Anda di halaman 1dari 13

Rangkuman Materi Kuliah

Teori Akuntansi Keuangan

Chapter 4: A Conceptual Framework

Dosen Pengampu : Dr. Fr. Reni Retno Anggaraini., M.Si., Ak. CA

Nama Anggota Kelompok 3:

1. Lucia Yunita Ambarwati 172114024


2. Michelle Bernadethe L. D. Lakonawa 172114036
3. Ketut Kartika Sari 172114042
4. Fransiskus Fernando Eliyo 172114056

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2019
LO 1 THE ROLE OF A CONCEPTUAL FRAMEWORK

Kerangka konseptual akuntansi adalah teori akuntansi yang terstruktur. Berikut

merupakan komposisi kerangka konseptual akuntansi:

1. Level I (Tingkat Teoritis Tertinggi): menyatakan ruang lingkup dan tujuan pelaporan
keuangan
2. Level II (Konseptual Fundamental): mengidentifikasi dan mendefinisikan
karakteristik kualitatif informasi keuangan (seperti relevansi, keandalan,
comparabilty, ketepatan waktu dan dimengerti) dan elemen dasar dari laporan
akuntansi (seperti aktiva, kewajiban, ekuitas, pendapatan,biaya, dan keuntungan)
3. Level III (Operasional): berhubungan dengan prinsip dan aturan pengakuan dan
pengukuran unsur-unsur dasar dan jenis informasi yang akan ditampilkan dalam
laporan keuangan.

FASB telah mendefinisikan kerangka konseptual sebagai: “Sebuah sistem yang koheren
dari tujuan yang saling berkaitan dan fundamental yang diharapkan mengarah pada standar
yang konsisten dan yang menentukan sifat, fungsi dan batas-batas akuntansi dan pelaporan
keuangan.”

Kata-kata seperti “sistem yang koheren” dan “konsisten” menunjukkan bahwa FASB
mendukung sebuah kerangka yang teoritis dan tidak sewenang-wenang, dan kata “mengatur”
mengarah pada pendekatan normatif.

Meskipun benar bahwa profesi akuntan telah bertahan sejauh ini tanpa dibentuknya
sebuah teori yang resmi, dan mungkin bisa terus bertahan, banyak masalah timbul karena
kurangnya teori secara umum.

Membiarkan entitas untuk memilih metode akuntansi mereka sendiri dalam batas-batas
prinsip akuntansi yang berlaku umum diinginkan oleh beberapa entitas. Inkonsistensi dalam
praktik telah dilihat sebagai masalah. Gellein, mantan anggota baik dalam APB dan FASB,
berkomentar bahwa karena kurangnya kerangka konseptual, Gresham’s law kadang-kadang
mengambil alih: Praktik-praktik buruk lebih sering dijumpai daripada praktik yang baik.
LO 2 OBJECTIVES OF CONCEPTUAL FRAMEWORKS

Tujuan dasar laporan keuangan eksternal adalah memberikan informasi yang berguna
kepada investor maupun calon investor dan kreditor dan pengguna lainnya dalam membuat
investasi yang rasional, kredit, dan keputusan serupa. Tujuan ini dianggap mudah didapatkan
dengan melaporkan informasi yang:

1. Berguna dalam pengambilan keputusan ekonomi


2. Berguna dalam menilai prospek arus kas
3. Memuat tentang sumber daya perusahaan, klaim terhadap sumber daya tersebut dan
perubahan didalamnya.

Dalam rangka memberikan informasi keuangan yang berguna, akuntan harus memilih
informasi mana yang akan digunakan. Oleh karena itu sangatlah perlu bagi seorang akuntan
untuk mengembangkan kualitas dalam membuat informasi yang berguna.

FASB menerbitkan tujuh laporan konsep yang mencakup topik-topik berikut:

1. Tujuan pelaporan keuangan oleh perusahaan bisnis dan organisasi non-profit

2. Karakteristik kualitatif informasi akuntansi yang berguna

3. Elemen laporan keuangan

4. Kriteria pengakuan dan pengukuran unsur-unsur

5. Penggunaan arus kas dan informasi nilai sekarang dalam pengukuran akuntansi.

Sedangkan Komite Standar Akuntansi Internasional (IASC) menyatakan bahwa


Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan seharusnya:

1. Mendefinisikan tujuan laporan keuangan

2. Mengidentifikasi karakteristik kualitatif yang membuat informasi dalam laporan keuangan


berguna

3. Mendefinisikan elemen dasar laporan keuangan dan konsep dasar pengakuan dan
pengukuran dalam laporan keuangan.
Kerangka kerja ini mengakui bahwa berbagai pengukuran digunakan dalam laporan
keuangan (misalnya, biaya historis, biaya saat ini, nilai realisasi bersih, dan nilai sekarang)
tetapi tidak termasuk prinsip pemilihan dasar pengukuran.

