Pelestarian Bangunan Gereja Blenduk Gpib Immanuel Semarang PDF
Pelestarian Bangunan Gereja Blenduk Gpib Immanuel Semarang PDF
ABSTRAK
Kota Semarang merupakan kota pelabuhan yang memiliki sejarah pembangunan yang dirancang
dengan baik oleh pemerintahan Kolonial Belanda. Pembangunan tersebut antara lain, membangun
kanal dan bangunan publik yang menyerupai gaya bangunan yang ada di Belanda. GPIB
Immanuel Semarang merupakan landmark Kawasan Kota Lama Semarang yang mengadopsi gaya
arsitektur Abad Pertengahan (Medieval Architecture) dan Indische Emphire. Gereja dikenal juga
dengan nama Gereja Blenduk karena memiliki struktur atap berbentuk kubah yang masih memiliki
keaslian sejak pembangunan pertama kali. Denah gereja memiliki bentuk menyerupai salib dan
berbentuk dasar segi delapan. Tujuan studi untuk mengetahui arahan fisik pelestarian pada
bangunan Gereja Blenduk. Studi dilakukan dengan menggunakan tiga metode, yaitu metode
deskriptif analisis, evaluatif dan developmen. Hasil studi menunjukkan terdapat elemen yang masih
baik dan dapat dipertahan, namun memerlukan perawatan. Arahan pelestarian diklasifikasikan
berdasarkan tiga tingkatan potensial, yaitu potensial tinggi, sedang dan rendah.
Kata kunci: pelestarian bangunan tua, GPIB Immanuel Semarang, Gereja Blenduk
ABSTRACT
Semarang city is a port city that has a history of development that is designed by the Dutch colonial
government. The development among others is to build canals and public buildings resembling the
style of existing buildings in Netherlands. GPIB Immanuel Semarang is a church that became
landmark of Semarang Old Town area who adopts the architectural style of the middle Ages and
Indische Emphire. The Church is also known as the Gereja Blenduk because it has a dome-shaped
roof structure which still has a genuine first time since construction. Plan of the church has a shape
resembling a cross and octagon-shaped base. Research studies using three methods, there are
analysis descriptive methods, evaluative and development. Studies indicate there are elements that
still good and can be maintained, but it requires maintenance. Preservation directives are classified
according to three levels potential, there are high, medium dan low potential.
Keywords: preservation of old building, GPIB Immanuel Semarang, Gereja Blenduk
Metode Penelitian
Studi dilakukan dengan cara observasi lapangan, wawancara dan penggambaran
ulang. Alat yang digunakan dalam melakukan pengukuran berupa laser meter, meteran
dan tali tampar. Digunakan metode analisis data dengan pendekatan metode deskriptif
analisis, evaluatif dan developmen.
Metode deskriptif analisis digunakan untuk menjelaskan data terkait dengan kondisi
objek studi saat dilakukan survey lapangan. Studi ini mengacu pada pelestarian
bangunan, sehingga variable studi terdiri atas karakter spasial, karakter visual dan
karakter struktural. (Tabel 1)
Metode yang terakhir adalah developmen yang dilakukan untuk menentukan arahan
dalam upaya melakukan konservasi bangunan untuk membandingkan data dengan
kriteria atau standar yang sudah ditetapkan saat penyusunan studi. Arahan tindakan
pelestarian digunakan sebagai penentu batasan perubahan fisik yang diperbolehkan bagi
tiap-tiap elemen bangunan. Hasil penilaian makna kultural bangunan menjadi acuan
dalam penggolongan strategi pelestarian. (Tabel 4)
Data fisik bangunan Gereja Blenduk berupa site plan, layout plan, denah, tampak
dan potongan bangunan. Bangunan Gereja Blenduk berada pada Jalan Letjen Suprapto
no. 32 dan berada tepat didepan Jalan Suari. Peletakan bangunan Gereja tidak
mengalami perubahan. (Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4)
.
