Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sindroma nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh

peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma yang ditandai

dengan edema anasarka, proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia,

dan lipiduria (Prodjosudjadi, 2007). Penyebab primer sindrom nefrotik biasanya

digambarkan oleh histologi, yaitu sindroma nefrotik kelainan minimal (SNKM)

yang merupakan penyebab paling umum dari sindrom nefrotik pada anak dengan

umur rata-rata 2,5 tahun. Meskipun sindrom nefrotik dapat menyerang siapa saja

namun penyakit ini banyak ditemukan pada anak- anak usia 1 sampai 5 tahun.

Selain itu kecenderungan penyakit ini menyerang anak laki-laki dua kali lebih besar

dibandingkan anak perempuan (Gunawan, 2006).

Angka kejadian SN pada anak tidak diketaui pasti, namun laporan dari luar

negeri diperkirakan pada anak usia dibawah 16 tahun berkisar antara 2 sampai 7

kasus per tahun pada setiap 100.000 anak (Pardede, 2002). Menurut Raja Syeh

angka kejadian kasus sindroma nefrotik di Asia tercatat 2 kasus setiap 10.000

penduduk (Republika, 2005). Sedangkan kejadian di Indonesia pada sindroma

nefrotik mencapai 6 kasus pertahun dari 100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun

(Alatas, 2002). Untuk kejadian di Jawa Tengah sendiri mencapai 4 kasus terhitung

mulai dari tahun 2006. (Israr, 2008) Sifat khusus dari penyakit sindrom nefrotik

adalah sering kambuh, sering gagalnya pengobatan dan timbulnya penyulit, baik

akibat dari penyulitnya sendiri maupun oleh karena pengobatannya. Penyulit yang

1
sering terjadi pada sindrom nefrotik adalah infeksi, trombosis, gagal ginjal akut,

malnutrisi, gangguan pertumbuhan, hiperlipidemia dan anemia. Infeksi merupakan

penyulit yang mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang bermakna. Bentuk

infeksi yang sering dijumpai pada sindrom nefrotik adalah peritonitis, infeksi

saluran kemih, dan sepsis. Obat-obat yang digunakan untuk terapi penyakit ini pada

umumnya sangat toksik seperti kortikosteroid dan imunosupresant. Pemakaian

kortikosteroid dosis tinggi dalam waktu yang lama dapat menekan sistem imun

(imunocompromised) dan menimbulkan berbagai efek samping yang merugikan

seperti munculnya infeksi sekunder. Infeksi yang tidak ditangani sebagaimana

mestinya akan mengakibatkan kekambuhan dan resisten terhadap steroid (Arcana,

2000). Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi

berdasakan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari

dan responnya terhadap pengobatan. Namun sejak diperkenalkannya kortikosteroid,

mortalitas keseluruhan sindrom nefrotik telah menurun drastis dari lebih dari 50%

menjadi sekitar 2-5%. (Wirya, 2002) Angka kejadian sindroma nefrotik ini memang

tergolong jarang, namun penyakit ini perlu diwaspadai terutama pada anak-anak,

karena jika tidak segera diatasi akan mengganggu sistem urinaria dan akan

menggangu perkembangan lebih lanjut anak tersebut.

2
B. Batasan Masalah

Laporan ini membatasi hanya pada kesehatan Tn. S dengan diagnosa medis

Sindroma nefrotik melalui proses keperawatan.

C. Tujuan Umum

Untuk memaparkan hasil asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien

dengan diagnosa medis Sindroma nefrotik yang dirawat di Rumah Sakit

UlinBanjarmasin melalui proses keperawatan.

D. Tujuan Khusus

Sesuai dengan tujuan umum diatas, maka tujuan khusus dari laporan ini

memaparkan:

1. Proses pengkajian keperawatan

2. Proses penentuan diagnosa keperawatan

3. Proses penyusunan perencanaan intervensi keperawatan .

4. Proses implementasi yang tepat bagi klien.

5. Proses evaluasi dari asuhan keperawatan yang diberikan.

6. Proses pendokumentasian seluruh kegiatan menjadi suatu laporan asuhan

keperawatan pada klien Sindroma nefrotik.

E. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Mengembangkan pengetahuan berkaitan dengan peningkatan pemahaman

penderita Sindroma nefrotik dalam mencegah terjadinya komplikasi guna

menunjang tingkat kesehatan yang lebih baik.

3
2. Manfaat Praktis

a. Klien dan keluarga

Bagi klien agar mendapatkan perawatan yang berkualitas sesuai dengan standar

asuhan keperawatan, kususnya asuhan keperawatan klien Sindroma nefrotik.

Bagi keluarga selain mendapatkan bantuan dalam perawatan klien, keluarga

dapat pengetahuan tentang penyakit Sindroma nefrotik dan cara

pencegahannya.

b. Mahasiswa

Mahasiswa dapat mempelajari lebih dalam mengenai penyakit dan

penatalaksanaannya, baik penatalaksanaan dalam asuhan keperawatan maupun

medis secara teori dan praktik.

c. Bagi Pelayanan Kesehatan

Perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang

keperawatan yang holistic dan untuk dapat memberikan promosi kesehatan

tentang pencegahan terjadinya Sindroma nefrotik dan perawatan Sindroma

nefrotik

4
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi dan Fisiologi

(Panahi, 2010)

5
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses

penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh

tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang

tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air

kemih) (Speakman, 2008). Susunan sistem perkemihan terdiri dari: a) dua ginjal

(ren) yang menghasilkan urin, b) dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke

vesika urinaria (kandung kemih), c) satu vesika urinaria tempat urin dikumpulkan,

dan d) satu uretra urin dikeluarkan dari vesika urinaria (Panahi, 2010).

1. Ginjal (Ren)

Ginjal terletak pada dinding posterior di belakang peritoneum pada kedua sisi

vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti

biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya

lobus hepatis dextra yang besar.

2. Fungsi ginjal

Fungsi ginjal adalah memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat

toksis atau racun, mempertahankan suasana keseimbangan cairan,

mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan

mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan

amoniak.

3. Fascia renalis

Fascia renalis terdiri dari: a) fascia (fascia renalis), b) jaringan lemak perirenal,

dan c) kapsula yang sebenarnya (kapsula fibrosa), meliputi dan melekat dengan

erat pada permukaan luar ginjal.

6
4. Stuktur ginjal

Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,

terdapat korteks renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, medulla

renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan

korteks. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut piramides renalis,

puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil

yang disebut papilla renalis (Panahi, 2010). Hilum adalah pinggir medial ginjal

berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe,

ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang

diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang

masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores.

Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional

ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari:

glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius

(Panahi, 2010).

5. Proses pembentukan urin

a. Proses filtrasi, di glomerulus.

Terjadi penyerapan darah yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali

protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri

dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke

tubulus ginjal. Cairan yang disaring disebut filtrat glomerulus.

b. Proses reabsorbsi

Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa,

sodium, klorida fosfat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara

7
pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. Sedangkan pada tubulus

distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan

tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya

dialirkan pada papilla renalis.

c. Proses sekresi

Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke

papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar (Rodrigues, 2008).

6. Pendarahan

Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang mempunyai

percabangan arteri renalis, arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis

bercabang menjadi arteri interlobularis kemudian menjadi arteri akuarta. Arteri

interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang manjadi arteriole aferen

glomerulus yang masuk ke gromerulus. Kapiler darah yang meninggalkan

gromerulus disebut arteriole eferen gromerulus yang kemudian menjadi vena

renalis masuk ke vena cava inferior (Barry, 201l).

7. Ureter

Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika

urinaria. Panjangnya ±25-34 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian

terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis.

Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang

mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.

Lapisan dinding ureter terdiri dari:

a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)

b. Lapisan tengah lapisan otot polos

8
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa

8. Vesika urinaria (kandung kemih)

Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti

buah pir (kendi). Letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul.

Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.

9. Uretra

Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang

berfungsi menyalurkan air kemih ke luar. Pada laki-laki panjangnya kira-kira

13,7-16,2 cm, terdiri dari:

a. Uretra pars prostatika

b. Uretra pars membranosa

c. Uretra pars spongiosa.

