FAKULTAS EKONOMI
2019
LO 1 THE ROLE OF A CONCEPTUAL FRAMEWORK
1. Level I (Tingkat Teoritis Tertinggi): menyatakan ruang lingkup dan tujuan pelaporan
keuangan
2. Level II (Konseptual Fundamental): mengidentifikasi dan mendefinisikan
karakteristik kualitatif informasi keuangan (seperti relevansi, keandalan,
comparabilty, ketepatan waktu dan dimengerti) dan elemen dasar dari laporan
akuntansi (seperti aktiva, kewajiban, ekuitas, pendapatan,biaya, dan keuntungan)
3. Level III (Operasional): berhubungan dengan prinsip dan aturan pengakuan dan
pengukuran unsur-unsur dasar dan jenis informasi yang akan ditampilkan dalam
laporan keuangan.
FASB telah mendefinisikan kerangka konseptual sebagai: “Sebuah sistem yang koheren
dari tujuan yang saling berkaitan dan fundamental yang diharapkan mengarah pada standar
yang konsisten dan yang menentukan sifat, fungsi dan batas-batas akuntansi dan pelaporan
keuangan.”
Kata-kata seperti “sistem yang koheren” dan “konsisten” menunjukkan bahwa FASB
mendukung sebuah kerangka yang teoritis dan tidak sewenang-wenang, dan kata “mengatur”
mengarah pada pendekatan normatif.
Meskipun benar bahwa profesi akuntan telah bertahan sejauh ini tanpa dibentuknya
sebuah teori yang resmi, dan mungkin bisa terus bertahan, banyak masalah timbul karena
kurangnya teori secara umum.
Membiarkan entitas untuk memilih metode akuntansi mereka sendiri dalam batas-batas
prinsip akuntansi yang berlaku umum diinginkan oleh beberapa entitas. Inkonsistensi dalam
praktik telah dilihat sebagai masalah. Gellein, mantan anggota baik dalam APB dan FASB,
berkomentar bahwa karena kurangnya kerangka konseptual, Gresham’s law kadang-kadang
mengambil alih: Praktik-praktik buruk lebih sering dijumpai daripada praktik yang baik.
LO 2 OBJECTIVES OF CONCEPTUAL FRAMEWORKS
Tujuan dasar laporan keuangan eksternal adalah memberikan informasi yang berguna
kepada investor maupun calon investor dan kreditor dan pengguna lainnya dalam membuat
investasi yang rasional, kredit, dan keputusan serupa. Tujuan ini dianggap mudah didapatkan
dengan melaporkan informasi yang:
Dalam rangka memberikan informasi keuangan yang berguna, akuntan harus memilih
informasi mana yang akan digunakan. Oleh karena itu sangatlah perlu bagi seorang akuntan
untuk mengembangkan kualitas dalam membuat informasi yang berguna.
5. Penggunaan arus kas dan informasi nilai sekarang dalam pengukuran akuntansi.
3. Mendefinisikan elemen dasar laporan keuangan dan konsep dasar pengakuan dan
pengukuran dalam laporan keuangan.
Kerangka kerja ini mengakui bahwa berbagai pengukuran digunakan dalam laporan
keuangan (misalnya, biaya historis, biaya saat ini, nilai realisasi bersih, dan nilai sekarang)
tetapi tidak termasuk prinsip pemilihan dasar pengukuran.
a. Mewakili posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang sesungguhnya
b. Mencerminkan substansi ekonomi transaksi, peristiwa lain dan kondisi, dan bukan hanya
bentuk hukum
d. Prudent
IAS 8, ayat 11, menyediakan 'hierarki' dari pernyataan akuntansi. Dikatakan bahwa
dalam membuat keputusan yang diperlukan dalam ayat 10: “Manajemen mengacu pada, dan
mempertimbangkan penerapan sumber-sumber berikut dalam urutan sebagai berikut:
1. Persyaratan dan bimbingan dalam standar dan interpretasi terkait masalah yang sama;
serta
2. Definisi, kriteria pengakuan dan konsep pengukuran untuk aset, kewajiban,
pendapatan dan beban dalam rangka.”
