Perkebunan
Nusantara viii kebun cisaruni, garut jawa barat
A.RINGKASAN
Indonesia saat ini memiliki cadangan minyak bumi sebesar 7998 MMSTB danterbukti 4303
MMSTB dengan potensial sebesar 3695 MMSTB (PT Media Data Riset, status Februari 2010). Dengan
tingkat produksi minyak 357 juta barelper tahun, minyak bumi Indonesia diprediksi akan habis dalam
waktu 10 tahun.
Mengingat hal tersebut, maka diperlukan suatu upaya konservasi untuk menurunkan/menekan
laju penggunaan energi dan memelihara kelestarian sumber daya yang ada. Audit energi merupakan
langkah awal dalam pelaksanaan konservasi energi. Audit energi adalah kegiatan untuk
mengidentifikasi potensi penghematan energi dan menentukan jumlah energi dan biaya yang dapat
dihemat dengan usaha konservasi energi dari suatu sistem, sarana maupun peralatan yang telah
ada.
Kegiatan pada proses pengolahan pucuk teh menjadi bubuk teh di PT.Perkebunan Nusantara VIII
kebun Cisaruni adalah pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam orthodox. Proses pengolahan teh
hitam orthodox di kebun Cisaruni dibedakan menjadi dua tahapan, yaitu pengolahan basah dan
pengolahan kering.
Secara garis besar proses pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam orthodox di
pabrik meliputi penerimaan bahan baku, pelayuan, penggilingan, fermentasi,pengeringan dan sortasi
kering. PT. Perkebunan Nusantara VIII kebun Cisaruni mempunyai kapasitas produksi rata-rata teh
kering 8.27 ton/hari pada bulan Maret 2010.
B. LATAR BELAKANG
A. TANAMAN TEH
Tanaman teh (Thea sinensis L.) merupakan salah satu tanaman keras dikelola secara
perkebunan yang termasuk family Theaceae, ordo Guttaferales dan kelas Thalaniflora (BENSON,
1959 dalam Taruna Gayo, 1981). Hasil tanaman tehini berupa ranting muda dengan daun-daun,
lazim disebut pucuk teh. Pucuk tehinilah yang selanjutnya akan diolah menjadi teh kering yang
dikenal umumsebagai bahan minuman.
Manajemen energi adalah suatu aktivitas manajemen energi yang berdisiplin, terorganisasi dan
terstruktur menuju penggunaan energi yang lebih efisien, tanpa mengurangi tingkat produksi,
kualitas serta ketentuan keselamatan dan pencemaran lingkungan. Beberapa maanfaat manajemen
energi yaitu menghemat biaya bagi industri atau perusahaan tanpa harus menggunakan pendekatan
struktur untuk mengelola energi, peningkatan sumber daya manusia dan pengetahuan tentang
efisiensi peralatan, meningkatkan citra dan kreadibilitas perusahaan terhadap seluruh stakeholder
dan pelanggan, dan manfaat yang terakhir yaitu untuk peningkatan efisiensi operasional dalam
pemeliharaan.
Langkah pertama manajemen energi yaitu dengan cara audit energi yang merupakan teknik yang
digunakan untuk menghitung besarnya konsumsi energi pada bangunan gedung dan mengenali cara-
cara untuk penghematannya. Audit energi merupakan aktifitas pemeriksaan berkala untuk
mengetahui ada tidaknya penyimpangan dalam suatu kegiatan penggunaan energi. Audit energi juga
dapat berguna dalam menelusuri dimana dan berapa energi yang digunakan, mengidentifikasi
kebocoran atau ketidak efisienan energi, menentukan langkah perbaikannya serta mengevaluasi
tingkat kelayakannya, kemudian hasilnya dibandingkan dengan standar yang ada sebagai bahan
pertimbangan untuk dicarikan solusi penghematan penggunaan energi jika tingkat penggunaan
energinya melebihi standar baku yang ada.
𝑇𝐾𝐿
IKE = 𝑇𝐿 (1)
Dengan :
IKE : Intensitas Konsumsi Energi (kWh/m2/th)
TKL : Total Konsumsi Energi Listrik (kWh/th)
TL : Total Luas Bangunan (m2)
Dengan :
KES : Konsumsi Energi Spesifik (kWh/ton)
KEL : Konsumsi Energi Listrik (kWh)
JP : Jumlah Produksi yang dihasilkan (ton)
Berdasarkan standar efisien Konsumsi Energi Spesifik (KES) listrik industri makanan olahan daging
adalah sebesar 0,6 GJ/Ton makanan atau sama dengan 166,66 kWh/Ton makanan.
