Anda di halaman 1dari 30

BAB I

KONSEP TEORI

A. Konsep Dasar Lansia


1. Pengertian Lansia
Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara usia
65-75 tahun (Potter, 2005). Proses menua merupakan proses sepanjang hidup,
tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua (Nugroho,
2008).
Penuaan adalah suatu proses yang alamiah yang tidak dapat dihindari,
berjalan secara terus-manerus, dan berkesinambungan (Depkes RI, 2001).
Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008), Usia lanjut dikatakan sebagai
tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia sedangkan menurut
pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 Tentang Kesehatan dikatakan
bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60
tahun (Maryam, 2008). Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan
tingkah laku yang dapat diramalkan dan terjadi pada semua orang pada saat
mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu (Stanley, 2006).
1. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia.
a. Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia Resiko Tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan (Depkes RI, 2003).
d. Lansia Potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI,
2003).
e. Lansia Tidak Potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari
nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain
(Depkes RI, 2003).
2. Karakteristik Lansia
Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008), lansia memiliki
karakteristik sebagai berikut:
a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No. 13
tentang kesehatan).
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai
sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi
adaptif hingga kondisi maladaptif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi (Maryam, 2008).
3. Tipe Lansia
Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan
bermacam-macam tipe usia lanjut. Yang menonjol antara lain:
a. Tipe arif bijaksana
Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, mempunyai diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan
kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan,
serta memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang
proses penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan,
kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman
yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut,
sulit dilayani dan pengkritik.
d. Tipe pasrah
Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik,
mempunyai konsep habis (“habis gelap datang terang”), mengikuti
kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
e. Tipe bingung
Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,
merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh (Nugroho, 2008).
4. Tugas Perkembangan Lansia
Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan
diri terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses
tumbuh kembang pada tahap sebelumnya. Adapun tugas perkembangan
lansia adalah sebagai berikut :
a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.
b. Mempersiapkan diri untuk pensiun.
c. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.
d. Mempersiapkan kehidupan baru.
e. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara
santai.
f. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan
(Maryam, 2008).

B. Konsep Medis
1. Definisi
Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi
gejala yang akan berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke (untuk otak),
penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung) dan left ventricle
hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target organ diotak yang berupa
stroke, hipertensi adalah penyebab utama stroke yang membawa kematian
(Amiruddin, dkk, 2010). Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi
peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah
diastolik 90 mmHg atau lebih (Harrison, 2012).
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg.
Pengukuran tekanan darah dilakukan sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali
selama 4 jam. Kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan
tekanan darah diastolik ≥ 15 mmHg sebagai parameter hipertensi sudah tidak
dipakai lagi (Prawirohardjo, 2012).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat/tenang (Kemenkes RI, 2014).
Hipertensi darurat adalah suatu kondisi dimana diperlukan penurunan
tekanan darah dengan segera (tidak selalu diturunkan sampai batas normal),
untuk mencegah atau membatasi kerusakan organ (Mansjoer dkk, 2012).
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal dan diukur
paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Tekanan darah normal
bervariasi sesuai usia, sehingga setiap diagnosis hipertensi harus bersifat
spesifik usia. Namun, secara umum seseorang dianggap mengalami hipertensi
apabila tekanan darahnya lebih tinggi daripada 140 mmHg sistolik atau 90
mmHg diastolik (ditulis 140/90) (Corwin, 2010).

