SPM Anak 10 New
SPM Anak 10 New
DEFINISI
Definisi diare sebetulnya masih belum ada persesuaian yang mutlak dari banyak ahli, tetapi
pada dasarnya dapat disebutkan sebagai definisi operasional adalah :
J.W. Smith ( 1975 ) : perubahan konsistensi & frekuensi berak.
Seminar rehidrasi nasional III ( 1982 ) : berak lembek cair cair dengan frekuensi
sebanyak 3 - 5 kali atau lebih.
Sedang Lebenthal ( 1982 ) mendefinisikan diare sebagai pasasi yang frekuen dari tinja
dengan konsistensi lembek sampai cair, dan silvermann ( 1974 ) mendefinisikan diare
sebagai malabsorpsi air dan elektrolit.
Gastroenteritis akuta oleh J.W. Smith ( 1975 ) didefinisikan sebagai suatu sindroma klinik
dari diare dan atau tanpa muntah yang terjadi secara akut dan sering disertai dengan panas
dan gangguan konstitusional yang berasal dari infeksi di luar saluran cerna.
INDIKASI PERAWATAN
1. Semua diare /gastroenteritis dengan dehidrasi sedang /ringan disertai dengan :
2. Diare dengan dehidrasi sedang/ringan disertai dengan :
2.1. Panas tinggi /hipertermia.
2.2. Penyakit penyerta yang dipandang perlu dirawat.
2.3. Muntah dan berak yang frekuen dan voluminous sehingga diperkirakan
keadaan dehidrasi akan bertambah berat.
DASAR DIAGNOSIS
Keterbatasan dalam pengadaan sarana laboratorik, maka gejala-gejala klinis merupakan
petunjuk yang sangat diperlukan.
Pada dasarnya gejala klinik dari penyakit diare dapat dibagi menjadi 4 aspek, yang terdiri
dari :
1. Muntah dan berak
2. Aspek etiologi
3. Aspek dehidrasi
4. Aspek komplikasi
Bau tinja :
asam ( peragian karbohidrat /intoleransi lactose )
2. Aspek etiologi
Czernic mengajukan faktor etiologi diare akut sbb :
2.1. Faktor infeksi :
Enteral a.l. E. Coli, shigela, Salmonela dan Virus.
Parenteral a.l. morbili, tonsilitis, bronkhopneumoni.
2.2. Faktor makanan :
Makanan yang berubah susunannya secara mendadak, makanan yang beracun.
2.3. Faktor konstitusi :
Intoleransi laktosa baik yang kongenital maupun yang didapat dan malabsorpsi
lemak.
2.4. Faktor psikik :
“Broken family” ataupun strees emosionil yang lain.
Patogenesis diare adalah sangat kompleks karena adanya berbagai faktor yang saling
berpengaruh, diantaranya :
1. Perubahan struktur mukosa.
2. Perubahan fungsi mukosa :
a. Gangguan enzim
Gejala dehidrasi :
Tabel 1.
Gejala dehidrasi menurut WHO ( 1980 ), Dep.Kes RI ( 1981 ) atau Seminar Rehidrasi
Nasional III ( Semarang 1982 ).
Maurice King ( 1974 ) menilai dehidrasi dengan skor, untuk dehidrasi ringan skor 0 - 2,
sedang 3 - 6 dan berat 7 - 12.
ASIDOSIS
Secara klinis biasanya ditentukan adanya pernafasan Kuszmaull sebagai nafas yang
frekuen dan dalam.
Laboratorik dapat ditentukan adanya pemeriksaan analisa gas darah.
Komplikasi dari dehidrasi dan asidosis, diantaranya :
a. Syok yang irreversible.
b. Kegagalan ginjal mendadak.
c. Hipokalemi.
d. Kejang-kejang.
PEMERIKSAAN LABORATORIK
1. Rutin
Tinja :
Makroskopis: konsistensi, volume, warna, bau, darah dan lendir serta cacing.
Mikroskopis : sisa makanan : serat tumbuhan, daging, pati, lemak.
Lekosit /eritrosit
Telur cacing : askaris, trikuris & oksiuris.
Amuba
Giardia lamblia : eosin, NaCl 0,9 % atau sudan III
Tes reduksi dengan tablet clini test.
Urine
Darah tepi
2. Penunjang
Pemeriksaan intoleransi laktosa.
Pemeriksaan malabsorpsi lemak.
Pemeriksaan biopsi usus.
Pemeriksaan kultur tinja, darah dan urine.
Pemeriksaan khusus penyakit penyerta.
Barium Laktosa :
Penderita minum larutan barium dengan laktosa ( 1 gr /kg BB ) dan foto abdomen dibuat
beberapa kali.