D. USAID – ICED
Kuesioner United States for International Development (USAID), Indonesia Clean Energy
Development (ICED) sebagai bahan dept interview untuk mengetahui manajemen energi eksisting
dan membantu mengidentfikasi peluang dalam melaksanakan peningkatan efisiensi energi.
Kuesioner ini ditujukan untuk diisi dilapangan oleh perwakilan manajemen perusahaan. Bilamana
memungkinkan, kuesioner ini sebaiknya diisi sebagai bagian dari pelaksanaan observasi lapangan,
dimana praktek – praktek perawatan gedung dan hubungan antar pegawai juga dapat diamati.
III.METODOLOGI PENELITIAN
2. Energi listrik
Besarnya energi litrik yang digunakan untuk memproduksi tiap kg tehkering didekati dengan
persamaan (Anwar, 1990 dalam Mulyawan 1997) :
𝐷𝑡𝜏
𝐸𝑖𝑘 = 𝑄
2
Dimana nilai D untuk listrik 1 fasa menggunakan persamaan (PT.Koneba, 1987 dalam Mulyawan
1997) :Nilai D untuk listrik tiga fasa menggunakan persamaan (PT. Koneba,1987 dalam Mulyawan
1997)dimana :
𝐸𝑙𝑘 = Energi listrik yang digunakan untuk produksi teh (MJ/kg)
D= Daya motor/mesin terukur (kW)
t= Waktu pemakaian alat (jam)
h= Efisiensi alat/elektromotor
𝑄2 = Jumlah produksi teh kering (kg)
V= Tegangan (volt)
I= Arus (ampere)
cos 𝜃= Faktor daya
Besarnya tenaga manusia selama kegiatan proses pengolhan teh khususnya pada proses di
pabrik menggunakan persamaan (Anwar, 1990 dalamMulyawan 1997)
𝐽𝐾+𝑁𝐸
𝐸𝑡𝑚2 = (5)
𝑄2
Sehingga total energi manusia yang digunakan untuk memproduksi setiap kg teh kerig adalah :
𝐸𝑡𝑚1
𝐸𝑡𝑚(𝑡𝑜𝑡) = 𝑅𝑑 2
+ 𝐸𝑡𝑚2 (6)
dimana :
Etm (tot) = Jumlah tenaga manusia total yang dibutuhkan (MJ/kg)
Etm1 = Tenaga manusia selama pra panen tiap kg pucuk teh (MJ/kg)
Rtm2 = Tenaga manusia selama pengolahan tiap kg pucuk teh (MJ/kg)
JK = Jumlah jam kerja (jam)
NE = Nilai unit kalor tenaga manusia
Q1 = Jumlah produksi pucuk (kg)
Q2 = Jumlah produksi teh kering (kg)
Pembeberan 0.007
Perbandingan konsumsi energi rata-rata pada pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam antara
Perkebunan Cisaruni Garut dengan beberapa kebun lain di PTPN VIII dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 3. Perbandingan konsumsi energi rata-rata pada proses pengolahan pucuk teh menjadi teh
hitam di PTPN VIII dalam MJ/kg teh kering.
Parakan
1) 2)
Gedeh Ciater Salak3) Cisaruni
Kegiatan Kapasitas Kapasitas Kapasitas Kapasitas
8910 11550 10890
kg/hari kg/hari kg/hari 8910 kg/hari
Pelayuan
pucuk 8.80173 9.91084 1.24000 4.7241
Sumber : 1). Somantri, 2002 2). Noviyanti,2002 3). Edi Purnomo, 2006
20-25 5 3.14
25-30 6 3.77
30-35 7 4.40
35-40 9 5.65
40-45 10 6.28
45-50 11 6.91
50-55 12 7.54
55-60 14 8.79
Total konsumsi energi manusia pada tahapan penerimaan bahan baku adalah 0.007 MJ/kg teh
kering, sedangkan konsumsi energi listrik untuk menjalankan elektromotor yang terpasang pada
mono-rail sebesar 0.09 MJ/kg teh kering pada bulan Maret 2010.
Tahapan selanjutnya adalah pelayuan yang merupakan suatu proses dimana pucuk teh
melepaskan air yang dikandung ke udara bebas tanpa terjadi kerusakan pada pucuk teh tersebut,
oleh karena itu udara pada ruang pelayuan harus dikontrol dengan baik dan optimum pada suhu
26.7oC atau 80oF. Alat yang digunakan untuk melayukan pucuk teh adalah withering trough yang
terdiri dari unit pemanas udara, bak pelayu, dan kipas. Prinsip kerja alat pelayuan adalah
melewatkan udara segar dan hangat melalui pucuk teh sampai mencapai derajat layu tertentu.