2. Anatomi Fisiologi
1) Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskuler. Jantung
dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan
dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung panjangnya kira-
kira 12 cm, lebar 8-9 cm seta tebal kira-kira 6 cm. Berat jantung sekitar
7-15 ons atau 200 sampai 425 gram dan sedikit lebih besar dari kepalan
tangan. Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan dalam masa
periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau setara dengan 7.571
liter . Sistem kardiovaskuler terdiri dari jantung dan pembuluh –
pembuluh darah, dan terletak di dalam dada. Organ ini berhubungan
dengan :
a. Sebelah atas dengan pembuluh – pembuluh darah besar (aorta
asenden, arteri pulmonal dan vena kava superior).
b. Sebelah bawah dengan diafragma.
c. Pada salah satu sisinya, dengan paru-paru.
d. Sebelah belakang dengan aorta desenden.
Jantung terbungkus oleh kantong yang longgar yang tidak elastis
(pericardium) yang terdiri dari dua lapis : lapisan sebelah dalam
(pericardium viseral) dan lapisan luar (pericardium parietal). Permukaan
diantara dua pericardial pada keadaan normal berisi 10 sampai 20 ml
cairan pericardial yang sedikit dan jernih. Cairan pelumas ini membasahi
permukaan lapisan dan mengurangi gesekan akibat gerakan memompa
jantung.
Terdapat 3 lapisan jaringan jantung yaitu epicardium lapisan luar
dari jantung, struktur sama seperti pericardium, miocardium lapisan
tengah dari jantung, terdiri dari otot – otot berserat, yang bertanggung
jawab atas kontraksi jantung. Endocardium lapisan dalam yang terdiri
dari lapisan jaringan endotel, melapisi sebelah dalam dari bilik – bilik
dan katup – katup jantung.
2) Bilik jantung ada 4 yaitu :
a. Atrium dextra yang tipis dindingnya ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan darah dan sebagai penyalur darah dari vena – vena
sirkulasi sistemik ke dalam ventrikel kanan dan kemudian ke paru-
paru. Darah yang berasal dari pembuluh vena ini masuk ke dalam
atrium kanan melalui vena kava superior, inferior dan sinus
koronarius.
b. Ventrikel dextra pada kontraksi ventrikel, maka tiap ventrikel harus
menghasilkan kekuatan yang cukup besar untuk dapat menampakkan
darah yang diterimanya dari atrium ke sirkulasi pulmonar ataupun
sirkulasi sistemik. Ventrikel kanan berbentuk bulan sabit yang unik,
guna menghasilkan kontraksi bertekanan rendah, yang cukup untuk
mengalirkan darah ke dalam arteri pulmonalis.
c. Atrium sinistra Atrium kiri menerima darah yang sudah dioksigenasi
dari paru-paru melalui ke empat vena pulmonalis. Antara vena
pulmonalis dan atrium kiri tidak ada katup sejati. Karena itu,
perubahan tekanan dalam kiri mudah sekali membalik retrograd ke
dalam pembuluh darah paru – paru. Atrium kiri berdinding tipis dan
bertekanan rendah.
d. Ventrikel sinistra ventrikel kiri harus menghasilkan tekanan yang
cukup tinggi untuk mengatasi tahanan sirkulasi sistemik dan
mempertahankan aliran darah ke jaringan – jaringan perifer. Ventrikel
kiri mempunyai otot – otot yang tebal dan bentuknya yang
menyerupai lingkaran, mempermudah pembentukan tekanan yang
tinggi selama ventrikel berkontraksi.
e. Katup – katup jantung. Keempat katup merupakan struktur cuping
yang berfungsi untuk mempertahankan aliran darah dari arus darah
melalui bilik – bilik jantung. Katup-katup membuka dan menutup
sebagai respon terhadap tekanan dan volume dari dalam bilik – bilik
jantung. Katup-katup jantung dapat diklasifikasikan dalam dua jenis.
Katup atrioventrikuler (AV) yang memisahkan atrium dan ventrikel,
katup semilunaris memisahkan arteri pulmonalis dan aorta.
3) Arteri coronaria. Arteri coronaria keluar mulai dari permulaan aorta
sebelah kanan dekat katup aorta. Fungsi dari sistem arteri coronaria
adalah untuk menyuplai darah kepada miocardium. Terdapat dua arteri
coronaria utama yang kiri dan yang kanan. Arteri coronaria kiri
mensuplai belahan jantung kiri yang akan terbagi dua menjadi cabang
left anterior descending (LAD)/cabang anterior yang menurun, dan the
circumflex coronary arteri (RCA)/arteri coronaria kanan mensuplai darah
kepada belahan jantung kanan.
4) Siklus Jantung. Siklus jantung adalah peristiwa yang terjadi pada jantung
berawal dari permulaan sebuah denyut jantung sampai berakhirnya
denyut jantung berikutnya. Siklus ini terjadi dalam 2 fase yaitu fase
diastole dan sistole. Relaksasi dan pengisian kedua bilik jantung terjadi
pada saat diastole sedangkan kontriksi dan pengosongan terjadi pada saat
sistole.
5) Curah jantung. Curah jantung adalah jumlah darah yang dipompa oleh
ventrikel selama satu satuan waktu. Curah jantung pada orang dewasa
normal sekitar 5 liter/menit. Namun sangat bervariasi tergantung
kebutuhan metabolisme tubuh. Curah jantung sebanding dengan volume
sekuncup kali frekuensi jantung. Frekuensi jantung istirahat pada orang
dewasa rata – rata 60 sampai 80 denyut/menit dan rata – rata volume
sekuncup sekitar 70 ml/denyut. Perubahan frekuensi jantung dapat terjadi
akibat kontrol refleks yang dimediasi oleh sistem saraf otonom, meliputi
bagian simpatis dan parasimpatis. Impuls parasimpatis yang berjalan ke
jantung melalui nervus vagus, dapat memperlambat frekuensi jantung
sementara impuls simpatis meningkatkannya.
6) Sirkulasi sistemik. Sifat – sifat struktural dari setiap bagian sistem
sirkulasi darah sistemik menentukan peran fisiologisnya dalam integrasi
fungsi kardiovaskuler. Dinding pembuluh darah terdiri dari 3 bagian.
Lapisan terluar disebut tunika adventisia, bagian tengah yang berotot
disebut tunika media, sedangkan bagian dalam yaitu lapisan endotelnya
disebut tunika intima. Sirkulasi sistemik dapat dibagi menjadi lima,
dipandang dari sudut anatomi dan fungsi yaitu arteria, arteriola, kapiler,
venula dan vena.
7) Sirkulasi pulmonar. Pembuluh pulmonar mempunyai dinding – dinding
yang lebih tipis dan sedikit otot polos, karena itu sirkulasi pulmonar lebih
mudah teregang dan resistensinya terhadap aliran darah lebih kecil.
Besarnya tekanan dalam sirkulasi pulmonar kira – kira seperlima tekanan
dalam sirkulasi sistemik.
8) Sirkulasi koroner. Efisiensi jantung sebagai pompa tergantung dari nutrisi
dan oksigenasi otot jantung. Sirkulasi koroner meliputi seluruh
permukaan jantung, membawa oksigen dan nutrisi ke miokardium
melalui cabang-cabang intramiokardia yang kecil – kecil.