Dinilai waktu perjalanan barium, biasanya pada intoleransi laktosa kecepatan perjalanan
barium akan lebih dari normal.
Gambaran dari usus atau kolon nampak membesar.
REHIDRASI
1. Rehidrasi Parenteral
a. Macam cairan yang dipakai
Pilihan utama adalah cairan tunggal Ringer Laktat dengan perhatian khusus pada
penderita neonatus, penderita diare dengan penyakit berat seperti : MEP,
Bronkopneumonia, kelainan jantung dan lainnya.
Pada keadaan tertentu dapat dipergunakan cairan half strength Darrow Glucose
5 %.
2. Rehidrasi Oral
a. Oralit
Yang dipergunakan adalah oralit tunggal sesuai dengan formula WHO.
Pada neonatus oralit tidak perlu diencerkan namun setelah minum oralit segera
diteruskan dengan :
pemberian ASI
atau air suam-suam kuku 1 gelas ( 200 cc ).
b. Lain-lain oral rehidrasi
Bila tidak ada oralit bisa dipakai :
Formula tidak lengkap ( larutan garam gula )
Cairan yang ada di rumah ( “Home fluid” ).
air tajin, air jagung
air kelapa muda
Rehidrasi oral harus dilakukan sedini mungkin di rumah dengan cairan formula tidak
lengkap atau home fluid lainnya.
Untuk rehidrasi kasus dengan dehidrasi berat perlu diberikan pengobatan cairan secara
sistem ROSE.
CARA REFEEDING
6. Malabsorpsi lemak :
Meskipun kejadiannya jarang , tetapi sering malabsorpsi lemak mengakibatkan diare
yang berulang. Gangguan malabsorpsi lemak dapat mengakibatkan steatorrhoe, yang
dapat terjadi karena :
Kekurangan lipase pankreas atau lipase intestinal.
Kekurangan garam empedu.
Kekurangan /atropi mukosa usus halus
Gangguan sistem limfe.
PENGOBATAN
1. Antibiotika
Pemberian antibiotika sebaiknya dibatasi, diberikan hanya atas adanya indikasi tertentu,
terutama terhadap penyakit penyerta /penyebab gastroenteritisnya.
Disentriform diare, diberikan :
4. Amoebiasis
Diberikan Metronidazole ( Flagyl ) : 50 mg /kg BB /hari, diberikan dalam 3 x pemberian
selama 5 - 10 hari.
5. Obat - obat lain
Antipirektika
Diberikan bila timbul panas lebih dari 39 oC.
Paracetamol
Kurang 1 tahun : 60 mg /kali oral.
1 - 3 tahun : 120 mg /kali oral.
3 - 6 tahun : 250 mg /kali oral.
Lytic coktail
Largactil 1 mg /kg BB + Phenergan 2 mg /kg BB tiap kali disertai surface cooling.
EDUKASI
6. Hipernatermia
Meskipun jarang bila komplikasi ini terjadi cukup fatal, sebab angka kematian cukup
tinggi untuk kasus ini. Biasanya terjadi pada anak umur 6 - 12 bulan dengan gizi baik
dengan dehidrasi berat dan minum susu buatan atau dengan panas yang tinggi.
Gejala klinik ditandai dengan iritasi sampai konvulsi, bahkan sampai koma. Diagnosis
pasti dengan pemeriksaan elektrolit darah, dimana didapatkan kadar natrium lebih dari
150 meq /l.
Pengelolaan : ( Harris, 1972 )
Bila terjadi syok diberikan NaCl 0,45% dalam dekstrose 2,5% sebanyak 20 cc /kg
BB selama 1 jam.
Bila tidak ada syok /syok sudah teratasi maka dapat diberikan maintenance NaCl
0,3% dalam dekstrose 4,3% sebanyak 50-100 cc /kg BB selama 24-48 jam,
tergantung keadaan klinik dan dehidrasinya.
DEFINISI
Definisi diare kronik menurut kepustakaan sangat bermacam-macam, pada umumnya jarang
menentukan batas waktu yang tegas, tetapi pada hakekatnya maknanya sebenarnya senada.
J.W. Smith ( 1983 ) menyebutkan bahwa diare yang berlangsung terus menerus selama
lebih dari 2 minggu dapat disebut diare kronik.
Untuk keseragaman maka sebagai keputusan dari pertemuan ilmiah berkala IX badan
koordinasi Gastroenterologi anak indonesia, Desember 1984 ditetapkan bahwa sebagai
definisi diare kronik adalah diare yang berlangsung terus menerus selama lebih dari 2
minggu.
