assegaf & Hasan
Saleh. Perceraian Salah Siapa?; Bimbingan Islam Dalam Mengatasi Problematika Rumah Tangga,
cet ke-1, (Jakarta: Lentera, 2001), h.156-159
15
Muhammmad Thalib, 20 Perilaku Durhaka Suami Terhadap Istri, cet. Ke-1, (Bandung:
Irsyad Baitus Salam, 1997), h. 33
21
ﻋَﻠﻴْ ِﻪ
َ ﷲ
ُ ﻰا
ﷲ ﺻَﻠ ﱠ
ِ لا
ُ ْﺳﻮ
ُ ل َر
َ ﻗَﺎ: ل
َ ﻋﻨْﻬُﻤَﺎ ﻗَﺎ
َ ﷲ
ُ ﻲا
َﺿ
ِ ص َر
ِ ﻦ اﻟﻌَﺎ
ُ ْﻋﻤْﺮُوﺑ
َ ﻦ
ِ ْﷲ ﺑ
ِ ﻋﺒْﺪِا
َ ْﻋﻦ
َ َو
16
(ت )ﺣﺪﻳﺚ ﺻﺤﻴﺢ رواﻩ اﺑﻮ داود وﻏﻴﺮﻩ
ِ ْﻀ ﱢﻴ َﻊ َﻣﻦْ َﻳ ُﻘﻮ
َ َآﻔَﻰ ﺑِﺎﻟْ َﻤﺮْ ِء ِاﺛْﻤًﺎ َانْ ﱡﻳ: ﺳﱠﻠ َﻢ
َ َو
Artinya : Dari Abdullah Ibn Amr Ibn Al-’Ash dia berkata : Rasulullah
lain. 18
5. Sikap tidak adil suami kepada para istrinya (khusus pelaku poligami) yaitu
suami yang beristri 2 atau sampai 4 orang terkena kewajiban untuk berlaku
16
Abi Zakariyah Yahya bin Syarif An-Nawawi Ad-Dasyiqiy, Riyadhus Sholihin, (Bairut:
Darul Fikr, 1994), hadits ke-6, h. 155
17
Ali Husain Muhammad Makki Al-Amili; penerjemah Muhdhor Ahmad Assegaf & Hasan
Saleh. Perceraian Salah Siapa?: Bimbingan Islam Dalam Mengatasi Problematika Rumah Tangga, h.
152
18
Muhammmad Thalib, 20 Perilaku Durhaka Suami Terhadap Istri, h. 75-77
22
dalam hal-hal yang bersifat dhahir yaitu dalam pemberian nafkah, pergaulan
dan kebutuhan seksual. Sedangkan dalam hal cinta yang bersifat bathin,
Hal ini sebagaimana yang tertuang dalam firman Allah Qs. An-Nisa 4 : 129
ﻰ
َ ل اِﻟ
َ ن َﻓﻤَﺎ
ِ َﻣﻦْ آَﺎ َﻧﺖْ َﻟ ُﻪ اﻣْ َﺮ أَﺗَﺎ:ل
َ ﺳَﻠ َﻢ ﻗَﺎ
َ ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو
َ ﷲ
ُ ﻰا
ن اﻟ ﱠﻨﺒِﻲ ﺻَﻠ ﱠ
ﻦ اَﺑِﻰ ُه َﺮﻳْ َﺮ َة َا ﱠ
ِﻋَ
20
(ﻞ )رواﻩ اﺣﻤﺪ واﻻرﺑﻌﺔ وﺳﻨﺪﻩ ﺻﺤﻴﺢ
ٌ ﺷ ﱡﻘ ُﻪ ﻣَﺎ ِﺋ
ِ ِاﺣْ َﺪهُﻤَﺎ ﺟَﺎ َء َﻳﻮْ َم اﻟﻘِﻴَﺎ َﻣ ِﺔ َو
6. Segala sesuatu yang dilakukan suami dalam menggauli istrinya dengan cara
7. Tidak mau melunasi hutang mahar. Perintah untuk membayar mahar kepada
Qs. An-Nisa 4 : 4
19
Muhammmad Thalib, 20 Perilaku Durhaka Suami Terhadap Istri, h. 102-103
20
Al-Hafidz Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram min Jami’i Adillatul
Ahkam, hadits ke-991, h. 181
21
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan), h. 193
22
Muhammmad Thalib, 20 Perilaku Durhaka Suami Terhadap Istri, h. 57
23
Ibid, h. 67
23
☺
⌧
Seorang suami yang tidak melunasi mahar istrinya yang masih dihutanginya
berarti telah menipu istrinya, maka suami yang memiliki kemampuan untuk
membayar hutang mahar kepada istri, namun tidak mau melunasinya berarti
⌧
Artinya: Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian
kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-
isteri. dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu
perjanjian yang kuat.
Ayat diatas dengan tegas mencela suami yang meminta atau menarik kembali
mahar yang telah diberikan kepada istrinya baik menarik seluruhnya atau
sebagiannya karena mahar itu mutlak menjadi hak istri, maka menarik
kembali berarti merampas hak orang. Perbuatan semacam ini tidak ubahnya
24
Muhammmad Thalib, 20 Perilaku Durhaka Suami Terhadap Istri, 17-20
24
9. Mengusir istri keluar dari rumah artinya melarang istri untuk tinggal serumah
Sekiranya suami punya masalah dengan istri, maka ia tidak boleh semena-
mena mengusir istri dari rumahnya, sehingga ia kehilangan hak untuk tinggal
26
di dalam rumahnya.
berikut:
Dan suami lebih condong kepada salah satu dari istrinya sehingga
25
Muhammmad Thalib, 20 Perilaku Durhaka Suami Terhadap Istri, h. 24-28
26
Ibid, h. 110-111
27
Ibid, 124
28
Ibid, 134
25
3. Pihak ketiga. Dalam hal ini pihak ketiga yang dimaksud adalah adanya
wanita idaman lain suami selain istri. Suami tertarik kepada perempuan lain
5. Suami adalah seorang yang pemalas yang tidak senang memikul tanggung
kebutuhan ekonomi keluarga bukan berarti suami bebas secara penuh atas
6. Rasa bosan. Hal ini akan timbul dalam sebuah hubungan jika tidak
didasarkan atas cinta yang dalam dan mulai timbul rasa jenuh. 33
7. Karena suami menganggap istrinya tersebut tidak lagi menarik atau sudah
tua atau sakit-sakitan dan tidak dapat memenuhi seleranya sehingga dia
perawatan fisik. 35
29
Kasmuri Selamat, Pedoman Mengayuh Bahtera Rumah Tangga (Panduan Perkawinan),
cet. Ke-1, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998), h. 31
30
Muhammmad Thalib, 20 Perilaku Durhaka Suami Terhadap Istri, h. 37
31
Muhammmad Thalib, 20 Perilaku Durhaka Suami Terhadap Istri, h. 37
32
Ibid, h. 120
33
Mufidah, C.H., Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, (Malang: UIN-Malang
Press, 2008), h. 195-201.