IAS8, paragraf10, mensyaratkan bahwa dalam ketiadaan standar IASB atau


penafsiran yang secara spesifik berlaku untuk transaksi, peristiwa atau kondisi lainnya,
manajemen harus menggunakan penilaian dalam mengembangkan dan menerapkan suatu
kebijakan akuntansi yang menghasilkan informasi sebagai berikut:

1. Relevan dengan pengambilan keputusan ekonomi kebutuhan pengguna; dan

2. Andal, bahwa laporan keuangan harus:

a. Mewakili posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang sesungguhnya

b. Mencerminkan substansi ekonomi transaksi, peristiwa lain dan kondisi, dan bukan hanya
bentuk hukum

c. Netral, yaitu bebas dari dugaan

d. Prudent

e. Lengkap dalam semua hal yang material

IAS 8, ayat 11, menyediakan 'hierarki' dari pernyataan akuntansi. Dikatakan bahwa
dalam membuat keputusan yang diperlukan dalam ayat 10: “Manajemen mengacu pada, dan
mempertimbangkan penerapan sumber-sumber berikut dalam urutan sebagai berikut:

1. Persyaratan dan bimbingan dalam standar dan interpretasi terkait masalah yang sama;
serta
2. Definisi, kriteria pengakuan dan konsep pengukuran untuk aset, kewajiban,
pendapatan dan beban dalam rangka.”

LO.3 DEVELOPING A CONCEPTUAL FRAMEWORK

Principle-based and Rule-based Standard Setting

Kerangka konseptual memiliki peran penting dalam proses penetapan standar karena
menyediakan kerangka kerja untuk pengembangan standar yang koheren berdasarkan prinsip
konsistensi. Meskipun IASB memiliki tujuan untuk menghasilkan standar berbasis prinsip
dan hal itu terlihat pada kerangka konseptual sebagai pedoman, beberapa standar terakhir seperti
IAS39 telah dikritik “terlalu berbasis aturan”. Namun, standar berbasis aturan memiliki beberapa
keuntungan yang menjelaskan popularitasnya, termasuk peningkatan komparabilitas dan
adanya kepastian atas auditor dan pembuat regulasi. Pada tahun 2002, Undang-Undang
Sarbanes-Oxley menunjuk US Regulator (The Security and Exchange Commission,SEC) untuk
melakukan studi tentang penggunaanprinsip-prinsip dalam proses penetapan standar.
Penunjukan ini menghasilkan beberapa rekomendasi bahwa standar harus:

1. Berdasarkan analisis yang diperbaiki dan diterapkan secara konsisten kerangka


konseptual.
2. Jelas menyatakan tujuan dari standar.
3. Memberikan rinci dan struktur yang cukup bahwa standar dapat dioperasionalkan dan
diterapkan secara konsisten.
4. Meminimalisasi penggunaan pengecualian dari standar
5. Hindari penggunaan uji persentase (bright lines) yang memungkinkan para insinyur
keuangan untuk mencapai kepatuhan teknis untuk menghindari maksud dari standar.

Semakin besar penekanan pada kerangka konseptual, prinsip-prinsip dan tujuan muncul
dari peristiwa baru-baru diAmerika Serikat. Sarbanes-Oxley Act memperkenalkan banyak
perubahan untuk meningkatkan kualitas pelaporan keuangan dan audit. Ini perbaikan regulasi
pelaporan keuangan juga mengubah pendekatan untuk penetapan standar. Salah satu alasan
adanya dominasi peraturan dalam standar di Amerika Serikat adalah bahwa staf SEC
meminta aturan dari FASB untuk digunakan dalam menafsirkan standar akuntansi. Namun,
interpretasi standar akuntansi memerlukan keterampilan dan penilaian yang mungkin berbeda
antara yang satu dan yang lain, sehingga menghasilkan interpretasi yang berbeda.