Beberapa keadaan yang masih dianggap sebagai diare kronik adalah :
Chronic diarrhoea ( diare kronik )
Diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu ( J.W. Smith, 1983 ).
Prolonged diarrhoea ( diare berkepanjangan ).
Diare yang berlangsung lebih dari 7 hari.
Persistent diarrhoea ( diare persisten ).
Diare yang terjadi terus menerus sebagai kelanjutan diare akut ( Halpin dkk, 1977 dan
Hill dkk, 1983 ).
Protracted diarrhoea ( diare melanjut ).
Diare 4 kali sehari atau lebih, berak cair lebih dari 2 minggu ( Larchee dkk, 1977 ) dan
Harries, 1977 ).
Intractable diarrhoea ( diare melanjut ).
Diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu pada bayi berumur di bawah 3 bulan dan
tidak disertai infeksi enteral yang jelas ( Avery, 1968 dan Sousa dkk, 1980 ).
Delayed recovery after gastroenteritis /sindroma post enteritis diare yang terjadi setelah
diare akut sembuh beberapa waktu, keadaan ini biasanya disebabkan oleh malabsorpsi
atau alergi ( J.W Smith, 1979 ).
DASAR DIAGNOSIS
Anamnesis
Kejadian timbulnya diare.
Ujud kelainan tinja pada beberapa kejadian diare.
Formula makanan secara rinci.
Kelainan yang berhubungan dengan infeksi, makanan dan penyakit-penyakit yang
lain.
Gangguan pertumbuhan terlambat.
Pemeriksaan fisik
BB, TB, ukuran antropometri yang lain.
Kondisi hidrasi.
Penyakit penyerta /komplikasi.
Gambaran abdomen : distended, nyeri, hepato splenomegali, suara usus.
Gangguan pertumbuhan.
Pemeriksaan Laboratorik
Pemeriksaan rutin darah dan urine.
Pemeriksaan tinja : makroskopis, mikroskopis, reduksi dan kultur.
Pemeriksaan penunjang yang lain
Tinja : pemeriksaan intoleransi dan malabsorpsi.
Cultur
Giardia lamblia
Asidosis
Biopsi usus
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Diare lebih dari 2 minggu :
Bahas kasus penderita.
INDIKASI PERAWATAN
Diare kronik dirawat di rumah sakit bila disertai :
Dehidrasi.
Diperkirakan akan bertambah berat keadaan dehidrasinya.
Berat badan yang terus menurun.
Penyakit penyerta /komplikasi yang perlu perawatan.
KOMPLIKASI
Infeksi di luar alat pencernaan.
Dehidrasi dengan enteritis.
Kegagalan tubuh.
Sepsis sampai DIC.
PENGELOLAAN
Sangat tergantung dari penyebabnya, walaupun pada umumnya prioritas tindakan
yang diperlukan diantaranya :
1. Rehidrasi intravena :
Larutan Ringer Laktat ( + Glukosa 5% ) atau Darrow Glukosa 5%.
Kadang-kadang langsung diperlukan penambahan kalori, as amino.
2. Atasi kegawatan lain :
tranfusi darah.
pemberian lar. Albumin.
infeksi berat atau defisiensi imunitas.
infeksi berat atau defisiensi imunitas.
3. Nutrisi parenteral : karena keterbatasan sering diberikan hanya parsiil.
4. Cairan atau minuman per oral :
larutan Glukosa 5% atau glukosa polimer.
larutan diet elemental ( pepti Junior ) yang kemudian dapat dilanjutkan
dengan diet hipoalergenik ( pregestamil ) atau formula usus kedelai.
Pada keadaan tidak memungkinkan pemberian formula tersebut di atas dapat
dicoba larutan polimer glukosa dicampur dengan protein nabati dan relatif
tinggi MCT.
PEMANTAUAN
1. Akseptabilitas makanan.
2. Keadaan tinja sesudah pemberian cairan tertentu ( Challenged test ).
3. Kenaikan berat badan.
4. Keadaan penyakit penyerta.
OBAT-OBATAN
1. Antibiotika :
sangat dibatasi.
Hanya pada neonatus, infeksi berat, defisiensi imunologik, protracted diarrhoea.
2. Kolesteramin :
Terhadap gangguan malabsorpsi asam empedu.
Pemberian tidak bersama dengan obat yang lain dan dosis yang agak longgar.
DEFINISI
Merupakan manifestaso klinis yang berat penyakit Arbovirusis yang ditandai dengan demam
akut disertai perdarahan dan kelainan hematologik, serta dapat disertai syok.
DASAR DIAGNOSIS
Sesuai dengan patokan WHO (1975) :
Klinik :
Demam tinggi dengan mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari
Timbulnya manifestasi perdarahan berupa petekia, purpura,ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis dan melena atau setidak-tidaknya uji tourniquet positif.
