Anda di halaman 1dari 17

A.

Latar Belakang

Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi
tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia


seutuhnya melalui olah hati, olah rasa, dan olah raga agar memiliki daya saing dalam menghadapi
tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan
yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan
efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan
pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional
serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta
didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan
penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.

Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu


pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar
nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan,
sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Empat dari kedelapan
standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Proses,
Standar Isi, dan Standar Penilaian merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam
mengembangkan kurikulum.
Istilah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) digunakan dalam pelaksanaan
kurikulum 2013. Kesamaan dari kurikulum 2006 dengan kurikulum 2013 sama-sama kurikulum
berbasis kompetensi. Pada pelaksanaan K-13, mewujudkan kompetensi peserta didik yang dicita-
citakan harus menjadi poros perhatian tiap satuan pendidikan. Sesuai dengan amanat Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 tentang perubahan atas Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
tentang Standar Nasional Pendidikan setiap satuan pendidikan wajib menyusun dokumen KTSP
sebagai acuan untuk mewujudkan target kompetensi peserta didik yang menjadi targetnya.

Kurikulum 2013 mulai disosialisasikan dan dilaksanakan oleh pemerintah mulai 2013
sebagai pengganti Kurikulum 2006. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia
Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman,
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, bernegara dan peradaban dunia.

Kondisi ideal yang diharapkan tercapai adalah terpenuhinya 8 (delapan) Standar Nasional
Pendidikan (SNP), sehingga penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan hasil pendidikan yang
bermutu pula dapat tercapai. Secara rinci 8 standar nasional pendidikan (SPN) adalah sebagai
berikut:

1) Standar Isi Sesuai dengan ketentuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


2) Standar Proses Sesuai dengan ketentuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
3) Standar Kompetensi Lulusan Sesuai dengan ketentuan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan
4) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan Sesuai dengan ketentuan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan
5) Standar Sarana Prasarana Sesuai dengan ketentuan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan
6) Standar Pengelolaan Sesuai dengan ketentuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
7) Standar Pembiayaan Sesuai dengan ketentuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
8) Standar Penilaian Sesuai dengan ketentuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
B. Karakteristik Kurikulum

Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dan satuan pendidikan dapat
mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme
tenaga kependidikan, serta sistim penilaian. Berdasarkan uraian di atas, dalam bukunya
Mulyasa[6]. (2006: 29-32) dapat dikemukakan beberapa karakteristik KTSP yaitu sebagai berikut:

a. Pemberian Otonomi Luas Kepada Sekolah dan Satuan Pendidikan

KTSP memberikan otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan, disertai seperangkat
tanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kondisi setempat. Sekolah dan
satuan pendidikan juga diberi kewenangan dan kekuasaan yang luas untuk mengembangkan
pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik serta tuntutan masyarakat. Selain
itu, sekolah dan satuan pendidikan juga diberikan kewenangan untuk menggali dan mengelola
sumber dana sesuai dengan prioritas kebutuhan.

b. Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua yang Tinggi

Dalam KTSP, pelaksanaan kurikulum didukung oleh partisipasi masyarakat dan orang tua peserta
didik yang tinggi. Orang tua peserta didik dan masyarakat tidak hanya mendukung sekolah melalui
bantuan keuangan, tetapi melalui komite sekolah dan dewan pendidikan merumuskan serta
mengembangkan program-program yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.

c. Kepemimpinan yang Demokratis dan Profesional

Dalam KTSP, pengembangan dan pelaksanaan kurikulum didukung oleh adanya kepemimpinan
sekolah yang demokratis dan profesional. Kepala sekolah dan guru-guru sebagai tenaga pelaksana
kurikulum merupakan orang-orang yang memiliki kemampuan dan integritas profesional. Dalam
proses pengambilan keputusan, kepala sekolah mengimplementasikan proses “bottom-up” secara
demokratis, sehingga semua pihak memiliki tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil
beserta pelaksanaannya.