Information for Decision Making and The Decision-Theory Approach


Informasi akuntansi pada awalnya lebih banyak ditujukan sebagai
pertanggungjawaban pengurus perusahaan kepada pemilik perusahaan. Informasi akuntansi
ini disusun pada akhir masa kepengurusan atau periode tertentu. Seiring dengan
perkembangan bentuk perusahaan, manajer tidak lagi hanya bertanggung jawab kepada
pemilik perusahaan tetapi juga kepada para pemegang saham atau pemilik modal. Para
pemilik modal ini ingin memahami apa yang telah dilakukan oleh manajer atas sumber daya
yang mereka percayakan sebelumnya. Pemilik modal menggunakan informasi akuntansi
tersebut untuk mengevaluasi kinerja dari manajemen perusahaan.
Fungsi Informasi akuntansi sebagai media pengawasan manajemen kemudian mulai
beralih kepada fungsi pengambilan keputusan pada tahun 1960. Penekanan fungsi
pengambilan keputusan terjadi karena adanya perkembangan teori keputusan (decision
theory). Pergesaran ini menjadikan informasi akuntansi berkembang lebih luas baik dalam hal
cakupan penggunanya, informasi yang dikandungnya, serta kegunaan dari informasi
akuntansi.
Penekanan pada pengambilan keputusan juga berimplikasi pada penggunaan current
value dibandingkan historical cost. Current value dianggap memiliki beberapa kelebihan
untuk memprediksi masa depan dan dalam pengambilan keputusan. Current value merupakan
nilai yang paling relevan untuk pengambilan keputusan karena masa kini adalah masa yang
paling dekat dengan masa depan dan masih dapat dipertanggungjawabkan nilainya.

Pendekatan teori keputusan dalam akuntansi berguna untuk menguji apakah akuntansi
telah mencapai tujuannya. Teori ini berperan sebagai standar untuk menilai praktik akuntansi
yang terjadi serta menjadi ‘blueprint’ dalam penyusunan berbagai sistem praktik akuntansi
individual. Jika sistem individu menyediakan informasi yang berguna, teori yang menjadi
dasar dari sistem tersebut dapat dianggap efektif dan valid.

International Developments: the IASB and FASB Conceptual Framework


Pada Oktober 2004, FASB dan IASB menginisiasi sebuah proyek pengembangan dan
perbaikan atas kerangka kerja konseptual yang berlaku saat itu. Penyempurnaan kerangka
kerja ini sangat berguna dalam pengembangan standar yang berdasarkan prinsip-prinsip
akuntansi, konsisten secara internal, dan terkonvergensi secara internasional. Perubahan-
perubahan yang akan terjadi terkait dengan proyek ini adalah:
A. Fokus pada perubahan lingkungan yang terjadi sejak penerbitan kerangka kerja awal serta
penghapusan kerangka kerja awal guna pengembangan dan konvergensi kerangka kerja yang
ada secara efektif dan efisien.
B. Memberikan prioritas untuk menangani isu-isu yang terjadi di tiap tahapan yang
kemungkinan akan memberikan manfaat kepada dewan dalam jangka pendek, isu tersebut
adalah isu lintas sektoral yang mempengaruhi sejumlah proyek terkait standar baru atau yang
direvisi. Pekerjaan pada setiap tahapan akan dilaksanakan secara simultan dan dewan berharap
memperoleh keuntungan dari pekerjaan yang sedang berjalan terhadap proyek-proyek
lainnya.
C. Sebagai awal dari pertimbangan konsep yang dapat diaplikasikan terhadap entitas bisnis
sektor swasta. Dewan kemudian secara bersama-sama mempertimbangkan konsep yang dapat
diaplikasikan tersebut kepada organisasi swasta non-profit. Proyek ini akan diawasi oleh
perwakilan dewan penyusunan standar pemerintah.
Dewan menjalankan proyek kerja sama dalam delapan tahapan. Masing-masing dari
tujuh tahapan awal akan membahas dan meliputi perencanaan, riset, pertimbangan awal
anggota dewan, tanggapan masyarakat, serta pertimbangan ulang atas aspek utama dalam
kerangka kerja dewan. Tahapan-tahapan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Entity vs Proprietorship Perspective

Sudut pandang entitas dan perseorangan akan merepresentasikan pendekatan yang


bebeda terhadap pelaporan keuangan. Banyak kalangan yang sepakat bahwa dalam hal
pelaporan keuangan maka sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang entitas dan
bukan sudut pandang perseorangan. Sudut pandang yang digunakan merupakan hal yang
penting karena akan mempengaruhi pekerjaan pada tahapan penyusunan kerangka kerja
konseptual, yaitu Reporting Entity. Pada tahapan ini, sudut pandang alternatif kembali
didiskusikan demi memperoleh keputusan terbaik.

