DISUSUN OLEH :
AULIYA PRATAMA PUTRI NIM. 1710411620004
CHAMIDATUL KUMAIROH MOCHTAR NIM. 1710411620006
ELLYA SAFITRI NIM. 1710411620009
ELMA SELINA NIM. 1710411620010
ETRINASARI NIM. 1710411620011
FEBRI ARIAINI NIM. 1710411620012
SONY APRILLA SUASNIKA NIM. 1710411610044
MANDIRI II (REGULER. B)
A. Latar Belakang
Dalam bidang perpajakan, untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah
pemerintah pusat telah memberikan bagian penerimaan yang berasal dari pajak
pusat untuk kegiatan pembiayaan dan pembangunan bagi pemerintah daerah.
Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, maka terjadi perubahan paradigma pemerintahan dalam
system penyelenggaraan dari sentralisasi ke desentralisasi. Sebagai konsekuensi
dari perubahan tersebut maka pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas
untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Pertumbuhan ekonomi yang penting dari suatu daerah adalah pajak. Pajak
daerah menurut UU No. 28 Tahun 2009 adalah kontribusi wajib kepada Daerah
yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,
oleh karena itu pemerintah daerah di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu
pemerintah provinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota, yang diberi kewenangan
untuk melaksanakan otonomi daerah. Namun tidak semuanya urusan pemerintah
dilaksanakan oleh pemerintah pusat, daerah sudah diberikan kewenangan untuk
mengurus sendiri rumah tangganya masing-masing. Penerimaan pajak yang
bersumber dari pendapatan daerah sendiri perlu ditingkatkan sebagai upaya untuk
mendukung perkembangan otonomi daerah dari semua sumber pembiayaan
daerah. Salah satu pajak daerah yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 yaitu pajak sarang burung wallet dan pajak bumi bangunan
perdesaan dan perkotaan, yang ditetapkan sebagai pajak Kabupaten/Kota.
Penetepan adanya pajak sarang burung wallet di dalam kategori pajak
daerah karena melihat potensi perkembangan sarang burung wallet ini di
berbagai daerah Indonesia sangat menggiurkan. Memang tidak semua daerah
yang memiliki potensi mempunyai sarang burung wallet, biasanya kebanyakan di
daerah pinggiran laut (pantai), seperti di dalam-dalam gua dan juga terlebih lagi
Indonesia terkenal sebagai negara kepulauan atau negara maritim. Indonesia juga
merupakan negara terbesar pengekspor sarang burung wallet di dunia sekitar
75%. Terlebih lagi banyak manfaat yang dapat diperoleh dari konsumsi sarang
wallet terutama untuk kesehatan, kecantikan dan makanan, maka dari itu harga
yang ditawarkan pada tahun 2000 dari penjualan sarang wallet ini bisa mencapai
15-30 juta per kilo. Daerah penghasil terbesar berada di Kalimantan 60%,
Sumatera 20%, Jawa 10%, lain-lain 10% apalagi sekarang marak berkembangnya
rumah-rumah wallet yang di dirikan para pengusaha/investor. Di sini peran
Pemerintah Daerah untuk memanfaatkan potensi yang ada dengan cara
mengenakan pajak sarang burung wallet ini berdasarkan peraturan yang berlaku.
Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak daerah
contohnya seperti pembangunan jalan, jembatan, pembukaan lapangan kerja
baru, dan kepentingan pembangunan serta pemerintahan lainnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan beberapa masalah
yang penulis angkat sebagai berikut adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan pajak sarang burung wallet?
2. Bagaimana penerapan pajak sarang burung wallet?
3. Bagaimana studi kasus pajak sarang burung walet kota bitung?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Pajak
Ada bermacam-macam batasan atau definisi tentang “pajak” yang
dikemukakan oleh para ahli. Menurut Soemahamidjaja dalam Waluyo
(2013:3) “Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut
oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya
produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan
umum”.
Menurut Soemitro dalam Waluyo (2013:3) “Pajak adalah iuran kepada
kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan
tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan
dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”, sedangkan
Menurut Resmi (2014:18) “Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara
yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”.
2. Fungsi Pajak
Menurut Resmi (2014: 3) terdapat dua fungsi pajak yaitu :
a. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara).
Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah
satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik
rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan Negara,
pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas
Negara.
b. Fungsi Regularend (Pengatur).
Pajak mempunyai fungsi mengatur, artinya pajak sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang social
dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang
keuangan.
3. Jenis Pajak.
Menurut Resmi (2014:7), terdapat berbagai jenis pajak yang dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pengelompokan menurut golongan,
menurut sifat dan menurut lembaga pemungutnya. Menurut golongan pajak
dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Pajak Langsung: pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh
Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang
lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban Wajib Pajak yang
bersangkutan.
b. Pajak Tidak Langsung: pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung
terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa atau perbuatan yang
menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau
jasa.