Pada tahap pelayuan dan turun layu pucuk teh, input energi berasal dari bahan bakar padat
berbentuk kayu bakar yang menghasilkan energi panas, tenaga manusia dan listrik. Besarnya
konsumsi energi total masing-masing pada bulan Maret 2010 berdasarkan sumber energinya adalah
3.94 MJ/kg teh kering berupa energi bahan bakar padat kayu, 0.014 MJ/kg teh kering berupa energi
manusia dan 0.760 MJ/kg berupa energi listrik. Sedangkan konsumsi energi total pada tahap ini
adalah 4.72 MJ/kg teh kering.
Konsumsi energi pada tahapan proses pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam di pabrik
Cisaruni, apabila dibandingkan dengan kebun lain di PTPN VIII berdasarkan hasil penelitian Lili
Somantri (2002) di Perkebunan Gedeh yang mempunyai kapasitas produksi rata-rata hampir sama
dengan Perkebunan Cisaruni sebesar 8.27 ton per harinya. Menunjukan konsumsi energi tertinggi
pada tahap ini yaitu 8.80 MJ/kg teh kering dibandingkan dengan penelitian yang lainnya di PTPN VIII.
Hal ini karena di Perkebunan Gedeh sumber energi panas yang dihasilkan masih berasal dari bahan
bakar solar dan kandungan air dalam pucuk yang dihamparkan terlalu tebal serta kelembaban udara
luar yang tinggi. Besar kecilnya energi pada tahap pelayuan tergantung dari banyaknya penggunaan
bahan bakar yang dipakai untuk menghasilkan udara panas pada proses pelayuan selain penggunaan
udara luar.
1.3 Pengeringan
Pada tahap pengeringan dimana kadar air dalam bubuk teh akan berkurang, memiliki input
energi yang digunakan terdiri dari tenaga manusia, bahan bakar dan listrik. Perkebunan Cisaruni
konsumsi energi total bulan Maret 2010 pada tahap ini sebesar 28.11 MJ/kg teh kering. Sedangkan
besarnya konsumsi energi berdasarkan sumber energinya masing-masing pada tahap ini adalah 0.46
MJ/kg teh kering energi listrik, 27.64 MJ/kg teh kering energi bahan bakar padat berupa kayu bakar
dan 0.009 MJ/kg teh kering energi manusia.
Konsumsi energi dalam bentuk bahan bakar padat untuk menghasilkan energi panas sebesar
69% dari total konsumsi energi pada tahap pengeringan. Besarnya konsumsi energi pada tahap
pengeringan di Perkebunan Cisaruni ini lebih besar dibandingkan dengan kebun lainnya di PTPN VIII
pada Tabel 11, karena di perkebunan lainnya masih menggunaan solar sebagai sumber energi
panasnya. Akan tetapi dari sisi penghematan, kebun Cisaruni bisa menghemat energi panas yang
bersumber dari bahan bakar industrial diesel oil untuk pengeringan sebesar 29.13% dari total
penghematan energi panas, dengan kondisi sekarang 100% menggunakan bahan bakar padat
sebagai sumber energi panasnya.
Pada tahap pengeringan ukuran partikel bubuk teh yang dikeringkan akan mempengaruhi
besarnya energi yang dibutuhkan, disamping efisiensi mesin pengering yang digunakan. Semakin
kecil ukuran bubuk teh yang dikeringkan maka makin luas permukaan bubuk teh yang bersentuhan
dengan udara panas, sehingga laju penguapan air berjalan semakin cepat. Dengan demikian
konsumsi energi akan lebih kecil. Mesin yang digunakan pada tahap pengeringan di Perkebunan
Cisaruni, yaitu two stages drier (TSD).
Sedangkan perbandingan konsumsi energi rata-rata per hari di beberapa Perkebunan dengan
Perkebunan Cisaruni berdasarkan masukan energi disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Perbandingan
konsumsi energi di Perkebunan Cisaruni Garut pada proses pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam
orthodox di Pabrik
dalam MJ/kg teh kering
Catatan : *) untuk kebun Cisaruni bahan bakar yang digunakan berupa bahan bakar padat kayu,
sedangkan kebun Gedeh, kebun Ciater, kebun Parakan Salak menggunakan industrial diesel oil
Sumber : 1). Somantri, 2002 2) Noviyanti, 2002 3). Edi Purnomo, 2006
Konsumsi energi saat audit energi di Perkebunan Cisaruni Garut terbesar pada proses
pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam orthodox yaitu berasal dari penggunaan energi bahan
bakar padat berupa kayu bakar sebesar 31.5858 MJ/kg teh kering. Sedangkan untuk konsumsi energi
terendah berasal dari penggunaan tenaga manusia sebesar 0.0563 MJ/kg teh kering.