Primary User Group

Dewan FASB/IASB menyepakati bahwa pengguna utama laporan keuangan adalah


penyedia modal saat ini dan potensi di masa yang akan datang. Penyedia modal ini adalah
investor, peminjam dana (lender), atau kreditur lainnya dari suatu perusahaan. Namun perlu
dicatat bahwa terdapat banyak sekali pengguna laporan keuangan dan usaha simplifikasi
kelompok utama pengguna laporan utama akan menimbulkan masalah baru. Simplifikasi
hubungan antara entitas dengan pengguna individu ini akan menghilangkan karakter unik
yang dimiliki oleh masing-masing pihak. Hal lain yang menjadi perhatian adalah dengan
adanya fokus pada pengguna utama maka timbul kebutuhan untuk pihak lain, yaitu yayasan
(foundation) dan kelompok pengawas corporate governance.

Decision Usefulness and Stewardship

Pelaporan keuangan memiliki kegunaan yang beragam dalam pengambilan keputusan


mulai dari keputusan alokasi sumber daya hingga keputusan untuk melindungi dan
meningkatkan investasinya. Pelaporan keuangan juga berguna dalam hal evaluasi
kepengurusan (stewardship). Beberapa pihak menganggap bahwa tujuan terkait
kepengurusan (stewardship) tidak memperoleh perhatian yang sama apabila dibandingkan
dengan tujuan pengambilan keputusan. Selain itu, muncul juga pandangan bahwa peran
laporan keuangan dalam menyediakan informasi yang memungkinkan pengguna (user) untuk
meramalkan “ future cash flow ” terlalu ditekankan atau berlebihan. Para ahli berpendapat bahwa
akuntabilitas dan tujuan stewardship yang terkait dengan evaluasi dan pemantauan kinerja
perusahaan di masa lalu sama pentingnya dengan kemampuan laporan keuangan sebagai
penyedia informasi dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, tujuan stewardshiptidak
lagi boleh dikesampingkan dan tetapi disejajarkan dengan fungsi laporan keuangan dalam
pengambilan keputusan.

Qualitative Characteristic

Kerangka kerja IASB meiliki empat karakteristik kualitatif yaitu dapat dimengerti
(understandability), relevan (relevance), dapat diandalkan (reliability), dan dapat
dibandingkan (comparability). Draft exposure yang diajukan oleh dewan IASB mengusulkan
bahwa karakteristik kualitatif yang membuat informasi berguna adalah relevan, penyajian
yang meyakinkan, dapat dibandingkan, dapat diverifikasi, tepat waktu, dan dapat dipahami.
Dewan juga menyatakan bahwa hambatan dalam pelaporan keuangan adalah materialitas dan
biaya. Karakteristik kualitatif dibedakan menjadi karakteristik dasar seperti relevan dan
penyajian yang meyakinkan serta karakteristik tambahan seperti dapat dibandingkan, dapat
diverifikasi, tepat waktu, dan dapat dipahami. Semua pihak setuju dengan proposal yang
diajukan dewan dalam exposure draft bahwa relevan adalah karakteristik dasar namun terjadi
perdebatan atas usulan penyajian yang meyakinkan sebagai karakteristik dasar. Banyak pihak
yang berpendapat bahwa reliability lebih mendasar dari faithful representation.
Realibility tidak bisa digantikan oleh faithful representation karena memiliki makna yang
berbeda. Para ahli berpendapat kerangka kerja konseptual akuntansi harus mampu menjawab
ketidakjelasan dalam pengertian tersebut.

Banyak pihak yang menyarankan perubahan karakteristik kualitatif yang terdapat


pada exposure draft. Banyak pihak yang menyarankan understandability, verifiability, prudence,
serta substance over form, true and fair view, serta transparency dijadikan karakteristik
dasar. Namun usulan-usulan tersebut, terutama konsep kehati-hatian, tidak dapat dietujui oleh
dewan karena tidak konsisten dengan prinsip netralitas. Walaupun tidak dimasukkan ke
dalam karakteristik kualitatif, konsep kehati-hatian tersebut masih terus digunakan secara
aktif oleh IASB.

