Anda di halaman 1dari 15

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 DEFINISI ETIKA DAN MORALITAS

2.1.1 Etika

Etika (ethics) merupakan peraturan-peraturan yang dirancang untuk


mempertahankan suatu profesi pada tingkat yang bermartabat,
mengarahkan anggota profesi dalam hubungannya satu dengan yang lain,
dan memastikan kepada publik bahwa profesi akan mempertahankan
tingkat kinerja yang tinggi. Setiap hubungan diantara dua atau lebih
individu menyertakan di dalamnya ekspektasi pihak-pihak yang terlibat.

Etika dapat didefinisikan secara luas sebagai seperangkat prinsip-


prinsip moral atau nilai-nilai. Masing-masing kita memiliki seperangkat
nilai, meskipun kita mungkin belum meyakininya secara nyata. Para
filsuf, organisasi keagamaan, dan kelompok-kelompok lainnya telah
mendefinisikan etika dalam berbagai prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai
yang ideal. Contoh seperangkat prinsip moral atau nilai termasuk hukum
dan peraturan, doktrin agama, dan kode etik bisnis untuk kelompok-
kelompok professional, seperti akuntan publik, dan kode etik dalam
organisasi.

2.1.2 Moralitas

Moral secara etimologi diartikan: a) Keseluruhan kaidah-kaidah


kesusilaan dan kebiasaan yang berlaku pada kelompok tertentu, b) Ajaran
kesusilaan, dengan kata lain ajaran tentang azas dan kaidah kesusilaan
yang dipelajari secara sistimatika dalam etika.

Dalam bahasa Yunani disebut “etos” menjadi istilah yang berarti


norma, aturan-aturan yang menyangkut persoalan baik dan buruk dalam
hubungannya dengan tindakan manusia itu sendiri, unsur kepribadian dan
motif, maksud dan watak manusia. kemudian “etika” yang berarti
kesusilaan yang memantulkan bagaimana sebenarnya tindakan hidup
dalam masyarakat, apa yang baik dan yang buruk.

Menurut W. Poespoprodjo, moralitas adalah kualitas dalam


perbuatan manusia yang dengan itu kita berkata bahwa perbuatan itu
benar atau salah, baik atau buruk atau dengan kata lain moralitas
mencakup pengertian tentang baik buruknya perbuatan manusia.

Dari pengertian tersebut, disimpulkan bahwa moralitas adalah suatu


ketentuan-ketentuan kesusilaan yang mengikat perilaku sosial manusia
untuk terwujudnya dinamisasi kehidupan di dunia, kaidah (norma-norma)
itu ditetapkan berdasarkan konsensus kolektif, yang pada dasarnya moral
diterangkan berdasarkan akal sehat yang objektif.

2.2 KEBUTUHAN AKAN ETIKA

Perilaku beretika merupakan hal yang penting bagi masyarakat agar


kehidupan berjalan tertib. Hal ini sangat beralasan karena etika merupakan
perekat untuk menyatukan masyarakat.

Kebutuhan akan etika dalam bermasyarakat cukup penting sehingga


banyak nilai-nilai etika umum yang dijadikan aturan hukum. Namun, ada
pula beberapa niai etika terdapat dalam rumusan prinsip-prinsip etika seperti
kepedulian, yang tidak dapat dimasukkan dalam aturan hukum, karena tidak
dapat didefinisikan dengan cukup baik untuk dapat diterapkan. Akan tetapi,
hal ini tidak berarti bahwa prinsip tersebutb tidak penting bagi masyarakat.

2
2.3 ETIKA DALAM PROFESI AKUNTAN

Sikap dan perilaku akuntan profesional dalam memberikan audit dan


jaminan layanan berdampak pada kesejahteraan ekonomi komunitas mereka
dan negara. Akuntan dapat tetap di posisi yang menguntungkan ini hanya
dengan melanjutkan memberikan kepada publik layanan unik ini pada
tingkat yang menunjukkan kepada publik kepercayaan diri beralasan.