Pembesaran hati.
Tanpa atau disertai syok yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai tekanan nadi
menurun (menjadi 20 mm Hg atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistolik
menurun sampai 80 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan terutama
pada ujung hidung, jari dan kaki, penderita menjadi gelisah, timbul sianosis di sekitar
mulut.
Laboratorium
Trombositopenia (100.000/ml atau kurang)
Hemokonsentrasi, yaitu meningginya nilai hematokrit sebanyak 20% atau lebih
dibandingkan dengan nilai hematokrit pada mas konvalesen.
Ditemukannya 2 atau 3 patokan klinis disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi cukup
untuk menegakkan klinis demam berdarah dengue (DBD).
Sedangkan derajat berat penyakit sesuai WHO (1975) :
Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan ialah uji tourniquet positif.
Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
Derajat III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut,
tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang
dingin, lembab, dan penderita menjadi gelisah.
Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan darah
yang tidak dapat diukur.
INDIKASI RAWAT
PENGELOLAAN
1. Penggantian volume plasma yang hilang, atau mencegah terjadinya syok hipovolemik.
Pada penderita DBD tanpa syok diberikan cairan kristaloid dengan program
pemeliharaan, (penderita dengan Ht 42 % diberikan 10 cc/kg BB/jam, diecaluasi
setiap 1 jam).
Pada penderita DSS dilakukan resusitasi cairan (lihat pada pengelolaan syok
hipovolemik).
Pemberian transfusi didasarkan atas indikasi, dan terutama hanya menggunakan
komponen darah, yaitu :
Plasma 10-20 cc/kgBB, dapat berupa plasama segar atau FFP (Fresh Frozen
Plasma).
Sel darah merah (packed red cells) 10-20 cc/kgBB diberikan bila kadar Hb
rendah (< 8 gr%).
Plasma kaya trombosit atau suspensi trombosit hanya diberikan atas indikasi
yang tepat yaitu bila jumlah trombosit < 30.000/mm3.
Whole blood 20 cc/kg BB diberikan hanya sebagai volume expander pada
perdarahan yang hebat.
1. Pada kasus dengan tanda-tanda kegagalan pernapasan dilakukan pemasangan intubasi
indotracheal, dan pindah rawat ke PICU.
Kegagalan pernapasan
Syok berulang
Syok berkepanjangan (prolonged shock)
memerlukan perawatan di ruang pediatri gawat darurat (PICU).
3. Terapi medikamentosa yang diberikan :
Antibiotika
Ampisilin 50-100 mg/kg/hari i.v.
Kortikosteroid hanya diberikan pada DSS, yaitu deksametason 1-2 mg/kg/hari i.v.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMANTAUAN
1. Tanda-tanda vital
2. Tanda-tanda syok dan komplikasi lainnya.
3. Tanda-tanda kegagalan pernapasan akut, baik pemerikasan klinis maupun dengan analis
gas darah, khususnya pada DSS.
4. Pemeriksaan Hb dan Ht secara serial.
5. Derajat kesadaran.
6. Imbang cairan.
Bila diperlukan :
1. Elektrolit, terutama natrium dan kalium.
2. Gangguan perdarahan, yang meliputi faktor trombosit dan faktor pembekuan darah,
untuk itu perlu pemeriksaan jumlah dan fungsi trombosit, fibrinogen semikuantitatif dan
studi koagulasi, dan sediaan apus darah tepi untuk melihat kemungkinan tanda-tanda
hemolitik.
3. Elektrokardiografi.
PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari derajat berat penyakit serta komplikasi yang terjadi. Tindakan
yang cepat dan tepat diperlukan untuk dapat menolong penderita. Penderita dengan
PIM/DIC mempunyai prognosis yang kurang baik, karena kemungkinan dapat timbul
perdarahan dalam paru yang menyulitkan pernapasan penderita.
DEMAM TIPOID
DASAR DIAGNOSIS :
Diagnosis ditegakkan dari; anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorik.
Masa tunas berkisar antara 10 - 20 hari.
ANAMNESIS :
Adanya gejala-gejala prodromal yaitu: perasaan panas,lesu, nyeri kepala, pusing-pusing,
gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.
a. Demam
Biasanya berlangsung 1-2 minggu (dapat sampai 3 minggu). Selama minggu pertama
susu badan berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada waktu pagi
hari dan meningkat pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu kedua penderita terus
berada dalam dalam keadaan demam. Dalam n\minggu ketiga demam berangsur-angsur
turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
c. Gangguan kesadaran
Pada umumnya kesadaran penderita menurun dari apatis sampai somnolen, kadang-
kadang timbul meracau pada sebagian penderita.
