Anda di halaman 1dari 43

DIARE AKUT

DEFINISI
Definisi diare sebetulnya masih belum ada persesuaian yang mutlak dari banyak ahli, tetapi
pada dasarnya dapat disebutkan sebagai definisi operasional adalah :
 J.W. Smith ( 1975 ) : perubahan konsistensi & frekuensi berak.
 Seminar rehidrasi nasional III ( 1982 ) : berak lembek cair  cair dengan frekuensi
sebanyak 3 - 5 kali atau lebih.
Sedang Lebenthal ( 1982 ) mendefinisikan diare sebagai pasasi yang frekuen dari tinja
dengan konsistensi lembek sampai cair, dan silvermann ( 1974 ) mendefinisikan diare
sebagai malabsorpsi air dan elektrolit.
Gastroenteritis akuta oleh J.W. Smith ( 1975 ) didefinisikan sebagai suatu sindroma klinik
dari diare dan atau tanpa muntah yang terjadi secara akut dan sering disertai dengan panas
dan gangguan konstitusional yang berasal dari infeksi di luar saluran cerna.

INDIKASI PERAWATAN
1. Semua diare /gastroenteritis dengan dehidrasi sedang /ringan disertai dengan :
2. Diare dengan dehidrasi sedang/ringan disertai dengan :
2.1. Panas tinggi /hipertermia.
2.2. Penyakit penyerta yang dipandang perlu dirawat.
2.3. Muntah dan berak yang frekuen dan voluminous sehingga diperkirakan
keadaan dehidrasi akan bertambah berat.

DASAR DIAGNOSIS
Keterbatasan dalam pengadaan sarana laboratorik, maka gejala-gejala klinis merupakan
petunjuk yang sangat diperlukan.
Pada dasarnya gejala klinik dari penyakit diare dapat dibagi menjadi 4 aspek, yang terdiri
dari :
1. Muntah dan berak
2. Aspek etiologi
3. Aspek dehidrasi
4. Aspek komplikasi

1. Muntah dan berak


Muntah dan berak merupakan gejala utama dari gastroenteritis. Pada diare penting
sekali diketahui ( anamnesa + pemeriksaan ) tentang kwalitas dan kwantitas dari tinja,
diantaranya :
 Konsistensi : lembek ( bubur )  cair ( air ).
 Warna : kuning  hijau, coklat atau merah dengan darah.
 Disertai darah atau lendir.

 Bau tinja :
 asam ( peragian karbohidrat /intoleransi lactose )

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             1


 busuk ( pembusukan protein /lemak )
 khusus, kholera, amubiasis
 Berbuih
 Jumlah : tiap defekasi ( voluminus ) disertai nyemprot
 Frekuensi sehari.

ETIOLOGI MUNTAH & BERAK DEHIDRASI KOMPLIKASI PENYEBAB


KEMATIAN
 U.R.I.  KEJANG
 L.R.I.  F.C.
* Br Pn  TOKSIK
* Bronkhitis
 Morbili
 U.T.I. HIPOGLIKEMI
 MUNTAH & BERAK
 HIPOKALSEMI
DEHIDRASI HIPOKALEMIA
 RINGAN
 SEDANG ILEUS PARAL
 BERAT
KEL. JANTUNG
K.G.M.
SYOK
INTOLERANSI
MALABSORPSI MATI

2. Aspek etiologi
Czernic mengajukan faktor etiologi diare akut sbb :
2.1. Faktor infeksi :
 Enteral a.l. E. Coli, shigela, Salmonela dan Virus.
 Parenteral a.l. morbili, tonsilitis, bronkhopneumoni.
2.2. Faktor makanan :
 Makanan yang berubah susunannya secara mendadak, makanan yang beracun.
2.3. Faktor konstitusi :
 Intoleransi laktosa baik yang kongenital maupun yang didapat dan malabsorpsi
lemak.
2.4. Faktor psikik :
 “Broken family” ataupun strees emosionil yang lain.

Patogenesis diare adalah sangat kompleks karena adanya berbagai faktor yang saling
berpengaruh, diantaranya :
1. Perubahan struktur mukosa.
2. Perubahan fungsi mukosa :
a. Gangguan enzim

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             2


b. Malabsorpsi
c. Perubahan susunan cairan tubuh.
3. Peranan infeksi imunologik sehingga dalam menentukan faktor etiologi dari enteritis
sangatlah luas aspek-aspek yang harus dijangkau.

3. Dehidrasi dan asidosis


Dehidrasi terjadi apabila jumlah cairan yang keluar melebihi dari jumlah cairan yang
masuk.
Keadaan kekurangan cairan timbul menurut :
A. Jumlah cairan yang hilang :
 Dehidrasi ringan : hilang 0 - 5 % BB
 Dehidrasi sedang : hilang 5 - 10 % BB
 Dehidrasi berat : hilang lebih 10 % BB
B. Tonisitas cairan untuk :
 Dehidrasi hipotonik : ( Na+ ) = 130 meq /l
 Dehidrasi isotonik : ( Na+ ) = 130 - 150 meq /l
 Dehidrasi isotonik : ( Na+ ) = 150 meq /l

Gejala dehidrasi :
Tabel 1.
Gejala dehidrasi menurut WHO ( 1980 ), Dep.Kes RI ( 1981 ) atau Seminar Rehidrasi
Nasional III ( Semarang 1982 ).

GEJALA RINGAN SEDANG BERAT

1. Keadaan umum haus, sadar, gelisah haus, gelisah. mengantuk, lemah


bisa cornea dll.
2. Nadi normal. cepat, kecil. cepat, kecil,
bisa tdk teraba.
3. Ubun-ubun besar normal. cekung. cekung sekali.
4. Telinga segera kembali. lambat. sangat lambat.
5. Mata normal. cekung. Cekung sekali.
6. Air mata ada. Tak ada. Tak ada.
7. Selaput lendir basah. Kering. Kering sekali.
8. Urine normal. berkurang. Tak ada.
9. % kehilangan BB 4-5% 6-9% 10 %
10. Kehilangan cairan 40 - 50 ml /kg BB 60 - 90 ml /kg BB 100-110 ml /kg BB
Tabel 2.
Gejala dehidrasi menurut M. King ( 1974 ).
Tanda Nilai untuk gejala
0 1 2
KU sehat gelisah, cengeng mengingau, koma,
ngantuk, apatik syok

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             3


Kekenyalan kulit normal sedikit kurang sangat kurang
Mata normal sedikit cekung sangat cekung
Ubun-ubun besar normal sedikit cekung sangat cekung
Mulut normal kering kering/sianotik
Nadi kuat 120 sedang 120 - 140 kecil 140

Maurice King ( 1974 ) menilai dehidrasi dengan skor, untuk dehidrasi ringan skor 0 - 2,
sedang 3 - 6 dan berat 7 - 12.

ASIDOSIS
 Secara klinis biasanya ditentukan adanya pernafasan Kuszmaull sebagai nafas yang
frekuen dan dalam.
 Laboratorik dapat ditentukan adanya pemeriksaan analisa gas darah.
 Komplikasi dari dehidrasi dan asidosis, diantaranya :
a. Syok yang irreversible.
b. Kegagalan ginjal mendadak.
c. Hipokalemi.
d. Kejang-kejang.

PEMERIKSAAN LABORATORIK
1. Rutin
 Tinja :
 Makroskopis: konsistensi, volume, warna, bau, darah dan lendir serta cacing.
 Mikroskopis :  sisa makanan : serat tumbuhan, daging, pati, lemak.
 Lekosit /eritrosit
 Telur cacing : askaris, trikuris & oksiuris.
 Amuba
 Giardia lamblia : eosin, NaCl 0,9 % atau sudan III
 Tes reduksi dengan tablet clini test.
 Urine
 Darah tepi
2. Penunjang
 Pemeriksaan intoleransi laktosa.
 Pemeriksaan malabsorpsi lemak.
 Pemeriksaan biopsi usus.
 Pemeriksaan kultur tinja, darah dan urine.
 Pemeriksaan khusus penyakit penyerta.

PEMERIKSAAN INTOLERANSI LAKTOSA


 Screening test :
 PH tinja asam ( kurang dari 6 ).
 Clini test ( + ) lebih dari ½ %

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             4


 Clini test ( + ) dan PH asam hanya memberi keterangan adanya substansi yang
mereduksi dalam tinja :
 Warna hijau :(+) :¼%
 Warna coklat :(+) :½%
 Warna kuning : ( + ) :¾%
 Warna oranye : ( + ) :1%
 Warna merah : ( + + + + ) : 2 %
Klasifikasi : 0 - ¼ % : tak ada intoleransi
¼ - ¾ % : intoleransi “gula” ringan
¾ - 1 % : intoleransi “gula” sedang
1-2 : intoleransi “gula” berat

Pemeriksaan Sukrose test :


5 tetes tinja + 10 tetes HCl 0,1 N, Kemudian dipanaskan setelah itu ke dalamnya
dimasukkan 1 tablet clini dikocok sampai larut, kemudian ditunggu sampai 60 detik.
Penilaian sama dengan pemeriksaan clini test.

Laktosa loading test :


Penderita tersangka intoleransi laktosa pada keadaan tidak diare diberikan minum 1 gram
laktosa /kg BB dengan larutan 10 - 25 %, kemudian dibuat pemeriksaan kurve glucose
darah tiap l5 - 30 % sampai adanya intoleransi dapat dilihat dari bentuk kurve yang
mendatar ( kenaikan kurang dari 20 % ).

Barium Laktosa :
Penderita minum larutan barium dengan laktosa ( 1 gr /kg BB ) dan foto abdomen dibuat
beberapa kali.
Dinilai waktu perjalanan barium, biasanya pada intoleransi laktosa kecepatan perjalanan
barium akan lebih dari normal.
Gambaran dari usus atau kolon nampak membesar.

PEMERIKSAAN MALABSORPSI LEMAK


Tinja :
 Makroskopik : lemak, tak berbentuk, warna coklat muda sampai kuning, tak
berminyak.
 Mikroskopik : diambil tinja sedikit, kemudian dibuat suspensi dengan 1 - 2 tetes
Eosin 1 % atau sudan III lalu diperiksa di bawah mikroskop dengan
pembesaran kuat dimana penilaian :
() : bila lemak kurang dari 1/5 LPB
(+) : bila lemak antara 1/5 - 2/5 LPB

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             5


( + + ) : bila lemak antara 2/5 - 3/5 LPB
( + + + ) : bila lemak pada seluruh lapangan

Disamping itu dapat dilakukan pula pemeriksaan :


 Lipiodol Absorption Test ( LAT )
 Minum Lipiodol  5 - 10 cc sore hari.
 Kemudian paginya urine ditampung ditest dengan larutan amilum secara tetrasi 1/1,
1/10, 1/100, 1/1000, 1/100000.
 Bila timbul warna ungu kedua titer pengenceran tinggi berarti test yodium positif
yang berarti tak ada malabsorpsi.
 Metoda v/d kammer : tinja 48 dikumpulkan dan dikeringkan lemaknya dengan eter
kemudian diukur.