Tanda yang membedakan dari profesi adalah penerimaan tanggung


jawabnya kepada publik. Oleh karena itu standar profesi akuntansi sangat
ditentukan oleh kepentingan publik. Orang bisa mengatakan dalam
akuntansi “publik dan pihak yang diaudit adalah milik kita klien dan produk
utama kami adalah kredibilitas. "

2.4 PERILAKU ETIS DAN TIDAK ETIS BAGI PERORANGAN,


PROFESIONAL DAN KONTEKS BISNIS

Ada dua alasan utama yang menjadi penyebab orang berperilaku tidak
etis. Kedua alasan tersebut adalah standar etika orang tersebut berbeda dari
etika masyarakat secara umum, atau orang tersebut memilih untuk berlaku
egois. Sering kali, keduanya muncul menjadi penyebab perilaku tidak etis.

a. Standar Etika Seseorang Berbeda dari Masyarakat Umum

Contoh ekstrem dari orang-orang yang perilakunya menyimpang


dari standar etika umum adalah para pengedar obat terlarang,
perampok bank, dan pencuri. Orang-orang yang perilakunya
menyimpang tersebut tidak merasa menyesal ketika mereka dihukum
akibat meakukan perbuatan tersebut, karena memang standar etika
mereka berbeda dengan etika masyarakat umum.

Banyak pula contoh perilaku menyimpang lainnya yang tidak


terlalu ekstrem. Misalnya, ketika ada orang yang tidak jujur dalam
melaporkan pajak mereka, memperlakukan orang lain dengan tidak

3
baik, berbohong ketika melamar pekerjaan, atau karyawan yang tidak
menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya, yang pada umumnya
mayoritas orang akan menganggap hal tersebut sebagai perilaku tidak
etis. Jika ada orang lain yang yang memutuskan bahwa perilaku
tersebut merupakan perilaku yang etis dan dapat diterima, maka hal
ini menandakan adanya konflik nilai-nilai etika yang perlu ditangani.

b. Orang yang Memilih untuk Berlaku Egois

Sebagian besar perilaku tidak etis adalah hasil dari sikap yang
egois. Skandal-skandal politik berasal dari keinginan untuk memiliki
kekuatan politik; kecurangan dalam melaporkan pajak dan pelaporan
biaya didorong oleh keserakahan finansial; melakukan pekerjaan di
bawah standar kemampuan yang dimiliki dan berlaku curang ketika
mengikuti ujian biasanya muncul karena kemalasan. Dalam setiap
kasus di atas, orang yang melakukan perbuatan tidak etis tersebut
mengetahui bahwa perbuatannya menyimpang, namun ia memilih
untuk melakukan penyimpangan tersebut karena diperlukan
pengorbanan pribadi untuk bertindak sesuai dengan etika.

2.5 PEMBENARAN ATAS PERILAKU TIDAK ETIS

Berikut ini adalah metode-metode pembenaran yang umumnya


digunakan yang akan mengakibatkan munculnya perilaku tidak etis.

a. Semua Orang Melakukannya


Aasan mendasari bahwa memalsukan laporan pajak, berlaku curang
saat ujian, atau menjual produk yang cacat merupakan tindakan yang
dapat diterima, umumnya berdasarkan alasan bahwa semua orang juga
melakukan hal itu, sehingga perilaku tersebut dapat diterima.

b. Jika ini Legal, maka ini Etis


Menggunakan argument yang mengatakan bahwa semua perilaku
legal merupakan perilaku yang etis, sangat bergantung pada

4
kesempurnaan hukum. Berdasarkan filosofi ini, seseorang tidak akan
memiliki kewajiban untuk mengembalikan barang yang hilang,
kecuali jika ada orang lain dapat membuktikan bahwa barang itu
adalah milik orang tersebut.

c. Kemungkinan Terbongkar dan Konsekuensi


Filosofi ini bbergantung pada evaluasi kemungkinan bahwa orang lain
akan membongkar perilaku tersebut. Biasanya, orang tersebut juga
akan menilai keparahan dari hukuman (konsekuensi) yang akan
dihadapi jika perilakun tidak etis tersebut terbongkar.

2.6 RUMUSAN PRINSIP-PRINSIP ETIKA

Berikut adalah enam nilai etika utama menurut Josephson Intitute


terkait dengan perilaku etis:

2.6.1 Dapat Dipercaya (Trustworthiness)


Termasuk kejujuran, integritas, keandalan, dan kesetiaan. Kejujuran
memerlukan suatu keyakinan yang baik untuk menyatakan
kebenaran. Integritas berarti seseorang bertindak berdasarkan
kesadaran, dalam situasi apapun. Keandalan berarti melakukan
segala usaha yang memungkinkan untuk memenuhi komitmen.
Kesetiaan merupakan tanggung jawab untuk mendukung dan
melindungi kepentingan orang-orang tertentu dan organisasi.