Gangguan lain yang mungkin timbul adalah roscola, bradikardi, epistaksis.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM :
Darah tepi biasanya terdapat : lekopeni, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada awal sakit.
Uji serologi Widal positid apabila titer 0:1/200 atau lebih, atau menunjukkan adanya
kenaikan titer 0 lebih dari 4 kali dalam 1 minggu.
Pada biakan empedu akan ditemukan adanya basil Salmonelia Tifosa, biasanya terjadi pada
minggu pertama dan selanjutnya basil ditemukan pada tinja dan air kemih penderita.
PENGELOLAAN PENDERITA :
DIETETIK
Makanan cair diberikan selama penderita sulit atau tidak mau makan atau bila
kesadarannya menurun.
Makanan saring diberikan selama penderita masih panas, 3 hari bebas panas diet diganti
dengan makanan lunak lauk saring.
Dalam waktu 3 hari bebas panas kemudian makanan lunak dapat diberikan.
Nutrisi parental diberikan pada penderita yang lebih dari 2 hari mendapat i.v.f.d
Bila dengan pengobatan klorampenikol selama 5 hari, penderita masih panas maka dapat
dikombinasikan dengan Trimetoprim dan Sulfamethasazol 1 tablet pediatrik/2,5 kgBB.
CARI KAUSA LAIN !
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Pemeriksaan Hb, Leukosit, hitung jenis darah tepi dan BBS pada waktu penderita
masuk.
Pemeriksaan Uji serologi Widal, biakan empedu, dilakukan seminggu sekalai selama
penderita dirawat.
Pemeriksaan kearah diagnosis banding misalnya pemeriksaan darah malaria tiga hari
berturut-turut foto rontgen paru, tes tuberkulin.
Pengamatan penderita setiap hari terhadap bahaya timbulnya komplikasi perforasi usus,
peritonitis (perut akut), segera konsul kebagian Bedah, foto perut tiga posisi, penderita
diberikan infus cairan 2 A atau Ringer Glukosa 5%.
Bila timbul gejala miokarditis, perlu pemeriksaan elektrokardiografi. Penderita perlu tirah
baring total, diberikan kortikosteroid dosis tinggi, luminal 3-5 mg/kgBB/24 jam, KCL 75
PROGNOSIS :
Demam tifoid pada anak biasanya baik bila mendapatkan pengobatan yang cepat.
Keadaan yang dapat memperburuk prognosisi adalah :
Kesadaran sangat menurun : delirium, coma.
Hiperpireksi yang tidak teratasi
Dehidrasi, asidosis, peritonitis, syok septik
Keadaan penderita dengan gizi buruk.
DEFINISI:
Suatu keadaan penderita dengan panas 7 hari atau lebih, yang dengan pemeriksaan klinik
dan pemeriksaan penunjang belum jelas ke arah diagnosis yang pasti.
DASAR DIAGNOSIS:
anamnesis : panas 7 hari atau lebih
klinis : tidak dijumpai kelainan yang menyokong kearah satu diagnosis penyakit
tertentu, dan pemeriksaan penunjang.
INDIKASI RAWAT:
Penderita panas > 7 hari
PENGELOLAAN PENDERITA:
Prinsip, secepatnya ditemukan penyebab panasnya dengan melakukan:
1. Uji tuberkulin dengan PPD 5 TU secara l.C, dibaca setelah 48 - 72 jam.
2. Pemeriksaan laboratorium rutin, feces dan air kemih
3. Darah malaria diambil 3 hari berturut-turut waktu panas
4. Uji scrologok Widal dan biakan empedu
5. Biakan dan uji kepekaan kuman dari darah dan air kemih
6. Foto paru : terutama bila uji tuberkulin positif
7. BOG test: dilakukan bila ada kecurigaan tuberkulosis sedangkan hasil uji tuberkulin
negatif.
8. Bila perlu dilakukan : - Fungsi lumbal
- Konsultasi dengan bagian lain.
Pengobatan :
a. Medikamentose:
- Prokain Pensilin 50.000 IU/kgBB/24 jam i.m
- Streptomisin 30 - 50 mg/kgBB/24 jam i.m
- Roboransia
b. Dietetik:
Tergantung pada keadaan penderita
DEFINISI
Suatu bangkitan kejang akibat demam yang ditumbuhkan oleh infeksi ekstranial yang
menimbulkan panas.
Infeksi ekstrakranial 80 % karena infeksi saluran nafas bagian atas. Sifat kejangnya
merupakan kejang umum, tonik klonik dan berlangsung sebentar terjadi pada waktu demam.