Menurut Sifat Pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1) Pajak Subjektif: pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan
pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan
keadaan subjeknya.
2) Pajak Objektif: pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya
baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang
mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa
memperhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak) maupun
tempat tinggal.
Menurut Lembaga Pemungut Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1) Pajak Negara (Pajak Pusat): pajak yang dipungut oleh pemerintah
pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara pada
umumnya.
2) Pajak Daerah: pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah
tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak
kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah
masing-masing.
Dapat dilihat dari table diatas pada tahun 2012-2014 realisasi penerimaan
pajak sarang burung wallet melebihi dari target yang ditetapkan. Akan tetapi,
tidak semua daerah mengalami hal tersebut banyak juga dari beberapa daerah
realisasi penerimaannya tidak melebihi target seperti di Kabupaten Kepulauan
Meranti dapat dilihat dari tabel berikut:
Hal yang sama juga dialami daerah Kabupaten Penajam Paser Utara,
Kalimantan Timur penerimaan pajak dari sarang burung wallet hanya 63% yang
terealisasi sebesar Rp 35 juta dari target yang ditetapkan sekitar Rp 55juta. Selain
itu Pemkot Banjarmasin menargetkan pendapatan daerah dari sector pajak
penerimaan sarang walet sebesar Rp 300 juta, yang ditarik dari 250 titik usaha
sarang wallet tetapi yang terealisasi hanya Rp 220 juta. Melihat dari realisasi
penerimaan pajak ini, pada umumnya kebanyakan factor tidak patuhnya WP
dalam melaksanakan sistem perpajakan yang ada, dengan berbagai alasan
penghindaran pajak seperti salah satunya mengeluh dengan tarif yang diberikan
pemerintah (terlalu tinggi) yang berbanding terbalik dengan harga jual hasil
produk yang cenderung menurun, serta ketidaktahuan bahwa usaha sarang
burung wallet ini dikenakan pajak, dan alasan lainnya.
A. KESIMPULAN
Pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang
penting guna membiayai pelaksanaan pemerintah daerah dalam memakmurkan
dan mensejahterakan masyarakat serta mewujudkan kemandirian daerah. Salah
satu pajak daerah, yaitu pajak sarang burung wallet dan pajak bumi bangunan
perdesaan dan perkotaan.
Pajak sarang burung wallet adalah pajak atas kegiatan pengambilan
dan/atau pengusahaan sarang burung walet. Sedangkan burung walet adalah
satwa yang termasuk marga collacilia, yaitu collacalia fuchilap haga, collacalia
maxina, collacalia escilanta, collacalia linchi. Tarif yang ditetapkan bersifat
variatif, paling tinggi 10% berdasarkan Undang-Undang. Tidak semua daerah
memiliki potensi untuk mengenakan pajak sarang burung wallet ini biasanya di
daerah pinggir pantai/laut, pegunungan, dsb.
Sistem pemungutan untuk pajak sarang burung wallet berdasarkan self
assessment, yang mana wajib pajak berkewajiban sendiri untuk menghitung
jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah daerah. Sedangkan untuk
pajak bumi bangunan perdesaan dan perkotaan menggunakan official assessment,
yaitu besaran pajaknya ditentukan oleh aparatur pajak daerah.
Pajak sarang burung walet juga merupakan salah satu bagian dalam pajak
daerah yang adalah sumber penerimaan dari pendapatan asli daerah. Pajak Sarang
Burung Walet yang sangat berpotensi kini telah menjadi perhatian dan sasaran
pemerintah dalam pemungutan pajak sarang burung walet. Namun sangat di
sayangkan, hingga akhir tahun 2014 ternyata penerapan pemungutan pajak
terhadap sarang burung walet belum terealisasi dengan cukup baik. Mengingat
daya jual yang terbilang cukup tinggi, penerapan pajak terhadap sarang burung
walet sangat berpotensi dapat membantu pertumbuhan pajak dan pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Kota Bitung menjadi salah satu kota perkembangan sarang
burung walet, yang merupakan menjadi salah satu penambah sumber
penerimaaan dari PAD ( pendapatan asli daerah).
DAFTAR PUSTAKA
Lapian, Pingkan, et.al. 2016, Analisis Efektivitas Penerapan Pajak Sarang Burung
Universitas Sam Ratulangi, Manado. LKIP Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung
Tahun 2015.
Ekonomi Islam, Jurusan Ekonomi Islam, UIN Sultan Syarif Kasim, Riau.
https://www.kompasiana.com/18191050100826432/5cf0ef4418ffee30012a920b/paja
k-daerah-studi-kasus-pajak-sarang-burung-walet-kota-bitung?page=all