PENGELOLAAN PENDERITA DIARE AKUT


Dasar pengelolaan memakai rumus 5-D ( Biddulp, 1972 ; Morley, 1974 dan Suharyono,
1972 ) dan pada akhir-akhir ini dijatuhkan pada :
1. Rehidrasi.
2. Refeeding.
3. Medikamentosa.
4. Edukasi ( pendidikan dan penyuluhan ).

REHIDRASI
1. Rehidrasi Parenteral
a. Macam cairan yang dipakai
 Pilihan utama adalah cairan tunggal Ringer Laktat dengan perhatian khusus pada
penderita neonatus, penderita diare dengan penyakit berat seperti : MEP,
Bronkopneumonia, kelainan jantung dan lainnya.
 Pada keadaan tertentu dapat dipergunakan cairan half strength Darrow Glucose
5 %.

b. Kecepatan cairan ( Rehidrasi Initial ).


b.1. Pada neonatus
Jumlah cairan agar berhati-hati rehidrasi inisial dalam waktu  3 jam ( variasi : 2
- 4 jam ).
Jumlah cairan yang diberikan adalah  20 ml /kg BB /jam ( variasi 15 -25 ml /kg
BB /jam ).
b.2. Pada bayi dan anak
 Syok berat : guyur secepat-cepatnya sampai syok teratasi.
 Selanjutnya 1 jam pertama 30 ml /kg BB /jam, 7 jam berikutnya 10 ml /kg
BB /jam.

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             6


b.3. Pada orang dewasa
Rehidrasi initial :
1 jam pertama 60 ml /kg BB /jam.
2 jam berikutnya 40 ml /kg BB /jam.
Untuk kepentingan di lapangan jumlah cairan rehidrasi inisial yang diperlukan
adalah 10 % dari perkiraan berat badan. Bila penderita sudah dapat minum
segera dapat diberikan oralit.

2. Rehidrasi Oral
a. Oralit
Yang dipergunakan adalah oralit tunggal sesuai dengan formula WHO.
Pada neonatus oralit tidak perlu diencerkan namun setelah minum oralit segera
diteruskan dengan :
 pemberian ASI
 atau air suam-suam kuku  1 gelas ( 200 cc ).
b. Lain-lain oral rehidrasi
Bila tidak ada oralit bisa dipakai :
 Formula tidak lengkap ( larutan garam gula )
 Cairan yang ada di rumah ( “Home fluid” ).
 air tajin, air jagung
 air kelapa muda

Rehidrasi oral harus dilakukan sedini mungkin di rumah dengan cairan formula tidak
lengkap atau home fluid lainnya.
Untuk rehidrasi kasus dengan dehidrasi berat perlu diberikan pengobatan cairan secara
sistem ROSE.

Pemberian cairan diberikan secara 2 tahap :


 Tahap pertama ( program cepat ).
 1 jam pertama dengan cairan 3A /Ringer laktate dengan Glukose 5 % 30 ml /kg
BB /jam yang berupa rehidrasi secara simultan dengan pemberian cairan oral dan
edukasi ( Morley, 1974 dan Suharjono, 1974 ).
 Tujuan : mengatasi syok, mengatasi asidosis dan mencegah hipoglikemi.
 Evaluasi penderita tentang vital sign, tanda-tanda asidosis dan keadaan turgor.
 Bila ada Kuszmaul nampak berat perlu diberikan koreksi asidosis ini sebaiknya
dilakukan pemeriksaan Analis Gas Darah dimana koreksi asidosis berdasarkan Base
Excess ( BE ) sesuai dengan rumus 0,3 x BB x BE.
 Apabila tahap pertama ( 4 jam pertama ) sudah selesai dan masih didapatkan tanda-
tanda asidosis, berak & muntah masih frekuen maka tahap I ini bisa diulangi dengan
dosis yang sama.

 Tahap kedua ( program rumatan )

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             7


Diberikan cairan Darrow glukose 5 % atau 2A ( ½ N ) atau Ringer laktate selama
kurang lebih 7 jam kedua sebanyak 10 cc /kg BB /jam dan disertai pemberian oralit atau
makanan cair.

Pemberian pengobatan cairan yang perlu diperhatikan yaitu tentang :


 Fiksasi infus atau nasogastrik tube harus cermat.
 Penderita harus tenang, bila perlu diberi sedativa ( largactil ½ - 1 mg /kg BB, i.m. ).
 Evaluasi tiap 4 - 8 jam dengan memeriksa :
 Jumlah cairan botol apakah sesuai dengan program atau tidak sesuai.
 Pemeriksaan fisik : berat badan, vital sign, turgor, kecekungan mata dan ubun-ubun
besar.
 Diuresis : diukur.
 Tinja : pada keadaan beak cine, frekuen dan dehidrasi berat harus diukur.

HAL-HAL YANG PENTING DIPERHATIKAN DALAM REHIDRASI ORAL


Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan dalam usaha menolong penderita diare,
beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, diantaranya :
1. Bila terjadi muntah sewaktu memberikan minum oralit atau LGG sebaiknya tetap
diteruskan, porsi kecil dan sering.
2. Air pelarut oralit atau LGG sebaiknya dingin dan telah dimasak.
3. Air pelarut oralit atau LGG harus habis dalam 24 jam.
4. Dosis pemberian oralit :
 di bawah 1 tahun : 2 jam pertama 2 gelas habis, selanjutnya ½ gelas tiap berak.
 anak 1 - 5 tahun : 2 jam pertama 4 gelas habis, selanjutnya 1 gelas tiap berak.
 di atas 5 tahun : 2 jam pertama 6 gelas habis, 2 gelas tiap berak.
5. Pemberian makanan tetap diteruskan, makanan yang bergizi seperti tempe, tahu, daging,
ayam, ikan, air tajin dab bubur nasi atau nasi serta buah.
6. Untuk penderita yang pingsan jangan sekali-kali diberi minum, sebaiknya dikerjakan
pemberian cairan per infus.
7. Pemberian air susu ibu tetap diteruskan, sebaiknya sesering mungkin, pada bayi muda
selang-seling dengan oralit.
REFEEDING
Dasar diet di sini adalah masalah realimentasi yang sangat penting dan realimentasi ini
diberikan segera setelah pemberian per oral memungkinkan.

Realimentasi ( refeeding ) supaya berhasil sebaiknya memenuhi persyaratan :


1. Penderita tidak jatuh lagi dalam keadaan dehidrasi dan atau asidosis akibat kekurangan
cairan, kalori /nutrient tertentu.
2. Agar tidak terjadi uremia akibat protein tubuh terpaksa diuraikan.
3. Agar tidak terjadi diare kembali yang disebabkan intoleransi terhadap makanan.
4. Agar berat badan anak bisa dipertahankan kenaikannya seoptimal mungkin.
5. Pemberian ASI tetap dilanjutkan.

CARA REFEEDING

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             8


1. Anak umur kurang dari 1 tahun atau berat kurang dari 7 kg :
a. Anak minum ASI :
 Langsung diberikan ASI bahkan bila memungkinkan dan anak mau, diberikan
pada waktu masih diinfus.
 Makanan padat dan buah diberikan sesuai dengan umur, diberikan secara
bertahap untuk beberapa hari kemudian bila sudah ada toleransi.
b. Anak tidak minum ASI :
 Diberikan susu buatan sesuai dengan yang dirumah atau yang ada di R.S. Panti
Wilasa ‘Citarum’ Semarang, dengan pengenceran setengah kemudian penuh.
 Jumlah yang diberikan 200 - 225 cc /kg BB /hari dibagi dalam beberapa porsi.
 Sebaiknya diberikan susu buatan yang humanized milk formula /formula khusus
bayi, misalnya SGM.
 Bila sudah ada toleransi diberikan makanan padat atau buah sesuai dengan umur
secara bertahap.
2. Anak umur lebih dari 1 tahun dengan berat kurang dari 7 kg :
Dilakukan realimentasi seperti bayi di bawah 1 tahun.
3. Anak umur lebih dari 1 tahun dengan berat lebih dari 7 kg :
 Bila sebelumnya minum susu, diberikan susu sapi dengan pengenceran bertahap.
 Bila sudah lama tidak minum susu /tidak pernah minum susu, diberikan the manis
atau susu, dicoba dengan pengenceran bertahap.
 Makanan padat dan buah diberikan secara bertahap bila sudah ada toleransi.
4. Bila ada toleransi atau malabsorpsi :
 Diberikan susu sesuai dengan intoleransinya.
 Makanan padat dan buah yang diberikan mengandung sedikit serat.
5. Kholera eltor :
Biasanya terjadi pada anak umur lebih dari 1 tahun dengan berat badan lebih 7 kg, maka
setelah anak tidak muntah langsung diberikan makanan lunak dan teh manis.

6. Malabsorpsi lemak :
Meskipun kejadiannya jarang , tetapi sering malabsorpsi lemak mengakibatkan diare
yang berulang. Gangguan malabsorpsi lemak dapat mengakibatkan steatorrhoe, yang
dapat terjadi karena :
 Kekurangan lipase pankreas atau lipase intestinal.
 Kekurangan garam empedu.
 Kekurangan /atropi mukosa usus halus
 Gangguan sistem limfe.

PENGOBATAN
1. Antibiotika
Pemberian antibiotika sebaiknya dibatasi, diberikan hanya atas adanya indikasi tertentu,
terutama terhadap penyakit penyerta /penyebab gastroenteritisnya.
 Disentriform diare, diberikan :

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             9


 Tetrasiklin 25 -50 mg /kg BB /hari.
 Kloramfenikol 50 mg /kg BB /hari.
 Ampicillin 50 -100 mg /kg BB /hari diberikan per oral selama 3 hari.
 Kholera eltor, diberikan :
 Tetrasiclin dengan dosis 50 mg /kg BB /hari.
 Pemberian antibiotika diharapkan untuk membunuh kuman penyebab diare atau
penyakit penyerta.
 Sebagai profilaksis : diberikan pada kasus yang dilakukan vena seksi untuk
mencegah penyakit sekunder, dengan penicillin procain dosis 50.000
U/kgBB/hari.
2. Vitamin
 Vitamin A :
Anak 1 - 6 bulan : 25.000 U i.m.
Anak 6 - 12 bulan : 50.000 U i.m.
 Vitamin B kompleks :
Kurang 1 th : ½ cc i.m. dilanjutkan 3 x ½ tablet.
Lebih 1 th : 1 cc i.m. dilanjutkan 3 x 1 tablet.
 Vitamin C :
Kurang 1 tahun : 3 x 25 mg /hari
Lebih 1 tahun : 3 x 50 mg /hari.
3. Elektrolit
KCL :
 Pada gastroenteritis, diberikan setelah fungsi ginjal baik, yaitu setelah timbulnya
diuresis.
 Pada kholera diberikan dalam oralit, pemberian elektronik lain, hanya atas indikasi
atau sesudah pemeriksaan elektrolit darah.