Kegiatan pengolahan pucuk teh di pabrik menentukan kualitas bubuk teh kering berkualitas yang
dihasilkan. Oleh karena itu, kegiatan ini membutuhkan suatu penanganan dan pengontrolan khusus
untuk menghindari kerusakan pada waktu proses pengolahan tersebut. Input energi dari proses
pengolahan ini berasal dari penggunaan energi listrik, bahan bakar solar, bahan bakar padat berupa
kayu bakar dan tenaga manusia.
Pembeberan 0.0065 12
Pelayuan 0.0082 15
Penggilingan dan
Fermentasi 0.0128 23
Pengeringan 0.0090 16
Sortasi 0.0135 24
Tabel 15. Nilai kalor beberapa jenis kayu yang digunakan di pabrik Cisaruni
Nilai kalor
Sumber energi
(kJ/kg) (MJ/kg)
Kayu mahoni (Swietenia macrophylla) 19389 19.39
Kayu jati (Tectona grandis) 18882 18.88
Kayu karet (Hevea brasiliensis) 18544 18.54
Kayu albasiah (Albizia falcataria) 18450 18.45
Kayu teh (Albizia falcataria) 18093 18.09
Campuran :
Kayu teh (60%)
Kayu karet (30%)
18544 18.54
Kayu mahoni (2,5%)
Kayu jati (2,5%)
Kayu albasiah (5%)
Kebutuhan energi total dari bahan bakar padat pada proses pengolahan pucuk teh menjadi teh
hitam orthodox di Perkebunan Cisaruni pada bulan Maret 2010 sebesar 31.59 MJ/kg teh kering. Dari
jumlah tersebut penggunaan energi dari bahan bakar padat terbesar terjadi pada tahap pengeringan
sebesar 27.6425 MJ/kg teh kering atau 87.52 persen dari total keseluruhan penggunaan bahan bakar
padat. Selain itu bahan bakar padat digunakan pada tahap pelayuan sebesar 3.9433 MJ/kg teh kering
atau 12.48 persen dari total keseluruhan penggunaan bahan bakar padat.
Penggunaan bahan bakar padat di kebun Cisaruni sebagai sumber energi panas untuk proses
pelayuan dan pengeringan bisa menghemat energi panas sebesar 4.62 persen dari energi panas
sebelumnya berupa bahan bakar industrial diesel oil pada tahun 2008. Dalam Tabel 16 disajikan
kebutuhan energi bahan bakar padat pada pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam orthodox di
Perkebunan Cisaruni bulan Maret 2010. Tabel 16. Konsumsi energi bahan bakar padat Maret 2010
Jumlah konsumsi bahan bakar padat pada tahap pelayuan lebih kecil dibandingkan dengan tahap
pengeringan, hal ini disebabkan karena penggunaan bahan bakar padat sebagai energi untuk
memanaskan udara pada tahap pelayuan lebih sedikit dan digunakan selama 4-7 jam. Jumlah bahan
bakar padat yang dibutuhkan selain dipengaruhi oleh lama proses pelayuan, juga dipengaruhi oleh
kandungan air dalam pucuk, tebal hamparan pucuk pada withering trough, temperatur udara dan
faktor kelembaban udara luar.
Pada saat penelitian dilakukan, keadaan cuaca di Perkebunan Cisaruni sedang musim hujan
sehingga cuaca cukup lembab dan kandungan air dalam pucuk tinggi. Hal ini mengakibatkan
perbedaan panjang tahap pelayuan pucuk teh hingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
memperoleh kelayuan pucuk teh yang telah ditentukan.
Pada tahap pengeringan bubuk teh dengan kadar air 26-27 persen menjadi bubuk teh kering
dengan kadar air ± 3 persen, membutuhkan bahan bakar padat lebih banyak untuk memanaskan
udara agar kadar air bubuk yang ada di mesin pengering menjadi turun. Lamanya waktu pengeringan
di pabrik Cisaruni membutuhkan waktu 14-20 jam/hari.
Penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar padat untuk pengolahan pucuk teh menjadi teh
hitam orthodox di PT. Perkebunan Nusantara VIII khususnya Perkebunan Cisaruni Garut adalah
dalam upaya mengatasi krisis energi khususnya bahan bakar minyak fosil. Hal ini disebabkan karena
seiring dengan naiknya biaya produksi untuk mengolah pucuk teh menjadi teh hitam di pabrik
apabila masih menggunkan bahan bakar minyak. Selain itu juga bahan bakar padat yang merupakan
biomass hasil limbah perkebunan dan kehutanan mendapat perhatian besar, mengingat potensinya
sebagai sumber energi yang murah, tersedia setempat (tidak perlu impor), dan adanya keuntungan
terhadap pembangunan dan lingkungan.