2.6.2 Rasa Hormat (Respect)


Termasuk nilai-nilai kesopanan, kepatutan, penghormatan,
toleransim dan penerimaan. Orang yang penuh sikap hormat
memperlakukan orang lain dengan hormat dan menerima perbedaan
keyakinan tanpa prasangka buruk.

2.6.3 Tanggung Jawab (Responsibility)

5
Berarti tanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukannya dan
memberikan batasan. Tanggung jawab juga berarti melakukan yang
terbaik dan memimpin dengan memberikan teladan, serta
kesungguhan dan melakukan perbaikan secara terus menerus.

2.6.4 Kewajaran (Fairness)


Kewajaran dan keadilan termasuk masalah-masalah kesetaraan,
objektivitas, proporsionalitas, keterbukaan dan ketepatan.

2.6.5 Kepedulian (Caring)


Berarti secara tulus memperhatikan kesejahteraan orang lain,
termasuk berlaku empati dan menunjukkan kasih sayang.

2.6.6 Kewarganegaraan (Citizenship)


Termasuk mematuhi hukum dan menjalankan kewajiban sebagai
bagian dari masyarakat seperti memilih dalam pemilu dan menjaga
kelestarian sumber daya.

2.7 DILEMA ETIKA


Dilema etika merupakan situasi yang dihadapi oleh seorang di mana ia
harus membuat keputusan mengenai perilaku yang patut. Sebuah contoh
sederhana dari dilemma etika adalah ketika seseorang menemukan sebuah
cincin berlian, ia harus memutuskan apakah akan mencari pemiliknya atau
akan mengambil cincin tersebut.

Para auditor, akuntan dan pebisnis lainnya menghadapi banyak dilema


etika dalam karier bisnis mereka. Terlibat dengan klien yang mengancam
akan mencari auditor baru jika tidak diberikan opini unqualified akan
menimbulkan dilema jika opini unqualified tersebut ternyata tidak tepat
untuk diberikan. Memutuskan apakah akan menentang supervisor yang telah
merekayasa pendapatan divisi sebagai cara untuk memperoleh bonus yang
lebih besar merupakan sebuah dilemma etika.

6
2.7.1 Menyelesaikan Dilema Etika

Pendekatan enam langkah berikut dimaksudkan sebagai


pendekatan sederhana untuk menyelesaikan dilemma etika
1) Memperoleh fakta-fakta yang relevan
2) Mengidentifikasi masalah etika yang muncul dari fakta-fakta
tersebut.
3) Memutuskan siapa yang akan terkena dampak dari dilema
tersebut dan bagaimana setiap orang atau kelompok dapat terkena
dampaknya.
4) Mengidentifikasi alternatif-alternatif yang tersedia bagi individu
yang harus menyelesaikan dilema tersebut.
5) Mengidentifikasikan konsekuensi yang mungkin muncul dari
setiap alternatif.
6) Memutuskan tindakan yang tepat.

2.8 UPAYA PENINGKATAN CITRA AUDITOR INTERNAL

Sebagai seorang yang memiliki tugas dan tanggung jawab dalam hal
mengawasi jalannya kegiatan finansial maupun kegiatan operasional perusahaan,
maka sudah sepantasnya-lah apabila orang yang berada dalam jajaran departemen
internal audit ini merupakan para professional yang benar-benar memiliki
kemampuan yang sangat memadai. Auditor internal harus professional dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Seorang auditor internal paling tidak (minimal) harus memiliki pemahaman


yang cukup kuat/baik mengenai ilmu accounting dan auditing (secara teknis) di
samping kemampuan memahami segala aspek yang menyangkut bidang bisnis
operasional perusahaan. Tak jarang dijumpai seorang auditor internal yang
memiliki kemampuan teknis dan pengalaman kerja yang minim dibanding dengan
persyaratan yang diperlukan dalam melakukan tugas auditnya.

Bahkan, dalam perusahaan dengan skala bisnis dan operasional yang besar,
di samping keharusan memiliki kemampuan dalam ilmu accounting dan auditing

7
yang baik juga diperlukan pemahaman terhadap masalah hukum, sosial/publik
yang mungkin akan timbul sebagai efek dari suatu kegiatan usaha. Jelas udah
bahwa auditor internal haruslah merupakan orang yang benar-benar memiliki
tingkat capable yang tinggi, tidak tertutup kemungkinan keharusan memiliki
pemahaman atas segala bidang. Auditor internal harus secara terus menerus
melakukan perbaikan/peningkatan (continuous improvement) dalam wawasan
ilmu pengetahuan, dengan mengikuti berbagai training atau pembelajaran lanjutan
secara berkala.