4. Amoebiasis
Diberikan Metronidazole ( Flagyl ) : 50 mg /kg BB /hari, diberikan dalam 3 x pemberian
selama 5 - 10 hari.
5. Obat - obat lain
 Antipirektika
Diberikan bila timbul panas lebih dari 39 oC.
 Paracetamol
Kurang 1 tahun : 60 mg /kali oral.
1 - 3 tahun : 120 mg /kali oral.
3 - 6 tahun : 250 mg /kali oral.
 Lytic coktail
Largactil 1 mg /kg BB + Phenergan 2 mg /kg BB tiap kali disertai surface cooling.

EDUKASI

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             10


 Selama pemberian rehidrasi oral memberikan motivasi pada ibu supaya dapat dan
mau memberikan cairan rehidrasi oral sesering mungkin dengan porsi kecil, sehingga
sasaran terpenuhi.
 Juga pendidikan kesehatan diberikan pada ibu penderita, dasar pencegahan penyakit
diare.
 Diberikan pula pendidikan gizi, sehingga diharapkan sesudah sembuh dan pulang
menu penderita akan menjadi baik.
 Pendidikan imunisasi, lebih-lebih vaksinasi campak.

TINDAK LANJUT DI RUANGAN


1. Pengawasan dan evaluasi cermat penderita yang sedang diinfus : vital sign, turgor,
berak, muntah dan diuresisnya.
2. Pemeriksaan laboratorium rutin /khusus atas indikasi.
3. Pemeriksaan lainnya atas indikasi, misalnya x foto toraks, lumbal pungsi, clini test,
sukrose test, dan sebagainya.
4. Konsultasi dengan supervisor tentang kasus terutama kasus yang sulit juga konsultasi ke
sub bagian lain, di luar bagian IKA atas indikasi.

KOMPLIKASI YANG PERLU MENDAPAT PERHATIAN


Gastroenteritis sering memberi komplikasi yang disebabkan karena penderita datang sudah
dalam keadaan berat. Komplikasi yang terjadi kadang-kadang dapat diramal sebelumnya
atau kadang-kadang komplikasi tidak terduga sebelumnya. Oleh karena itu pengawasan
yang ketat serta pemeriksaan laboratorium atas indikasi sangat diperlukan untuk mencegah
komplikasi yang tidak diinginkan.

Komplikasi yang sering terjadi :


1. Asidosis
Asidosis yang terjadi biasanya adalah asidosis yang ditandai dengan pernafasan dalam
dan cepat ( Kuszmaull ).
Pada keadaan berat dapat terjadi tanpa adanya Kusmaull.
Pengelolaan :
Sedapat mungkin dilakukan pemeriksaan analisa gas darah, kemudian koreksi asidosis
berdasarkan base excess ( B.E ) dengan rumus : 0,3 x BB x B.E.
Koreksi asidosis ini dilakukan apabila B.E. lebih besar dari +3 atau lebih dari -3, sebab
antara -3 sampai dengan +3 tidak perlu dikoreksi dulu, diharapkan tubuh sendiri akan
mengkompensasi.
Pemberian larutan Natrium Bikarbonat dilakukan dalam 2 porsi, @ ½ dosis dicampur
sama banyak dengan glukosa 5 % i.v. pelan-pelan.
Apabila pemeriksaan analisa gas darah tidak bisa diperiksa dan jelas ada tanda-tanda
asidosis metabolik, maka diberikan juga Bic.Nat sebanyak 1-3 meq /kg BB i.v. pelan-

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             11


pelan. Kemudian dievaluasi keadaan klinisnya bila perlu dapat diulang lagi bila
diperlukan.
2. Hipoglikemia
Ditandai dengan adanya kejang-kejang dan koma.
Pengelolaan :
Diberikan glukosa 40 % 0,5 cc /kg BB i.v.
3. Hipokalsemia
Ditandai adanya kejang tetani dan karpopedal spasme.
Pengelolaan :
Diberikan kalsium glukonas 10% 0,5 cc /kg BB i.v. pelan-pelan dicampur dengan
glukosa 5%. Diperhatikan denyut jantungnya sebab sering memberikan gejala efek
samping bradikardi sampai cardiac arrest.
4. Hipokalemia
Dapat menimbulkan gejala ileus paralitikus atau kelemahan jantung yang ditandai
dengan aritmia kordis.
Pengelolaan :
 Diberikan KCl 75 mg /kg BB dibagi 3 dosis.
 Dalam keadaan berat, dapat diberikan penambahan larutan KCl 1 - 3 meq/ 1 pp.
5. Kegagalan ginjal mendadak.
Komplikasi yang cukup sering akibat syok yang tidak cepat diatasi. Salah satu
penyebabnya adalah akut tubuler nekrosis.
Pengelolaan : ( Harris, 1972 )
 Sedapat mungkin dicegah terjadinya dengan pengelolaan syok yang sebaik-baiknya.
 Bila telah terjadi dikonsulkan ke sub bagian Nefrologi Anak, untuk pengelolaan lebih
lanjut.
 Pengobatan biasa : konservatif, dilakukan peritoneal atau hemodialisa.

6. Hipernatermia
Meskipun jarang bila komplikasi ini terjadi cukup fatal, sebab angka kematian cukup
tinggi untuk kasus ini. Biasanya terjadi pada anak umur 6 - 12 bulan dengan gizi baik
dengan dehidrasi berat dan minum susu buatan atau dengan panas yang tinggi.
Gejala klinik ditandai dengan iritasi sampai konvulsi, bahkan sampai koma. Diagnosis
pasti dengan pemeriksaan elektrolit darah, dimana didapatkan kadar natrium lebih dari
150 meq /l.
Pengelolaan : ( Harris, 1972 )
 Bila terjadi syok diberikan NaCl 0,45% dalam dekstrose 2,5% sebanyak 20 cc /kg
BB selama 1 jam.
 Bila tidak ada syok /syok sudah teratasi maka dapat diberikan maintenance NaCl
0,3% dalam dekstrose 4,3% sebanyak 50-100 cc /kg BB selama 24-48 jam,
tergantung keadaan klinik dan dehidrasinya.

 Perlu ditambahkan 10 ml Glukonas kalsikus 10% ke dalam infus selama 24 jam.


 Juga perlu ditambahkan kalium sebanyak 20 meq /l, bila sudah diuresis.
 Pemberian infus pemeliharaan biasanya diberikan selama 36 jam atau lebih.

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             12


 Yang penting disini adalah cukupnya kompartemen intravaskuler, sebab pada terapi
hipernatermi ini dapat menimbulkan komplikasi dan suatu dilema. Apabila kita
memberikan rehidrasi terlalu cepat dapat menimbulkan kejang-kejang edema otak,
bahkan kematian ( Hogan, 1976 ; Perkin, 1980 ).
Sedang bila terlalu lambat, ditakutkan tidak bisa mengejar dehidrasinya.
 Bila ada tanda-tanda edema otak, perlu diberikan osmoterapi dengan garam
hipertonik atau manitol, serta perlu diberikan diuretika dan dexamethason ( Haque,
1981 ; Perkin, 1980 ).

PENGOBATAN REHIDRASI PADA KEADAAN DEHIDRASI DNG KEGAWATAN


1. Dehidrasi berat dengan Bronkhopneumonia /Bronkiolitis /CPSA ( Cor Pulmonale Sub
Akutum ).
Pada bronkhopneumonia dimana terjadi proses peradangan di alveolus paru dan jaringan
interstiil paru, maka apabila diberikan cairan cukup banyak akan cepat mempengaruhi
sirkulasi paru. Hal ini akan memberikan beban pada jantung akibat adanya bendungan
pada paru. ( Mc. Namara, 1976 ; Vaughan VC., 1979 ).
Oleh karena itu maka pemberian cairan pada kasus ini perlu diperhitungkan :
 Tahap I : tahap 4 jam dengan dosis 10 ml/kg 4 jam diberikan selama 6 jam.
 Tahap II : Cairan diberikan dengan memperhitungkan faktor bendungan paru, suhu,
sesak nafas dan concomitant water loss. Biasanya program infus diturunkan 2 tahap
di bawah kebutuhan.
Bila sudah terjadi cor pulmonale sub akutum hendaknya input cairan dibatasi dan
dianjurkan terapi cairan pada keadaan ini yaitu : 75 cc /kg BB /hari sampai tanda-tanda
kegagalan jantung bisa teratasi ( Mc. Namara, 1976 ; Vaughan VC., 1979 ). Pemantauan
yang ketat sangat diperlukan.
2. Dehidrasi berat pada marasmus /kwashiorkor
Pada kasus malnutrisi baik marasmus /kwashiorkor perlu pengawasan lebih serius pada
pemberian terapi cairan, sebab : ( Tumbelaka, 1979 ).
a. Cairan intra dan ekstrasel bertambah.
b. Faal alat tubuh buruk hingga mudanh terjadi over load.
c. Komposisi elektrolit berubah ( K turun Na naik ).
d. Filtrasi glomeruli merendah.
e. Mudah terjadi retensi Na sehingga dapat terjadi edema ( Na sebaiknya tidak terlalu
tinggi : kurang lebih 79 meq /l ). Bila kurang dari 7 meq /l bersifat hipotonik akan
terjadi poliuri, menyebabkan air banyak keluar dari sel, akibatnya akan memperburuk
keadaan.
Kasus ini tidak boleh dipuasakan lebih dari 8 jam, oleh karena ditakutkan bahaya
hipoglikemi. Kebutuhan kalori dan protein harus diperhitungkan bila pemberian infus
lebih dari 24 jam.
3. Dehidrasi pada kholera
Kasus ini biasanya datang keadaan dehidrasi berat, sehingga pengobatan rehidrasi
diberikan secara :
a. Tahap I ( program cepat ) :

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             13


 Diberikan dalam 1 jam pertama, cairan Ringers Laktat sebanyak 30 cc /kg BB
/jam.
 Perlu ditambahkan Glukosa 5% ad libitum per oral bila penderita sudah mau
/dapat minum, atau dapat diberikan Glukosa 40% i.v.
 Evaluasi dilakukan dalam waktu 1 jam. Bila keadaan masih jelek, programs I
dapat diulangi lagi.
 Dalam pengelolaan kholera, terutama programs cepat ini menentukan prognosa
penderita.
b. Tahap II :
 Diberikan dalam 7 jam kedua, cairan Ringer laktat sebanyak 10 cc /kg BB /jam.
 Cairan per oral, elektrolit ad libitum diberikan secara simultan.
 Bila perlu program II ini bisa diulangi lagi.
 Dalam pengelolaan terapi cairan ( rehidrasi ), sistem ROSE, perlu diperhatikan,
ini sangat mempengaruhi prognosis, dapat menurunkan angka kematian pada
kholera ( Tumbelaka, 1979 ).