Penggunaan bahan bakar padat sebagai sumber energi bersih tersebut dapat mengurangi
dampak negatip terhadap lingkungan, karena bisa mengurangi emissi CO2 yang ditimbulkan oleh
bahan bakar minyak fosil. Pada saat ini Perkebunan Cisaruni sudah melakukan konversi energi
yangbisa menurunkan laju penggunaan energi minyak fosil serta berusaha menurunkan emisi gas
rumah kaca (GRK), sehingga biaya produksi pun bisa berkurang.
2.4 Listrik
Kebutuhan energi listrik di Perkebunan Cisaruni dipenuhi dari dua sumber yaitu PLN yang
memiliki daya 415 kVA dan 3 buah generator pembangkit listrik yang memiliki daya masing-masing
150 kVA. Energi listrik terutama digunakan untuk proses pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam di
pabrik yaitu untuk menggerakan motor listrik.
Penggunaan solar sebagai bahan bakar untuk menjalakan generator pembangkit listrik mulai
dikurangi dan bisa dihemat sebesar 95.86 persen, sehingga sumber energi listrik lebih banyak
bersumber dari PLN. Akan tetapi energi listrik di perkebunan Cisaruni masih bisa dihemat sebesar
26.75 persen dengan digantinya sumber energi panas menjadi bahan bahan bakar padat, karena
penggunaan energi listrik untuk menjalankan burner pada tahap pelayuan dan pengeringan sudah
tidak digunakan.
Penggunaan energi listrik untuk proses pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam orthodox di
pabrik Cisaruni sebesar 1.98 MJ/kg teh kering atau 5.88 persen dari kebutuhan energi keseluruhan
untuk mengolah pucuk teh menjadi teh hitam orthodox di Pabrik bulan Maret 2010. Penggunaan
energi listrik terbesar pada proses pengolahan adalah proses pelayuan sebesar 0.76 MJ/kg teh
kering. Hal ini disebabkan karena pada proses pelayuan memerlukan waktu yang lama (15-23 jam
proses) dan sebagian besar alat/mesin digerakan oleh motor listrik yang memiliki daya 5.50 kW
sampai dengan 7.5 kW. Dalam Tabel 17 disajikan penggunaan energi listrik pada setiap tahap
pengolahan di Pabrik Cisaruni Garut. Tabel 17. Konsumsi energi listrik pada bulan Maret 2010
Prosentase
Kegiatan Energi MJ/kg teh kering (%)
Pelayuan 0.760 38.5
Penggilingan dan fermentasi 0.402 20.4
Pengeringan 0.458 23.2
Sortasi kering 0.355 18.0
Penerangan di sekitar pabrik 0.001 0.1
Jumlah 1.98 100
Konservasi energi merupakan usaha untuk memelihara dan melestarikan sumber energi yang
ada sehingga tidak terjadi pemborosan energi yang berarti dan membawa dampak yang tidak baik
dalam suatu industri atau perusahaan. Usaha konservasi ini bukan berarti harus mengoperasikan
suatu pabrik atau perusahaan tanpa menggunakan energi atau mengurangi jumlah energi yang
dibutuhkan melainkan dengan mengurangi atau menghilangkan pemborosan energi yang dapat
berpengaruh terhadap biaya produksi. Dengan adanya usaha konservasi ini diharapkan dapat
mempertahankan tingkat produksi yang sama atau bahkan ditingkatkan dengan jumlah energi yang
optimal.
Usaha-usaha yang perlu dilakukan agar konservasi energi dapat dilaksanakan dengan baik dalam
suatu pabrik atau perusahaan adalah dengan mencari sumber-sumber energi yang mengalami
pemborosan, menanamkan pengertian dan kesadaran pentingnya energi dalam lingkungan pabrik
atau perusahaan serta adanya koordinasi yang baik antara manajemen puncak dengan para
karyawan sehingga program penghematan energi dapat terlaksana dengan baik.
Dari hasil pengamatan di pabrik teh Perkebunan Cisaruni Garut, usaha konservasi yang dapat
dilakukan adalah penghematan penggunaan masukan energi yang memerlukan biaya produksi relatif
besar dibandingkan dengan masukan energi lainnya. Listrik adalah masukan energi yang mahal per
unitnya, sehingga diperlukan usaha penghematan dalam penggunaannya.
Beberapa usaha penghematan energi dalam proses pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam
orthodox di PT. Perkebunan Nusantara VIII, Cisaruni Garut dapat dilakukan secara teknis maupun
non teknis. Secara teknis yang dapat dilakukan antara lain : memodifikasi peralatan dan elektro
motor, penggantian peralatan yang bekerja di luar karakteristik kerja dan umur kerja, pemeliharaan
dan perbaikan peralatan secara teratur. Sedangkan secara non teknis adalah melakukan pelatihan
atau pembinaan para karyawan untuk menggunakan peralatan dan mesin dengan tepat dan benar
sesuai standar operasional serta menanamkan pengertian pentingnya penghematan energi.