INDIKASI RAWAT
Kejang demam yang memerlukan tindakan perawatan adalah :
Kejang demam terjadi yang pertama kali.
Kejang demam berat.
Kejang demam dengan status konvulsivus.
Sindroma HHE ( Hemikonvulsi, Hemiplegi, Epilepsi ).
STATUS KONVULSIVUS
Status konvulsivus adalah kejang yang terjadi lebih dari satu jam atau kejang berulang tanpa
disertai pemulihan kesadaran diantara dua serangan kejang.
SINDROMA HHE
Kejang dengan bentuk hemikonvulsi dan diikuti hemiplegi dan akhirnya terjadi epilepsi.
PENGELOLAAN DI RUANGAN
Pengelolaan penderita kejang demam, meliputi pengobatan : suportif dan kausa.
Pengobatan suportif seperti pengobatan penderita kejang pada umumnya ( lihat depan ).
Pengobatan kausa disesuaikan infeksi ekstrakranial sebagai penyebab kejang demam. Bila
belum diketahui secara pasti dapat diberikan Ampicillin dengan dosis 50 -100 mg /Kg BB
/hari.
TINDAK LANJUT
Penderita yang dipulangkan dan memerlukan tindakan preventif, bila didapatkan :
“Neuro developmental abnormality”
Kejang demam lebih 25 menit.
Kejang demam dengan kelainan neurologis baik sementara maupun menetap.
Ada riwayat epilepsi pada keluarga.
Pengobatan preventif memakai phenobarbital 3 - 5 mg /kg BB single dose diberikan
malam hari. Lama pemberian 2 tahun.
CATATAN :
Phenobarbital profilaksis diberikan bila ibu penderita dapat dijamin untuk minum obat secara
teratur dan terus menerus.
BRONKIOLITIS
DEFINISI
INDIKASI RAWAT:
Semua penderita bronkiolitis dirawat.
DASAR DIAGNOSIS:
Anamnesis didahului adannya gejala infeksi saluran napas atas : batuk, pilek. Terdapat pada
bayi berumur 0-2 tahun insidens tertinggi pada bayi umur 6 bulan.
Suhu biasanya sub febril.
Sesak napas yang makin lama makin menghebat.
Pada pemeriksaan didapatkan dispneu, napas cepat dan dangkal, pernapasan cuping
hidung, disertai retraksi daerah interkostal dan supra sternal Anak gelisah dan stanotik.
Pada pemeriksaan perkusi suara hipersonor. Auskultasi ekspirium memanjang disertai
"wheezing". Kadang-kadang terdengar ronkhi basah pada inspirasi.
Pemeriksaan foto torak menunjukan hiperinflasi paru, diameter antero posterior
membesar pada foto lateral. Terdapat infilrat "peribronchial" dan "patchy" infiltrat. Pada
sepertiga kasus dapat ditemukan bercak-bercak konsolidasi tersebar yang disebabkan
adanya atelektasis atau radang.
PENGELOLAAN PENDERITA:
Anak ditemukan dalam atmosfir dengan humiditas tinggi.
Diberikan oksigen dalam konsentrasi 35 - 40 %
Diberikan i.v.f.d : cairan diberikan dengan hati-hati sesuai kebutuhan.
Dilakukan pemeriksaan elektrolit darah dan analisa gas darah.
Pada penderita yang berat dipertimbangkan pemberian antibiotika ampisilin 50 - 100
mg/kgBB/hari.
Dipertimbangkan pemberian kortikosteroid (walaupun hal ini masih kontroversi).
Dexamethasone 0,5 mg/kgBB/kali i.v. dilanjutkan 6 jam kemudian dengan 0,5
mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 x pemberian atau kortison 15 mg/kgBB/hari i.m dibagi
dalam 3x pemberian.
TINDAK LANJUT:
Pengawasan HR, RR, KU dan pembesaran hepar berkala.
Analisa gas darah apabila dilakukan secara serial.
X-foto toraks AP dan lateral : bila perlu diulang.
Pemeriksaan EKG sebelum dan sesudah digitalisasi.
PROGNOSIS:
Sebagai komplikasi bronkiolitis dapat terjadi pneumotorak dan pneumomediastinum.
Tiga persen dari seluruh penderita yang diperiksa analis gas darah membutuhkan
DIFINISI
Merupakan radang paru yang dapat disebabkan bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Secara patologi anatomi dibedakan menjadi pneumonia lobaris, pneumonia lobularis
(bronchopneumonia) dan pneumonia interstitialis (bronchiolotis).
INDIKASI RAWAT
Semua penderita pneumonia yang menunjukkan tanda-tanda ISPA berat dirawat di Rumah
Sakit.