Uretra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm. sphincter uretra

terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan uretra disini

hanya sebagai saluran ekskresi (Panahi, 2010)

10. Urin.

Sifat fisis air kemih, terdiri dari:

a. Jumlah ekskresi dalam 24 jam ±1.500 cc tergantung dari pemasukan

(intake) cairan dan faktor lainnya.

b. Warna bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.

c. Warna kuning tergantung dari kepekatan, diet, obat-obatan dan sebagainya.

d. Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak.

e. Berat jenis 1,015-1,020.

9
f. Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung daripada diet

(sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein member reaksi asam).

Komposisi air kemih, terdiri dari:

a. Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.

b. Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea, amoniak dan

kreatinin.

c. Elektrolit natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fosfat dan sulfat.

d. Pigmen (bilirubin dan urobilin).

e. Toksin.

f. Hormon (Velho, 2013).

B. Tinjauan teoritis

1. Pengertian

Nefrotik sindrom adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injuri

glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria,

hipoproteinuria, hypoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema (Suriadi dan Rita

yuliani, 2006).

2. Etiologi

Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir

ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi

antigen-antibodi. Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi:

a. Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.

Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini

10
resisten terhadap semua pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan

adalah pencangkokan ginjal pada masa neonatus namun tidak berhasil.

Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan

pertama kehidupannya.

b. Sindrom nefrotik sekunder

Disebabkan oleh:

1) Malaria kuartana atau parasit lain.

2) Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura

anafilaktoid.

3) Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis.

4) Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,

sengatan lebah, racun oak, air raksa.

5) Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis

membranoproliferatif hipokomplementemik.

c. Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )

Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan

pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk membagi

dalam 4 golongan yaitu: kelainan minimal, nefropati membranosa,

glumerulonefritis proliferatif dan glomerulosklerosis fokal segmental.

Sedangkan menurut Arif Mansjoer (2007) penyebab dari sindroma

nefrotik adalah : glomerulonefritis kelainan minimal, glomerulonefritis membran

oproliferatif, glomerulonefritis pasca streptokok, glomerulonefritis primer,

glomerulonefritis sekunder, infeksi, keganasan, efek obat dan toksin.

11
3. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang muncul pada anak yang mengalami Sindrom

nefrotik adalah:

a. Oedem umum ( anasarka ), terutama jelas pada muka dan jaringan

periorbital.

b. Proteinuria dan albuminemia.

c. Hipoproteinemi dan albuminemia.

d. Hiperlipidemi khususnya hipercholedterolemi.

e. Lipid uria.

f. Mual, anoreksia, diare.

g. Anemia, klien mengalami edema paru.

4. Klasifikasi

Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:

a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic

syndrome).

Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia

sekolah. Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat

hampir normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.

b. Sindrom Nefrotik Sekunder

Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus

sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis,

bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.

12
c. Sindrom Nefrotik Kongenital

Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif

autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan

gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap

semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama

kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.

5. Patofisiologi

Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah

proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder.

Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler

glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilannya muatan

negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya

protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi

filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerolus

dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Husein A Latas, 2002 : 383).

Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang

terutama terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada

umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl.

Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi tetapi kemungkinan edema

terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler yang

memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh

karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial menyebabkan

edema yang diakibatkan pergeseran cairan. (Silvia A Price, 1995: 833).

13
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah

arteri menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga

mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan

menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan system rennin

angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan

mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan merangsang

peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan

merangsang pelepasan hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air

dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume plasma

tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan air yang direabsorbsi akan

memperberat edema. (Husein A Latas, 2002: 383).

Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone

akan mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol,

trigliserid, dan lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh

hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan

terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein

lipase plasma. Hal ini dapat menyebabkan arteriosclerosis. (Husein A Latas,

2002: 383)

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

1) Urine

Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine

kotor, sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin,

mioglobin, porfirin.

14
2) Darah

Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun.

Natrium biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat

sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis)

atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan

magnesium meningkat.

b. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.