34
Muhammmad Thalib, 20 Perilaku Durhaka Suami Terhadap Istri, h. 106
26
10. Kesal atas perlakuan istri yang dirasakan tidak menyenangkan dirinya. 37
11. Karena pengaruh kebiasaannya yang buruk dalam pergaulan di luar rumah
Syara’ telah menetapkan tindakan yang perlu diambil oleh seorang istri
tindakan yang dilakukan oleh istri seperti yang dinyatakan dalam al-Qur’an ialah
dari pihak istri jika ada sikap istri yang tidak disukai suami atau dengan
pengaduan kepada hakim atau menggugat cerai. Sekiranya ketiga kaidah ini akan
Suami istri mempunyai hak yang sama antara satu sama lain dalam
Istri berhak menasehati suami agar kembali bertanggung jawab kepada keluarga
35
Ibid, h. 61
36
Muhammmad Thalib, 20 Perilaku Durhaka Suami Terhadap Istri, h. 78
37
Ibid, h. 29
38
Ibid, h. 79
27
dan mengingatkan mereka tentang azab yang bakal diterima bagi suami yang
keluarganya. 39
Allah SWT telah mensifatkan suami itu sebagai pemimpin bagi istri dan
keluarga, bukan berarti istri tidak ada hak untuk menegur suami yang nusyuz.
Mereka perlu menjalankan tugas mereka sebagai istri untuk menasehati suami
agar kembali ke jalan yang benar. Semoga dengan nasehat akan menyadarkan
beberapa hal seperti karena urusan pekerjaan sehingga tidak ada waktu lagi bagi
suami untuk mengurus rumah tangganya terlebih lagi istrinya. Maka apabila
pihak istri merasa takut terjadi sesuatu hal yang tidak baik karena suaminya lebih
yang perlu ditunaikan oleh suami seperti mengurangi kadar mahar yang
39
Norzulaili Mohd. Ghazali, Nusyuz, Syiqaq, dan Hakam menurut Al-Qur’an, Sunnah dan
Undang-Undang Keluarga Islam, h. 22-23
40
Ibid, h. 25
41
Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir Al-Ahkam, h. 316
28
kehidupan rumah tangga. Tindakan perdamaian ini juga merupakan salah satu
☺ ⌧
☯ ☺
⌧
⌧ ☯
☺ ☺ ⌧
Artinya: Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh
dari suaminya, maka tidak Mengapa bagi keduanya mengadakan
perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik
(bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. dan jika
kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari
nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.
suaminya nusyuz atau berpaling darinya maka tidak mengapa jika ia memilih
mengalah dan tetap memenuhi hak suaminya agar tali perkawinan antara
42
keduanya tetap berlanjut. Firman Allah SWT ”Jika kamu memperbaiki
(pergaulan dengan istrimu) dan memelihara dirimu dari nusyuz dan sikap acuh
42
Imad Zaki Al-Barudi, penerjemah: Tim Penerjemah Pena, Tafsir Al-Quran Al-Azhim Lin-
Nisa (Tafsir Qur’an Wanita), h. 111
29
tak acuh”, artinya jika kalian telah berbuat baik terhadap istri kalian dan apabila
kalian membenci sikap dan perilaku mereka, bersabarlah dan penuhilah hak-hak
mereka. Selain itu perlakukanlah ia dengan baik dan bertakwalah kepada Allah
Menurut ayat terakhir jika terjadi satu peristiwa antara suami istri yaitu
setelah istri memerhatikan keadaan suaminya dan dia merasa khawatir dan takut
baiknya kedua belah pihak melakukan perdamaian dengan cara yang baik bukan
merajuk kepada suaminya supaya gilirannya sebagai istri diserahkan saja kepada
ﺴ ُﻢ
ِ ْﺳَﻠ َﻢ َﻳﻘ
َ ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو
َ ﷲ
ُ ﻰا
ﻲ ﺻَﻠ ﱠ
ن اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱡ
َ ﺸ َﺔ وَآَﺎ
َ ﺖ َزﻣْ َﻌ َِﺔ َو َه َﺒﺖْ ﻳَﻮْﻣَﻬﺎَ ﻟِﻌَﺎ ِﺋ
ِ ْﺳﻮْ َد َة ِﺑﻨ
َ ن
ﺸ َﺔ َا ﱠ
َ ﻋﻦْ ﻋَﺎ ِﺋ
َ
45
(ﺳﻮْ َد َة )ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ
َ ﺸ َِﺔ ﻳَﻮْﻣَﻬَﺎ َو َﻳﻮْ َم
َ ِﻟﻌَﺎ ِﺋ
Artinya: Dari Aisyah bahwa sesungguhnya Saudah binti Zam’ah hibahkan hari
Sa’id Ibnu Manshur juga meriwayatkan dari Sa’id Ibnu Musayyib bahwa
putri Muhammad bin Maslamah adalah istri Rafi’ bin Khudaij. Lalu Rafi’
43
Imad Zaki Al-Barudi, penerjemah: Tim Penerjemah Pena, Tafsir Al-Quran Al-Azhim Lin-
Nisa (Tafsir Qur’an Wanita), h. 113
44
Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir Al-Ahkam, h. 316
45
Al-Hafidz Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram min Jami’i Adillatul
Ahkam, hadits ke-994, h. 181
30
menjadi tidak suka terhadapnya entah karena sudah tua atau lainnya, lalu ia ingin
menceraikannya. Maka istrinya itu berkata ”Jangan kau cerai aku, aku rela
perdamaian itu lebih baik (bagi mereka)....” turun pada seorang lelaki yang punya
seorang istri yang telah melahirkan beberapa anak untuknya, kemudian ia ingin
kepadanya agar dia tetap dijadikan istrinya walaupun tidak mendapat giliran.” 46
Selain hadits tentang Saudah dan seorang istri yang habis melahirkan ada
juga hadits dari Ibnu Jarir dari Sa’id bin Jubair berkata ketika turun ayat ”Jika
seorang istri takut suaminya nusyuz atau bersikap tak acuh”, kemudian datanglah
seorang wanita kepada suaminya dan ia berkata ’Saya ingin mendapat pembagian
nafkah darimu’, sebelum itu ia telah ditinggalkan tetapi tanpa diceraikan dan tidak
pula didatanginya. 47
pada suami disebabkan umur istri telah lanjut ataupun dalam keadaan sakit dan
46
Jalaluddin As-Suyuthi, penerjemah Tim Abdul Hayyie, Asbabun Nuzul: Sebab Turunnya
Ayat Al-Qur’an, cet. Ke-1, (Jakarta: Gema Insani. 2008), h. 204-205
47
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuti; penerjemah Bahrun Abu Bakar,
Terjemahan Tafsir Jalalain berikut asbabun nuzul jilid 1, h. 421
31
hubungan mereka semula, maka itu dibenarkan. 48 Maka tidak ada salahnya bagi
dengan merelakan haknya itu adalah dalam hal bergilir dan pemberian nafkah