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             14


DIARE KRONIK

DEFINISI
Definisi diare kronik menurut kepustakaan sangat bermacam-macam, pada umumnya jarang
menentukan batas waktu yang tegas, tetapi pada hakekatnya maknanya sebenarnya senada.
J.W. Smith ( 1983 ) menyebutkan bahwa diare yang berlangsung terus menerus selama
lebih dari 2 minggu dapat disebut diare kronik.
Untuk keseragaman maka sebagai keputusan dari pertemuan ilmiah berkala IX badan
koordinasi Gastroenterologi anak indonesia, Desember 1984 ditetapkan bahwa sebagai
definisi diare kronik adalah diare yang berlangsung terus menerus selama lebih dari 2
minggu.
Beberapa keadaan yang masih dianggap sebagai diare kronik adalah :
 Chronic diarrhoea ( diare kronik )
Diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu ( J.W. Smith, 1983 ).
 Prolonged diarrhoea ( diare berkepanjangan ).
Diare yang berlangsung lebih dari 7 hari.
 Persistent diarrhoea ( diare persisten ).
Diare yang terjadi terus menerus sebagai kelanjutan diare akut ( Halpin dkk, 1977 dan
Hill dkk, 1983 ).
 Protracted diarrhoea ( diare melanjut ).
Diare 4 kali sehari atau lebih, berak cair lebih dari 2 minggu ( Larchee dkk, 1977 ) dan
Harries, 1977 ).
 Intractable diarrhoea ( diare melanjut ).
Diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu pada bayi berumur di bawah 3 bulan dan
tidak disertai infeksi enteral yang jelas ( Avery, 1968 dan Sousa dkk, 1980 ).
 Delayed recovery after gastroenteritis /sindroma post enteritis diare yang terjadi setelah
diare akut sembuh beberapa waktu, keadaan ini biasanya disebabkan oleh malabsorpsi
atau alergi ( J.W Smith, 1979 ).

KLASIFIKASI DIARE KRONIK


Didasarkan atas kejadian sebagai penyebab diare kronik atau dalam segi praktisnya dibagi
menurut ujud kelainan tinja ( J.W. Smith, 1983 atau Brosu, 1974 ) yaitu :
1. Tinja cair
1.1. Diare Osmotik
1.2. Diare sekretorik.
1.3. Kelainan alergi.
2. Tinja berminyak ( malabsorpsi ).
3. Tinja berdarah.

PATOMEKANISME DIARE KRONIK


J.T. Harries ( 1977 ) mengutarakan faktor-faktor yang timbul pada diare kronik :
a. Kerusakan mukosa karena diare akut.

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             15


b. Tumbuh lampau dari bakteri usus.
c. Intoleransi karbohidrat ( disakharida dan monosakharida ).
d. Intoleransi susu sapi.
e. Intoleransi gluten.
f. Substansi metabolik intralumen usus : asam empedu, hidroksilat asam lemak, asam
organik rantai pendek.

DASAR DIAGNOSIS
 Anamnesis
 Kejadian timbulnya diare.
 Ujud kelainan tinja pada beberapa kejadian diare.
 Formula makanan secara rinci.
 Kelainan yang berhubungan dengan infeksi, makanan dan penyakit-penyakit yang
lain.
 Gangguan pertumbuhan terlambat.
 Pemeriksaan fisik
 BB, TB, ukuran antropometri yang lain.
 Kondisi hidrasi.
 Penyakit penyerta /komplikasi.
 Gambaran abdomen : distended, nyeri, hepato splenomegali, suara usus.
 Gangguan pertumbuhan.
 Pemeriksaan Laboratorik
 Pemeriksaan rutin darah dan urine.
 Pemeriksaan tinja : makroskopis, mikroskopis, reduksi dan kultur.
 Pemeriksaan penunjang yang lain
 Tinja : pemeriksaan intoleransi dan malabsorpsi.
 Cultur
 Giardia lamblia
 Asidosis
 Biopsi usus

PENDEKATAN DIAGNOSIS
Diare lebih dari 2 minggu :
 Bahas kasus penderita.

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             16


 Menentukan adanya penyebab medik ( Cow’s milk protein sensitive enteropathy =
CMPSE, Failure to thrive = FTT ) secara :
 Reduksi tinja ( disakharide intoleransi ).
 Parasit ( giardia ).
 Biopsi usus ( 90% diare kronik dengan kelainan mukosa ).

INDIKASI PERAWATAN
Diare kronik dirawat di rumah sakit bila disertai :
 Dehidrasi.
 Diperkirakan akan bertambah berat keadaan dehidrasinya.
 Berat badan yang terus menurun.
 Penyakit penyerta /komplikasi yang perlu perawatan.

KOMPLIKASI
 Infeksi di luar alat pencernaan.
 Dehidrasi dengan enteritis.
 Kegagalan tubuh.
 Sepsis sampai DIC.

PENGELOLAAN
 Sangat tergantung dari penyebabnya, walaupun pada umumnya prioritas tindakan
yang diperlukan diantaranya :
1. Rehidrasi intravena :
 Larutan Ringer Laktat ( + Glukosa 5% ) atau Darrow Glukosa 5%.
 Kadang-kadang langsung diperlukan penambahan kalori, as amino.
2. Atasi kegawatan lain :
 tranfusi darah.
 pemberian lar. Albumin.
 infeksi berat atau defisiensi imunitas.
 infeksi berat atau defisiensi imunitas.
3. Nutrisi parenteral : karena keterbatasan sering diberikan hanya parsiil.
4. Cairan atau minuman per oral :
 larutan Glukosa 5% atau glukosa polimer.
 larutan diet elemental ( pepti Junior ) yang kemudian dapat dilanjutkan
dengan diet hipoalergenik ( pregestamil ) atau formula usus kedelai.
 Pada keadaan tidak memungkinkan pemberian formula tersebut di atas dapat
dicoba larutan polimer glukosa dicampur dengan protein nabati dan relatif
tinggi MCT.
PEMANTAUAN
1. Akseptabilitas makanan.
2. Keadaan tinja sesudah pemberian cairan tertentu ( Challenged test ).
3. Kenaikan berat badan.
4. Keadaan penyakit penyerta.

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             17


5. Keadaan usus.

OBAT-OBATAN
1. Antibiotika :
 sangat dibatasi.
 Hanya pada neonatus, infeksi berat, defisiensi imunologik, protracted diarrhoea.
2. Kolesteramin :
 Terhadap gangguan malabsorpsi asam empedu.
 Pemberian tidak bersama dengan obat yang lain dan dosis yang agak longgar.

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             18


DEMAM BERDARAH DENGUE

DEFINISI
Merupakan manifestaso klinis yang berat penyakit Arbovirusis yang ditandai dengan demam
akut disertai perdarahan dan kelainan hematologik, serta dapat disertai syok.

DASAR DIAGNOSIS
Sesuai dengan patokan WHO (1975) :

Klinik :
 Demam tinggi dengan mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari
 Timbulnya manifestasi perdarahan berupa petekia, purpura,ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis dan melena atau setidak-tidaknya uji tourniquet positif.
 Pembesaran hati.
 Tanpa atau disertai syok yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai tekanan nadi
menurun (menjadi 20 mm Hg atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistolik
menurun sampai 80 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan terutama
pada ujung hidung, jari dan kaki, penderita menjadi gelisah, timbul sianosis di sekitar
mulut.

Laboratorium
 Trombositopenia (100.000/ml atau kurang)
 Hemokonsentrasi, yaitu meningginya nilai hematokrit sebanyak 20% atau lebih
dibandingkan dengan nilai hematokrit pada mas konvalesen.
Ditemukannya 2 atau 3 patokan klinis disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi cukup
untuk menegakkan klinis demam berdarah dengue (DBD).
Sedangkan derajat berat penyakit sesuai WHO (1975) :
Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan ialah uji tourniquet positif.
Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
Derajat III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut,
tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang
dingin, lembab, dan penderita menjadi gelisah.
Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan darah
yang tidak dapat diukur.

Derajat III dan IV disebut juga Dengue Shock Syndrome (DSS).

INDIKASI RAWAT

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             19


1. DBD derajat II,III, dan IV (DSS)
2. DBD derajat I dengan hemokonsentrasi, muntah hebat,dehidrasi, panas tinggi.

PENGELOLAAN
1. Penggantian volume plasma yang hilang, atau mencegah terjadinya syok hipovolemik.
 Pada penderita DBD tanpa syok diberikan cairan kristaloid dengan program
pemeliharaan, (penderita dengan Ht 42 % diberikan 10 cc/kg BB/jam, diecaluasi
setiap 1 jam).
 Pada penderita DSS dilakukan resusitasi cairan (lihat pada pengelolaan syok
hipovolemik).
 Pemberian transfusi didasarkan atas indikasi, dan terutama hanya menggunakan
komponen darah, yaitu :
 Plasma 10-20 cc/kgBB, dapat berupa plasama segar atau FFP (Fresh Frozen
Plasma).
 Sel darah merah (packed red cells) 10-20 cc/kgBB diberikan bila kadar Hb
rendah (< 8 gr%).
 Plasma kaya trombosit atau suspensi trombosit hanya diberikan atas indikasi
yang tepat yaitu bila jumlah trombosit < 30.000/mm3.
 Whole blood 20 cc/kg BB diberikan hanya sebagai volume expander pada
perdarahan yang hebat.
1. Pada kasus dengan tanda-tanda kegagalan pernapasan dilakukan pemasangan intubasi
indotracheal, dan pindah rawat ke PICU.
 Kegagalan pernapasan
 Syok berulang
 Syok berkepanjangan (prolonged shock)
memerlukan perawatan di ruang pediatri gawat darurat (PICU).
3. Terapi medikamentosa yang diberikan :
 Antibiotika
Ampisilin 50-100 mg/kg/hari i.v.
 Kortikosteroid hanya diberikan pada DSS, yaitu deksametason 1-2 mg/kg/hari i.v.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             20


1. Pemerikasaan scrologis dengan kertas saring.
Pengambilan sampel 2 kali yaitu (I)pada fase akut/saat penderita masuk perawatan, dan
(II), 1 minggu setelah sakit atau saat penderita akan pulang, atau sesaat setelah
meninggal.
Perlu diperhatikan :
1.1. Serum I dan serum II dikirim bersama-sama ke Balai Laboratorium Kesehatan
(BLK) dengan formulir khusus.
1.2. Pengisian darah pada filter paper harus jenuh.
2. Foto paru untuk melihat terjadinya efusi pleura.
3. Elektrokardiografi untuk mengetahui terjadinya komplikasi miokarditis.