Gambar 2. Bangunan Gereja Blenduk (GPIB Immanuel) Semarang
Lantai dua memanfaatkan ruang yang terjadi antara kolom dan dinding ruang
ibadah. Sistem yang digunakan adalah mezzanine yang berada pada lingkup ruang
ibadah, sehingga menciptakan hubungan ruang dalam ruang. Pemanfaatan ruang pada
lantai dua diletakkan pada sisi Utara, Timur dan Selatan. Organisasi ruang yang ada pada
lantai dua merupakan organisasi grid karena memiliki bentuk yang teratur. Bukaan pada
ruang ibadah terdapat pada tiap arah mata angin yang menyebar, sehingga dapat
mengurangi kekhusyuan saat ibadah. Untuk menjaga fokus jemaat, maka peletakan
perabot diatur memusat pada mimbar yang diletakkan pada sisi Barat bangunan. Jendela
yang diletakkan 1,65 m di atas lantai juga dapat menghalangi pandangan, sehingga
menambah fokus saat ibadah.
b. Gaya bangunan
Gereja Blenduk dibangun pada massa arsitektur neoklasik yang memiliki
persamaan dengan bangunan Eropa pada abad ke-17-18 M. Pada interior gereja
ditemukan beberapa pengaruh budaya Indis yang juga berkembang pada abad yang
sama (Wardani & Triyulianti 2011). Budaya Indis merupakan adaptasi gaya Kolonial
dengan budaya dan iklim yang ada di Jawa.
Gaya arsitektural yang ada pada bangunan gereja pada umumnya merupakan gaya
bangunan yang berkembang pada Arsitektur Abad Pertengahan (Medieval Architecture).
Pengaplikasian yang terdapat pada bangunan Gereja Blenduk terdapat pada atap dengan
bentuk kubah dan menggunakan pelapis timah, dua buah menara pada bagian depan
bangunan, jendela dan gang-gang arcade berbentuk setengah busur lingkaran, denah
bangunan berbentuk salib dan ruang utama berbentuk segi delapan, dan penerapan motif
pada jendela. Ciri bangunan memiliki kesamaan pada era arsitektur Byzantium, arsitektur
Romasque dan arsitektur Gothik yang terdapat pada abad kebangkitan religi (Middle
Age). ( Gambar 9)
Gambar 10. Tampak Selatan Gereja Blenduk Gambar 11.Tampak Utara Gereja Blenduk
Gambar 12Tampak Timur Gereja Blenduk Gambar 13Tampak Barat Gereja Blenduk
• Atap
Terdapat tiga jenis atap pada bangunan Gereja Blenduk. Atap pelana terdapat pada
transep dan lonceng, atap kubah dan atap dak beton. atap kubah mengalami perubahan
dengan menambahkan hiasan puncak, sedangkan atap yang lain tidak mengalami
perubahan. Material atap pelana dan atap kubah menggunakan campuran asbes yang
dilapisi unsur logam dan dicat dengan warna merah. Atap dak beton menaungi aisle dan
Atap Kubah
Atap Pelana
• Dinding
Dinding eksterior bangunan Gereja Blenduk didominasi warna putih dan memiliki
ornamen dengan garis vertikal dan horizontal yang hampir sama banyaknya. Bila dilihat
dari arah Selatan bangunan, maka akan terlihat bangunan didominasi oleh elemen
vertikal. Jika dilihat dari arah yang berbeda maka akan terlihat dominasi elemen
horizontal. Dinding memiliki keterawatan yang baik, namun terjadi beberapa kerusakan
akibat cuaca dan polusi seperti pelupasan dinding dan dinding yang ditumbuhi oleh
tanaman. (Gambar 15)
• Pintu
Terdapat empat jenis pintu eksterior pada Gereja Blenduk. Pintu utama terletak
pada sisi Selatan sebagai pintu utama, terdapat hiasan kaca patri berbentuk setengah
lingkaran pada bagian atas khas arsitektur Ghotik. Ornamen pada bagian luar memiliki
bentuk semanggi (kaver blad) sebagai simbol agama Nasrani dan berlian ornamen khas
Jawa (Wardani & Triyulianti, 2011). Pintu transep memiliki bentuk seperti pintu utama,
namun hanya memiliki dua daun pintu dan hiasan kaca patri lebih sederhana. Pintu
menara memiliki bentuk sederhana hanya memiliki perbedaan pada besar kusen pintu.