LO 4 A CRITIQUE OF CONCEPTUAL FRAMEWORK PROJECTS

Perkembangan kerangka kerja konseptual tidak lepas dari kritik berbagai pihak. Kritik
ini membuat perkembangan kerangka kerja konseptual mengalami perkembangan yang
lambat serta menjadi pemicu terselenggaranya proyek IASB/FASB. Dalam melakukan
analisis atas kritik yang terjadi, terdapat dua pendekatan yang bisa digunakan yaitu
pendekatan ilmiah (scientific approach) dan pendekatan profesional (professional approach).

Dalam semua pertanyaan dalam penyusunan standar akuntansi, selalu terdapat


pertanyaan sama yang diajukan, yaitu “apakah yang dimaksud dengan nilai? Bagaimana kita
menilai elemen dasar akuntansi seperti aset dan kewajiban?” Salah satu tujuan dari kerangka
kerja konseptual adalah untuk menjawab pertanyaan tersebut sehingga menghindari
terjadinya perdebatan yang berulang mengenai hal yang sama.

Ontological and Epistemological Assumptions


Fokus dalam berbagai macam proyek kerangka kerja konseptual adalah menyediakan
informasi pelaporan keuangan kepada pengguna dalam bentuk yang objektif dan tidak bias.
Ketidakbiasan atau netralitas dapat diartikan sebagai sebuah kualitas informasi yang
mencegah pengguna utama mengambil keputusan yang menguntungkan pihak tertentu.
Filosofi tentang netralitas ini timbul karena anggapan bahwa kita bisa mengamati, mengukur,
dan mengkomunikasikan realitas akuntansi secara objektif. Filsuf ilmu pengetahuan
berpendapat bahwa kebenaran ilmiah tidaklah objektif. Kebenaran ilmiah hanyalah sebuah
pernyataan tentang kenyataan yang telah dibangun. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah
teori yang menjadi dasar penyusunan kerangka dapat bersifat netral. Kerangka konseptual
diyakini tidak dapat memberikan sebuah pengukuran realitas ekonomi yang benar-benar
objektif karena tidak adanya realitas praktik akuntansi yang bersifat independen.
Circularity of Reasoning
Salah satu tujuan dari kerangka kerja konseptual adalah memberikan panduan kepada
akuntan dalam menjalankan praktik akuntansi sehari-hari. Jika kerangka kerja konseptual
dilihat secara sederhana maka setidaknya akuntan harus mengikuti sebuah langkah ilmiah
yaitu prinsip dan praktik diperoleh dari teori yang berlaku secara umum. Namun, ada kalanya
kerangka kerja konseptual tidak berlaku umum secara penuh karena terjebak dalam lingkaran
internal. Ilustrasi yang bisa digunakan adalah standar reliability dalam Pernyataan FASB No.2
yang sangat tergantung pada pencapaian kualitas lainnya seperti penyajian yang meyakinkan,
netralitas, dan dapat diverifikasi. Untuk mengatasi masalah circularity of reasoning
ini, FASB telah mencoba mengajukan gagasan bahwa seseorang yang bekerja di bidang
akuntansi wajib memiliki pengetahuan yang sesuai dan mencukupi dalam mengartikan
sebuah laporan keuangan.
An Unscientific Discipline
Pertanyaan mendasar yang masih menghantui ahli akuntansi adalah pertanyaan apakah akuntansi
adalah ilmu sains? Kerangka kerja konseptual akuntansi berusaha untuk mengadopsi
pendekatan ilmiah namun hal ini tidak serta merta menjadikan akuntansi sebagai cabang ilmu
sains karena akuntansi lebih tepat dideskripsikan sebagai seni. Ahli akuntansi
mempertimbangkan bahwa akuntansi lebih dekat dengan ilmu hukum dibandingkan ilmu
fisika karena akuntansi dan hukum berhubungan dengan berbagai macam pengguna yang
memiliki kepentingan dan tujuan yang berbeda-beda pula.
Riset positif
Sudah sering menjadi perdebatan bahwa fokus utama kerangka konseptual telah
mengabaikan temuan empiris dari riset akuntansi positif. Riset pasar mula-mula menyatakan
keragu-raguan atas kemampuan data akuntansi yang dipublikasikan dalam memberi pengaruh
pada pasar saham, dan juga keraguan atas pentingnya data akuntansi dalam pengambilan
keputusan ekonomi dalam pasar saham. Selain itu, pasar saham juga nampak tidak bisa
dikelabui dengan teknik akuntansi yang kreatif sekalipun. Lebih jauh lagi, teori agensi
menyebabkan banyaknya variasi teknik-teknik akuntansi yang berbeda. Teknik-teknik
tersebut kemudian diseleksi oleh manajer berdasarkan biaya terendah (prinsip efisiensi).
Teknik akuntansi tersebut bervariasi antar perusahaan dan industri. Oleh karena itu, dalam
memilihnya, informasi akuntansi akan sangat berguna. Di sinilah titik dimana riset belum
sepenuhnya digunakan.
Lebih jauh lagi, perdebatan antara apakah riset akuntansi positif bertentangan dengan
kerangka konseptual terkadang mengabaikan bukti bahwa pasar modal tidak sepenuhnya
efisien. Bahkan sekalipun pasa efisien, tidak berarti bahwa pengambil keputusan telah
memproses informasi secara efisien. Jika kerangka konseptual mampu memastikan hal ini,
baru dapat dikatakan bahwa kerangka tersebut memberi peran.
Kerangka konseptual sebagai dokumen kebijakan
Meski dianggap sebagai ilmu pengetahuan, kerangka konseptual telah gagal dalam
beberapa tes “ilmiah”. Meski realita adalah konstruksi sosial semata, proses deduktif dalam
kerangka konseptual tidak dapat merubah realita menjadi sesuatu yang diharapkan. Cara lain
dalam memandang kerangka konseptual secara deduktif atau normatif dapat dilakukan
dengan memandangnya sebagai model kebijakan. Ijiri membedakan antara model normatif
dan model kebijakan. Model normatif berdasar pada asumsi tertentu yang berfokus pada
tujuan. Meskipun model normatif mempunyai implikasi kebijakan, dia berbeda dengan model
kebijakan, karena kaitannya dengan tujuan. Sedangkan model kebijakan berdasar pada
penilaian dan pendapat. Kontroversi antara teoris akuntansi berkisar antara bagaimana praktik
akuntansi yang seharusnya (menurut Ijiri ini jelas termasuk dalam kelompok kebijakan). Bagi
kaum positif, pendekatan deskriptif adalah upaya melegitimasi posisi ideologis pada level
teoritis.