d. Tim Kerja yang Kompak dan Transparan

Dalam KTSP, keberhasilan pengembangan kurikulum dan pembelajaran didukung oleh kinerja
team yang kompak dan transparan dari berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan. Dalam
dewan pendidikan dan komite sekolah misalnya, pihak-pihak yang terlibat bekerja sama secara
harmonis sesuai dengan posisinya masing-masing untuk mewujudkan suatu sekolah yang dapat
dibanggakan oleh semua pihak. Dalam pelaksanaan pembelajaran misalnya pihak-pihak terkait
bekerjasama secara profesional untuk mencapai tujuan atau target yang telah disepakati bersama.
Dengan demikian, keberhasilan KTSP merupakan hasil sinergi (sinergistic effect) dari kolaborasi
team yang kompak dan transparan.

C. Landasan
1. Landasan filosofis

Pendidikan adalah salah satu wujud kebudayaan manusia yang selalu tumbuh dan
berkembang, tetapi ada kalanya mengalami penurunan kualitas sehingga hancur perlahan-lahan
seiring dengan perkembangan zaman. Kurikulum SMK disusun untuk mengemban misi agar dapat
turut mendukung perkembangan kebudayaan pada arah yang positif. Karena itu, kurikulum SMK
harus memperhatikan beberapa hal mendasar sebagai berikut.

1) Pendidikan harus menanamkan tata nilai yang kuat dan jelas sebagai landasan
pembentukan watak dan perkembangan kehidupan manusia.
2) Pendidikan harus memberikan sesuatu yang bermakna, baik yang ideal maupun
pragmatis, sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
3) Pendidikan harus memberikan arah yang terencana bagi kepentingan bersama peserta
didik, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.

Pendidikan menjadi bermakna apabila secara pragmatis dapat mendidik manusia dapat hidup
sesuai dengan zamannya. Pendidikan harus dilihat sebagai wahana untuk membekali peserta didik
dengan berbagai kemampuan guna menjalani dan mengatasi masalah kehidupan pada hari esok
maupun masa depan yang selalu berubah.
Pendidikan kejuruan perlu mengajar dan melatih peserta didik untuk menguasai kompetensi
dan kemampuan lain yang dibutuhkan untuk menjalani kehidupan sebagai modal untuk
pengembangan dirinya di kemudian hari.
Secara filosofis, penyusunan kurikulum SMK perlu mempertimbangkan perkembangan
psikologis peserta didik dan perkembangan/kondisi kehidupan sosial budaya masyarakat.
2. Landasan Pedagogis

Pendidikan menengah kejuruan adalah pendidikan yang menyiapkan peserta didik menjadi
manusia produktif yang dapat langsung bekerja di bidangnya setelah melalui pendidikan dan
pelatihan berbasis kompetensi. Dengan demikian, pembukaan program diklat di SMK harus
responsif terhadap perubahan pasar kerja. Penyiapan manusia untuk bekerja bukan berarti
menganggap manusia semata-mata sebagai faktor produksi karena pembangunan ekonomi
memerlukan kesadaran sebagai warganegara yang baik dan bertanggung jawab, sekaligus sebagai
warganegara yang produktif.
Pendidikan menengah kejuruan harus dijalankan atas dasar prinsip investasi SDM (human
capital investment). Semakin tinggi kualitas pendidikan dan pelatihan yang diperoleh seseorang,
akan semakin produktif orang tersebut. Akibatnya selain meningkatkan produktivitas nasional,
meningkatkan pula daya saing tenaga kerja di pasar kerja global. Untuk mampu bersaing di pasar
global, sekolah menengah kejuruan harus mengadopsi nilai-nilai yang diterapkan dalam
melaksanakan pekerjaan, yaitu disiplin, taat azas, efektif, dan efisien.