(Gambar 16)
• Jendela
Jendela pada ruang ibadah dan transep memiliki bahan kaca patri sedangkan pada
menara dan hiasan puncak berbentuk krepyak dan berbahan kayu. Perbedaan tersebut
dapat dilihat berdasarkan tahun pembuatannya, menara dan hiasan puncak baru
ditambahkan pada tahun 1894 saat berkembangnya gaya Indis. Jendela J1 dan J2
memiliki detail ornamen dengan bentuk dasar segi delapan yang disesuaikan dengan
bentuk dasar bangunan. Jendela memiliki bentuk lengkung khas arsitektur Romanesque.
Jendela J4 merupakan jenis jendela berbentuk bunga mawar khas arsitektur Gothik.
Jendela J7 merupakan jendela dengan kaca patri yang memiliki bentuk yang sederhana
karena ditempatkan pada bagian atas ruang ibadah sebagai cross ventilation. Jendela J3,
J5, J6 dan J8 merupakan jendela krepyak yang memiliki bingkai (Tympanum) sehingga
memberi kesan besar pada jendela. (Gambar 17)
J1 J2 J3 J4
J5 J6 J7 J8
• Kolom
Kolom eksterior terletak pada sisi Selatan bangunan sebagai penanda pintu masuk
utama bangunan. Kolom yang berada pada bagian bagian depan berbentuk lingkaran dan
semakin mengecil pada bagian atas. Kolom tersebut merupakan kolom Yunani dengan
bagain atas kolom Tuscan (The Greek Doric) yang terdiri dari Cymantium, Corona,
Abacus, dan Necking. Kolom yang kedua memiliki bentuk tidak beraturan. Kolom-kolom
tersebut menyangga gevel pada entrance utama bangunan Gereja Blenduk. (Gambar 18)
K1 K2
• Gevel
Gevel pada bangunan Gereja Blenduk berada pada sisi Selatan. Aplikasi gevel
terdiri dari pediment dan entablature. Ornamen pada gevel berupa kaca patri dengan
bentuk bunga Mawar, penonjolan-penonjolan menggunakan plesteran, simbol salib dan
• Dinding interior
Dinding interior memiliki dominasi warna putih dengan tebal 66-77cm. Dinding pada
ruang ibadah dan gang-gang antara dinding dan kolom memiliki bentuk lengkung sebagai
ciri khas arsitektur Romanesque. Ornamen berbentuk horizontal terdapat pada ruang
ibadah karena memiliki fungsi ruang utama. (Gambar 20)
• Pintu
Jenis pintu pada interior bangunan memiliki bentuk yang lebih sederhana bila
dibandingkan dengan pintu eksterior. Pintu interior berwarna coklat dan masih memiliki
warna yang baik. Pintu P7 merupakan pintu berbahan plastik yang erupakan jenis pintu
yang baru. (Gambar 21)
P5 P6 P7 P8
• Kolom
Kolom interior terdapat delapan buah dan digunakan sebagai penyangga utama
atap kubah yang berada tepat di ruang ibadah. Pada bagian atas kolom terdapat ornamen
berupa sulur. Pilar kolom berwarna putih dan ornamen menggunakan warna emas.
