Disusun Oleh :
SMAN 2 KOTABARU
SISTEM DAN STRUKTUR POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA MASA DEMOKRASI
PARLEMENTER ( 1950 – 1959 )
Pasca kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, Indonesia berusaha mencari sistem
pemerintahan yang dirasakan sesuai dengan kehidupan berbangsa Indonesia.
Pada saat itu baik sebelum atau sesudah kemerdekaan, terdapat usul mengenai sistem negara
yang dipergunakan, anatara lain: Federasi, Monarki, Republik-Parlementer, dan Republik-
Presidensil. Pada bulan Oktober 1945, Wakil Presiden Mohammad Hatta mengeluarkan
Maklumat Wakil Presiden No.X bulan Oktober 1945, yang menyatakan bahwa Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP) sebelum terbentuknya MPR/DPR melakukan tugas legisltif. Dengan
demikian KNIP dari lembaga pembantu presiden menjadi lembaga yang sederajat dengan
lembaga kepresidenan. Kemudian KNIP yang dipimpin Sutan Sjahrir berhasil mendorong
Pemerintah yaitu, Wakil Presiden Hatta untuk mengeluarkan Maklumat Pemerintah 13
Novermber 1945 tentang pendirian partai-partai politik dan Maklumat Pemerintah 14 Novermber
1945 tentang pemberlakuan Kabinet Parlementer. Dengan maklumat tersebut Indonesia
menjalankan sistem parlementer dalam menjalankan pemerintahan. Presiden hanya sebagai
kepala negara dan simbol, sedangkan urusan pemerintahan diserahkan kepada perdana menteri.
Sjahrir terpilih menjadi Perdana Menteri Indonesia pertama.
1. Sistem Pemerintahan
2. Sistem Kepartaian
Sistem kepartaian yang dianut pada masa demokrasi liberal adalah multi
partai. Pembentukan partai politik ini menurut Mohammad Hatta agar
memudahkan dalam mengontrol perjuangan lebih lanjut. Hatta juga
menyebutkan bahwa pembentukan partai politik ini bertujuan untuk mudah
dapat mengukur kekuatan perjuangan kita dan untuk mempermudah meminta
tanggung jawab kepada pemimpin-pemimpin barisan perjuangan. Walaupun
pada kenyataannya partai-partai politik tersebut cenderung untuk
memperjuangkan kepentingan golongan dari pada kepentingan nasional. Partai-
partai politik yang ada saling bersaing, saling mencari kesalahan dan saling
menjatuhkan. Partai-partai politik yang tidak memegang jabatan dalam kabinet
dan tidak memegang peranan penting dalam parlemen sering melakukan oposisi
yang kurang sehat dan berusaha menjatuhkan partai politik yang memerintah.
Hal inilah yang menyebabkan pada era ini sering terjadi pergantian kabinet,
kabinet tidak berumur panjang sehingga program-programnya tidak bias
berjalan sebagaimana mestinya yang menyebabkan terjadinya instabilitas
nasional baik di bidang politik, sosial ekonomi dan keamanan.
Dalam proses pemilihan umum 1955 terdapat 100 partai besar dan kecil yang
mengajukan calon-calonnya untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan 82
partai besar dan kecil untuk Dewan Konstituante. Selain itu masih ada 86
organisasi dan perseorangan akan ikut dalam pemilihan umum. Dalam
pendaftaran pemilihan tidak kurang dari 60% penduduk Indonesia yang
mendaftarkan namanya (kurang lebih 78 juta), angka yang cukup tinggi yang ikut
dalam pesta demokrasi yang pertama. (Feith, 1999)
PNI 57 : kursi
Masyumi : 57 kursi
Nahdatul Ulama : 45 kursi
PKI : 39 kursi
Pemilihan Umum 1955 selain memilih anggota DPR juga memilih anggota Dewan
Konstituate. Pemilihan Umum anggota Dewan Konstituante dilaksanakan pada
15 Desember 1955. Dewan Konstituante bertugas untuk membuat Undang-
undang Dasar yang tetap, untuk menggantikan UUD Sementara 1950. Hal ini
sesuai dengan ketetapan yang tercantum dalam pasal 134 UUD Sementara 1950
yang berbunyi, “Konstituante (Sidang Pembuat Undang-undang Dasar) bersama-
sama pemerintah selekaslekasnya menetapkan Undang-undang Dasar Republik
Indonesia yang akan menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara ini”.
Namun usul Indonesia ini tidak diterima oleh Pemerintah Belanda, sehingga
pemerintah Indonesia secara sepihak melaksanakan rancangan fineknya
dengan membubarkan Uni Indonesia-Belanda pada tanggal 13 Febuari 1956
dengan tujuan melepaskan diri dari ikatan ekonomi dengan Belanda.