3. Landasan Yuridis
1) Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
2) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
3) Permendikbud No. 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan
4) Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses
5) Permendikbud No. 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian
6) Permendikbud No. 71 Tahun 2013 tentang Buku Teks dan Buku Panduan Guru
7) Permendikbud No. 60 Tahun 2014 tentang Struktur Kurikulum SMK
8) Permendikbud No. 61 Tahun 2014 tentang Pengembangan KTSP K 13
9) Permendikbud No. 62 Tahun 2014 tentang kegiatan Ekstrakurikuler
10) Permendikbud No. 63 Tahun 2014 tentang Kepramukaan
11) Permendikbud No. 64 Tahun 2014 tentang peminatan SMA dan SMK
12) Permendikbud No. 103 Tahun 2014 tentang Proses Pembelajaran
13) Permendikbud No. 104 Tahun 2014 tentang Penilaian Hasil Belajar

4. Landasan sosiologis
Dilihat dari substansinya faktor sosiologis sebagai landasan dalam mengembangkan kurikulum
dpat dikaji dari dua sisi yaitu dari sisi kebudayaan dan kuriklulum serta dari unsur masyarakat dan
kurikulum.
a. Kebudayaan dan Kurikulum
Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan
pertimbangan:
1) Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan,
keterampilan, dan lain sebagainya. Semua itu dapat diperoleh individu melalui interaksi
dengan lingkungan budaya, keluarga, masyarakat sekitar, dan tentu saja sekolah / lembaga
pendidikan. Oleh karena itu sekolah /lembaga pendidikan mempunyai tugas khusus untuk
memberikan pengalaman kepada para peserta didik dengan salah satu alat yang disebut
kurikulum.
2) Kurikulum dalam setiap masyarakat pada dasarnya merupakan refleksi dari cara orang
berpikir, berasa, bercita- cita, atau kebiasaan-kebiasaan. Karena itu dalam
mengembangkan suatu kurikulum perlu memahami kebudayaan. Kebudayaan adalah pola
kelakuan yang secara umum terdapat dalam satu masyarakat yang meliputi keseluruhan
ide, cita-cita, pengetahuan, kepercayaan, cara berpikir, kesenian, dan lain sebagainya.
3) Seluruh nilai yang telah disepakati masyarakat dapat pula disebut kebudayaan. Oleh karena
itu kebudayaan dapat dikatakan sebagai suatu konsep yang memiliki kompleksitas tinggi.
Kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa dan karsa manusia yang diwujudkan dalam tiga
gejala, yaitu:
a) Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, peraturan dan lain- lain. Wujud kebudayaan ini
bersifat abstrak dan adanya dalam alam pikiran manusia dan warga masyarakat di
tempat kebudayaan itu berada.
b) Kegiatan, yaitu tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat. Tindakan ini
disebut sistem sosial. Dalam sistem sosial, aktivitas manusia sifatnya konkrit, bisa
dilihat dan diobservasi. Tindakan berpola manusia tentu didasarkan oleh wujud
kebudayaan yang pertama. Artinya sistem sosial dalam bentuk aktivitas manusia
merupakan refleksi dari ide, konsep, gagasan, nilai dan norma yang telah dimilikinya.
c) Benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan yang ketiga ini ialah seluruh fisik
perbuatan atau hasil karya manusia di masyarakat. Oleh karena itu wujud kebudayaan
yang ketiga ini adalah produk dari wujud kebudayaan yang pertama dan kedua.
Secara umum pendidikan dan khususnya persekolahan pada dasarnya bermaksud mendidik
anggota masyarakat agar dapat hidup berintegrasi dengan anggota masyarakat yang lain. Hal ini
membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat mencapai tujuan pendidikan
bermuatan kebudayaan yang bersifat umum pula, seperti: nilai-nilai, sikap-sikap, pengetahuan,
kecakapan dan kegiatan yang bersifat umum yang sangat penting bagi kehidupan bermasyarakat.
Selain pendidikan yang bermuatan kebudayaan yang bersifat umum di atas, terdapat pula
pendidikan yang bermuatan kebudayaan khusus, yaitu untuk aspek-aspek kehidupan tertentu dan
berkenaan dengan kelompok yang sifatnya vokasional. Keadaan seperti itu menuntut kurikulum
yang bersifat khusus pula. Misalnya untuk pendidikan vokasional, biasanya berkenaan dengan
latar belakang pendidikan, status ekonomi, dan cita-cita tertentu, sehingga mempunyai batas waktu
dan daerah ajar tertentu pula.
b. Masyarakat dan Kurikulum
Masyarakat adalah suatu kelompok individu yang diorganisasikan mereka sendiri kedalam
kelompok-kelompok berbeda. Kebudayaan hendaknya dibedakan dengan istilah masyarakat yang