3. Etiologi
Menurut Corwin (2012), penyebab peningkatan tekanan darah ada tiga hal
yaitu:
1) Peningkatan Kecepatan Denyut Jantung
Dapat terjadi akibat rangsangan abnormal saraf dan hormon pada
nodus serabut arikinji (SA). Peningkatan kecepatan denyut jantung
yang berlangsung kronik sering menyertai keadaan hipertiroidisme.
Peningkatan kecepatan denyut jantung biasanya dikompensasi oleh
penurunan volume sekuncup sehingga tidak menimbulkan hipertensi.
2) Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama
Dapat terjadi apabila terdapat peningkatan volume plasma yang
berkepanjangan, akibat gangguan penanganan garam dan air oleh
ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan. Peningkatan volume
plasma akan menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir
sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah.
3) Peningkatan total peripheral resistance (TPR) yang berlangsung lama
Peningkatan Total Periperial Resistence yang berlangsung lama dapat
terjadi pada peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol,
atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan
normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan
pembuluh darah. Pada peningkatan Total Periperial Resistence,
jantung harus memompa secara lebih kuat dan dengan demikian
menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah
melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut
peningkatan dalam afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan
peningkatan tekanan diastolik. Apabila peningkatan afterload
berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai mengalami
hipertrofi (membesar). Dengan hipertrofi, kebutuhan ventrikel akan
oksigen semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu
memompa darah secara lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhan
tersebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung juga mulai tegang
melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya menyebabkan
penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup.
Faktor resiko Hipertensi adalah umur, jenis kelamin, riwayat
keluarga, genetik (faktor resiko yang tidak dapat diubah/dikontrol),
kebiasaan merokok, konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh,
penggunaan jelantah, kebiasaan konsumsi minum-minuman
beralkohol, obesitas, kurang aktifitas fisik, stres, penggunaan estrogen
(Kemenkes RI, 2014).
4. Tanda dan Gejala Hipertensi
Menurut Corwin (2012), tanda dan gejala hipertensi adalah:
1) Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah
akibat peningkatan darah intrakranium
2) Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi
3) Ayunan langkah yang tidak mantap akibat kerusakan susunan saraf
pusat
4) Nokturia akibat peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomelurus
5) Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan
kapiler
5. Batasan Hipertensi
Menurut WHO batasan hipertensi berikut :
Tabel 2.1 KlasifikasiTekananDarahdari JNC-VII 2013
Kategori Sistolik (mm Hg) Diastolik (mm Hg)
Normal < 120 < 80
Hipertensi Ringan 140-159 90-99
Hipertensi Berat ≥ 160 ≥ 100
Sumber, WHO, 2013
Di sini tampak bahwa WHO memakai tekanan diastolik sebagai sebagian
tekanan yang lebih tepat dipakai dalam menentukan ada tidaknya hipertensi.
Tekanan darah manusia meliputi tekanan darah sistolik, tekanan darah
waktu jantung menguncup, dan tekanan darah diastolik yakni tekanan
darah waktu jantung istirahat, dalam hal patofisiologi, pengobatan dan
prognosis maka tekanan diastolik lebih penting dari pada sistolik
(Mansjoer, dkk, 2009).
Penentuan batasan hipertensi ini sangat penting karena perubahan
tingginya hipertensi sangat mempengaruhi perhitungan prevalensinya
dalam populasi. Sebagai contoh, perubahan prevalensi hipertensi akibat
perubahan batasan hipertensi pada penduduk laki-laki putih Amerika
Serikat usia 65- 74 tahun berikut ini :
Tabel 2.2 Presentase Kejadian Hipertensi Di Indonesia
Tekanan Darah Sistolik /
Presentase Populasi
Diastolic)
> 140/90 53
> 160/95 24
> 170/95 17
Sumber: Joint National Committee (JNC), 2010