Peluang Penghematan Energi Listrik pada Tahap Pelayuan Pucuk Teh Dalam proses pengolahan
pucuk teh menjadi teh hitam orthodox dipabrik Cisaruni Garut, konsumsi energi total bulan Maret
2010 pada tahap pelayuan lebih besar yaitu 0.76 MJ/kg teh kering atau 38.5%. Input energi yang
paling dominan dalam tahap ini adalah penggunaan energi listrik dan bahan bakar padat. Konsumsi
energi bahan bakar untuk menghasilkan udara panas sebesar 3.9433 MJ/kg teh kering pada tahap
pelayuan, hal ini lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan energi listrik, akan tetapi secara
ekonomi penggunaan bahan bakar padat kayu lebih murah. Energi panas pada tahap pelayuan ini
bisa dihemat sebesar sebesar 61.23 persen dari total energi panas untuk pelayuan dan pengeringan,
yang mana sebelumnya energi panas untuk pelayuan ini bersumber dari bahan bakar industrial
diesel oil dan kemudian diganti dengan biomass berupa kayu bakar.
Perbedaan konsumsi energi listrik ini dikarenakan lama pelayuan yang panjang sehingga
penggunaan motor listrik untuk mengalirkan udara segar ke withering trought lebih lama. Selain itu
juga, penyebabnya dapat terjadi karena kandungan kadar air dalam pucuk teh tinggi, pucuk teh yang
dihamparkan mempunyai ketebalan berbeda serta kelembaban udara luar yang tinggi.
Suhu udara optimal untuk proses pelayuan yaitu udara bersih dengan kelembaban berkisar
o
antara 60-75%, suhu tidak melebihi 28 C dengan kapasit pelayuan normal 16-20 jam. Efisiensi
pelayuan pada withering trough ukuran 11 sesi adalah 38.21% dengan efisiensi tenaga kipas 59.4%
dan lama pelayuan selama 18 jam.
Usaha penghematan energi pada tahap pelayuan dapat dilakukan dengan menggunakan udara
luar sebelum pucuk diberi udara panas untuk aerasi. Pemberian udara panas pada proses pelayuan
tidak mutlak digunakan tergantung dari faktor kelembaban luar. Namun pada kenyataannya
pemberian udara panas tetap dilakukan karena apabila hanya menggunakan udara luar maka proses
pelayuan akan berjalan lebih lama. Oleh karena itu, pemberian udara panas untuk mencapai suhu
udara pelayuan yang dikehendaki harus tetap dijaga agar tidak sampai menaikan suhu pelayuan dan
tidak terjadi penggunaan bahan bakar yang berlebihan. Selain itu juga alternative lainnya dalam
proses pelayuan, udara panas bisa dihasilkan dari pembuangan energi panas pada tahap
pengeringan. Hal ini bisa digunakan sebagai input energi lain untuk tahap pelayuan. Selain itu juga
penghematan energi listrik akibat penggunaan listrik untuk mengoperasikan motor listrik pada tahap
pelayuan yaitu dengan cara menghidupkan peralatan ketika beban penuh dan segera
memadamkannya ketika tidak lagi digunakan.
Peluang penghematan jangka panjang dapat dilakukan dengan penggantian motor listrik yang
bekerja di luar karakteristik seperti nilai daya yang semakin berkurang, nilai efisiensi eletromotor
yang sangat kecil dan putaran rotor yang semakin berkurang. Peluang penghematan lain adalah
penghematan penggunaan ernergi listrik pada penerangan di pabrik khususnya di tahap pelayuan.
Peluang penghematannya adalah dengan cara menyalakan lampu pada saat ruangan terlihat gelap
dan mematikan lampu ketika tidak diperlukan pada saat terjadi cahaya alamiah yaitu sinar matahari.
Selain itu juga pemeliharaan dengan cara mengganti lampu dengan daya yang rendah tapi
efisiensinya tinggi dan kebersihan lampu merupakan faktor penting agar penggunaan lampu tidak
berlebihan dan ruangan terlihat lebih terang dengan cara mengecat dinding dengan warna yang
lebih terang dan terkesan lebih bersih.
2
as kipas (cfm) dan luas (m ) withering trough 18-20 cfm/kg. Waktu 2. Peluang Penghematan
Energi Bahan Bakar pada Pengeringan Teh Input energi pada tahap pengeringan di Perkebunan
Cisaruni berasal dari bahan bakar padat berupa kayu bakar, listrik dan tenaga manusia. Secara
keseluruhan konsumsi energi pada tahap ini pada bulan Maret 2010 adalah 28.11 MJ/kg teh kering.