7. Penatalaksanaan

a. Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan

keadaan tidak berdaya dan selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan

untuk mempertahankan tirah baring selama diuresis jika terdapat kehilangan

berat badan yang cepat.

b. Diit. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200

ml/ hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah

terjadi diuresis dan edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan.

Usahakan masukan protein yang seimbang dalam usaha memperkecil

keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan yang

timbul akibat kehilangan protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/

kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami anoreksia akan memerlukan

bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat.

c. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit.

Trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester

atau verban harus dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester

harus diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara

15
mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan

scrotum harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi,

hindarkan menggosok kulit.

d. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata

dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan

air hangat.

e. Kemoterapi:

1) Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang

mempunyai efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga

dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari. Diuresis

umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10

minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat

terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum,

diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi.

2) Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk

mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-obatan spironolakton dan

sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada

dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan

seperti 6-merkaptopurin dan siklofosfamid.

a. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen

dan mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus

plasma intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.

b. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung

mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga

16
merupakan hal yang menganggu pada anak dengan steroid dan

siklofosfamid.

c. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat,

penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.

d. Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu

dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang

penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga

dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik.

Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat

mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul

pada mereka karena mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn

sakit.

17
C. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.

b. Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya

peningkatan berat badan dan kegagalan fungsi ginjal.

c. Observasi adanya manifestasi dari Sindrom nefrotik : Kenaikan berat

badan, edema, bengkak pada wajah ( khususnya di sekitar mata yang

timbul pada saat bangun pagi , berkurang di siang hari ), pembengkakan

abdomen (asites), kesulitan nafas ( efusi pleura ), pucat pada kulit, mudah

lelah, perubahan pada urin ( peningkatan volum, urin berbusa ).

d. Pengkajian diagnostik meliputi meliputi analisa urin untuk protein, dan sel

darah merah, analisa darah untuk serum protein ( total albumin/globulin

ratio, kolesterol ) jumlah darah, serum sodium.

2. Prioritas Diagnosa Keperawatan

a. Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma.

b. Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia.

d. Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif

e. Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan.

f. Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.

g. Gangguan body image b.d. perubahan penampilan.

h. Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.

18
3. Perencanaan Keperawatan

a. Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma

(Wong, Donna L, 2004 : 550)

Tujuan : tidak terjadi akumulasi cairan dan dapat mempertahankan

keseimbangan intake dan output.

Kriteria Hasil : menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi

peningkatan berat badan, tidak terjadi edema.

Intervensi:

1) Pantau, ukur dan catat intake dan output cairan

2) Observasi perubahan edema

3) Batasi intake garam

4) Ukur lingkar perut

5) timbang berat badan setiap hari

b. Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.(Doengoes, 2000:

177)

Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai program dan monitor efeknya

Tujuan : Pola nafas adekuat

Kriteria Hasil : Frekuensi dan kedalaman nafas dalam batas normal

Intervensi:

1) auskultasi bidang paru

2) pantau adanya gangguan bunyi nafas

3) berikan posisi semi fowler

4) observasi tanda-tanda vital

5) kolaborasi pemberian obat diuretic

19
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia.

(Carpenito,1999: 204)

Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria Hasil : tidak terjadi mual dan muntah, menunjukkan masukan

yang adekuat, mempertahankan berat badan

Intervensi:

1) tanyakan makanan kesukaan klien

2) anjurkan keluarga untuk mrndampingi anak pada saat makan

3) pantau adanya mual dan muntah

4) bantu klien untuk makan

5) berikan makanan sedikit tapi sering

6) berikan informasi pada keluarga tentang diet klien

d. Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif. (Carpenito,

1999:204).

Tujuan : tidak terjadi infeksi

Kriteria Hasil : tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vitl dalam

batas normal, leukosit dalam batas normal.