PEMANTAUAN
1. Tanda-tanda vital
2. Tanda-tanda syok dan komplikasi lainnya.
3. Tanda-tanda kegagalan pernapasan akut, baik pemerikasan klinis maupun dengan analis
gas darah, khususnya pada DSS.
4. Pemeriksaan Hb dan Ht secara serial.
5. Derajat kesadaran.
6. Imbang cairan.

Bila diperlukan :
1. Elektrolit, terutama natrium dan kalium.
2. Gangguan perdarahan, yang meliputi faktor trombosit dan faktor pembekuan darah,
untuk itu perlu pemeriksaan jumlah dan fungsi trombosit, fibrinogen semikuantitatif dan
studi koagulasi, dan sediaan apus darah tepi untuk melihat kemungkinan tanda-tanda
hemolitik.
3. Elektrokardiografi.

PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari derajat berat penyakit serta komplikasi yang terjadi. Tindakan
yang cepat dan tepat diperlukan untuk dapat menolong penderita. Penderita dengan
PIM/DIC mempunyai prognosis yang kurang baik, karena kemungkinan dapat timbul
perdarahan dalam paru yang menyulitkan pernapasan penderita.

DEMAM TIPOID

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             21


DEFINISI
Adalah suatu penyakit akut yang menyerang saluran pencernaan yang ditandai dengan
gejala, demam lebih dari satu minggu dan gangguan saluran pencernaan, dan disertai adanya
gangguan kesadaran.

DASAR DIAGNOSIS :
Diagnosis ditegakkan dari; anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorik.
Masa tunas berkisar antara 10 - 20 hari.

ANAMNESIS :
Adanya gejala-gejala prodromal yaitu: perasaan panas,lesu, nyeri kepala, pusing-pusing,
gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.

a. Demam
Biasanya berlangsung 1-2 minggu (dapat sampai 3 minggu). Selama minggu pertama
susu badan berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada waktu pagi
hari dan meningkat pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu kedua penderita terus
berada dalam dalam keadaan demam. Dalam n\minggu ketiga demam berangsur-angsur
turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

b. Gangguan saluran pencernaan


Bibir kering dan pecah-pecah lidah tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepinya
kemerahan, tremor. Abdomen kembung dan disertai pembesaran hati dan limpa yang
nyeri tekan.

c. Gangguan kesadaran
Pada umumnya kesadaran penderita menurun dari apatis sampai somnolen, kadang-
kadang timbul meracau pada sebagian penderita.
Gangguan lain yang mungkin timbul adalah roscola, bradikardi, epistaksis.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM :
Darah tepi biasanya terdapat : lekopeni, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada awal sakit.
Uji serologi Widal positid apabila titer 0:1/200 atau lebih, atau menunjukkan adanya
kenaikan titer 0 lebih dari 4 kali dalam 1 minggu.
Pada biakan empedu akan ditemukan adanya basil Salmonelia Tifosa, biasanya terjadi pada
minggu pertama dan selanjutnya basil ditemukan pada tinja dan air kemih penderita.

PENGELOLAAN PENDERITA :

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             22


Pengelolaan penderita Demam Tifoid/Observasi Demam Tifoid adalah sebagai berikut :
1. Isolasi penderita dan desinfeksi pakaian
2. Karena penderita tifoid memerlukan tirah baring yang lama anoreksia, diperlukan
perawatan yang baik untuk mencegah terjadinya komplikasi.
3. Pengobatan :
Medikamentosa: Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari maksimal 1500 mg/24 jam dibagi
dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila keadaan penderita tidak memungkinkan diberikan per
oral, maka dapat diberikan kloramfenikol injeksi: 50 mg/kgBB/24 jam dibagi 3 dosis
secara intravena.
Bila lekosit 3000/mm3 atau Hb 7 gram dihindari pemakaian kloramfenikol dengan obat
pilihan lain (misalnya ampisilin 100 mg/kgBB/24 jam.
Roboransia : Vitamin B kompleks dan Vitamin C.
Bila panas tinggi dapat diberikan antipiretik: Parasetamol 10 mg/kgBB/kali dan kompres es.

DIETETIK
 Makanan cair diberikan selama penderita sulit atau tidak mau makan atau bila
kesadarannya menurun.
 Makanan saring diberikan selama penderita masih panas, 3 hari bebas panas diet diganti
dengan makanan lunak lauk saring.
 Dalam waktu 3 hari bebas panas kemudian makanan lunak dapat diberikan.
 Nutrisi parental diberikan pada penderita yang lebih dari 2 hari mendapat i.v.f.d

Bila dengan pengobatan klorampenikol selama 5 hari, penderita masih panas maka dapat
dikombinasikan dengan Trimetoprim dan Sulfamethasazol 1 tablet pediatrik/2,5 kgBB.
CARI KAUSA LAIN !

PEMERIKSAAN PENUNJANG:
 Pemeriksaan Hb, Leukosit, hitung jenis darah tepi dan BBS pada waktu penderita
masuk.
 Pemeriksaan Uji serologi Widal, biakan empedu, dilakukan seminggu sekalai selama
penderita dirawat.
 Pemeriksaan kearah diagnosis banding misalnya pemeriksaan darah malaria tiga hari
berturut-turut foto rontgen paru, tes tuberkulin.

Pengamatan penderita setiap hari terhadap bahaya timbulnya komplikasi perforasi usus,
peritonitis (perut akut), segera konsul kebagian Bedah, foto perut tiga posisi, penderita
diberikan infus cairan 2 A atau Ringer Glukosa 5%.

Bila timbul gejala miokarditis, perlu pemeriksaan elektrokardiografi. Penderita perlu tirah
baring total, diberikan kortikosteroid dosis tinggi, luminal 3-5 mg/kgBB/24 jam, KCL 75

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             23


mg/kgBB/24 jam; ditangani bersama dengan Sub divisi Kardiologi Anak.
Bila ditemukan gangguan kesadaran yang menjurus ke gejala psikose/neurose konsul ke
bagian Psikiatri. Bila terjadi komplikasi ensefalitis atau meningitis dikelola bersama dengan
Sub divisi Syaraf Anak. Penderita dapat dipulangkan setelah 3 hari bebas panas, dan tidak
ada komplikasi.

PROGNOSIS :
Demam tifoid pada anak biasanya baik bila mendapatkan pengobatan yang cepat.
Keadaan yang dapat memperburuk prognosisi adalah :
 Kesadaran sangat menurun : delirium, coma.
 Hiperpireksi yang tidak teratasi
 Dehidrasi, asidosis, peritonitis, syok septik
 Keadaan penderita dengan gizi buruk.

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             24


OBSERVASI FEBRIS

DEFINISI:
Suatu keadaan penderita dengan panas 7 hari atau lebih, yang dengan pemeriksaan klinik
dan pemeriksaan penunjang belum jelas ke arah diagnosis yang pasti.

DASAR DIAGNOSIS:
 anamnesis : panas 7 hari atau lebih
 klinis : tidak dijumpai kelainan yang menyokong kearah satu diagnosis penyakit
tertentu, dan pemeriksaan penunjang.

INDIKASI RAWAT:
 Penderita panas > 7 hari

PENGELOLAAN PENDERITA:
Prinsip, secepatnya ditemukan penyebab panasnya dengan melakukan:
1. Uji tuberkulin dengan PPD 5 TU secara l.C, dibaca setelah 48 - 72 jam.
2. Pemeriksaan laboratorium rutin, feces dan air kemih
3. Darah malaria diambil 3 hari berturut-turut waktu panas
4. Uji scrologok Widal dan biakan empedu
5. Biakan dan uji kepekaan kuman dari darah dan air kemih
6. Foto paru : terutama bila uji tuberkulin positif
7. BOG test: dilakukan bila ada kecurigaan tuberkulosis sedangkan hasil uji tuberkulin
negatif.
8. Bila perlu dilakukan : - Fungsi lumbal
- Konsultasi dengan bagian lain.

Pengobatan :
a. Medikamentose:
- Prokain Pensilin 50.000 IU/kgBB/24 jam i.m
- Streptomisin 30 - 50 mg/kgBB/24 jam i.m
- Roboransia
b. Dietetik:
Tergantung pada keadaan penderita

Pengobatan medikamentosa selanjutnya tergantung atau disesuaikan denga hasil


pemeriksaan penunjang, bila penderita panas tinggi maka diusahakan penurunan panas
dengan obat simptomatis kompres es atau penderita dirawat di dalam ruang dingin/ber AC.

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             25


INDIKASI PINDAH RAWAT DAN PEMULANGAN PENDERITA
a. Bila pemeriksaan klinik, laboratorik, radiologik dan pemeriksaan khusus menyokong
kearah suatu diagnosis Tuberkulosis dipindah rawat ke Bangsal Tuberkulosis atau rawat
jalan dan dianjurkan kontrol secara teratur.
b. Bila pemeriksaan ke arah demam Tifoid dijumpai secara klinis atau laboratorik maka
penderita dipindah rawat ke bangsal Tifoid dan dirawat sebagai penderita tifoid.
c. Bila dari hasil biakan air kemih didapatkan jumlah kuman lebih dari 100.000/mm3 atau
lebih maka penderita dikelola sebagai penderita infeksi saluran kemih. Pemberian obat
sesuai dengan uji kepekaan kuman (Konsultasi dengan sub bagian Nefrologi anak).
Dianjurkan pemberian antibiotika sampai 10 - 14 hari.
d. Bila pemeriksaan darah Malaria didapatkan hasik positif penderita dikelola sebagai
penderita Malaria. Obat anti malaria dapat diberikan secara "ajuvantibus" bila dijumpai
kurva panas yang khas malaria, sedangkan plasmodium sukar ditemukan.
e. Bila pemberian antibiotika selama 10 hari panas tidak turun, maka dilakukan pungi
lumbal.
f. Bila pemeriksaan laboratorik tidak menunjang ke arah suatu diagnosis penyakit dan
penderita sudah tidak panas maka penderita dapat dipulangkan dengan diagnosis demam
yang tidak diketahui penyebabnya (Febris causa ignota), dan penderita dianjurkan untuk
kontrol.