Keadaan ini berkaitan dengan pentingnya penentuan defenisi


operasional dalam penelitian, yakni berkaitan dengan cut-off point dari
apa yang disebut hipertensi. Jika batasan hipertensi sangat‘strict’
(>170/95) maka prevalensi hipertensi hanya 17 %. Sedangkan dengan
definisi > 140/90 maka prevalensi mencapai 53 %.
6. Faktor Resiko Hipertensi
Adapun faktor-faktor yang dapat dimasukkan sebagai faktor risiko
hipertensi adalah (Corwin, 2012):
1) Faktor keturunan
Bukan hanya warna kulit, ciri fisik atau sifat yang bisa diwarisi dari
orang tua kita. Ternyata, penyakit pun bisa. Jika salah satu, atau kedua
orang tua Anda mengalami tekanan darah tinggi, kemungkinan Anda
pun beresiko tinggi mengalaminya.
2) Usia
Seiring bertambahnya usia, kita semua semakin beresiko menderita
tekanan darah tinggi. Karena semakin kita bertambah tua, elastisitas
pembuluh darah kita juga berkurang sehingga cenderung mengalami
penyempitan pembuluh darah. Akibatnya, tekanan darah pun
meningkat.
3) Gender
Hingga usia 45, pria lebih beresiko mengalami tekanan darah tinggi.
Pada usia 45 hingga 64, baik pria maupun wanita memiliki tingkat
resiko yang sama. Tetapi, justru pada usia di atas itu, wanita lebih
beresiko.
4) Kurang gerak (Sedentary lifestyle)
Biasanya, orang yang tinggal di kota besar cenderung memiliki gaya
hidup kurang gerak. Bekerja di kantor, dan terus menerus duduk,
ditambah lagi kurangnya olahraga, akan cenderung meningkatkan
resiko penyempitan atau penyumbatan di pembuluh darah. Akibatnya
adalah meningkatnya resiko darah tinggi.
5) Pola makan
Makan makanan tinggi kalori, lemak, dan gula, mungkin sudah
saatnya untuk mengurangi resiko terkena penyakit darah tinggi. Dan,
ini juga adalah fakta umum yang diketahui hampir semua orang:
kurangi makanan bergaram karena itu dapat menahan banyak cairan
dalam tubuh sehingga meningkatkan tekanannya.
6) Berat badan berlebih
BMI (Indeks Massa Tubuh) bisa menjadi salah satu ukuran resiko.
Jika BMI Anda 25 hingga 30, atau bahkan lebih, Anda terhitung
kelebihan berat badan, dan lebih beresiko mengalami tekanan darah
tinggi.
7) Kebiasaan minum minuman beralkohol
Mengkonsumsi alkohol dapat meningkatkan kadar trigliserida dalam
darah. Trigliserida adalah kolesterol yang jahat yang berpotensi
menyebabkan tekanan darah meningkat.
8) Stres
Stres dapat meningkatkan tekanah darah sewaktu. Hormon adrenalin
akan meningkat sewaktu kita stres, dan itu bisa mengakibatkan
jantung memompa darah lebih cepat sehingga tekanan darah pun
meningkat. Selain itu, pada saat stres biasanya pilihan makanan kita
kurang baik. Kita akan cenderung melahap apa pun untuk merilekskan
diri, dan itu bisa berdampak secara tidak langsung pada tekanan darah
kita.
9) Kondisi penyakit yang lain
Menurut para ahli, gangguan kondisi kesehatan seperti Apnea
tidur (Sleep Apnea)dapat menimbulkan tekanan darah tinggi. Orang
yang mengalami gangguan ini sangat dianjurkan berkonsultasi dengan
dokternya
7. Manajemen Pencegahan Hipertensi
Hipertensi adalah masalah yang relatif terselubung (silent) tapi
mengandung potensi yang besar untuk masalah yang lebih besar.
Hipertensi adalah awal untuk proses lanjut mencapai target organ untuk
memberi kerusakan yang lebih berat. Karena itu, diperlukan manajemen
yang tepat dalam upaya pencegahannya.
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan
menggunakan obat-obatan ataupun dengan cara modifikasi gaya
hidup. Modifikasi gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi
asupan garam tidak lebih dari 1/2 sendok teh (6 gram/hari),
menurunkan berat badan, menghindari minuman berkafein, rokok, dan
minuman beralkohol. Olah raga juga dianjurkan bagi penderita
hipertensi, dapat berupa jalan, lari, jogging, bersepeda selama 20-25
menit dengan frekuensi 3-5 x per minggu. Penting juga untuk cukup
istirahat (6-8 jam) dan mengendalikan stress. Untuk pemilihan serta
penggunaan obat-obatan hipertensi disarankan untuk berkonsultasi
dengan dokter keluarga anda (Kemenkes RI, 2013).
Ada pun makanan yang harus dihindari atau dibatasi oleh
penderita hipertensi adalah (Kemenkes RI, 2013):
1) Makanan yang berkadar lemakjenuh tinggi (otak, ginjal, paru,
minyak kelapa,gajih).
2) Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium
(biscuit, crackers, keripikdan makanan keringyangasin).
3) Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned,
sayuran serta buah-buahan dalam kaleng, soft drink).
4) Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan
asin, pindang, udang kering, telur asin, selai kacang).
5) Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta
sumber protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah
(sapi/kambing), kuning telur, kulit ayam).
6) Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus
sambal, tauco serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya
mengandunggaram natrium.
7) Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian,
tape.
Di Indonesia terdapat pergeseran pola makan, yang mengarah
pada makanan cepat saji dan yang diawetkan yang kita ketahui
mengandung garam tinggi, lemak jenuh, dan rendah serat mulai
menjamurterutama di kota-kota besardi Indonesia.
Dengan mengetahui gejala dan faktor risiko terjadinya hipertensi
diharapkan penderita dapat melakukan pencegahan dan
penatalaksanaan dengan modifikasi diet/gaya hidup ataupun obat-
obatan sehingga komplikasi yang terjadi dapat dihindarkan.
8. Pengobatan
Menurut Mansjoer (2010), pengobatan hipertensi yang ideal
yang diharapkan mempunyai sifat-sifat seperti :
1) Menurunkan tekanan darah secara bertahap dan aman.
2) Mampu menurunkan tekanan darah secara multifaktoral.
3) Berkhasiat untuk semua tingkat hipertensi.
4) Melindungi organ-organ vital.
5) Mendukung pengobatan penyakit penyerta DM.
6) Mengurangi faktor risiko penyakit kardiovaskular (PKV) dalam
hal memperbaiki left ventricular hypertrophy (LVH) dan
mencegah pembentukan aterosklerosis.
7) Mengurangi frekuensi dan beratnya serangan angina.
8) Memperbaiki fungsi ginjal dan menghambat kerusakan ginjal
lebih lanjut.
9) Efek samping serendah mungkin seperti batuk, sakit kepala,
edema, rasa lelah, mual, dan muka merah.
10) Dapat membuat jantung bekerja lebih efisien.
11) Melindungi jantung terhadap risiko infark.
Jenis-jenis obat hipertensi:
1) Anti hipertensi non-farmakologik:
(Tindakan pengobatan supportif sesuai anjuran Joint National
Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure:
a) Turunkan BB pada obesitas.
b) Pembatasan komsumsi garam dapur
c) Kurangi alkohol
d) Menghentikan rokok
e) Olahraga teratur
f) Diet rendah lemak jenuh
g) Pemberian kalium dalam bentuk makanan (sayur dan buah).
2) Obat antihipertensi
1. Diuretika, pelancar kencing yang diharapkan mengurangi
volume input pemberian diuretika sudah tidak terlalu dianjurkan
sebagai langkah pertama dalam manejemen hipertensi.
2. Penyekat Beta (B-blocker)
3. Antagonis kalsium
4. Inhibitor Anti Converting Enzyme (ACE), misalnya Inhibase
5. Obat Anti hipertensi sentral (Simpatokolitika)
6. Obat penyekat Alpha
7. Vasodilator
9. Evaluasi Keberhasilan Pengobatan Hipertensi
Untuk menentukan keberhasilan pengobatan hipertensi maka
tidak hanya melihat adanya penurunan tekanan darah tetapi ada tiga
faktor yang penting dievaluasi:
1) Tekanan darah menurun
2) Lipid menurun
3) Sensitifitas terhadap insulin meningkat
Ketiga hal berhubungan dengan masa depan yang baik untuk
jantung, terhindar dari left ventricular hypertrophy khususnya dan
morbiditas kardiovaskuler lainnya (Corwin 2012).
10. Prognosis Hipertensi
Tanpa pengobatan maka hipertensi akan berakibat lanjut sesuai
dengan target organ yang diserangnya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi prognosis seorang penderita hipertensi adalah:
1) Etiologi hipertensi: hipertensi sekunder yang ditemukan pada tahap
dini akan lebih lanjut prognosisnya
2) Umur usia muda mempunyai prognosis yang kurang baik
dibanding dengan usia lebih tua
3) Jenis kelamin: umumnya wanita lebih bisa mentolerir lebih baik
terhadap kenaikan tekanan dibanding dengan pria.
4) Suku/ras: orang hitam di Amerika mempunyai prognosis lebih jelek
dibanding orang kulit putih
5) Sifat hipertensi: tekanan darah yang bersifat labil dan progresif
kurang baik prognosisnya.
6) Komplikasi: adanya komplikasi memperberat prognosis
7) Banyaknya faktor risiko lain: ada tidaknya faktor risiko lain seperti
DM atau kolesterolemia bisa memperburuk hipertensi (Corwin,
2012).
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton

Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,


takipnea

2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner, penyakit serebrovaskuler

Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan


warna kulit, suhu dingin

3. Integritas Ego
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi,
euphoria, factor stress multipel

Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue


perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang,
pernapasan menghela, peningkatan pola bicara

4. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu

5. Makanan / Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan
tinggi garam, lemak dan kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema

6. Neurosensori
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit
kepala, berdenyut, gangguan penglihatan, episode
epistaksis

Tanda :, perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman,


perubahan retinal optik

7. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala
oksipital berat, nyeri abdomen

8. Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea,
ortopnea, dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau
tanpa sputum, riwayat merokok

Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan,


bunyi napas tambahan, sianosis

9. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan

Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi psotural

10. Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit
jantung, DM , penyakit ginjal

Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon

B. Asuhan Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload, vasokontriksi,
hipertropi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard
2. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral dan iskemia
3. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen
4. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
5. Resiko injuri

C. Intervensi
1. Penurunan Curah Jantung b.d peningkatan afterload, vasokontriksi,
hipertropi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard

Rencana Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

NOC : NIC :
 Cardiac Pump effectiveness  Evaluasi adanya nyeri dada
 Circulation Status  Catat adanya disritmia jantung
 Vital Sign Status  Catat adanya tanda dan gejala

 Tissue perfusion: perifer penurunan cardiac putput

Setelah dilakukan asuhan  Monitor status pernafasan yang

selama………penurunan kardiak menandakan gagal jantung


output klien teratasi dengan kriteria  Monitor balance cairan
hasil:  Monitor respon pasien terhadap efek
 Tanda Vital dalam rentang pengobatan antiaritmia
normal (Tekanan darah, Nadi,  Atur periode latihan dan istirahat
respirasi) untuk menghindari kelelahan
 Dapat mentoleransi aktivitas,  Monitor toleransi aktivitas pasien
tidak ada kelelahan  Monitor adanya dyspneu, fatigue,
 Tidak ada edema paru, perifer, tekipneu dan ortopneu
dan tidak ada asites  Anjurkan untuk menurunkan stress
 Tidak ada penurunan kesadaran  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 AGD dalam batas normal  Monitor VS saat pasien berbaring,
 Tidak ada distensi vena leher duduk, atau berdiri
 Warna kulit normal  Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
 Monitor jumlah, bunyi dan irama
jantung
 Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign
 Jelaskan pada pasien tujuan dari
pemberian oksigen
 Sediakan informasi untuk
mengurangi stress
 Kelola pemberian obat anti aritmia,
inotropik, nitrogliserin dan
vasodilator untuk mempertahankan
kontraktilitas jantung
 Kelola pemberian antikoagulan
untuk mencegah trombus perifer
 Minimalkan stress lingkungan

2. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral dan iskemia

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

NOC Manajemen Nyeri

 Pain level  Kaji secara menyeluruh tentang nyeri,


 Pain control meliputi: lokasi, karakteristik, waktu
 Confort level kejadian, lama, frekuensi, kualitas,
intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-
Setelah dilakukan asuhan
faktor pencetus
selama………penurunan kardiak
 Observasi isyarat-isyarat non verbal
output klien teratasi dengan kriteria
dari ketidaknyamanan
hasil:
 Berikan analgetik sesuai dengan
 Klien mampu mengontrol nyeri
anjuran
(tahu penyebab nyeri, mampu
 Gunakan komunkasi terapeutik agar
menggunakan tehnik
klien dapat mengekspresikan nyeri
nonfarmakologi untuk
 Kaji latar belakang budaya klien
mengurangi nyeri, mencari
 Tentukan dampak dari ekspresi nyeri
bantuan)
terhadap kualitas hidup: pola tidur,
 Melaporkan bahwa nyeri nafsu makan, aktifitas mood,
berkurang dengan menggunakan hubungan, pekerjaan, tanggungjawab
manajemen nyeri peran
 TD (systole 110-130mmHg,  Kaji pengalaman individu terhadap
diastole 70-90mmHg), HR(60- nyeri, keluarga dengan nyeri kronis
100x/menit), RR (16-24x/menit),  Evaluasi tentang keefektifan dari
suhu (36,5-37,50C) tindakan mengontrol nyeri yang telah
 Klien tampak rileks mampu digunakan
tidur/istirahat  Berikan dukungan terhadap klien dan
 Mampu mengenali nyeri ( skala, keluarga
frekuensi, tanda nyeri )  Berikan informasi tentang nyeri,
seperti: penyebab, berapa lama terjadi,
dan tindakan pencegahan
 Kontrol faktor-faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi respon klien
terhadap ketidaknyamanan
 Anjurkan klien untuk memonitor
sendiri nyeri
 Ajarkan penggunaan teknik non-
farmakologi, ex: relaksasi, guided
imagery, terapi musik, distraksi,
aplikasi panas-dingin, massase)
 Evaluasi keefektifan dari tindakan
mengontrol nyeri
 Beritahu dokter jika tindakan tidak
berhasil atau terjadi keluhan

Pemberian Analgetik

 Tentukan lokasi nyeri, karakteristik,


kualitas,dan keparahan sebelum
pengobatan
 Berikan obat dengan prinsip 5 benar
 Cek riwayat alergi obat
 Libatkan klien dalam pemilhan
analgetik yang akan digunakan
 Pilih analgetik secara tepat /kombinasi
lebih dari satu analgetik jika telah
diresepkan
 Tentukan pilihan analgetik (narkotik,
non narkotik, NSAID) berdasarkan
tipe dan keparahan nyeri
 Monitor tanda-tanda vital, sebelum
dan sesudah pemberian analgetik,
monitor reaksi obat dan efeksamping
obat
 Dokumentasikan respon dari analgetik
dan efek-efekyang tidak diinginkan

Manajemenlingkungan : kenyamanan

 Batasi pengunjung
 Tentukan hal-hal yang menyebabkan
ketidaknyamanan seperti pakaian
lembab, Perhatikan hygiene pasien
untuk menjaga kenyamanan
 Sediakan tempat tidur yang nyaman
dan bersih
 Tentukan temperatur ruangan yang
paling nyaman
 Sediakan lingkungan yang tenang
 Atur posisi pasien yang membuat
nyaman.
3. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen

Rencana Keperawatan

Tujuan dan Intervensi


Kriteria Hasil

NOC : NIC :
 Self Care :  Observasi adanya pembatasan klien dalam
ADLs melakukan aktivitas
 Toleransi  Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
aktivitas  Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
 Konservasi  Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan
eneergi
emosi secara berlebihan
Setelah dilakukan  Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
tindakan (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat,
keperawatan selama perubahan hemodinamik)
…. Pasien  Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat
bertoleransi pasien
terhadap aktivitas  Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
dengan Kriteria dalam merencanakan progran terapi yang tepat.
Hasil :  Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
 Berpartisipasi mampu dilakukan
dalam aktivitas  Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang
fisik tanpa sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan
disertai sosial
peningkatan  Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
tekanan darah, sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
nadi dan RR diinginkan
 Mampu
melakukan  Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas
aktivitas sehari seperti kursi roda, krek
hari (ADLs)  Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang
secara mandiri disukai
 Keseimbangan  Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
aktivitas dan luang
istirahat  Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
 Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual

4. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

NOC: NIC :
 Circulation status Peripheral Sensation Management (
 Tissue Prefusion : cereral Management sensasi Perifer)
Setelah dilakukan tindakan
 Monitor adanya daerah yang hanya pekah
keperawatan selama …. pasien
terhadap panas, dingin, tajam, tumpul
menunjukkan pengetahuan
 Monitor adanya paretese
tentang proses penyakit dengan
 Instruksikan keluarga untuk mengobservasi
kriteria hasil:
kulit jika ada isi atau laserasi
 Mendemostrasikan status
 Gunakan sarung tangan untuk proteksi
sirkulasi yang di tandai
 Batasi gerakan pada kepala, leher, dan
dengan : punggung
 Tekanan sistole dan  Monitor kemampuan BAB
diastole dalam rentang  Kolaborasi pemberian analgetik
yang di hrapkan  Monitor adanya thromboplebitis
 Tidak ada tanda-tanda  Diskusikan mengenai penyebab perubahan
peningkatan TIK sensasi
 Tidak ada
ortostatikhipertensi
 Mendemontrasikan
kemampuan kognitif yang di
tandai dengan :
 Berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai
kemampuan
 Menunjukkan perhatian
konsentrasi dan orientasi
 Memproses informasi
 Membuat keputusan
dengan benar
 Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran membaik, tidak
gerakkan-gerakan
involuter

5. Resiko Injury

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

NOC : NIC : Environment Management


Risk Kontrol (Manajemen lingkungan)
Immune status  Sediakan lingkungan yang aman untuk
Safety Behavior pasien
Setelah dilakukan tindakan  Identifikasi kebutuhan keamanan pasien,
keperawatan selama…. Klien sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi
tidak mengalami injury dengan kognitif pasien dan riwayat penyakit
kriterian hasil: terdahulu pasien
 Klien terbebas dari cedera  Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
 Klien mampu menjelaskan (misalnya memindahkan perabotan)
cara/metode untukmencegah  Memasang side rail tempat tidur
injury/cedera  Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan
 Klien mampu menjelaskan bersih
factor risiko dari  Menempatkan saklar lampu ditempat yang
lingkungan/perilaku personal mudah dijangkau pasien.
 Mampumemodifikasi gaya  Membatasi pengunjung
hidup untukmencegah injury  Memberikan penerangan yang cukup
 Menggunakan fasilitas  Menganjurkan keluarga untuk menemani
kesehatan yang ada pasien.
 Mampu mengenali perubahan  Mengontrol lingkungan dari kebisingan
status kesehatan  Memindahkan barang-barang yang dapat
membahayakan
 Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga
atau pengunjung adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab penyakit.

DAFTAR PUSTAKA
Adi, 2012,Hipertensi, Jantung dan Diit, Jogjakarta: Diva Press
Amiruddin, dkk, 2010, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2, Edisi 3, FKUI,
Jakarta.
Andra, 2010, Hipertensi Menjadi Ancaman Serius Di Indonesia, Rineka Cipta,
Jakarta.
Armilawaty, 2007, Hipertensi dan Faktor Resikonya dalam Kajian Epidemiolog,
FKMUNHAS, Makasar
Corwin, 2012, Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta.
Harrison, 2012, Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, EGC, Jakarta.
Mansjoer, dkk, 2009, Kapita SelektaKedokteran Edisi Ketiga. FKUI Jakarta
Sidabutar, 2010, Hipertensi Esensial Dalam Ilmu Penyakit, FKUI, Jakarta
Tjokronegoro, 2011, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit
FKUI, Jakarta
PATHWAY HIPERTENSI

Anda mungkin juga menyukai