Kerangka konseptual memiliki peran penting dalam proses penetapan standar karena
menyediakan kerangka kerja untuk pengembangan standar yang koheren berdasarkan prinsip
konsistensi. Meskipun IASB memiliki tujuan untuk menghasilkan standar berbasis prinsip
dan hal itu terlihat pada kerangka konseptual sebagai pedoman, beberapa standar terakhir seperti
IAS39 telah dikritik “terlalu berbasis aturan”. Namun, standar berbasis aturan memiliki beberapa
keuntungan yang menjelaskan popularitasnya, termasuk peningkatan komparabilitas dan
adanya kepastian atas auditor dan pembuat regulasi. Pada tahun 2002, Undang-Undang
Sarbanes-Oxley menunjuk US Regulator (The Security and Exchange Commission,SEC) untuk
melakukan studi tentang penggunaanprinsip-prinsip dalam proses penetapan standar.
Penunjukan ini menghasilkan beberapa rekomendasi bahwa standar harus:
Semakin besar penekanan pada kerangka konseptual, prinsip-prinsip dan tujuan muncul
dari peristiwa baru-baru diAmerika Serikat. Sarbanes-Oxley Act memperkenalkan banyak
perubahan untuk meningkatkan kualitas pelaporan keuangan dan audit. Ini perbaikan regulasi
pelaporan keuangan juga mengubah pendekatan untuk penetapan standar. Salah satu alasan
adanya dominasi peraturan dalam standar di Amerika Serikat adalah bahwa staf SEC
meminta aturan dari FASB untuk digunakan dalam menafsirkan standar akuntansi. Namun,
interpretasi standar akuntansi memerlukan keterampilan dan penilaian yang mungkin berbeda
antara yang satu dan yang lain, sehingga menghasilkan interpretasi yang berbeda.
Pendekatan teori keputusan dalam akuntansi berguna untuk menguji apakah akuntansi
telah mencapai tujuannya. Teori ini berperan sebagai standar untuk menilai praktik akuntansi
yang terjadi serta menjadi ‘blueprint’ dalam penyusunan berbagai sistem praktik akuntansi
individual. Jika sistem individu menyediakan informasi yang berguna, teori yang menjadi
dasar dari sistem tersebut dapat dianggap efektif dan valid.
Qualitative Characteristic
Kerangka kerja IASB meiliki empat karakteristik kualitatif yaitu dapat dimengerti
(understandability), relevan (relevance), dapat diandalkan (reliability), dan dapat
dibandingkan (comparability). Draft exposure yang diajukan oleh dewan IASB mengusulkan
bahwa karakteristik kualitatif yang membuat informasi berguna adalah relevan, penyajian
yang meyakinkan, dapat dibandingkan, dapat diverifikasi, tepat waktu, dan dapat dipahami.
Dewan juga menyatakan bahwa hambatan dalam pelaporan keuangan adalah materialitas dan
biaya. Karakteristik kualitatif dibedakan menjadi karakteristik dasar seperti relevan dan
penyajian yang meyakinkan serta karakteristik tambahan seperti dapat dibandingkan, dapat
diverifikasi, tepat waktu, dan dapat dipahami. Semua pihak setuju dengan proposal yang
diajukan dewan dalam exposure draft bahwa relevan adalah karakteristik dasar namun terjadi
perdebatan atas usulan penyajian yang meyakinkan sebagai karakteristik dasar. Banyak pihak
yang berpendapat bahwa reliability lebih mendasar dari faithful representation.
Realibility tidak bisa digantikan oleh faithful representation karena memiliki makna yang
berbeda. Para ahli berpendapat kerangka kerja konseptual akuntansi harus mampu menjawab
ketidakjelasan dalam pengertian tersebut.
Perkembangan kerangka kerja konseptual tidak lepas dari kritik berbagai pihak. Kritik
ini membuat perkembangan kerangka kerja konseptual mengalami perkembangan yang
lambat serta menjadi pemicu terselenggaranya proyek IASB/FASB. Dalam melakukan
analisis atas kritik yang terjadi, terdapat dua pendekatan yang bisa digunakan yaitu
pendekatan ilmiah (scientific approach) dan pendekatan profesional (professional approach).
Perbedaan antara teori dan kebijakan juga penting. Kebijakan biasanya diselesaikan
melalui cara politik. Ini bisa menjadi krusial jika melihat pada kerangka konseptual dalam hal
interpretasi atas relitas dan proses politik. Kekuatan politik diartikan sebagai kemampuan
mewujudkan keadaan yang mereka inginkan atas pihak lain. Karena akuntansi tidak mungkin berjalan
dalam kondisi vakum ekonomi, sosial, dan politik, maka akibat kerangka konseptual pasti
akan menguntungkan suatu pihak, atau paling tidak akan terwujud konsensus antar dua pihak.