Dalam bidang profesi audit internal, khususnya di Indonesia, ada 2(dua)


jenis sertifikasi yang relative diakui, yaitu sertifikasi yang bersifat lokal dan
internasional. Yang bersifat lokal adalah apa yang disebut dengan Qualified
Internal Auditor, dengan gekar QIA. Sedangkan yang bersifat internasional adalah
apa yang disebut dengan Certified Internal Auditor, dengan gelar CIA.

Beberapa perusahaan memang tidak secara tegas mensyaratkan adanya


sertifikasi tersebut untuk departemen audit internalnya. Beberapa perusahaan lain,
meskipun tidak secara tegas menyebutkan adanya persyaratan sertifikasi, namun
secara informal telah mendorong agar jajaran audit internalnya berusaha sekuat
tenaga untuk membuktikan tingkat kompetensinya melalui pengambilan
sertifikasi tersebut.

QIA adalah gelar kualifikasi dalam bidang audit internal yang merupakan
simbol profesionalisme bagi individu yang menyandang gelar tersebut. Gelar QIA
juga merupakan pengakuan bahwa penyandang gelar tersebut telah memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang sejajar dengan kualifikasi auditor internal
kelas dunia.

QIA diberikan oleh Dewan Sertifikasi yang terdiri dari unsur-unsur


organisasi profesi audit internal terkemuka di Indonesia, yaitu Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Forum Komunikasi Satuan Pengawasan
Intern (FKSPI), The Institute of Internal Auditors (IIA) Indonesian Chapter,
Perhimpunan Auditor Internal Indonesia (PAII), Yayasan Pendidikan Internal

8
Audit (YPIA), dan akademisi serta praktisi bisnis yang memiliki kompetensi dan
komitmen terhadap perkembangan audit internal di Indonesia.

Dewan Sertifikasi Qualified Internal Auditors (DS-QIA) telah mensyaratkan


bahwa para pemegang sertifikasi QIA harus mengikuti Program Pendidikan
Lanjutan (PPL) sebanyak 180 jam yang dapat ditempuh dalam kurun waktu 3
tahun, hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar para pemegang sertifikasi dalam
bidang profesi internal audit ini selalu menyegarkan pengetahuannya sesuai
kebutuhan atau tuntutan dari perkembangan jaman, perkembangan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi serta kemajuan dalam dunia usaha/bisnis. Dalam
rangka menambah Program Pendidikan Lanjutan (PPL) tersebut, Yayasan
Pendidikan Internal Audit (YPIA) secara berkala senantiasa menyelenggarakan
berbagai lokakarya.

Lokakarya ini di samping menambah PPL juga dapat dijadikan sebagai studi
banding dengan perusahaan lain perihal yang terjadi pada masing-masing
perusahaan. Pada kesempatan inilah, para auditor internal diharapkan dapat saling
berbagi, bertukar informasi, pemikiran, dan menambah wawasan agar dapat
berguna kelak dalam mengatasi kemelut/masalah yang mungkin terjadi pada
perusahaan.

Pada beberapa perusahaan swasta, hanya sedikit sekali dijumpai auditor


internal yang memiliki sertifikasi profesi dalam bidang internal audit. Beda
dengan perusahaan BUMN, contohnya saja seperti Pertamina, yang memang
sangat memperhitungkan atau mempertimbangkan sekali faktor sertifikasi
Sertifikasi Qualified Internal Auditors (QIA) atau Certified Internal Auditor
(CIA) dalam susunan keanggotaan departemen internal auditnya.

Lebih lanjut, di masa mendatang demi peningkatan citra para professional di


bidang internal audit ini, maka mungkin sudah selayaknya apabila baik di
perusahaan swasta maupun perusahaan publik menaruh perhatian pada kelayakan
sertifikasi profesi bagi setiap auditor internalnya. Akan tetapi, perusahaan juga
memang perlu memperhitungkan cost dan benefit pada saat mengambil keputusan

9
untuk mempekerjakan (merekrut) para auditor internal yang memiliki sertifikasi
profesi.