mempunyai arti suatu kelompok individu yang terorganisir yang berpikir tentang dirinya sebagai
suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya.
Tiap masyarakat mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri, dengan demikian yang membedakan
masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya adalah kebudayaan. Hal ini mempunyai
implikasi bahwa apa yang menjadi keyakinan pemikiran seseorang, reaksi terhadap perangsang
sangat tergantung kepada kebudayaan dimana ia dibesarkan. Menurut Daud Yusuf (1982) bahwa
sumber nilai yang ada dalam masyarakat untuk dikembangkan melalui proses pendidikan ada tiga
yaitu: logika, estetika, dan etika. Ilmu pengetahuan dan kebudayaan adalah nilai-nilai yang
bersumber pada logika (pikiran)
Sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada hakikatnya adalah
hasil kebudayaan manusia, maka kehidupan manusia semakin luas, semakin meningkat sehingga
tuntutan hidup pun semakin tinggi. Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan hidup ini sehingga
dapat mempersiapkan anak didik untuk hidup wajar sesuai dengan kondisi sosial budaya
masyarakat.
Dalam konteks inilah kurikulum sebagai program pendidikan harus dapat menjawab
tantangan dan tuntutan masyarakat. Untuk dapat menjawab tutntutan tersebut bukan hanya
pemenuhan dari segi isi kurikulumnya saja, melainkan juga dari segi pendekatan dan strategi
pelaksanaannya.
Oleh karena itu guru, para pembina dan pelaksana kurikulum dituntut lebih peka
mengantisipasi perkembangan masyarakat, agar apa yang diberikan kepada siswa relevan dan
berguna bagi kehidupan siswa di masyarakat.
Teori, prinsip, hukum, yang terdapat dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam
kurikulum, penerapannya harus disesuaikan dengan kondisi sosial budaya di masyarakat setempat,
sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa lebih bermakna dalam hidupnya.
Pengembangan kurikulum hendaknya memperhatikan kebutuhan dan perkembangan
masyarakat. Tyler (1946), Taba (1963) Tanner dan Tanner (1984) menyatakan tuntutan
masyarakat adalah salah satu dasar dalam pengembangan kurikulum.Calhoun, Light, dan Keller
(1997) memaparkan tujuh fungsi sosial pendidikan, yaitu: 1) Mengajar keterampilan, 2)
Mentrasmisikan budaya, 3) Mendorong adaptasi lingkungan, 4)Membentuk kedisiplinan, 5)
Mendorong bekerja berkelompok, 6) Meningkatkan perilaku etik, dan 7)Memilih bakat dan
memberi penghargaan prestasi (Dikutip dari buku landasan pengembangan kurikulum oleh Drs.
Dadang Sukirman, M.Pd.)
5. Landasan Teoritis
Landasan teoritik memberikan dasar-dasar teoritik pengembangan kurikulum sebagai
dokumen dan proses. Kurikulum 2013 dikembangkan atas dasar teori “pendidikan berdasarkan
standar” (standard-based education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi.
Pendidikan berdasarkan standar adalah pendidikan yang menetapkan standar nasional sebagai
kualitas minimal warganegara untuk suatu jenjang pendidikan. Standar bukan kurikulum dan
kurikulum dikembangkan agar peserta didik mampu mencapai kualitas standar nasional atau di
atasnya. Standar kualitas nasional dinyatakan sebagai Standar Kompetensi Lulusan. Standar
Kompetensi Lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan (PP nomor 19 tahun 2005).
Standar Kompetensi Lulusan dikembangkan menjadi Standar Kompetensi Lulusan Satuan
Pendidikan yaitu SKL SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA, SMK/MAK.
Kompetensi adalah kemampuan sesorang untuk bersikap, menggunakan pengetahuan dan
ketrampilan untuk melaksanakan suatu tugas di sekolah, masyarakat, dan lingkungan dimana yang
bersangkutan berinteraksi. Kurikulum berbasis kompetensi dirancang untuk memberikan
pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta didik untuk mengembangkan sikap, ketrampilan
dan pengetahuan yang diperlukan untuk membangun kemampuan yang dirumuskan dalam SKL.
Hasil dari pengalaman belajar tersebut adalah hasil belajar peserta didik yang menggambarkan
manusia dengan kualitas yang dinyatakan dalam SKL.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU nomor 20 tahun 2003; PP nomor 19 tahun 2005)
untuk satu satuan atau jenjang pendidikan. Kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum yang
dirancang baik dalam bentuk dokumen, proses, dan penilaian didasarkan pada pencapaian tujuan,
konten dan bahan pelajaran serta penyelenggaraan pembelajaran yang didasarkan pada Standar
Kompetensi Lulusan
BAB II