Kerangka konseptual nampak memperkuat pendekatan konstitusional, dengan cara
megesahkan prinsip yang sudah ada. Pendekatan konstitusional juga sejalan dengan asersi
bahwa akuntansi sangat tergantung pada dogma dalam menyusun kriteria kebenaran.
Penelitian FASB juga menyatakan bahwa praktik saat ini cenderung menunjukkan bahwa proses
politiklah yang menentukan perkembangan kerangka. Miller berpendapat bahwa FASB
beserta kerangka konseptualnya hanya bisa bertahan dengan mempertahankan posisinya
dalam memberikan manfaat kepada pasar modal.
Gerboth berpendapat bahwa unsur tanggung jawab pribadi inilah yang menyebabkan keputusan
akuntan menjadi obyektif. Kunci obyektivitas terletak pada mereka yang melakukan
akuntansi. Akuntansi harus dilarang membentuk konsepnya sendiri atau membangun struktur
intelektual, tetapi harus berperilaku secara profesional.
Telah dinyatakan sebelumnya bahwa kerangka konseptual tidak dapat berjalan dalam
kondisi vakum sosial. Ketika campur tangan manusia yang kompleks terlibat, sangatlah sulit
mengembangkan kerangka dan model yang lengkap. Kemustahilan dalam kesepatan atas
standar akuntansi normatif didukung oleh Demski. Demski bahkan memberikan bukti
matematis bahwa tidak ada standar yang dapat membantu menentukan alternatif akuntansi
tanpa melibatkan kepercayaan dan pandangan individu. Kepercayaan ini bisa jadi merupakan
campuran antara nilai pribadi dan profesional. Oleh karena itu, Bromwich berpendapat bahwa
solusi atas penyusunan standar akuntansi adalah dengan mengeluarkan serangkaian bagian
standar yang memuat masalah-masalah akuntansi.
Aspek yang kurang ideal dalam nilai profesional adalah konsep kekuasaan pribadi dan monopoli.
Konsep ini sejalan dengan pendekatan konstitusional oleh Buckley. Pengajuan proposal
standar berhubungan dengan naluri monopoli oleh para profesional. Hal ini diwujudkan
dengan memperumit standar dan konsep. Dengan demikian publik akan sangat bergantung pada
akuntan dan auditor dalam menyiapkan laporan keuangan dan menginterpretasikannya. Hal inilah
yang disebut monopoli profesional. Hal ini juga tidak konsisten dengan pernyataan bahwa
kerangka konseptual bertujuan untuk memberikan informasi yang obyektif, relevan dan dapat
dipercaya.
LO 5 CONCEPTUAL FRAMEWORK FOR AUDITING STANDARDS
Upaya pertama dalam meneorikan auditing berawal pada 1961. Miller dan Sharaf
berupaya membuat teori atas audit yang selama hanya praktik. Mereka berpendapat bahwa
audit bukanlah bagian dependen dari akuntansi, tetapi sebuah disiplin logis, sehingga audit
tidak dibatasi pada informasi akuntansi semata. Mereka juga mempertanyakan kompatibiltas
audit dan jasa konsultasi, dan menyaranka agar keduanya dipisah demi menjamin
independensi auditor.
Teori mereka dikembangkan oleh ASOBAC pada 1970-an, dimana fokus utama
adalah pada pengumpulan dan pengujian bukti yang kemudian menjadi perdebatan. Disinilah
periode perkembangan audit secara cepat terutama peran perkembangan teknologi. Namun
pada 1990-an audit terkendala oleh kekuatan lain yang berusaha menghalanginya. Kekuatan
tersebut yaitu adanya tekanan dari manajer untuk mengurangi biaya audit. Hal ini kemudian
berdampak pada metode audit, dimana terjadi pengurangan dalam pengujian transaksi dan
lebih kepada menguji pengendalian internal perusahaan. Hal ini tentu membuat waktu audit
menjadi lebih hemat. Proses tersebut kemudian disebut audit risiko bisnis.
Audit risiko bisnis merupakan audit atas risiko klien sebagai bagian dari proses audit.
Audit risiko menuntut auditor untuk menilai risiko inheren dan risiko lain yang tidak
terdeteksi sistem. Hal ini sebenarnya sudah dimulai pada tahun 1940-an, namun baru
dipertegas dengan adanya COSO pada 1992. Klien dengan pengendalian internal yang efektif
dipandang memiliki risiko yang lebih kecil.