Dari jumlah tersebut rata-rata konsumsi bahan bakar padat yang digunakan untuk memanaskan
udara pengering sebesar 27.64 MJ/kg teh kering atau 98.3 persen dari kebutuhan total energi tahap
pengeringan. Pengeringan di Perkebunan Cisaruni menggunkan mesin pengering two stage drier
dengan suhu udara masuk (inlet) mesin pengering berkisar 89-104˚C dan suhu udara keluar (outlet)
mesin pengering berkisar 45-49˚C.
Dari hasil pengamatan suhu inlet dan outlet pengering pada saat beroperasi tidak konstan, hal
ini disebabkan oleh penggunaan bahan bakar yaitu kayu bakar yang digunakan mempunyai jenis dan
kadar air yang berbeda-beda. Selain itu juga keterlambatan bubuk teh yang masuk ke ruang
pengering bisa mengakibatkan suhu pengering naik dan berpengaruh terhadap tingkat kematangan
teh kering yang dihasilkan.
Permasalahan yang dihadapi pada tahap pengeringan adalah rata-rata efisiensi sistem yang
relatif rendah sebesar 6.6 persen dengan efisiensi penggunaan panas sebesar 58.17 persen dan
efisiensi pemanasan sebesar 11.36 persen. Dalam perhitungan panas ini dianggap hilang sebesar
41.83 persen, padahal dalam kenyataanya panas tersebut dapat dimanfaatkan untuk proses
pelayuan. Energi yang dihasilkan berupa energi untuk memanaskan bahan dan energi untuk
menguapkan air tidak sebanding dengan penggunaan bahan bakar kayu yang relatif tinggi sebesar
245 kg/jam. Penggunaan bahan bakar kayu tergantung pada kadar air (tingkat kekeringannya) dan
jenis kayu yang digunakan, karena hal ini akan berpengaruh terhadap efektivitas panas yang
dihasilkan. Pada prinsipnya panas yang dihasilkan dari pembakaran kayu adalah panas yang
dibutuhkan untuk mengeringkan kadar air yang terkandung dalam kayu tersebut dan panas yang
digunakan untuk mengerikan bubuk teh. Berdasarkan spesifikasi teknis, burner di Perkebunan
Cisaruni mempunyai rooster dengan lubang udara 1.5-2 cm, dan terdapat kisi-kisi pada saluran inlet
udara primer untuk pembakaran. Sedangkan udara yang masuk ke burner menggunakan blower
dalam memasok udara primernya.
Penghematan energi pada proses pengeringan yang dapat dilakukan adalah dengan cara
perawatan dan penggantian bagian peralatan yang mengalami kerusakan pada heat exchanger.
Perawatan yang perlu dilakukan adalah membersihkan debu dari hasil pembakaran kayu,
membongkar heat exchanger dan mengontrol kebocoran agar hasil pembakaran pada burner tidak
masuk bersama udara panas pada saat pengeringan.
Secara garis besar alat ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu rumah pengering dan unit
pemanasnya. Skematik dari kontruksi alat ini bisa dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.
Gambar 3. Skema proses pengeringan
Bentuk energi yang digunakan pada proses pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam orthodox di
PT. Perkebunan Nusantara VIII Kebun Cisaruni bersumber dari energi listrik, energi bahan bakar
berupa solar dan kayu bakar, dan energi tenaga manusia.
Dari hasil perhitungan, total konsumsi energi pada proses pengolahan pucuk teh menjadi teh
hitam orthodox di pabrik Cisaruni sebesar 33.62 MJ/kg teh kering pada bulan Maret 2010. Yaitu 4.72
MJ/kg teh kering (14.05%) dibutuhkan pada tahap proses pelayuan pucuk teh, 0.42 MJ/kg teh kering
(1.23%) dibutuhkan pada tahap penggilingan dan fermentasi, 28.11 MJ/kg teh kering (83.61%)
dibutuhkan pada tahap pengeringan bubuk teh, 0.37 MJ/kg teh kering (1.10%) dibutuhkan pada
tahap sortasi kering bubuk teh.
Secara keseluruhan tahapan pengolahan yang memerlukan energi terbesar adalah pada tahap
pengeringan bubuk teh, sedangkan tahapan yang memerlukan energi paling sedikit adalah pada
tahap sortasi kering.