A. Tujuan Pendidikan Nsional


B. Tujuan Pendidikan Smk
Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjutdengan
memiliki keseimbangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang terpadu dalam kehidupan
sehari-hari.
Tujuan Umum
1. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi agar menjadi warga negara yang berahlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab.
3. Mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki wawasan kebangsaan, memahami dan
menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia.
4. Mengembangkan potensi peserta didik agar memilki kepedulian terhadap lingkungan hidup,
dengan secara aktif turut memelihara dan melestarikan lingkungan hidup serta memanfaatkan
sumber daya alam dengan efektif dan efisien.
Tujuan Khusus
1. Menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif, mampu bekerja mandiri, mengisi
lowongan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan dunia industri sebagai tenaga kerja tingkat
menengah sesuai dengan kompetensi dalam program keahlian yang dipilih.
2. Menyiapkan peserta didik agar mampu memilih karir , ulet dan gigih dalam berkompetisi,
beradaptasi dilingkungan kerja dan mengembangkan sikap profesional dalam bidang keahlian
yang diminatinya.
3. Membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni agar mampu
mengembangkan diri dikemudian hari baik secara mandiri/kelompok maupun melalui jenjang
pendidikan yang lebih tinggi.
4. Membekali peserta didik dengan kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan program keahlian
yang dipilih.
C. Visi Smk
Menghasilkan insan kesehatan yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, profesional sesuai
kompetensi, terampil, dan mandiri.
D. Misi Smk
1) Menjadi pusat pendidikan menengah kejuruan teknologi yang bermutu dan unggul.
2) Memberikan pendidikan, pengetahuan dan keterampilan yang berkualitas sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dengan berlandaskan pada iman dan
taqwa (IMTAQ).
3) Membimbing peserta didik untuk menjadi tenaga kerja yang profesional untuk memnuhi
kebutuhan industri.
E. Tujuan Paket Keahlian
1) Mencetak insan yang berakhlak mulia dan profesional
2) Menghasilkan calon-calon tenaga ahli yang terampil dan sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
BAB III
A. Struktur Kurikulum
1. Standar kompetensi lulusan
Lulusan SMK diharapkan memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan
sebagai berikut.
Tabel 3 : Standar Kompetensi Lulusan untuk jenjang SMK

SMA/MA/SMK/MAK/SMALB/Paket C
Dimensi Kualifikasi Kemampuan
Sikap Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman,
berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab
dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan
alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa
dalam pergaulan dunia.
Pengetahuan Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan
metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan
budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan,
dan peradaban terkait penyebab serta dampak fenomena dan
kejadian.
Keterampilan Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif
dalam ranah abstrak dan konkret sebagai pengembangan dari
yang dipelajari di sekolah secara mandiri.