Hiasan kolom memiliki kesan mewah dan megah, sehingga dapat disimpulkan bahwa
kolom tersebut merupakan pilar Yunani jenis Corinthian. (Gambar 22)
• Plafon
Jenis plafon PL1, PL2 dan PL4 memiliki kesamaan pada bentuk geometri. Ruang
ibadah memiliki bentuk plafon yang mengikuti bentuk atap kubah, sehingga memiliki ksan
monumental. Plafon PL5 menggunakan bahan cord an PL6 menggunakan bahan gypsum
karena merupakan ruang tambahan. (Gambar 24)
PL 1 PL 2 PL 3
PL 4 PL 5 PL6
Kesimpulan
Denah banggunan Gereja Blenduk berbentuk salib Yunani dan memiliki sisi yang
simetris. Karakter spasial gereja berpusat pada ruang ibadah, sehingga denah Gereja
Blenduk bersifat radial. Massa bangunan terdiri dari menara dan ruang ibadah, perbedaan
tersebut terlihat dari bentuk dasar ruang dan penutup atap. Karakter visual gereja
mengadopsi gaya arsitektur Abad Pertengahan (Medieval Architecture) dengan
kebangkitan religi yang didominasi oleh era Byzantium dan mengaplikasikan arsitektur
Indis sebagai penyesuaian bangunan terhadap iklim dan budaya. Atap berbentuk kubah
merupakan karakter struktural bangunan yang utama karena merupakan daya tarik
bangunan yang menggunakan bahan besi. Struktur dan material atap memiliki ketahanan
yang baik karena belum dilakukan penggantian bahan. Karakter spasial pada bangunan
yang memiliki potensial tinggi, antara lain orientasi bangunan, fungsi ruang, hubungan
ruang, organisasi ruang, sirkulasi ruang dan orientasi ruang, bentuk trimatra siluet
bangunan, gaya bangunan, atap kubah, atap menara, dinding eksterior, pintu (P1 dan
P2), jendela (J1, J2, J3, J5, J6, J7 dan J8), kolom , dinding interior menara, dinding ruang
ibadah dan ruang majelis, kolom (K1, K2 dan kolom interior), motif lantai (ML1 dan ML3)
dan jenis plafon (PL1, PL2, PL3, PL4 dan PL5). Elemen dengan potensial tinggi memiliki
bentuk asli yang masih baik dalam penggunaan dan perawatan, sehingga dapat dilakukan
tindakan preservasi untuk pencegahan penggantian bahan. Elemen yang memiliki
kerusakan namun memiliki potensi yang tinggi dilakukan tindakan konservasi dengan
melakukan perbaikan bagian yang rusak sesuai aslinya. Elemen dengan potensial sedang
adalah atap pelana, pintu (P3 dan P4), jendela J4, dinding interior (transep, konsistori,
dan ruang orgel), pintu (P5, P6, P7 dan P9), dan motif lantai ML7. Potensial sedang
dilakukan tindakan konservasi untuk memperbaiki elemen bangunan yang pengalami
kerusakan. Pada elemen yang masih mengalami kerusakan dan belum diperbaiki
dilakukan tindakan rehabilitasi. Elemen dengan potensial rendah, yaitu dinding toilet, pintu
P8, motif lantai (ML2, ML4, ML5 dan ML6) dan jenis plafon PL6. Pada potensial rendah
dilakukan tindakan rehabilitasi karena masih memiliki bentuk asli dan terawat. Pada kasus
ML4 dilakukan rekonstruksi untuk dikembalikan ke bentuk asli karena masih dapat
ditelusuri jenisnya.
Daftar Pustaka
Antariksa. 2012. Makna Kultural Bangunan dan Strategi
Pelestarian. http://www.academia.edu/7761399/Makna_Kultural_Bangunan_dan_Str
ategi_pelestarian (Diakses 5 Oktober 2015)
Hastijanti, R. 2008. Analisis Penilaian Bangunan Cagar
Budaya. https://saujana17.wordpress.com/2010/04/23/analisis-penilaian-bangunan-
cagar-budaya/ (diakses 5 Oktober 2015)
Mangunwijaya. 2009. Wastu Citra. Jakarta: PT. Gramedia
Noname. Tt. Sekilas Blenduk, leaflet diterbitkan oleh pengurus GPIB Immanuel
Semarang.
Nurmala. 2003. Panduan Pelestarian Bangunan Bersejarah di Kawasan Pecinan-Pasar
Baru Bandung. Tesis. Tidak dipublikasikan. Bandung: ITB
Wardani, L.K. & Leona. T. 2011. Pengaruh Budaya Indis pada Interior Gereja Protestan
Indonesia Barat Imanuel Semarang.