Berdasarkan sumber energi, konsumsi energi terbesar adalah dari energi bahan bakar padat
berupa kayu bakar sebesar 31.59 MJ/kg teh kering (93.95% dari total keseluruhan energi untuk
proses pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam orthodox di pabrik). Terbesar kedua yaitu konsumsi
energi listrik sebesar 1.98 MJ/kg teh kering (5.88% dari total keseluruhan energi untuk proses
pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam orthodox di pabrik). Sedangkan tenaga manusia sebesar
0.056 MJ/kg teh kering (0.17% dari total keseluruhan energi untuk proses pengolahan pucuk teh
menjadi teh hitam orthodox di pabrik) yang merupakan konsumsi energi terendah.
Konsumsi energi listrik terbesar adalah pada proses pelayuan sebesar 0.76 MJ/kg teh kering atau
38.5% dari total konsumsi energi listrik. Sedangkan konsumsi energi listrik terendah adalah pada
proses sortasi sebesar 0.35 atau 18% dari total konsumsi energi listrik. Konsumsi energi bahan bakar
padat berupa kayu bakar terbesar pada proses pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam orthodox
yaitu tahap pengeringan bubuk teh sebesar 27.6425 atau 87.52% dari total konsumsi bahan bakar
padat. Sedangkan jenis kayu yang digunakan adalah kayu jenis karet (Hevea
brasiliensis), teh (Camellia sinensis,) mahoni (Swietenia macrophylla), albasiah/jeungjing (Albizia
falcataria) dan jati (Tectona grandis). Kayu-kayu tersebut mempunyai nilai kalor rata-rata 18.65
MJ/kg dengan kadar air 18.72%.
Di PT Perkebunan Nusantara VIII kebun Cisaruni Garut, energi panas yang berasal dari bahan
bakar padat berupa kayu bakar untuk proses pelayuan dan pengeringan bisa dihemat sebesar 4.62 %
dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar industrial diesel oil, dari segi ekonomi pun lebih
murah sehingga biaya produksi bisa ditekan/diturunkan. Sedangkan energi lsitrik untuk seluruh
proses pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam orthodox di kebun Cisaruni bisa dihemat sebesar
26.75%.
Saran
Berdasarkan hasil audit yang telah dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara VIII, kebun Cisaruni
disarankan beberapa hal sebagai berikut :
Perlu dilakukan perawatan dan pengecekan efisiensi motor listrik secara intensif, tidak
hanya pada saat perbaikan saja agar efisiensinya dapat dipertahankan.
Memodifikasi peralatan dan mesin pengolahan yang bekerja di bawah standar,
kemudian membersihkan secara intensif pada semua peralatan dan mesin yang
digunakan. Misalnya pada ruang pelayuan lampu-lampu yang digunakan perlu
dibersihkan dari debu agar penerangan tidak terhalangi dan cahaya secara utuh bisa
diterima. Heat exchanger perlu dibersihkan dari debu hasil sisa pembakaran agar pada
saat mesin beroperasi tidak ada debu yang ikut terbawa oleh udara ke ruang pengering.
Dalam usaha konservasi energi ini usaha yang paling penting yaitu pemahaman pekerja tentang
pentingnya usaha penghematan energi, serta upaya perawatan dan pemeliharaan harus dilakukan
secara kontinyu.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, K. 1998. Energi dan Listrik Pertanian. JICA-DGHE. IPB. Project ADAET. IPB. Bogor.
Edi Purnomo, Fajar. 2006. Audit Energi Pada Proses Pengolahan Teh Hitam di Perkebunan
Parakan Salak Sukabumi PTP. Nusantara VIII Subang Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian,
IPB. Bogor.
ESDM. 2010. Kenaikan TDL Merupakan Upaya Mengurangi Subsidi. Jakarta. ESDM. 2010.
Rencana Strategis Kementerian ESDM 2010-2014. Jakarta ESDM. 2009. Handbook of Energy and
Economic Statistic of Indonesia. Jakarta ESDM. 2008. Ringkasan Eksekutif Indonesia Energy Outlook
2008. Jakarta. Gayo, Taruna. 1981. Pengaruh Suhu dan Kecepatan Udara Terhadap Laju
Pengeringan Teh Hijau Dengan Menggunakan Rotary Panner di Kebun Percobaan Pasir Sarongge
Pacet. Skripsi. Jurusan Mekanisasi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Heldman, D.R. and R.P. Singh. 1981. Food Process Engineering. 2nd Edition. The AVI Publishing
Company Inc. Westport, Conecticut, USA.
Henderson, S.M. and R. L. Perry. 1976. Agricultural Process Engineering. Third Edition. The AVI
Publishing Company Inc. Westport, Conecticut, USA.
Holman, J.P. 1997. Perpindahan Kalor. Edisi Keenam. Erlangga. Jakarta Kartikasari, Noviyanti,
2002. Audit Energi Pada Proses Pengolahan Teh Hitam Di
Perkebunan Ciater PTP. Nusantara VIII Subang Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.