2. Kompetensi Inti

Sejalan dengan filosofi progresivisme dalam pendidikan, Kompetensi Inti ibaratnya adalah
anak tangga yang harus ditapak peserta didik untuk sampai pada kompetensi lulusan jenjang
SMK/MAK. Kompetensi Inti meningkat seiring dengan meningkatnya usia peserta didik yang
dinyatakan dengan meningkatnya kelas. Melalui Kompetensi Inti, integrasi vertikal berbagai
kompetensi dasar pada kelas yang berbeda dapat dijaga. Sebagai anak tangga menuju ke
kompetensi lulusan multidimensi, Kompetensi Inti juga memiliki multidimensi. Untuk kemudahan
operasionalnya, kompetensi lulusan pada ranah sikap dipecah menjadi dua. Pertama, sikap
spiritual yang terkait dengan tujuan pendidikan nasional membentuk peserta didik yang beriman,
bertakwa, dan berakhlak mulia. Kedua, sikap sosial yang terkait dengan tujuan pendidikan nasional
membentuk peserta didik yang mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.

Kompetensi Inti bukan untuk diajarkan melainkan untuk dibentuk melalui pembelajaran
berbagai kompetensi dasar dari sejumlah mata pelajaran yang relevan. Dalam hal ini mata
pelajaran diposisikan sebagai sumber kompetensi. Apapun yang diajarkan pada mata pelajaran
tertentu pada suatu jenjang kelas tertentu hasil akhirnya adalah Kompetensi Inti yang harus
dimiliki oleh peserta didik pada jenjang kelas tersebut. Tiap mata pelajaran harus tunduk pada
Kompetensi Inti yang telah dirumuskan. Dengan kata lain, semua mata pelajaran yang diajarkan
dan dipelajari pada kelas tersebut harus berkontribusi terhadap pembentukan Kompetensi Inti.
Kompetensi Inti akan menagih kepada tiap mata pelajaran apa yang dapat dikontribusikannya
dalam membentuk kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik. Ibaratnya, Kompetensi
Inti adalah pengikat berbagai kompetensi dasar yang harus dihasilkan dengan mempelajari tiap
mata pelajaran serta berfungsi sebagai integrator horizontal antar mata pelajaran. Dengan
pengertian ini, Kompetensi Inti bebas dari mata pelajaran karena tidak mewakili mata pelajaran
tertentu. Kompetensi Inti menyatakan kebutuhan kompetensi peserta didik, sedangkan mata
pelajaran adalah pasokan kompetensi. Dengan demikian, Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur
pengorganisasi (organising element) kompetensi dasar. Sebagai unsur pengorganisasi, Kompetensi
Inti merupakan pengikat untuk organisasi vertikal dan organisasi horizontal kompetensi dasar.
Organisasi vertikal kompetensi dasar adalah keterkaitan kompetensi dasar satu kelas dengan kelas
di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu akumulasi yang
berkesinambungan antar kompetensi yang dipelajari siswa SMK/MAK. Organisasi horizontal
adalah keterkaitan antara kompetensi dasar satu mata pelajaran dengan kompetensi dasar dari mata
pelajaran yang berbeda dalam satu kelas yang sama sehingga terjadi proses saling memperkuat.