Tanda-tanda ISPA berat antara lain :
nafas cuping hidung
retraksi otot dada pada inspirasi
stanosis
kejang-kejang/kesadaran menurun
DASAR DIAGNOSIS
Klinis :
Panas tinggi, sesak napas, napas cepat, napas cuping hidung, biasanya stanosis, batuk,
kadang-kadang muntah. Pada auskultasi paru didapatkan, ronkhi basah halus nyaring.
Laboratorium :
bila disebabkan infeksi bakteri terjadi leukositosis dan hitung jenis bergeser ke kiri. Bila
karena virus jumlah leukosit normal atau leukositosis ringan.
PENGELOLAAN
1. Bersihkan jalan napas, dan oksigenasi yang adekuat sampai frekuensi pernapasan 50
kali/menit.
2. Antibiotika:
pada bayi 3 bulan diberikan "penicillinase resistant" (Ampisillin - clorasilin) dan
aminiglikosida (Garamycin 2 mg - 5 mg/kgBB/hari).
pada anak umur 3 bulan sampai dengan 5 tahun diberikan procain penisilin 50.000
Lu/kgBB/hari Lm dan chloramphenicol (50 -100 mg/kg/hari dibagi 4 dosis).Lv.
injeksi ampisilin maupun chloramphenicol diberikan 1-3 hari, bila keadaan membaik
dilanjutkan peroral.
PEMANTAUAN
1. Tanda-tanda vital: suhu, frekuensi napas, frekuensi jantung.
2. Tanda-tanda cor pulmonale subacutum.
3. Tanda-tanda kegagalan pernapasan secara klinis maupun dengan pemeriksaan analisa
gas darah.
4. Elektrolit, terutama natrium dan kalium.
5. Pemeriksaan radiologi. Bila sampai 4-6 minggu tak menunjukkan perubahan gambaran
radiologik, dipikirkan kausa lain seperti tuberkulosis, cystic fibrosis atau benda asing.
6. Imbang cairan.
TINDAK LANJUT
Penderita dipulangkan bila sudah 3 hari bebas panas, ronkhi hilang. Bila didapatkan kausa
tuberkulosis penderita selanjutnya dikelola sebagai penderita tuberkulosis.
Diagnosis Tuberkulosis
- Anamnesis
- Pemeriksaan fisik
- Tes Tuberkulin
- Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan radiologik
1. Tuberkulosis paru :
a. Tuberkulosis milier.
b. Penyebaran Bronkogen
c. Atelektasis, Bronkiektasis, Emfisema
d. Pleuritis
e. Perluasan dari Tuberkulosis primer
2. Meningitis Tuberkulosis
3. Tuberkulosis tulang
Poliklinik paru
Pulang anak
b. Pemeriksaan fisik :
Diperiksa keadaan umum, tanda tanda vital , dicari manifestasi tuberkulosis intra dan ekstra
torakal ( misalnya konjungtivitas fliktenularis, skrofuloderma, manifestasi di tulang dan
tanda meningitis tuberkulosa ). Tuberkulosis primer biasanya mempunyai gajala yang
tidak khas. Pemeriksaan fisik paru sering tidak menunjukkan kelainan meskipun daerah
perifokal luas apabila nampak gejala “ manifest “ biasanya proses sudah lanjut.
d. Pemeriksaan Laboratorium
Diperiksa jumlah leukosit, hitung jenis, laju endap darah. Jumlah leukosit yang meninggi
monosit yang relatif tinggi dan laju endap darah yang meninggi. ( bila tidak ada faktor
lain ) akan menyokong diagnosa. Gambaran darah yang normal tidak menyingkirkan
diagnosis tuberkulosis. Gambaran darah tepi dan laju endap darah hanya mempunyai
korelasi dengan aktifitas penyakit. Pemeriksaan cairan spinal dilakukan atas indikasi
kecurigaan meningitis dan pada setiap tuberkulosis milier. Pemeriksaan meliputi :
pemeriksaan fisik ( warna, kejernihan, pancaran, jumlah sel ), kimiawi ( reaksi Pandy
dan Nonne, kadar glukosa NaCl dan protein ). Secara rutin dikerjakan pengecatan
langsung dan bersamaan dengan pemeriksaan kadar glukosa cairan spinal diambil juga
darah untuk pemeriksaan kadar glukosa darah.
e. Pemeriksaan Radiologik
Cara pemberian :
0,1 cc vaksin BCG disuntikan intrakutan pada regio deltoid kiri. Reaksi diamati tiap hari
selama 7 hari, ukuran maksimum dari reaksi yang timbul dicatat. Tes BCG dinyatakan
positif bila didapatkan :
reaksi / indurasi 5 mm pada anak PEM
reaksi / indurasi 8 mm pada gizi baik
a. Tuberkulostatika.
b. Kortikosteroid :
Obat ini diberikna sebagai anti flogistik dan ajuvans. Indikasi pemberian kortikosteroid
adalah :
Meningitis tuberkulosa
Tuberkulosis milier
Penyebaran bronkogen
Pleuritis tuberkulosa
Proses tuberkulosis berat dan keadaan umum jelek.