demi mempertahankan keutuhan keluarga karena hal itu lebih baik daripada
Hal ini juga didukung dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
pasal 31 ayat 1 dan 2 yang berbunyi: (1) ”Hakim memeriksa gugatan perceraian
berusaha mendamaikan kedua belah pihak”. dan (2) ”Selama perkara belum
Sekiranya semua kaedah yang telah disebutkan diatas tadi tidak dapat
diri apabila suaminya tetap nusyuz sekalipun kesemua kaedah yang telah
disebutkan diatas telah digunakan. Ini karena jika dibiarkan keadaan akan
48
Norzulaili Mohd. Ghazali, Nusyuz, Syiqaq, dan Hakam menurut Al-Qur’an, Sunnah dan
Undang-Undang Keluarga Islam,.h. 23-24
32
rambu-rambu ”hak dan kewajiban suami istri”, tanpa harus ada yang menjadi
superioritas di satu sisi tetapi muncul subordinasi di pihak lain. 50 Maka ketika
namun tetap tidak ada perubahan, al-Qur’an seperti yang terdapat dalam Qs. An-
Nisa 4:128 menganjurkan perdamaian dimana istri diminta untuk lebih bersabar
waktu. 51 Namun jika jalan perdamaian tidak berhasil maka dapat diambil jalan
cerai baik itu cerai talak yang akan dilakukan suami atau cerai gugat yang
dilakukan istri.
49
Norzulaili Mohd. Ghazali, Nusyuz, Syiqaq, dan Hakam menurut Al-Qur’an, Sunnah dan
Undang-Undang Keluarga Islam, h. 24-25
50
Anik Farida dkk, Perempuan Dalam Sistem Perkawinan dan Perceraian di Berbagai
Komunitas Adat, (Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, 2007), h. 18
51
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia ; Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih UU No.1/1974 sampai KHI, h. 211
33
Ketika suami nusyuz dan akibatnya istri meminta cerai maka terjadilah
khulu’. Syarat sah terjadinya khulu’ adalah adanya sesuatu yang diserahkan
kepada suami dari benda-benda yang layak untuk diberikan yang berasal dari
pemberian suami sebagai pihak yang berhak menjatuhkan talak. Akan tetapi
cara menyakiti hatinya supaya nantinya istri tersebut minta lepas dan menebus
dirinya dengan khulu’. Suami yang melakukan hal demikian akan dikutuk dan
52
Muhammmad Thalib, 20 Perilaku Durhaka Suami Terhadap Istri, h. 39
53
Ibid, h. 80
54
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia ; Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih UU No.1/1974 sampai KHI, h. 697
34
dilaknat oleh Allah SWT, hal ini sebagaimana didalam firman-Nya Qs. An-
Nisa 4: 19 55
☺
⌧
☺
☺ ⌧
⌧
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai
wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan
mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang
telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan
pekerjaan keji yang nyata dan bergaullah dengan mereka secara
patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka maka
bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal
Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.
Menurut kelompok dari kalangan ulama salaf dan para imam khalaf yang
dan nusyuz dari pihak istri. Maka pada saat itu bagi suami diperbolehkan
juga menurut Ibnu Abbas, Thawus, Ibrahim, Atha’, Al-Hasan dan jumhur
55
Anik Farida dkk, Perempuan Dalam Sistem Perkawinan dan Perceraian di Berbagai
Komunitas Adat, h. 24
35
suatu tebusan dari istrinya yang hal itu membahayakan istrinya tersebut, maka
tebusan dari istrinya kecuali jika istrinya telah nusyuz sebelumnya. 57 Jadi,
dapat diambil kesimpulan bahwa tebusan itu hanya diberikan sewaktu istri
nusyuz saja. Maka ketika terjadi nusyuz pada suami dan istri mengguggat
cerai, tebusan yang seharusnya diberikan untuk suaminya sebagai ganti dari
kebebasannya itu akan hilang atau suami yang nusyuz tidak dapat tebusan dari
56
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia ; Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih UU No.1/1974 sampai KHI, h. 308-309
57
Abd. Al-‘Adzim Ma’ani dan Ahmad al- Ghundur, Hukum-hukum dari al-Qur’an dan
Hadits Secara Etimologi, Sosial dan Syari’at, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), h. 125
BAB III
Allah SWT. Tidak disukai perceraian karena ia memilki berbagai dampak negatif
bagi kedua belah pihak maupun anak keturunannya. Dampak tersebut antara lain
perceraian merupakan suatu hal yang sama sekali tidak bisa dihindari dalam
perceraian. 2 Hal ini sesuai dengan kaidah fiqhiyah yang menegaskan bila
seseorang dihadapkan pada suatu dilema, maka dia dibenarkan untuk memilih
1
Hasbi Indra dkk, Potret Wanita Salehah, cet. Ke-3, (Jakarta: Penamadani, 2004), h. 224
2
Anik Farida dkk, Perempuan Dalam Sistem Perkawinan dan Perceraian di Berbagai
Komunitas Adat, (Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, 2007), h. 5
3
Ibid, h. 6
36
37
demikian apabila istri khawatir suami tidak menunaikan kewajiban yang telah
ditetapkan syari’ah dalam ikatan perkawinan, istri dapat melepaskan diri dari
kekayaan yang diterimanya dari suaminya. Akan tetapi jika istri tidak mampu
membayar masih ada cara lain untuk memutuskan ikatan perkawinan itu melalui
mubarat yaitu tidak ada pembayaran pengganti yang harus diberikan dan
pihak. 6
Seperti yang telah ditetapkan syariah yaitu diberikan hak bagi suami untuk
menceraikan istrinya maka istri juga dapat menuntut cerai kalau cukup alasannya.
Apabila suami berlaku kejam, maka istri dapat meminta cerai (khulu’). Sering
4
Anik Farida dkk, Perempuan Dalam Sistem Perkawinan dan Perceraian di Berbagai
Komunitas Adat, (Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, 2007), h. 30-31.