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             26


KEJANG DEMAM

DEFINISI
Suatu bangkitan kejang akibat demam yang ditumbuhkan oleh infeksi ekstranial yang
menimbulkan panas.
Infeksi ekstrakranial 80 % karena infeksi saluran nafas bagian atas. Sifat kejangnya
merupakan kejang umum, tonik klonik dan berlangsung sebentar terjadi pada waktu demam.

INDIKASI RAWAT
Kejang demam yang memerlukan tindakan perawatan adalah :
 Kejang demam terjadi yang pertama kali.
 Kejang demam berat.
 Kejang demam dengan status konvulsivus.
 Sindroma HHE ( Hemikonvulsi, Hemiplegi, Epilepsi ).

BATASAN KEJANG DEMAM BERAT


Kejang demam berat adalah kejang demam dimana kejang berlangsung lebih dari 30 menit.

STATUS KONVULSIVUS
Status konvulsivus adalah kejang yang terjadi lebih dari satu jam atau kejang berulang tanpa
disertai pemulihan kesadaran diantara dua serangan kejang.

SINDROMA HHE
Kejang dengan bentuk hemikonvulsi dan diikuti hemiplegi dan akhirnya terjadi epilepsi.

PENGELOLAAN DI RUANGAN
Pengelolaan penderita kejang demam, meliputi pengobatan : suportif dan kausa.
Pengobatan suportif seperti pengobatan penderita kejang pada umumnya ( lihat depan ).
Pengobatan kausa disesuaikan infeksi ekstrakranial sebagai penyebab kejang demam. Bila
belum diketahui secara pasti dapat diberikan Ampicillin dengan dosis 50 -100 mg /Kg BB
/hari.

Pengelolaan status konvulasi :


Pengelolaan penderita pada waktu serangan kejang diberikan Diazepam secara bolus 0,5 mg
/kg BB kemudian dilanjutkan dengan drip, dosis 5 mg /kg BB /hari dimasukkan dalam
larutan Dextrose 5 %. Status konvulsivus “intractable” ( bila tidak ada respon dengan
pemberian Diazepam ) diberikan Phenobarbitone dengan dosis awal 5 mg /kg BB /kali
diberikan secara i.m.
Setelah 30 menit diberikan 2,5 mg /kg BB diberikan secara IM.

Penderita dirawat di PICU apabila :


1. Dengan Diazepam drip 10 mg /kg BB /hari masih ada kejang.
2. Dengan phenobarbitonr masih kejang.

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             27


Bila disertai dengan penurunan kesadaran sampai koma diberi :
 Manitol ½ - 1½ g /kg BB diberikan dalam waktu lebih 30 menit.
 Dexamethasone 1 - 2 mg /kg BB /hari.

Pemeriksaan yang perlu dikerjakan :


 Darah : gula, ureum, elektrolit
 Mata : funduskopi
 EEG dan X Ro Foto cranium
 LP ulangan ( bila telah diberikan manitol ).

TINDAK LANJUT
Penderita yang dipulangkan dan memerlukan tindakan preventif, bila didapatkan :
 “Neuro developmental abnormality”
 Kejang demam lebih 25 menit.
 Kejang demam dengan kelainan neurologis baik sementara maupun menetap.
 Ada riwayat epilepsi pada keluarga.
Pengobatan preventif memakai phenobarbital 3 - 5 mg /kg BB single dose diberikan
malam hari. Lama pemberian 2 tahun.

CATATAN :
Phenobarbital profilaksis diberikan bila ibu penderita dapat dijamin untuk minum obat secara
teratur dan terus menerus.

BRONKIOLITIS

DEFINISI

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             28


Radang akut bronkiolo yang ditandai dengan adanya sindroma klinik pernapasan cepat
retriksi dada dan wheezing (suara mengi) (Kendig 1997).

INDIKASI RAWAT:
Semua penderita bronkiolitis dirawat.

DASAR DIAGNOSIS:
Anamnesis didahului adannya gejala infeksi saluran napas atas : batuk, pilek. Terdapat pada
bayi berumur 0-2 tahun insidens tertinggi pada bayi umur 6 bulan.
 Suhu biasanya sub febril.
 Sesak napas yang makin lama makin menghebat.
 Pada pemeriksaan didapatkan dispneu, napas cepat dan dangkal, pernapasan cuping
hidung, disertai retraksi daerah interkostal dan supra sternal Anak gelisah dan stanotik.
Pada pemeriksaan perkusi suara hipersonor. Auskultasi ekspirium memanjang disertai
"wheezing". Kadang-kadang terdengar ronkhi basah pada inspirasi.
 Pemeriksaan foto torak menunjukan hiperinflasi paru, diameter antero posterior
membesar pada foto lateral. Terdapat infilrat "peribronchial" dan "patchy" infiltrat. Pada
sepertiga kasus dapat ditemukan bercak-bercak konsolidasi tersebar yang disebabkan
adanya atelektasis atau radang.

PENGELOLAAN PENDERITA:
 Anak ditemukan dalam atmosfir dengan humiditas tinggi.
 Diberikan oksigen dalam konsentrasi 35 - 40 %
 Diberikan i.v.f.d : cairan diberikan dengan hati-hati sesuai kebutuhan.
 Dilakukan pemeriksaan elektrolit darah dan analisa gas darah.
 Pada penderita yang berat dipertimbangkan pemberian antibiotika ampisilin 50 - 100
mg/kgBB/hari.
 Dipertimbangkan pemberian kortikosteroid (walaupun hal ini masih kontroversi).
Dexamethasone 0,5 mg/kgBB/kali i.v. dilanjutkan 6 jam kemudian dengan 0,5
mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 x pemberian atau kortison 15 mg/kgBB/hari i.m dibagi
dalam 3x pemberian.

TINDAK LANJUT:
 Pengawasan HR, RR, KU dan pembesaran hepar berkala.
 Analisa gas darah apabila dilakukan secara serial.
 X-foto toraks AP dan lateral : bila perlu diulang.
 Pemeriksaan EKG sebelum dan sesudah digitalisasi.
PROGNOSIS:
 Sebagai komplikasi bronkiolitis dapat terjadi pneumotorak dan pneumomediastinum.
 Tiga persen dari seluruh penderita yang diperiksa analis gas darah membutuhkan

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             29


ventilasi mekanik.
 Tiga puluh sampai lima puluh persen penderita asma bronkial berasal dari penderita yang
mempunyai bronkiolitis pada waktu bayi.

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             30


PNEUMONIA

DIFINISI
Merupakan radang paru yang dapat disebabkan bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Secara patologi anatomi dibedakan menjadi pneumonia lobaris, pneumonia lobularis
(bronchopneumonia) dan pneumonia interstitialis (bronchiolotis).

INDIKASI RAWAT
Semua penderita pneumonia yang menunjukkan tanda-tanda ISPA berat dirawat di Rumah
Sakit.
Tanda-tanda ISPA berat antara lain :
 nafas cuping hidung
 retraksi otot dada pada inspirasi
 stanosis
 kejang-kejang/kesadaran menurun

DASAR DIAGNOSIS

Klinis :
Panas tinggi, sesak napas, napas cepat, napas cuping hidung, biasanya stanosis, batuk,
kadang-kadang muntah. Pada auskultasi paru didapatkan, ronkhi basah halus nyaring.

Laboratorium :
bila disebabkan infeksi bakteri terjadi leukositosis dan hitung jenis bergeser ke kiri. Bila
karena virus jumlah leukosit normal atau leukositosis ringan.

PENGELOLAAN

1. Bersihkan jalan napas, dan oksigenasi yang adekuat sampai frekuensi pernapasan 50
kali/menit.
2. Antibiotika:
 pada bayi 3 bulan diberikan "penicillinase resistant" (Ampisillin - clorasilin) dan
aminiglikosida (Garamycin 2 mg - 5 mg/kgBB/hari).
 pada anak umur 3 bulan sampai dengan 5 tahun diberikan procain penisilin 50.000
Lu/kgBB/hari Lm dan chloramphenicol (50 -100 mg/kg/hari dibagi 4 dosis).Lv.
 injeksi ampisilin maupun chloramphenicol diberikan 1-3 hari, bila keadaan membaik
dilanjutkan peroral.

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             31


3. Mempertahankan hidrat yang adekuat, dengan memperhitungkan lambang cairan.
Pemberian cairan infus (D5% dalam 0,225% NaCl) maksimal diberikan dalam 2x24 jam,
bila keadaan belum membaik, infus diteruskan hanya untuk pemberian obat saja,
sedangkan kebutuhan cairan dan makanan diberikan personde lambung.
4. Bila didapatkan tanda-tanda "Cor pulmonale subacutum", diberikan terapi digitalisasi,
dan penderita dikelola sesuai dengan kegagalan jantung kongestif.

PEMANTAUAN
1. Tanda-tanda vital: suhu, frekuensi napas, frekuensi jantung.
2. Tanda-tanda cor pulmonale subacutum.
3. Tanda-tanda kegagalan pernapasan secara klinis maupun dengan pemeriksaan analisa
gas darah.
4. Elektrolit, terutama natrium dan kalium.
5. Pemeriksaan radiologi. Bila sampai 4-6 minggu tak menunjukkan perubahan gambaran
radiologik, dipikirkan kausa lain seperti tuberkulosis, cystic fibrosis atau benda asing.
6. Imbang cairan.

TINDAK LANJUT
Penderita dipulangkan bila sudah 3 hari bebas panas, ronkhi hilang. Bila didapatkan kausa
tuberkulosis penderita selanjutnya dikelola sebagai penderita tuberkulosis.