Yang dipakai adalah prednison dengan dosis :
Umur 0 - 2 tahun 2 mg /kgBB/hari
Umur 2 - 10 tahun 1,5 mg / kgBB / hari
Lebih 10 tahun 1 mg/kgBB/hari
Selama 4 minggu kemudian “ tappering off “ sampai dengan 12 minggu.
c. Suportif.
Istirahat di tempat tidur pada penderita yang masih demam, bila telah mulai bebas
demam dimulai aktifitas normal secara bertahap. Dietetik berupa makanan cukup kalori
dan protein disesuiakan dengan umur dan status gizi penderita. Roboransia diberikan
setiap hari.
d. Pembedahan.
e. Rehabilitasi Medik.
Pengobatan ini bertujuan untuk mengembalikan fungsi sebelum sakit antara lain dengan
postural drainage, melemaskan dan melatih otot pernapasan dan mencegah skoliosis
pada penderita tuberkulosis paru. Pada penderita meningitis tuberkulosis, untuk
mencegah kontraktur dan atrofi inaktifitas.
PENDIDIKAN KESEHATAN.
Kepada setiap orang tua penderita diberikan penjelasan mengenai : diagnosis dan prosedur
diagnosis, pengobatan dan perlunya pengobatan yang teratur, perlunya mencari kontak dan
sumber infeksi, prognosis, pencegahan penyakit dan cara penularan penyakit. Orang tua
disertakan di dalam program PRU bagi anaknya, selain untuk mengetahui latihan yang
dikerjakan, juga untuk mendapat nasehat mengenai : apa yang harus dikerjakan di rumah,
berapa kali latihan yang harus dikerjakan setiap hari, mengapa hal itu harus dikerjakan,
pentingnya dipelihara hubungan yang terus menerus dengan PRU. Orang tua yang anaknya
akan dipulangkan, disiapkan untuk mengelola penderita, ditekankan pentingnya kontrol dan
pengobatan teratur. Pada penderita meningitis maka orang tua diberi penjelasan tentang cara
pemberian obat, makanan, pencegahan komplikasi penderita yang berbaring lama,
pengawasan miksi dan defekasi. Kunjungan rumah dikerjakan pada kasus tertentu untuk
mengetahui apakah pengobatan teratur tetap dijalankan (sesudah penderita dipulangkan).
Kepada setiap anggota keluarga penderita dilakukan pemeriksaan untuk mencari sumber
atau kontak dan menjamin berhasilnya pengobatan. Anggota keluarga yang berumur lebih
dari 14 tahun diberi surat pengantar ke BP4 / Poliklinik Penyakit Dalam, sedangkan anggota
keluarga yang berumur kurang dari 14 tahun dianjurkan periksa ke Poliklinik Anak.
PEMULANGAN PENDERITA.
Penderita pulang, bilang secara klinis ada perbaikan baik pemeriksaan fisik, laboratorik, x
foto toraks, di samping kesanggupan orang tua untuk mengelola penderita secara berobat
RUJUKAN.
Waktu penderita pulang, dirujuk ke Poliklinik Paru Anak atau ke Puskesmas terdekat untuk
melanjutkan pengobatan secara teratur. Penderita yang melanjutkan program fisioterapi ke
PRU dengan teratur dan tarif serendah mungkin, disesuaikan dengan tarif pengobatan
poliklinik. Jadi tetap diusahakan kerja sama dengan PRU.
ASMA BRONKIALE
Suatu serangan asma yang hebat yang tidak ada perbaikan setelah pemberian adrenalin yang
adekuat dua kali berturut-turut dengan interval 15 menit.
INDIKASI PERAWATAN :
Status asmatikus.
DASAR DIAGNOSIS :
Kortikosteroid :
BRONKIEKTASIS
Gejala klinis :
Batuk kronik, berulang, produktif, spuntum kuning kehijauan, kadang-kadang disertai
panas, batuk darah, jari jari tabuh.
X foto toraks : Gambaran sarang lebah.
Bronkografi / bronkoskopi.
Konservatif :
Hanya bersifat paliatif, mengurangi gejala atau keluhan.
Memberantas infeksi