5
A. Rahmani, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), (Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada, 2002), h.252
6
Ibid, h. 253
38
dan tindakan-tindakan yang negatif lainnya yang jelas-jelas keluar dari riil yang
1974 Tentang Perkawinan pasal 39 ayat (1) yang berbunyi: ”Perceraian hanya
bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”. Dan
pasal 39 ayat (2) yang berbunyi: ”Untuk melakukan perceraian harus ada cukup
alasan bahwa antara suami dan istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai
suami istri”. 9 Serta pasal 40 (1) yang berbunyi ”Gugatan perceraian diajukan
kepada pengadilan”. Dan Kompilasi Hukum Islam pasal 132 yang berbunyi
”Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya pada Pengadilan Agama,
7
A. Rahmani, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), h. 259
8
Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan, cet. Ke-1, (Jakarta:
Darussalam, 2004), h. 261
9
Penjelasan pasal 39: Alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian adalah 1)
Salah satu pihak berbuat zina, pemabuk, pamadat, penjudi, 2) Salah satu pihak meninggalkan yang lain
selama 2 tahun berturut-turut, 3) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun, 4) Salah satu
pihak melakukan kekejaman dan penganiayaan berat, 5) Salah satu pihak mendapat cacat badan, 6)
Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran.
39
Menurut bahasa khulu’ berarti talak tebus yaitu talak yang diucapkan oleh
suami dengan membayar atau mengembalikan mahar dari pihak istri. 10 Artinya
tebusan yang dibayarkan oleh seorang istri kepada suaminya agar suaminya itu
dapat menceraikannya. 11
Hal ini telah sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam Kompilasi
Hukum Islam pasal 124 yang berbunyi : ”Khulu’ harus berdasarkan atas alasan
atau istri. Istri boleh mengembalikan semua atau sebagian akan tetapi tidak boleh
10
Kasmuri Selamat, Pedoman Mengayuh Bahtera Rumah Tangga ; Panduan Perkawinan,
cet. Ke-1, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998), h. 2
11
Hasan Ayyub; penerjemah M. Abdul Ghoffar, Fiqih Keluarga, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2006), h. 305
12
A. Rahmani, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), h. 253
13
Abdurrahman; penerjemah Basri Iba Asghary dan Wadi Masturi, Perkawinan Dalam
Syari’at Islam, cet ke-1, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992), h. 110
40
penganiayaan (menyakiti istri) yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya. Jika
suami yang merasa tidak senang hidup bersama dengan istrinya maka suami tidak
pihak istri maka bagi suami diperbolehkan untuk mengambil apa yang pernah
itu berasal dari pihak suami maka ia tidak boleh mengambil sesuatu apapun. 15
menebus dirinya seperti layaknya tawanan perang. Jika suami tidak menyukai
sang istri, akan tetapi ia tetap mempertahankan istrinya dengan tujuan supaya
sang istri melepaskan dirinya dan membayar denda ganti, maka hal ini dianggap
menzalimi istri. Pada kondisi seperti ini suami dilarang mengambil uang yang
diberikan oleh istri sebab khulu’nya jadi tidak sah. Hal ini sesuai dengan firman
14
Kamil Muhammad U’waidah; penerjemah M. Abdul Goffar. EM, Fiqh Wanita, cet. Ke-1,
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998), h. 445
15
Ibid, h. 310
16
Saleh bin Fauzan; penerjemah Abdullah Hayyie Al-Kattani, Ahmad Ikhwani dan Budiman
Mustafa, Fiqih Sehari-hari, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), h. 695
41
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai
wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka
karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu
berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji
yang nyata. dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila
kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin
kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya
kebaikan yang banyak.
mengajukan cerai gugat, hal ini perlu dikaji ulang. Hal ini sebagaimana hadits
ﷲ
ِ لا
َ ْﺳﻮ
ُ ﻓَﻘَﺎَﻟﺖْ ﻳَﺎ َر: ﺳﱠﻠ َﻢ
َ ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو
َ ﷲ
ُ ﻰا
ﻲ ﺻَﻠ ﱠ
ﺖ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱠ
ِ ﺲ َا َﺗ
ٍ ْﻦ َﻗﻴ
ِ ْﺖ ﺑ
ِ ن اﻣْﺮَا َة ﺛَﺎ ِﺑ
س َا ﱠ
ٍ ﻋﺒﱠﺎ
َ ﻦ
ِ ْﻦ اﺑ
ِﻋَ
ﷲ
ِ لا
ُ ْﺳﻮ
ُ ل َر
َ ﻼ ِم َﻓﻘَﺎ
َ ْﻻﺳ
ِ ﻦ وَﻟَﻜِﻨﱢﻲ َاآْ َﺮ ُﻩ اﻟ ُﻜﻔْ َﺮ ﻓِﻲ ا
ٍ ْﻻ ِدﻳ
َ ﻖ َو
ِ ْﺧﻠ
َ ﻋَﻠﻴْ ِﻪ ﻓِﻲ
َ ﺐ
ُ ْﻋﻴ
ِ ﺲ ﻣَﺎ َا
ٍ ْﻦ َﻗﻴ
ُ ْﺖ ﺑ
ُ ﺛَﺎ ِﺑ
ﻋَﻠﻴْ ِﻪ
َ ﷲ
ُ ﻰا
ﷲ ﺻَﻠ ﱠ
ِ لا
ُ ْﺳﻮ
ُ ل َر
َ ﻓَﻘَﺎ, ْ َﻧ َﻌﻢ: ْﺣ ِﺪﻳْ َﻘ َﺘ ُﻪ ؟ ﻓَﻘَﺎَﻟﺖ
َ ﻋَﻠﻴْ ِﻪ
َ ﻦ
َ ْﺳﱠﻠ َﻢ َا ُﺗ َﺮ ﱢد ﻳ
َ ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو
َ ﷲ
ُ ﻰا
ﺻَﻠ ﱠ
17
(ﻃﱢﻠ ُﻘﻬَﺎ َﺗﻄِْﻠﻴْ َﻘ ًﺔ )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎري وﻓﻲ رواﻳﺔ ﻟﻪ واﻣﺮﻩ ﺑﻄﻼﻗﻬﺎ
َ ﺤ ِﺪﻳْ َﻘ َﺔ َو
َ ﻞ اﻟ
ِ َاﻗْ َﺒ: ﺳَﱠﻠ َﻢ
َ َو
Artinya : Dari Ibnu Abbas bahwa sesungguhnya istri Tsabit bin Qais datang
kepada nabi SAW, lalu berkata : Ya Rasulullah! Tsabit bin Qais itu
saya tidak cela dia tentang akhlak dan tidak agama, tetapi saya tidak
suka ia mengerjakan pekerjaan kufur didalam islam. Maka Rasulullah
SAW bersabda : Apakah engkau akan mengembalikan kebunnya
17
Al-Hafidz Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram min Jami’i Adillatul
Ahkam, (Qahirah: Darul Hadits. 2003), hadits ke-1000, h. 182
42
oleh agama atau sering melakukan kemaksiatan dan perceraian itu untuk
bahwa gugat cerai dapat dikenakan iwadl 18 apabila semata-mata karena inisiatif si
istri saja, tanpa mengalami kekerasan dan penganiayaan baik secara fisik maupun
psikis. Tetapi kalau sebaliknya, dimana istri sudah ditinggalkan selama beberapa
bulan bahkan beberapa tahun, tidak diberi nafkah lahir dan batin, nafkah anak,
sebagainya yang semuanya itu dimaksudkan agar sang istri membayar tebusan
atas dirinya, lalu istri melakukannya, maka khulu’ yang dilakukannya tersebut
tidak sah dan tebusan seperti itu sama sekali tidak dapat diterima yang demikian
itu diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Atha’, Mujahid, Sya’abi, Nakha’i, Qasim bin
18
Iwadl adalah uang tebusan atau ganti rugi atas suatu harta benda yang dirusakkan atau
dihilangkan. Hal ini dapat dilihat dalam istilah kamus fiqih oleh M. Abdul Mujieb, Mabruri Tholhah,
Syafi’ah. AM.