Perbedaan antara teori dan kebijakan juga penting. Kebijakan biasanya diselesaikan
melalui cara politik. Ini bisa menjadi krusial jika melihat pada kerangka konseptual dalam hal
interpretasi atas relitas dan proses politik. Kekuatan politik diartikan sebagai kemampuan
mewujudkan keadaan yang mereka inginkan atas pihak lain. Karena akuntansi tidak mungkin berjalan
dalam kondisi vakum ekonomi, sosial, dan politik, maka akibat kerangka konseptual pasti
akan menguntungkan suatu pihak, atau paling tidak akan terwujud konsensus antar dua pihak.
Kerangka konseptual nampak memperkuat pendekatan konstitusional, dengan cara
megesahkan prinsip yang sudah ada. Pendekatan konstitusional juga sejalan dengan asersi
bahwa akuntansi sangat tergantung pada dogma dalam menyusun kriteria kebenaran.

Dalam mempertahankan pendekatan FASB dalam membangun kerangka konseptual,


FASB berpendapat bahwa pandangan yang menyatakan bahwa standar dapat disusun melalui
konsensus adalah bagian dari kepercayaan bahwa standar adalah konvensi, dan konvensi
dibentuk melalui kesepakatan. Kerangka konseptual sangat cocok diterapkan pada sektor
publik karena dia adalah pendekatan konseptual.

Penelitian FASB juga menyatakan bahwa praktik saat ini cenderung menunjukkan bahwa proses
politiklah yang menentukan perkembangan kerangka. Miller berpendapat bahwa FASB
beserta kerangka konseptualnya hanya bisa bertahan dengan mempertahankan posisinya
dalam memberikan manfaat kepada pasar modal.