Para auditor internal yang telah memiliki sertifikasi profesi ini sudah pasti
juga menghendaki imbalan jasa yang besar, oleh sebab itu perlu bagi pihak
perusahaan untuk mempertimbangkan manfaat yang akan diperoleh dari
pengorbanan yang dikeluarkan perusahaan dengan membayar mahal jasa para
auditor internal yang bersertifikasi. Auditor internal yang telah bersertifikasi ini
memang paling tidak memiliki “nilai lebih” di mata audittee karena
pengakuannya dalam bidang pemeriksaan intern.

Auditor internal yang ideal seharusnya memiliki kualifikasi sebagai berikut.

a. Sarjana akuntansi (lebih diutamakan MBA)


b. Akuntan publik beregister yang memiliki pengalaman kerja sebagai auditor
di KAP “the big four”.
c. Memiliki latar belakang dalam bidang keuangan dan akuntansi.
d. Memiliki pengalaman kerja dalam bidang pemeriksaan internal selama 5
hingga 15 tahun.
e. Memiliki pengakuan sertifikasi profesi secara internasional seperti Certified
Internal Auditor (CIA), Certified Information System Auditor (CISA),
Certified Fraud Examiner (CFE), Certified Management Accountant
(CMA), atau Certified Financial Manager (CFM).
f. Memiliki keahlian dalam bidang komputer, termasuk menguasai sistem dan
database keuangan serta ahli dalam menggunakan accounting & auditing
computer software.
g. Memiliki pengalaman dalam hal berinteraksi dengan top management,
dewan direksi, dan audit committee.
h. Memiliki kepribadian yang kuat dan memahami etika profesi secara baik.
i. Memiliki kemampuan analisis yang kuat dan kemampuan untuk
memecahkan masalah.
j. Memiliki keahlian dalam hal berkomunikasi, baik secara tertulis maupun
secara lisan.

10
Kondisi fungsi audit internal harus sepenuhnya memberikan dukungan
kepada manajemen khususnya Top Executive. Hasil audit yang dilakukan oleh
auditor internal seyogyanya dapat memberikan informasi strategis bagi Top
Executive sebagai bahan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan dan
penentuan kebijakan yang baru. Auditor internal harus dapat menjadi
“penghubung” yang vital dalam rantai pengambilan keputusan. Masukan-masukan
(input) yang diberikan oleh auditor internal serta keahlian yang dimilikinya akan
sangat krusial dalam proses pengambilan keputusan.

Di samping itu, temuan audit internal yang dilaporkan tidak hanya lebih
menonjolkan pada faktor kegagalan, kelemahan, dan kesalahan tetapi juga perlu
diciptakan adanya pengakuan prestasi bagi audittee. Jadi, jika dilihat dari sisi
orientasi pelaksanaan tugas, sasaran analisis dari audit internal tidak semata-mata
hanya menitik-beratkan pada ketaatan dan kecurangan.

Kondisi idealnya adalah bahwa audit yang dilakukan oleh para auditor
internal harus dapat memberikan jasa konsultasi (selayaknya seorang konsultan
internal) bagi manajemen puncak maupun audittee, pengendali potensi
pemborosan biaya (inefesiensi) dan sekaligus sebagai pengendali ketaatan pada
kebijakan atau ketentuan manajemen. Audit internal juga harus menitik-beratkan
pada proses dengan sasaran peningkatan efisiensi, efektivitas, produktivitas, dan
peningkatan keuntungan atau profitabilitas usaha (profit oriented) melalui audit
terhadap seluruh aktivitas operasional perusahaan. Temuan hasil audit pun
sebaiknya lebih orientasi untuk menunjukan peluang peningkatan kinerja
perusahaan pada masa mendatang.

Agar hasil pekerjaan pemeriksa intern tersebut menjadi efektif serta


dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, maka perlu diperhatikan tiga syarat
berikut; yaitu kebebasan bertindak, memiliki keahlian teknis dan yang paling
penting adalah mendapatkan dukungan penuh dari pimpinan perusahaan. Jangan
sampai terjadi gap kepentingan (jurang pemisah) antara keinginan para pimpinan
perusahaan dengan orientasi aktivitas internal audit. Pada dasarnya, dengan

11
semakin adanya dukungan penuh dari pimpinan perusahaan, maka audit internal
yang dilakukan juga akan semakin efektif.

Auditor internal wajib memahami dengan baik proses manajemen yang


dilaksanakan dalam organisasinya, agar dapat membantu para manajer dalam
rangka pertanggungjawabannya terhadap pemilik dana (investor). Hal ini
mengingat bahwa ruang lingkup pekerjaan dari audit internal meliputi pengujian
dan penilaian atas kecukupan dan efektifitas sistem pengendalian internal
organisasi.