19
Anik Farida dkk, Perempuan Dalam Sistem Perkawinan dan Perceraian di Berbagai
Komunitas Adat, h. 32-33
43
Muhammad, Urwah, Amr bin Syu’aib, Hamid bin Abdurrahman, Zuhri, Malik,
Tsauri, Qatadah, Syafi’i, Ishak dan Ahmad. Sedangkan menurut Abu Hanifah
khulu’ tetap sah dan tebusannya tetap berlaku tetapi si suami berdosa dan
bermaksiat. 20
hakim harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil,
21
profesional dan berpengalaman di bidang hukum seorang hakim juga wajib
menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang
hidup dalam masyarakat, hal ini berdasarkan asas social justice. 22 Hal ini juga
⌧ ⌧
☺
20
Anik Farida dkk, Perempuan Dalam Sistem Perkawinan dan Perceraian di Berbagai
Komunitas Adat, h. 316
21
Lihat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 31-32
22
Ibid, pasal 28 ayat 1
44
Seorang hakim dapat memberikan nasehat kepada kepada istri agar bisa
pemberian mahar dan lain-lain demi melegakan hati suami. Hal ini boleh
banyak riwayat lain yang menguraikan hal tersebut. Dalam kitab Shahih al-
Habibi dijelaskan, Imam Ja’far Shadiq as pernah ditanya tentang firman Allah
SWT ”Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap berpaling
aku tidak suka kau mencelaku. Pikirkanlah malamku. Lakukanlah apa saja yang
kau mau. Segala milikku adalah milikmu. Biarkanlah aku dengan keberadaanku.’
untuk mengetahui kewajiban dan hak suami istri, mengetahui hukum dan
pihak. Dan juga harus memiliki pengalaman yang cukup banyak dalam
23
Ali Husain Muhammad Makki Al-Amili; penerjemah Muhdhor Ahmad Assegaf & Hasan
Saleh, Perceraian Salah Siapa?: Bimbingan Islam Dalam Mengatasi Problematika Rumah Tangga,
cet. Ke-1, (Jakarta: Lentera, 2001), h. 157
45
menangani masalah seperti ini, sehingga dia bisa mengambil keputusan yang
yang tidak bermanfaat seperti menganjurkan pihak yang teraniaya melakukan hal-
hal yang tidak perintahkan syariat dan tidak rasional. Karena pada dasarnya
seorang hakim harus memfokuskan diri pada satu tujuan, yaitu sebuah perbaikan
yang akan dicapai melalui upayanya dalam berijtihad. Maka sudah seharusnya dia
Apabila suami dan istri sudah tidak dapat hidup bersama dengan bahagia
dan apabila perkawinan mereka tidak lagi membawa kasih sayang, maka Allah
tidak memaksakan suami atau istri untuk tetap bertahan dalam suatu perkawinan
(hakam) dari pihak suami-istri agar dapat melanjutkan perkawinan mereka, akan
apabila mereka tidak mungkin hidup bersama kembali, maka barulah mereka
boleh bercerai. 25
suaminya dan secara resmi menuntut cerai. Apabila pengaduannya benar, hakim
24
Ali Husain Muhammad Makki Al-Amili; penerjemah Muhdhor Ahmad Assegaf & Hasan
Saleh, Perceraian Salah Siapa?, h. 130-131
25
Hisahiko Nakamura, Perceraian Orang Jawa, (Jakarta: Gadjah Mada University Press.
1991), h. 31-32
46
sebuah lembaga, yakni Pengadilan Agama. 27 Pada pasal 65 dari aturan tersebut
pengadilan.
terjadi atau tidaknya suatu perceraian. Perceraian hanya akan terjadi apabila
untuk cerai telah terpenuhi, setelah upaya mejelis hakim untuk mendamaikan
26
A. Rahmani, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), h.225
27
Anik Farida dkk, Perempuan Dalam Sistem Perkawinan dan Perceraian di Berbagai
Komunitas Adat, h. 26
28
Hasbi Indra dkk, Potret Wanita Salehah, cet. Ke-3, Jakarta: Penamadani, 2004, h. 222
47
pelajaran atau mengurung dalam tahanan. Pendapat ini dipilih oleh al-
2. Hakim memberikan nafkah kepada istri dari hasil denda yang dikenakan
mengatakan, perlu memaksa suami agar memberi nafkah yang selama ini dia
abaikan sebelum vonis cerai dijatuhkan untuk kemudian suami dituntut untuk
menceraikan atau hakim sendiri yang akan memutuskan. 29 Hal ini juga sesuai
dengan Kompilasi Hukum Islam pasal 136 (2) poin a yang berbunyi: ”Selama
Pengadilan Agama dapat menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami.