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             32


TUBERKULOSIS
SKEMA PENGELOLAAN PENDERITA
TUBERKULOSIS ANAK

Dirujuk POLIKLINIK ANAK Datang Sendiri

Diagnosis Tuberkulosis

- Anamnesis
- Pemeriksaan fisik
- Tes Tuberkulin
- Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan radiologik

Dirawat di RS. Berobat jalan

1. Tuberkulosis paru :
a. Tuberkulosis milier.
b. Penyebaran Bronkogen
c. Atelektasis, Bronkiektasis, Emfisema
d. Pleuritis
e. Perluasan dari Tuberkulosis primer
2. Meningitis Tuberkulosis
3. Tuberkulosis tulang

4. Tuberkulosis kelenjar yang masif


dan memerlukan tindakan operatif

Pengelolaan penderita di bangsal

Poliklinik paru
Pulang anak

rujuk berobat jalan

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             33


Definisi

Tuberkulosis : Reaksi jaringan manusia oleh adanya M. Tuberculosa


yang berkembang biak dalam jaringan ( Miller, 1982 )
Fokus Primer : Tempat permulaan implatasi dari Mycobacterium
Tuberculosa, akibat multiplikasi kuman menimbulkan
reaksi sluler dan strukturnya.
Limfadenitis Regional : Perubahan pada limfonodus akibat adanya fokus
primer.
Kompleks Primer : Fokus primer dengan limfadenitis regional
Konversi Tuberkulin : Reaksi jaringan terhadap tuberkulin karena infeksi
primer oleh Mycobacterium tuberculosa.
Tuberkulosis Tulang dan Sendi : Lesi pada sinovia dan tulang merupakan metastasis dari
kompleks primer.
Meningitis Tuberkulosis : Meningitis yang progresif disebabkan tuberkel yang
pecah masuk cairan serebrospinal, terjadi ruptur pada
lesi kaseosa dalam susunan syaraf pusat dan selaput
otak.
“ Defaulter “ : Penderita yang melalaikan kewajiban berobat
sedemikian rupa sehingga dapat mengakibatkan
terhalangnya kesembuhan ( K. Toman 1979 )
Kemoprofilaksis Primer : Pencegahan pada anak umur kurang dari 5 tahun
dengan uji tuberkulin positif, tanpa gejala klinik,
radiologik, atau pada keadaan sebagai berikut :

 Konversi tuberkulin dalam bulan terakhir.


 Uji tuberkulin positif juga kelainan radiologik pada
pengobatan kortikosteroid lama / supresif, morbili,
pertusis, operasi / trauma berat, penyakit
keganasan akil balik terutama pada wanita
(menarche). Diberikan INH 10 mg/hari selama 1
tahun.

KLASIFIKASI TUBERKULOSIS ( American National Tuberculosis Association )

1. Tuberkulosis Primer : kompleks primer dan komplikasi yang timbul


2. Tuberkulosis Pasca Primer : TB re-infeksi atau jenis TBC dewasa

DIAGNOSIS TUBERKULOSIS ANAK

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             34


Dasar diagnosis Tuberkulosis anak ialah gejala klinik tanpa menunggu hasil pemeriksaan
bakteriologik.
a. Anamnesis :
Ditanyakan mengenai adanya gejala :
 Sering panas subfebril
 Sering berkeringat
 Nafsu makan menurun
 Berat badan tidak naik
 Ditanyakan pula faktor yang berpengaruh seperti : Riwayat gizi, Riwayat vaksinasi,
Adanya sumber tersangka, Keadaan sosial ekonomi.

b. Pemeriksaan fisik :
Diperiksa keadaan umum, tanda tanda vital , dicari manifestasi tuberkulosis intra dan ekstra
torakal ( misalnya konjungtivitas fliktenularis, skrofuloderma, manifestasi di tulang dan
tanda meningitis tuberkulosa ). Tuberkulosis primer biasanya mempunyai gajala yang
tidak khas. Pemeriksaan fisik paru sering tidak menunjukkan kelainan meskipun daerah
perifokal luas apabila nampak gejala “ manifest “ biasanya proses sudah lanjut.

c. Tes tuberkulin dengan PPD 5 TU :


Tes tuberkulin dikerjakan dengan cara Mantoux, suntikan intrakutan di permukaan voler
lengan bawah, sebanyak 0,1 ml memakai semprit Mantoux khusus dengan jarum No.26-
27. Pembacaan 48-72 jam setelah penyuntikan. Eritema tanpa indurasi berarti negatif.
Indurasi dipalpaso seteliti-telitinya dan diukur pada diameter transversal yang terbesar
dengan ukuran milimeter. Bila kurang dari 5 mm : negatif.
5 - 10 mm : positif, sebaliknya diulangi.
Lebih 10 mm : positif jelas.
Untuk menegakkan diagnosistuberkulosis dalam diskusi kelompok KONIKA IV
mempergunakan kriteria :
 Indurasi lebih dari 10 mm pada anak yang belum BCG
 Indurasi lebih dari 15 mm pada anak yang sudah BCG
 Indurasi lebih dari 17 - 18 mm.

d. Pemeriksaan Laboratorium
Diperiksa jumlah leukosit, hitung jenis, laju endap darah. Jumlah leukosit yang meninggi
monosit yang relatif tinggi dan laju endap darah yang meninggi. ( bila tidak ada faktor
lain ) akan menyokong diagnosa. Gambaran darah yang normal tidak menyingkirkan
diagnosis tuberkulosis. Gambaran darah tepi dan laju endap darah hanya mempunyai
korelasi dengan aktifitas penyakit. Pemeriksaan cairan spinal dilakukan atas indikasi
kecurigaan meningitis dan pada setiap tuberkulosis milier. Pemeriksaan meliputi :
pemeriksaan fisik ( warna, kejernihan, pancaran, jumlah sel ), kimiawi ( reaksi Pandy
dan Nonne, kadar glukosa NaCl dan protein ). Secara rutin dikerjakan pengecatan
langsung dan bersamaan dengan pemeriksaan kadar glukosa cairan spinal diambil juga
darah untuk pemeriksaan kadar glukosa darah.
e. Pemeriksaan Radiologik

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             35


Kompleks primer pada paru tidak selalu dapat memberi bayangan terutama bila proses
sangat kecil. Pada foto paru penderita tuberkulosis anak dapat memberi gambaran
pembesaran kelenjar paratrakeal, penyebaran milier, bronkogen, atelektasis atau pleural
effusion. Sering didapatkan ketidaksesuaian antara x foto thoraks dengan gejala klinik.
Pemeriksaan x foto tulang, kranium dilakukan atas indikasi.
f. Pemeriksaan Bakteriologik
Bahan diambil dari cairan bilasan lambung ( pada anak usia kurang dari 7 tahun ), sputum,
cairan spinal, abses kelenjar. Dikerjakan preparat langsung ( Cat Ziehi Nielsen ) &
pembiakan. Jarang ditemukan kuman tahan asam positif. Menurut Toman ( 1979 ) dan
Subarbaro ( 1980 ) ditemukannya kuman tahan asam bila populasi kuman lebih dari
10.000 /ml. Demikian pula sukar didapatkan biakan yang positif karena kuman
tuberkulosis lambat berbiak sehingga apabila ada kuman lain akan
mengurangi/menghambat pertumbuhan kuman tuberkulosis pada media biakan tersebut.
g. Pemeriksaan Patologi Anatomi ( atas indikasi )
Yang diperiksa adalah :
 Tuberkulosis kelenjar
 Cairan abses
 Jaringan pada operasi
h. Tes BCG
Indikasi tes BCG : dicurigai atau pada keadaan alergi yaitu :
 Malnutrisi berat
 Tuberkulosis berat ( Meningitis TB, Miller TB )
 Menderita morbili, rubela, varicella, influenza, mononukleosis infeksiosa, pneumonia
atipik primer, sarkoidosis, pertusis.
 Setelah pemberian vaksin virus ( hidup atau mati )
 Typoid fever
 Pemberian kortikosteroid atau imunosupresif
 Penyakit keganasan

Cara pemberian :
0,1 cc vaksin BCG disuntikan intrakutan pada regio deltoid kiri. Reaksi diamati tiap hari
selama 7 hari, ukuran maksimum dari reaksi yang timbul dicatat. Tes BCG dinyatakan
positif bila didapatkan :
 reaksi / indurasi 5 mm pada anak PEM
 reaksi / indurasi 8 mm pada gizi baik

Kerugian tes BCG :


 Tidak dapat diulang bila penderita tidak datang kontrol
 Pada penderita tidak dapat dikerjakan tes tuberkulin cara Mantoux

PENGELOLAAN PENDERITA DI BANGSAL

a. Tuberkulostatika.

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             36


Fase kemoterapi :
 Fase intensif : untuk menghancurkan populasi BTA yang membelah cepat
 Fase pemeliharaan : eliminasi sisa BTA yang “ dormant “

Untuk pengobatan jangka pendek diperlukan :


 Obat bakterisidal
 Obat yang membunuh “ persisters “ / mempunyai aktivitas sterilisasi (antara lain
RIF)

Paduan yang digunakan yaitu :


1. Fase intensif (tiap hari) : Rifampisin 15 mg / KgBB / hari, 1 bulan, dosis tunggal,
perut kosong. Dosis maksimal 450 mg. INH 20 mg / KgBB / hari dosis tunggal,
dosis maksimal 400 mg. Diberikan selama 18 bulan.
2. Fase pemeliharaan, 2 kali seminggu : Rifampisin 25 mg / KgBB selama 5 bulan.
Pada komplikasi tuberkulosis primer dapat ditambahkan : Streptomisin 30-50
mg/KgBB/hari secara intramuskuler, dosis maksimal 750 mg selama 1-3 bulan.
Bila ada kenaikan SGOT dan SGPT 5 kali normal, sebaiknya Rifampisin dihentikan,
diberikan Etambutol 15-25 mg/KgBB/hari dosis tunggal, selama 6 bulan.

b. Kortikosteroid :
Obat ini diberikna sebagai anti flogistik dan ajuvans. Indikasi pemberian kortikosteroid
adalah :
 Meningitis tuberkulosa
 Tuberkulosis milier
 Penyebaran bronkogen
 Pleuritis tuberkulosa
 Proses tuberkulosis berat dan keadaan umum jelek.
Yang dipakai adalah prednison dengan dosis :
 Umur 0 - 2 tahun 2 mg /kgBB/hari
 Umur 2 - 10 tahun 1,5 mg / kgBB / hari
 Lebih 10 tahun 1 mg/kgBB/hari
Selama 4 minggu kemudian “ tappering off “ sampai dengan 12 minggu.

c. Suportif.
Istirahat di tempat tidur pada penderita yang masih demam, bila telah mulai bebas
demam dimulai aktifitas normal secara bertahap. Dietetik berupa makanan cukup kalori
dan protein disesuiakan dengan umur dan status gizi penderita. Roboransia diberikan
setiap hari.

d. Pembedahan.