Rumusan Kompetensi Inti dalam buku ini menggunakan notasi:


KI-1 untuk Kompetensi Inti sikap spiritual,
KI-2 untuk Kompetensi Inti sikap sosial
KI-3 untuk Kompetensi Inti pengetahuan
KI-4 untuk Kompetensi Inti keterampilan

Urutan tersebut mengacu pada urutan yang disebutkan dalam Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa kompetensi terdiri dari kompetensi
sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Uraian tentang Kompetensi Inti untuk jenjang Sekolah Menengah Kejuruan/ Madrasah Aliyah
Kejuruan dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel Uraian Kompetensi Inti untuk SMK

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INTI


KELAS X KELAS XI KELAS XII
1. Menghayati dan 1. Menghayati dan 1. Menghayati dan
mengamalkan ajaran agama mengamalkan ajaran agama mengamalkan ajaran
yang dianutnya. yang dianutnya. agama yang dianutnya.
2. Menghayati dan 2. Menghayati dan 2. Menghayati dan
mengamalkan perilaku mengamalkan perilaku mengamalkan
jujur, disiplin, jujur, disiplin, perilaku jujur,
tanggung- jawab, tanggung- jawab, disiplin, tanggung-
peduli (gotong royong, peduli (gotong royong, jawab, peduli
kerjasama, toleran, kerjasama, toleran, (gotong royong,
damai), santun, damai), santun, kerjasama, toleran,
responsif dan pro-aktif responsif dan pro-aktif damai), santun,
dan menunjukan sikap dan menunjukan sikap responsif dan pro-
sebagai bagian dari sebagai bagian dari aktif dan
solusi atas berbagai solusi atas berbagai menunjukan sikap
permasalahan dalam permasalahan dalam sebagai bagian
berinteraksi secara berinteraksi secara dari solusi atas
efektif dengan efektif dengan berbagai
lingkungan sosial dan lingkungan sosial dan permasalahan
alam serta dalam alam serta dalam dalam berinteraksi
menempatkan diri menempatkan diri secara efektif
sebagai cerminan sebagai cerminan dengan lingkungan
bangsa dalam bangsa dalam sosial dan alam
pergaulan dunia. pergaulan dunia. serta dalam
menempatkan diri
sebagai cerminan
bangsa dalam
pergaulan dunia.
3. Memahami, 3. Memahami, 3. Memahami,
menerapkan dan menerapkan, dan menerapkan,
menganalisis pengetahuan menganalisis pengetahuan menganalisis, dan
faktual, konseptual, dan faktual, konseptual, mengevaluasi
prosedural berdasarkan rasa prosedural, dan metakognitif pengetahuan faktual,
ingin tahunya tentang ilmu berdasarkan rasa ingin konseptual, prosedural,
pengetahuan, teknologi, tahunya tentang ilmu dan metakognitif dalam
seni, budaya, dan humaniora pengetahuan, teknologi, ilmu pengetahuan,
dalam wawasan seni, budaya, dan humaniora teknologi, seni, budaya,
kemanusiaan, kebangsaan, dalam wawasan dan humaniora dengan
kenegaraan, dan peradaban kemanusiaan, kebangsaan, wawasan kemanusiaan,
terkait penyebab fenomena kenegaraan, dan peradaban kebangsaan,
dan kejadian dalam bidang terkait penyebab fenomena kenegaraan, dan
kerja yang spesifik untuk dan kejadian dalam bidang peradaban terkait
memecahkan masalah kerja yang spesifik untuk penyebab fenomena dan
memecahkan masalah. kejadian dalam bidang
kerja yang spesifik
untuk memecahkan
masalah.
4. Mengolah, menalar, dan 4. Mengolah, menalar, dan 4. Mengolah, menalar,
menyaji dalam ranah konkret menyaji dalam ranah konkret menyaji, dan mencipta
dan ranah abstrak terkait dan ranah abstrak terkait dalam ranah konkret dan
dengan pengembangan dari dengan pengembangan dari ranah abstrak terkait
yang dipelajarinya di sekolah yang dipelajarinya di sekolah dengan pengembangan
secara mandiri, dan mampu secara mandiri, bertindak dari yang dipelajarinya di
melaksanakan tugas spesifik secara efektif dan kreatif, dan sekolah secara mandiri,
di bawah pengawasan mampu melaksanakan tugas dan mampu
langsung. spesifik di bawah pengawasan melaksanakan tugas
langsung. spesifik di bawah
pengawasan langsung.