Nilai profesional dan pembelaan-diri


Penjelasan mengenai kerangka konseptual dalam hal pembelaan diri dan nilai
profesional sekilas nampak saling bertentangan. Pembelaan diri berakibat pada penmenuhan
keinginan pribadi, sedangkan nilai profesional berfokus pada idealisme. Namun, penilaian
profesional dapat mengandung banyak makna. Organisasi profesional merupakan
pertumbuhan secara sadar atas sekelompok profesi.

Gerboth berpendapat bahwa unsur tanggung jawab pribadi inilah yang menyebabkan keputusan
akuntan menjadi obyektif. Kunci obyektivitas terletak pada mereka yang melakukan
akuntansi. Akuntansi harus dilarang membentuk konsepnya sendiri atau membangun struktur
intelektual, tetapi harus berperilaku secara profesional.

Telah dinyatakan sebelumnya bahwa kerangka konseptual tidak dapat berjalan dalam
kondisi vakum sosial. Ketika campur tangan manusia yang kompleks terlibat, sangatlah sulit
mengembangkan kerangka dan model yang lengkap. Kemustahilan dalam kesepatan atas
standar akuntansi normatif didukung oleh Demski. Demski bahkan memberikan bukti
matematis bahwa tidak ada standar yang dapat membantu menentukan alternatif akuntansi
tanpa melibatkan kepercayaan dan pandangan individu. Kepercayaan ini bisa jadi merupakan
campuran antara nilai pribadi dan profesional. Oleh karena itu, Bromwich berpendapat bahwa
solusi atas penyusunan standar akuntansi adalah dengan mengeluarkan serangkaian bagian
standar yang memuat masalah-masalah akuntansi.
Aspek yang kurang ideal dalam nilai profesional adalah konsep kekuasaan pribadi dan monopoli.
Konsep ini sejalan dengan pendekatan konstitusional oleh Buckley. Pengajuan proposal
standar berhubungan dengan naluri monopoli oleh para profesional. Hal ini diwujudkan
dengan memperumit standar dan konsep. Dengan demikian publik akan sangat bergantung pada
akuntan dan auditor dalam menyiapkan laporan keuangan dan menginterpretasikannya. Hal inilah
yang disebut monopoli profesional. Hal ini juga tidak konsisten dengan pernyataan bahwa
kerangka konseptual bertujuan untuk memberikan informasi yang obyektif, relevan dan dapat
dipercaya.
LO 5 CONCEPTUAL FRAMEWORK FOR AUDITING STANDARDS
Upaya pertama dalam meneorikan auditing berawal pada 1961. Miller dan Sharaf
berupaya membuat teori atas audit yang selama hanya praktik. Mereka berpendapat bahwa
audit bukanlah bagian dependen dari akuntansi, tetapi sebuah disiplin logis, sehingga audit
tidak dibatasi pada informasi akuntansi semata. Mereka juga mempertanyakan kompatibiltas
audit dan jasa konsultasi, dan menyaranka agar keduanya dipisah demi menjamin
independensi auditor.

Teori mereka dikembangkan oleh ASOBAC pada 1970-an, dimana fokus utama
adalah pada pengumpulan dan pengujian bukti yang kemudian menjadi perdebatan. Disinilah
periode perkembangan audit secara cepat terutama peran perkembangan teknologi. Namun
pada 1990-an audit terkendala oleh kekuatan lain yang berusaha menghalanginya. Kekuatan
tersebut yaitu adanya tekanan dari manajer untuk mengurangi biaya audit. Hal ini kemudian
berdampak pada metode audit, dimana terjadi pengurangan dalam pengujian transaksi dan
lebih kepada menguji pengendalian internal perusahaan. Hal ini tentu membuat waktu audit
menjadi lebih hemat. Proses tersebut kemudian disebut audit risiko bisnis.

Audit risiko bisnis merupakan audit atas risiko klien sebagai bagian dari proses audit.
Audit risiko menuntut auditor untuk menilai risiko inheren dan risiko lain yang tidak
terdeteksi sistem. Hal ini sebenarnya sudah dimulai pada tahun 1940-an, namun baru
dipertegas dengan adanya COSO pada 1992. Klien dengan pengendalian internal yang efektif
dipandang memiliki risiko yang lebih kecil.

Perkembangan audit risiko pada mulanya diterapkan di perusahaan-perusahaan besar.


Namun, meski sudah terdapat kerangka, auditor merasa canggung dalam melakukan audit
risiko, dan berpendapat bahwa manfaatnya tidak signifikan.

Anda mungkin juga menyukai