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             37


Indikasi pembedahan bila secara radiologis didapat kalsifikasi yang luas dengan daerah yang
obstruktif atelektasis yang luas dan menetap, bronkiektasis yang luas, dengan mengingat
fungsi faal paru minimal 50 % dan keadaan umum. Tujuan pembedahan pada pokoknya
menghilangkan proses aktif yang dengan kemoterpi tidak memberikan hasil yang
memuaskan.

e. Rehabilitasi Medik.
Pengobatan ini bertujuan untuk mengembalikan fungsi sebelum sakit antara lain dengan
postural drainage, melemaskan dan melatih otot pernapasan dan mencegah skoliosis
pada penderita tuberkulosis paru. Pada penderita meningitis tuberkulosis, untuk
mencegah kontraktur dan atrofi inaktifitas.

TINDAK LANJUT DI RUANGAN.

a. Pengawasan terhadap respons pengobatan.


Diperhatikan perbaikan klinik, tanda-tanda vital, aktifitas, nafsu makan dan kenaikan berat
badan. Bila ada proses tuberkulosa ekstra torakal diamati perbaikan yang terjadi.
b. Pengawasan terhadap komplikasi.
Pada anak yang berbaring lama dapat terjadi pneumoni hipostatik, dekubitus, kontraktur,
atrofi inaktifitas, skoliosis dan gangguan neurologik.
c. Pengawasan terhadap efek samping obat.
Neuritis perifer, gangguan nervus VIII, gangguan penglihatan, gejala hepatotoksik
karena INH dan Rifampisin dan gejala pada mata karena etambutol.
d. Pengamatan terhadap perbaikan gambaran laboratorium darah, diperiksa ulangan darah
rutin, laju endap darah dan pemeriksaan kimia darah atas indikasi.
e. Pengamatan terhadap perbaikan radiologik. Dilakukan pemeriksaan ulangan X foto
toraks pada kasus yang mendapat streptomisin setiap hari setelah mendapat 30 x
suntikan. Bila belum terdapat perbaikan pengobatan dilanjutkan dengan streptomisin
seperti jadwal pengobatan semula. Bila ada perbaikan maka pengobatan streptomisin
diberikan 2 kali seminggu, kemudian dilakukan ulangan X foto toraks sampai ada
perbaikan.
f. Pada penderita meningitis tuberkulosa. Ulangan lumbal fungsi setiap 2 minggu bila
belum ada perbaikan nyata, kemudian tiap 3 bulan atas indikasi.

g. Konsultasi bagian lain.


 Bagian PRU :
Untuk mendapatkan rencana dan jadwal tetap dari fisioterapi disamping
membicarakan dan memecahkan masalah yang ada.
 Bagian Mata :
Untuk mengetahui perjalanan penyakit atau komplikasi berupa peninggian tekanan
intrakranial atau komplikasi lain yang mungkin terjadi. Pada kasus yang mendapat
Etambutol secara teratur dilihat ada tidaknya efek samping obat pada syaraf mata,
dll.

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             38


 Bagian Neurologi Anak :
Untuk mengetahui dan mengelola kelainan neurologik yang terjadi, disamping
kemungkinan pemeriksaan EEG.
 Bagian Bedah :
Kasus tuberkulosis tulang dikelola bersama dengan bagian bedah, bila proses
tuberkulosis sudah tenang dapat dilakukan koreksi pembedahan ( orthopedik )
 Bagian Fisiologi :
Untuk menilai faal paru dan perkembangannya.
 Bagian Psikologi :
Untuk mengetahui gangguan psikologis ( bila ada )

PENDIDIKAN KESEHATAN.

Kepada setiap orang tua penderita diberikan penjelasan mengenai : diagnosis dan prosedur
diagnosis, pengobatan dan perlunya pengobatan yang teratur, perlunya mencari kontak dan
sumber infeksi, prognosis, pencegahan penyakit dan cara penularan penyakit. Orang tua
disertakan di dalam program PRU bagi anaknya, selain untuk mengetahui latihan yang
dikerjakan, juga untuk mendapat nasehat mengenai : apa yang harus dikerjakan di rumah,
berapa kali latihan yang harus dikerjakan setiap hari, mengapa hal itu harus dikerjakan,
pentingnya dipelihara hubungan yang terus menerus dengan PRU. Orang tua yang anaknya
akan dipulangkan, disiapkan untuk mengelola penderita, ditekankan pentingnya kontrol dan
pengobatan teratur. Pada penderita meningitis maka orang tua diberi penjelasan tentang cara
pemberian obat, makanan, pencegahan komplikasi penderita yang berbaring lama,
pengawasan miksi dan defekasi. Kunjungan rumah dikerjakan pada kasus tertentu untuk
mengetahui apakah pengobatan teratur tetap dijalankan (sesudah penderita dipulangkan).

MENCARI SUMBER INFEKSI.

Kepada setiap anggota keluarga penderita dilakukan pemeriksaan untuk mencari sumber
atau kontak dan menjamin berhasilnya pengobatan. Anggota keluarga yang berumur lebih
dari 14 tahun diberi surat pengantar ke BP4 / Poliklinik Penyakit Dalam, sedangkan anggota
keluarga yang berumur kurang dari 14 tahun dianjurkan periksa ke Poliklinik Anak.

PEMULANGAN PENDERITA.

Penderita pulang, bilang secara klinis ada perbaikan baik pemeriksaan fisik, laboratorik, x
foto toraks, di samping kesanggupan orang tua untuk mengelola penderita secara berobat

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             39


jalan. Diberikan pengertian untuk kontrol teraturdi poliklinik paru anak atau tempat rujukan,
dicegah agar penderita tidak menjadi “ defaulter “.

RUJUKAN.

Waktu penderita pulang, dirujuk ke Poliklinik Paru Anak atau ke Puskesmas terdekat untuk
melanjutkan pengobatan secara teratur. Penderita yang melanjutkan program fisioterapi ke
PRU dengan teratur dan tarif serendah mungkin, disesuaikan dengan tarif pengobatan
poliklinik. Jadi tetap diusahakan kerja sama dengan PRU.

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             40


PENYAKIT PARU KRONIK

ASMA BRONKIALE

DEFINISI STATUS ASMATIKUS :

Suatu serangan asma yang hebat yang tidak ada perbaikan setelah pemberian adrenalin yang
adekuat dua kali berturut-turut dengan interval 15 menit.

INDIKASI PERAWATAN :

 Status asmatikus.

DASAR DIAGNOSIS :

 Anamnesis : riwayat penyakit penderita / keluarga


 Klinis : Batuk, sesak napas hebat sampai sianosis, dada emfisematous dan adanya
“wheezing”. Bila terjadi CPSA maka frekuensi pernapasan lebih dari 60
kali per menit, frekuensi nadi lebih dari 160 kali per menit disertai
pembesaran hati dengan tepi tumpul.
 Laboratorium :
 Darah : eosinofilia.
 Sputum : pada anak yang besar dapat ditemukan adanya spiral Crushman dan
kristal Charcot Leiden.
 Pemeriksaan yang perlu dilakukan :
Elektrolit, ureum darah, hemoglobin, hematokrit, hitung jenis, laju endap darah, analisa
gas darah yang dapat diulang setiap 6 jam dan x foto toraks.
 Pengobatan :
 Oksigen :
Oksigen diberikan dengan kelembaban tinggi, konsentrasi 3-5 liter/menit ( kateter
hidung / kanula ) untuk memperbaiki hipoksemia dan mempertahankan Pa O 2 = 70
mmHg.
 Hidrasi :
Infus pemeliharaan ( 200 ml / Kg.BB / Hari ) dengan glukose 5 % atau cairan 2 A bila
ada dehidrasi. Tujuan memperbaiki keadaan dehidrasi akibat hiperventilasi,
mengencerkan sekret dan memasukkan obat-obatan intra vena.
 Aminofilin :
Dosis 4-6 mg/KgBB bolus dilarutkan dalam Dekstrose 5 % atau NaCl fisiologis (10-15
menit) intra vena dilanjutkan dengan 12 mg/KgBB/hari/drip.

 Kortikosteroid :

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             41


Deksametason 1-2 mg/KgBB/hari intra vena
 Bikarbonas Natrikus :
Bila ada tanda-tanda metabolik asidosis yaitu bila pH kurang dari 7,3 dan basa ekses
lebih dari 5 mg/l. Dosis=0,3 x berat badan x BE.

 Hal-hal yang perlu diperhatikan :


 Konsultasi dengan bagian faal ( tes faal paru )
 Konsultasi dengan bagian PRU ( fisioterapi )
 Konsultasi dengan bagian Anestesi bila terjadi kegagalan pernafasan dan perlu
perawatan intensif / ICU.

 Kriteria dirawat di ICU anak :


 Inspirasi sangat menggagap
 Suara pernapasan hampir tidak terdengar
 Gerakan dada berkurang
 Gangguan kesadaran
 Sianosis meskipun oksigen 40 % telah diberikan selama 10 menit.
 Pulsus paradoksus dengan takikardi
 Dengan pengobatan konservatif terjadi kenaikan PaCO2 lebih dari 55 mmHg.
 Gagal dengan pengobatan yang telah diberikan dimana penderita dalam keadaan
prekoma.

BRONKIEKTASIS

Diagnosis ditegaskan atas dasar :

 Gejala klinis :
Batuk kronik, berulang, produktif, spuntum kuning kehijauan, kadang-kadang disertai
panas, batuk darah, jari jari tabuh.
 X foto toraks : Gambaran sarang lebah.
 Bronkografi / bronkoskopi.

Hal hal lain yang perlu dilakukan :


 Konsultasi dengan bagian faal, THT, Bedah, PRU.
 Pengobatan :
 Umum :
Memberantas infeksi
Mencegah terjadinya atelektatis sedini mungkin
Menghilangkan benda asing yang masuk kedalam bronkus atau sumbatan bronkus.

 Konservatif :
Hanya bersifat paliatif, mengurangi gejala atau keluhan.
Memberantas infeksi

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             42


Membersihkan jalan napas.
Mengisap lendir / sekret bronkus
Postural drainage
Fisioterapi
Memberantas latar belakang alergi dll
 Konsultasi bagian bedah bila ada indikasi sbb :
Kerusakan hebat dan ireversibel
Pengobatan konservatif tidak memberikan hasil yang memuaskan
Kuman ressten terhadap semua pengobatan dengan infeksi yang terlokalisir.
Sumbatan bronkus oleh tumor
Hemoptisis yang hebat.

Protap Anak RSUD KH.Daud Arif . Kab. Tanjab Barat                             43

Anda mungkin juga menyukai