mereka pada saat itu. Tingkat kesulitan yang cukup serius terjadi pada anak-anak
29
Ali Husain Muhammad Makki al-Amili; penerjemah Muhdhor Ahmad Assegaf & Hasan
Saleh, Perceraian Salah Siapa?, h. 158-159
48
korban bercerai dari ayah yang bukan PNS, karena tidak ada instrumen khusus
yang dapat digunakan untuk mengontrol pemenuhan nafkah. Sistem hukum yang
ada tidak cukup berpihak pada anak. Karena sekalipun telah ada keputusan
hukum dari pengadilan, tidak ada upaya paksa yang dapat dilakukan oleh
aparat penegak hukum pun belum responsif terhadap kepentingan perempuan dan
anak 30
Gugat cerai hanya dapat diminta dalam keadaan yang luar biasa dan tidak
1. Perlakuan menyakitkan baik lahir maupun batin yang biasa diterima istri.
4. Karena ada bahaya. Apabila ia terhalang dengan suatu bahaya yang kritis
30
Anik Farida dkk, Perempuan Dalam Sistem Perkawinan dan Perceraian di Berbagai
Komunitas Adat, h. 62
31
A. Rahmani, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), h. 253
49
seperti suami terkena penyakit kelamin yang menular dan mematikan atau
suami impoten. 32
hukum yang berlaku dan pendapat hakim dapat dibenarkan untuk bercerai. 34
ganti rugi yang disebut iwadh. Hal ini menjadi tidak logis bila penyebab istri
dan sebagainya. Oleh karena itu, keberadaan khulu’ (cerai gugat) telah
membebaskan istri dari segala tekanan yang semestinya tidak boleh terjadi dalam
institusi perkawinan. Tekanan terjadi akibat dari hubungan yang tidak setara
antara istri dan suami. Selain itu, ada berbagai sebab lain sebagai pencetus cerai
32
Ibrahim Muhammad Al-Jamal; penerjemah S. ZIyad Abbas, Fiqh Wanita Islam, (Jakarta:
Pustaka Panjimas, 2009), h. 73
33
Ibid, h. 75
34
Abdurrahman; penerjemah Basri Iba Asghary dan Wadi Masturi, Perkawinan Dalam
Syari’at Islam, h. 109-110
50
gugat, istri tidak menerima hak-hak sebagaimana terjadi pada cerai talak, seperti:
nafkah iddah, mut’ah dan sebagainya. Dalam hal istri sebagai pihak penggugat
diharuskan membayar biaya perkara, akan memunculkan celah hukum yang dapat
dimanfaatkan oleh suami. Bisa jadi, institusi cerai gugat telah dipilih oleh para
suami untuk mendesakkan para istri untuk memilih mengajukan gugat cerai agar
suami terbebas dari kewajiban membayar biaya perkara serta kewajiban lain
berkaitan dengan hak mantan istri. Dengan demikian, diasumsikan telah terjadi
manipulasi atas institusi cerai gugat. 35 Semestinya para hakim yang memutuskan
35
Anik Farida dkk, Perempuan Dalam Sistem Perkawinan dan Perceraian di Berbagai
Komunitas Adat, h. 33
BAB IV
Nusyuz dari akar kata an-nasyz atau an-nasyaz yang berarti tempat
yang tinggi atau sikap tidak patuh dari salah seorang atau perubahan sikap
Dalil atau dasar hukum adanya nusyuz suami yaitu berdasarkan firman
⌧
☺
⌧ ☯ ☺
☯
1
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam vol-4, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996), h. 1353
2
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia ; Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 193
51
52
Artinya : Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak
acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya
mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan
perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu
menurut tabiatnya kikir. dan jika kamu bergaul dengan isterimu
secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak
acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan.
acuh
5) Sikap tidak adil yang ditunjukkan suami pelaku poligami kepada para
istrinya.
cara yang buruk 5 seperti tidak memberikan kebutuhan seksual istri 6 dan
3
Ali Husain Muhammad Makki Al-Amili; penerjemah Muhdhor Ahmad Assegaf & Hasan
Saleh. Perceraian Salah Siapa?; Bimbingan Islam Dalam Mengatasi Problematika Rumah Tangga,
cet. Ke-1, (Jakarta: Lentera, 2001), h. 156-159
4
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan), cet. Ke-1, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 1997), h. 193
53
4 Dari segi faktor penyebab nusyuz suami ada 11 yaitu sebagai berikut:
tidak cukup. 13
4) Cemburu buta
5
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan),, h. 193
6
Muhammmad Thalib, 20 Perilaku Durhaka Suami Terhadap Istri, h. 57
7
Ibid, h. 67
8
Ibid,, h. 17
9
Ibid, h. 24
10
Ibid, h. 110
11
Ibid, 124
12
Ibid, 134
13
Kasmuri Selamat, Pedoman Mengayuh Bahtera Rumah Tangga (Panduan Perkawinan),
cet. Ke-1, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998), h. 31
14
Muhammmad Thalib, 20 Perilaku Durhaka Suami Terhadap Istri, h. 106
15
Jalaluddin As-Suyuthi, penerjemah Tim Abdul Hayyie, Asbabun Nuzul: Sebab Turunnya
Ayat Al-Qur’an, cet. Ke-1, (Jakarta: Gema Insani, 2008), h. 204-205
54
6) Rasa bosan
perawatan fisik. 17
10) Kesal atas perlakuan istri yang dirasakan tidak menyenangkan dirinya. 19
2) Perdamaian 21
16
Muhammmad Thalib, 20 Perilaku Durhaka Suami Terhadap Istri, h. 120
17
Ibid, h. 61
18
Ibid, h. 78
19
Ibid, h. 29
20
Ibid, h. 79
21
Imad Zaki Al-Barudi, penerjemah: Tim Penerjemah Pena, Tafsir Al-Quran Al-Azhim Lin-
Nisa (Tafsir Qur’an Wanita), (Jakarta: Pena Pundi Aksara. 2007), h. 113
22
Norzulaili Mohd. Ghazali, Nusyuz, Syiqaq, dan Hakam menurut Al-Qur’an, Sunnah dan
Undang-Undang Keluarga Islam, (Kuala Lumpur: Kolej Universiti Islam Malaysia, 2007),
h.24-25
55
4) Suami yang nusyuz dapat kehilangan kompensasi atau uang tebusan dari
7 Kompensasi
suaminya maka sebagai gantinya dia (istri) harus memberikan tebusan kepada
Islam pasal 124 yang berbunyi : ”Khulu’ harus berdasarkan atas alasan
diberikan kepada suami yang nusyuz. Hal ini berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwasanya istri Tsabit bin Qais meminta
23
Muhammmad Thalib, 20 Perilaku Durhaka Suami Terhadap Istri, h. 39
24
Ibid, h. 80
25
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia ; Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih UU No.1/1974 sampai KHI, (Jakarta: Kencana Prenada
Media, 2004), h. 697
26
Anik Farida dkk, Perempuan Dalam Sistem Perkawinan dan Perceraian di Berbagai
Komunitas Adat, (Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama. 2007),h. 24
56
secara fisik maupun batin, maka tebusan tersebut tidak berlaku dan haram
bagi suami jika menerimanya. Hal ini berdasarkan firman Allah Qs. An-Nisa
4 : 19 27
bahasa tertentu, yang ada hanya membahas tentang nusyuz istri saja yaitu di
dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 84 ayat (1) yang berbunyi: ”Istri dapat
sah”. Namun, menurut penulis, suami dapat dianggap nusyuz apabila di dalam
27
Kamil Muhammad U’waidah, penerjemah M. Abdul Goffar. EM, Fiqh Wanita, cet. Ke-1,
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998), h. 445
28
Kompilasi Hukum Islam Pasal 83 ayat (1) berbunyi: “kewajiban utama bagi seorang istri
ialah berbakti lahir dan batin kepada suami di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum islam.