3. Kompetensi Dasar

Dalam mendukung Kompetensi Inti, capaian pembelajaran mata pelajaran diuraikan menjadi
kompetensi-kompetensi dasar. Pencapaian Kompetensi Inti adalah melalui pembelajaran
kompetensi dasar yang disampaikan melalui mata pelajaran. Rumusannya dikembangkan dengan
memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu mata pelajaran.
Sebagai pendukung pencapaian Kompetensi Inti, kompetensi dasar dikelompokkan menjadi empat
sesuai dengan rumusan Kompetensi Inti yang didukungnya, yaitu:
1. kelompok 1: kelompok kompetensi dasar sikap spiritual dalam rangka menjabarkan KI-1;
2. kelompok 2: kelompok kompetensi dasar sikap sosial dalam rangka menjabarkan KI-2;
3. kelompok 3: kelompok kompetensi dasar pengetahuan dalam rangka menjabarkan KI-3;
dan
4. kelompok 4: kelompok kompetensi dasar keterampilan dalam rangka menjabarkan KI-4.

Uraian kompetensi dasar yang rinci ini adalah untuk memastikan bahwa capaian
pembelajaran tidak berhenti sampai pengetahuan saja, melainkan harus berlanjut ke keterampilan,
dan bermuara pada sikap. Melalui Kompetensi Inti, tiap mata pelajaran ditekankan bukan hanya
memuat kandungan pengetahuan saja, tetapi juga memuat kandungan proses yang berguna bagi
pembentukan keterampilannya. Selain itu juga memuat pesan tentang pentingnya memahami mata
pelajaran tersebut sebagai bagian dari pembentukan sikap. Hal ini penting mengingat kompetensi
pengetahuan sifatnya dinamis karena pengetahuan masih selalu berkembang.

Kompetensi dasar dalam kelompok Kompetensi Inti sikap (KI-1 dan KI-2) bukan untuk
peserta didik karena kompetensi ini tidak diajarkan, tidak dihafalkan, dan tidak diujikan, tetapi
sebagai pegangan bagi pendidik bahwa dalam mengajarkan mata pelajaran tersebut ada pesan-
pesan spritual dan sosial sangat penting yang terkandung dalam materinya untuk ditanamkan pada
diri peserta didik. Dengan kata lain, kompetensi dasar yang berkenaan dengan sikap spiritual
(mendukung KI-1) dan individual-sosial (mendukung KI-2) dikembangkan secara tidak langsung
(indirect teaching) yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang pengetahuan (mendukung KI-3)
dan keterampilan (mendukung KI-4).

Untuk memastikan keberlanjutan penguasaan kompetensi, proses pembelajaran dimulai


dari kompetensi pengetahuan, kemudian dilanjutkan menjadi kompetensi keterampilan, dan
berakhir pada pembentukan sikap. Dengan demikian, proses penyusunan maupun pemahamannya
(dan cara membacanya) dimulai dari Kompetensi Dasar kelompok 3. Hasil rumusan Kompetensi
Dasar kelompok 3 dipergunakan untuk merumuskan Kompetensi Dasar kelompok 4. Hasil
rumusan Kompetensi Dasar kelompok 3 dan 4 dipergunakan untuk merumuskan Kompetensi
Dasar kelompok 1 dan 2.
Proses berkesinambungan ini adalah untuk memastikan bahwa pengetahuan berlanjut ke
keterampilan dan bermuara ke sikap sehingga ada keterkaitan erat yang mendekati linier antara
kompetensi dasar pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

Anda mungkin juga menyukai