Dalam melaksanakan tugas utamanya auditor internal harus dapat berperan


dengan sebaik mungkin yaitu melakukan penilaian dan evaluasi terhadap sistem
dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan. Dengan berperannya auditor internal
secara optimal maka diharapkan akan berpengaruh terhadap proses manajemen
kea rah yang lebih efektif dan yang pada gilirannya akan membuat tujuan
perusahaan menjadi tercapai.

Pihak perusahaan (manajemen) biasanya mengeluarkan dana yang tidak


sedikit untuk membiayai departemen audit internal. Laporan audit internal
merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban satuan audit internal atas cost
yang telah dikeluarkan perusahaan demi menghasilkan benefit bagi perusahaan.
Namun, seringkali laporan audit internal hanya sekedar melaporkan temuan-
temuan, tidak menunjukkan prioritas masalah yang sedang dihadapi manajemen
perusahaan, dan tidak mendorong manajemen untuk mengambil tindakan.

Dalam situasi informasi yang overload, dan keterbatasan waktu yang


dimiliki manajemen, laporan yang hanya sekedar menyajikan temuan-temuan ini
tentu saja akan menjadi kurang diperhatikan oleh manajemen karena manajemen
tentu saja akan lebih memusatkan perhatiannya kepada masalah-masalah
perusahaan yang sedang menjadi prioritasnya. Auditor internal harus mampu
menyusun laporan yang bermanfaat bagi manajemen. Kerja keras satuan audit
internal akan menjadi sia-sia hanya karena penulisan laporan yang tidak
profesional.

12
Pelaksanaan tugas audit internal bukanlah merupakan pekerjaan yang
mudah. Auditor internal dituntut bukan saja memiliki keahlian di bidang audit,
melainkan juga keterampilan dalam berhubungan dengan audittee. Hal ini karena
sebagian besar waktu audit adalah berkomunikasi dengan audittee.

Yang sering menjadi kendala utama dalam berkomunikasi adalah terjadinya


miscommunincation antara auditor internal dengan audittee sehingga pokok
permasalahan yang ingin disampaikan menjadi tidak terakomodir. Dalam situasi
demikian, bukan tidak mungkin timbu konflik antara auditor internal dengan
audittee.

Konflik yang berkepanjangan bukan hanya mengakibatkan sasaran audit


menjadi tidak tercapai, melainkan juga pada akhirnya akan merugikan organisasi
secara keseluruhan. Dengan semakin berkembangnya peran auditor internal, perlu
adanya hubungan yang harmonis antara auditor internal dengan audittee. Sudah
saatnya bagi auditor internal untuk mengubah sikapnya dari yang represif menjadi
persuasive. Auditor internal harus mampu untuk secara psikologis memahami
keberadaan audittee dan menciptakan komunikasi yang harmonis dalam
organisasi.

Gabungan keahlian (the skill mix) yang harus dimiliki oleh satuan audit
internal dan banyaknya anggota tim audit internal seharusnya ditentukan
bersadarkan luasnya jasa yang diharapkan oleh audit committee dan manajemen
untuk memenuhi kebutuhan organisasi. Rencana audit (audit plan) seharusnya
berdasarkan pada penilaian atas risiko dan prioritas risiko, juga
mempertimbangkan tujuan bisnis organisasi jangka panjang, rencana ekspansi,
dan strategi pertumbuhan perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA

13
Arens, Alvin A., Randal J. Elder, Mark S. Beasley, Amir A. Jusuf. 2011. Jasa
Audit dan Assurance Pendekatan Terpadu (Adaptasi Indonesia). Jakarta :
Salemba Empat.

Widjaja T. Amin. 2011. Audit Manajemen dan Audit Keuangan Historis. Bandung
: Harvarindo.

Heri. 2016. Auditing dan Asurans Pemeriksaan Akuntansi Berbasis Standar Audit
Internasional. Jakarta : Kompas Gramedia.

W. Poespoprdjo, Filsafat Moral; Kesusilaan dalam Teori dan Praktek (Cet. II;
Bandung: Remadja Karya, 1988).

Ensiklopedia Indonesia, Jilid IV (Jakarta: Ikhtiar Baru-Van Houve, 1989). Juhana

14
15

Anda mungkin juga menyukai