57
1) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi
2) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (Dua) tahun berturut-
turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain
di luar kemampuannya.
5) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
6) Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
29
Lihat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum
Islam
58
Ketika istri sudah tidak dapat mentorerir sikap dan perbuatan suami yang
ini hakim selaku pemberi keadilan. Di dalam persidangan hakim tidak serta
merta memutuskan begitu saja hubungan suami istri, karena yang pertama kali
sidang”. 30
melalui sebuah lembaga, yakni Pengadilan Agama. 31 Hak gugat cerai istri
30
Lihat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
31
Anik Farida dkk, Perempuan Dalam Sistem Perkawinan dan Perceraian di Berbagai
Komunitas Adat, h. 26
59
harus ada cukup alasan bahwa antara suami dan istri itu tidak akan dapat
hidup rukun sebagai suami istri”. Ditambah dengan pasal 40 ayat (1) yang
Kompilasi Hukum Islam juga mengatur hal yang demikian dalam pasal 132
ayat (1) yang berbunyi: ”Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya
suami”. Dan pada pasal 133 ayat (2) yang berbunyi: ”Gugatan dapat diterima
apabila tergugat menyatakan atau menunjukkan sikap tidak mau lagi kembali
berasal dari istri yang ingin menggugat cerai dari suaminya akan tetapi
dengan syarat khulu’ dapat terjadi jika berdasarkan alasan perceraian diatas. 32
Hal ini sebagaimana yang tertulis dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 124
32
Hasan Ayyub; penerjemah M. Abdul Ghoffar, Fiqih Keluarga, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2006), h. 305
60
meluas tentang nusyuz suami menurut hukum Islam dan hukum positif. Setelah
keduanya, diantaranya :
Persamaan nusyuz suami dalam perspektif hukum Islam dan hukum posotif :
1 Dari segi kriteria. Di dalam hukum Islam sangat jelas disebutkan kriteria
nusyuz suami tidak ditemukan, akan tetapi jika kita melihat kepada alasan
pasal 19 dan Kompilasi Hukum Islam pasal 116 ini mengandung unsur-unsur
2 Dari segi perdamaian. Baik di dalam hukum Islam maupun hukum positif
menghadapi segala macam masalah rumah tangga. Hal ini sesuai dengan
firman Allah SWT dalam Qs. An-Nisa 4 : 128 dan Undang-Undang Nomor 1
3 Dari segi gugat cerai istri. Ketika cara perdamaian yang dilakukan istri tidak
dapat berhasil maka istri dapat mengajukan gugat cerai kepada hakim
61
pengadilan agama. Hal ini sebagaimana firman Allah Qs. An-Nisa 4: 128 dan
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 39 ayat (2), pasal 40
Perbedaan antara nusyuz suami dalam perspektif hukum islam dengan hukum
ayat (1).
D. Solusi Perbandingan
Tentunya dengan pranata cerai gugat mantan istri tidak dapat menikmati
nafkah pasca perceraian, karena belum ada pranata hukum yang melindungi hal
tersebut. Jangankan untuk memperoleh nafkah, biaya perkara dan uang tebusan
sebagai upaya untuk melindungi hak-hak dan kesejahteraan kaum wanita dari
berharga. Ketika masalah nusyuz suami ini tidak diatur dalam Kompilasi Hukum
Perkawinan ada kesan tidak dikenalnya istilah ini di masyarakat dan hal ini
terkesan memarjinalkan kaum wanita karena yang diungkap atau yang dibahas
33
Anik Farida dkk, Perempuan Dalam Sistem Perkawinan dan Perceraian di Berbagai
Komunitas Adat, h. 55
63
hanya nusyuz istri saja di dalam Kompilasi Hukum Islam. Terlepas dari semua
penyelewengan atau perbuatan tidak menyenangkan suami terhadap istri. Hal ini
bagi semua pihak. Kelak di masa yang akan datang perlu difikirkan dalam rangka
Indonesia. Berkaitan dengan nusyuz suami ini agar pihak yang merasa dirugikan
dan teraniaya ini dapat dilindungi dengan adanya perlakuan dan pengakuan yang
sama di muka hukum. Jika perceraian tidak dapat dihindari maka dapatlah kita
mengambil hikmah atas hal tersebut yaitu untuk menghindari diri dari kesusahan
kebahagiaan di dalamnya.
E. Analisis Penulis
Dalam sub bab ini penulis menganalisis masalah perbedaan nusyuz suami
yang ada pada hukum Islam dan hukum positif. Pada dasarnya di dalam hukum
positif tidak ada satu hal pun yang menyinggung tentang masalah nusyuz ini.
Yang ada hanya memuat tentang nusyuz istri saja, hal ini sebagaimana yang
termuat di dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 84 ayat 1 yang berbunyi: ”Istri
sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (1) kecuali dengan alasan yang sah”.
pasal 19 dan Kompilasi Hukum Islam pasal 116 yang di dalamnya menyebutkan
1) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi
2) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (Dua) tahun berturut-
turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain
di luar kemampuannya.
5) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
6) Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Hal yang disebut diatas menurut analisa penulis dapat dianggap dan
dikategorikan sebagai unsur-unsur nusyuz suami. Akan tetapi hal ini saja tidak
cukup karena tidak jelas bentuk pengaturan yang dapat diakui dimuka hukum
65
untuk menjamin hak-hak daripada kaum wanita yang tertindas dan diperlakukan
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Secara bahasa nusyuz berasal dari akar kata an-nasyz atau an-nasyaaz yang
berarti tempat tinggi atau sikap tidak patuh atau durhaka atau perubahan
sikap dari salah seorang diantara suami dan isteri. Sedangkan menurut istilah
kewajibannya terhadap istrinya dan menyakiti istri baik lahir maupun batin.
istri, bersikap kasar terhadap istri, sikap tidak adil suami kepada para
istrinya, mengusir istri dari rumah, menuduh istri berzina dan lain
sebagainya.
selingkuh, cemburu buta, bosan terhadap istri karena sudah tidak menarik
lagi, kesal terhadap istri, mempunyai kebiasaan yang buruk karena pengaruh
55
67
4. Adapun akibat dari nusyuz suami adalah terlantarnya anak dan istri serta
dapat dapat menimbulkan keretakan dalam rumah tangga yang berakibat istri
dapat mengajukan gugat cerai kepada hakim selaku pemberi keadilan setelah
proses damai tidak berhasil. Dan hak suami atas tebusan gugat cerai dari
istrinya tidak berlaku atau tidak sah. Ketika tidak dijumpai di dalam hukum
positif mengenai nusyuz suami, maka seorang hakim harus berijtihad untuk
B. Saran
mengenai masalah nusyuz suami. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan dan
kurikulum fiqih yang ada di Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah agar
3. Diperlukan adanya sosialisasi sejak dini mengenai masalah nusyuz suami ini
67
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman; penerjemah Basri Iba Asghary dan Wadi Masturi. Perkawinan Dalam
Syari’at Islam, cet ke-1. Jakarta: PT Rineka Cipta. 1992.
Al-Barudi, Imad Zaki; penerjemah Tim Penerjemah Pena. Tafsir Al-Quran Al-Azhim
Lin-Nisa (Tafsir Qur’an Wanita). Jakarta: Pena Pundi Aksara. 2007.
Ali, Mohammad Daud. Hukum Islam dan Peradilan Agama (Kumpulan Tulisan).
Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada. 2002.
Ali, Zainuddin. Hukum Islam; Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, cet. Ke-1.
Jakarta: Sinar Grafika. 2006.
Ali, Zainuddin. Hukum Perdata Islam di Indonesia, cet. Ke-1. Jakarta: Sinar Grafika.
2006
Al-Amili, Ali Husain Muhammad Makki; penerjemah Muhdhor Ahmad Assegaf &
Hasan Saleh. Perceraian Salah Siapa?: Bimbingan Islam Dalam Mengatasi
Problematika Rumah Tangga, cet. Ke-1. Jakarta: Lentera. 2001.
Al-Asqalani, Al-Hafidz Ahmad bin Ali bin Hajar. Bulughul Maram min Jami’i
Adillatul Ahkam. Qahirah: Darul Hadits. 2003.
Al-Jumaili, Sayyid; penerjemah Zaid Husein Alhamid. Ahkamul Mar’ah Fil Qur’an
(Hukum-Hukum Wanita Dalam Al-Qur’an), cet. Ke-1. Indonesia: Dar El Fikr.
1987.
68
69
Ayyub, Hasan; penerjemah M. Abdul Ghoffar. Fiqih Keluarga. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar. 2006.
Bassam, Abdullah bin Abdurrahman bin Shahih bin Ali. Taisirul-allam Syarh
Umdatul-Ahkam. Jeddah: Maktabah As-Sawadi Lit-Tauzi’. 1992.
Binjai, Abdul Halim Hasan. Tafsir Al-Ahkam. Medan: Kencana Prenada Media
Group. 1962.
Djaelani, Abdul Qadir. Keluarga Sakinah, cet. Ke-1. Surabaya: P.T. Bina Ilmu
Offset. 1995.
Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedi Hukum Islam, cet. Ke-1. Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve. 1996.
Fauzan, Saleh bin; penerjemah Abdullah Hayyie Al-Kattani, Ahmad Ikhwani dan
Budiman Mustafa. Fiqih Sehari-hari. Jakarta: Gema Insani Press. 2005
Farida, Anik., Ahmad, Haidlor Ali., Anwar, Sumarsih., MTT, Abdul Malik., Sila,
Muh.Adlin. Perempuan Dalam Sistem Perkawinan dan Perceraian di
Berbagai Komunitas Adat. Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan
Agama. 2007.
Ghazaly, Abd. Rahman. Fiqh Munakahat, cet. Ke-2. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group. 2006.
Ghazali, Norzulaili Mohd. Nusyuz, Syiqaq, dan Hakam menurut Al-Qur’an, Sunnah
dan Undang-Undang Keluarga Islam, cet. Ke-1. Kuala Lumpur: Kolej
Universiti Islam Malaysia. 2007.
70
Hasan, M.Ali. Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam. Jakarta: Siraja. 2003
Indra, Hasbi & Ahza, Iskandar & Husnani. Potret Wanita Salehah, cet. Ke-3. Jakarta:
Penamadani. 2004.
Rusdiana, Kama dan Arifin, Jaenal. Perbandingan Hukum Perdata. Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Jakarta. 2007
Kuzari, Ahmad. Nikah Sebagai Perikatan, cet ke-1. Jakarta: P.T. Raja Grafindo
Persada. 1995.
M, Ridwan. Kekerasan Berbasis Gende, cet ke-1. Yogyakarta: PSG dan Fajar
Pustaka. 2006.
Muchtar, Kamal. Asas-Asas Hukum Isalam tentang Perkawinan, cet ke-1. Jakarta:
Bulan Bintang. 1974.
Muhaimin, Abd. Wahab Abd. Kompilasi Jurnal Ahkam Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta: 1998.
Mujieb, M. Abdul & Tholhah, Mabruri & M.,Syafi’ah A. Kamus Istilah Fiqih, cet.
Ke-1. Jakarta: Pustaka Firdaus. 1994.
Nuruddin, Amiur dan Tarigan, Azhari Akmal. Hukum Perdata Islam di Indonesia
(Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih Undnag-Undang Nomor
1 Tahun 1974 sampai Kompilasi Hukum Islam), cet. Ke-1. Jakarta: Kencana
Prenada Media. 2004.
Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam, cet. Ke-27. Bandung: Sinar Baru Algensindo. 1994.
Rifa’i, Moh. Ilmu Fiqih Islam Lengkap. Semarang: P.T.Karya Toha Putra. 1978.
Rofiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia, cet. Ke-6. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
2003.
Rossatria, Eri. Relasi Suami Istri Dalam Islam. Jakarta: Pusat Studi Wanita dan UIN
Syarif Hidayatullah. 2004.
Summa, Muhammad Amin. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam. Jakarta: P.T.Raja
Grafindo Persada. 2005.
Taimiyah, Ibnu; penerjemah Abu Fahmi Huaidi dan Syamsuri An-Naba. Majmu’
Fatawa Tentang Nikah. Jakarta: Pustaka Azzam. 2002.
U’waidah, Kamil Muhammad ; penerjemah M. Abdul Goffar. EM. Fiqh Wanita, cet.
Ke-1. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 1998.