Intervensi:

1) cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan

2) pantau adanya tanda-tanda infeksi

3) lakukan perawatan pada daerah yang dilakukan prosedur invasif

4) anjurkan keluarga untuk mrnjaga kebersihan klien

5) kolaborasi pemberian antibiotic

20
e. Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. (Wong, Donna L, 2004:550)

Tujuan : klien dapat mentolerir aktivitas dan mrnghemat energi

Kriteria Hasil : menunjukkan kemampuan aktivitas sesuai dengan

kemampuan, mendemonstrasikan peningkatan toleransi

aktivitas

Intervensi:

1) pantau tingkat kemampuan klien dalan beraktivitas

2) rencanakan dan sediakan aktivitas secara bertahap

3) anjurkan keluarga untuk membantu aktivitas klien

4) berikan informasi pentingnya aktivitas bagi klien

f. Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas. (Wong, Donna, 2004:550)

Tujuan : tidak terjadi kerusakan integritas kulit

Kriteria Hasil : integritas kulit terpelihara, tidak terjadi kerusakan kulit

Intervensi:

1) inspeksi seluruh permukaan kulit dari kerusakan kulit dan iritasi

2) berikan bedak/ talk untuk melindungi kulit

3) ubah posisi tidur setiap 4 jam

4) gunakan alas yang lunak untuk mengurangi penekanan pada kulit.

g. Gangguan body image b.d. perubahan penampilan. (Wong, Donna,

2004:553).

Tujuan : tidak terjadi gangguan boby image

Kriteria Hasil : menytakan penerimaan situasi diri, memasukkan

perubahan konsep diri tanpa harga diri negatif

Intervensi:

21
1) gali perasaan dan perhatian anak terhadap penampilannya

2) dukung sosialisasi dengan orang-orang yang tidak terkena infeksi

3) berikan umpan balik posotif terhadap perasaan anak

h. Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.

Tujuan : tidak terjadi diare

Kriteria Hasil : pola fungsi usus normal, mengeluarkan feses lunak

Intervensi:

1) observasi frekuensi, karakteristik dan warna feses

2) identifikasi makanan yang menyebabkan diare pada klien

3) berikan makanan yang mudah diserap dan tinggi serap.

4. Evaluasi

a. Kelebihan volume cairan tidak terjadi.

b. Bernapas secara normal.

c. Tidak terjadi malnutrisi.

d. Infeksi tidak terjadi.

e. Klien tidak lemah dan dapat beraktivitas.

f. Integritas kulit dapat terjaga denga baik dan tidak terjadi gangguan kulit.

g. Eliminasi baik dan absorbsi baik.

22
BAB III
FORMAT PENGKAJIAN KLIEN

I. RIWAYAT KEPERAWATAN
A. IDENTITAS
Identitas Klien
Nama : Tn.S
Jenis kelamin : laki-laki
Pendidikan : SLTA
Alamat : Sebamban, Desa B . Kab. Tanah Bumbu.
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Suku /Bangsa : Banjar/ Indonesia
Tgl MRS : 3-11-2015
Tgl Pengkajian : 9-11-2015
Dx medis : Sindrom Nefrotik
Dokter yang merawat: dr.E
Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. S
Alamat : Sebamban, Desa B
Jenis kelamin : Laki-laki
Hub dgn klien : Ayah
B. Keluhan Utama
Klien mengatakan”badan bengkak dan nyeri pada ulu hati ", Karateristik nyeri
P=nyeri tekan,Q=seperti ditusuk,R=ulu hati,S=2(0-9),T=5-10 menit.

C. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan kurang lebih 3 hari yang lalu pada tanggal 7 – 11- 2015
badan bengkak dan lemah, kemudian keluarga membawa klien ke IGD
Rumah Sakit B untuk mendapatkan pengobatan, setelah di periksa dan
diberikan perawatan klien diizinkan pulang dan mendapatkan obat-obatan

23
untuk rawat jalan. Setelah beberapa hari keluhan tidak kunjung sembuh juga
pada tanggal 9 -11- 2015 keluarga klien membawa ke UGD RSUD U, Di
UGD klien mendapatkan perawatan dan penaganan dari dokter dan perawat,
hasil pemeriksaan tanda-tanda vital klien didapatkan hasil T:38,5’c, P:
98x/menit, R: 40x/menit, Bp:150/100mmHg. Kesadaran: composmentis, dan
tindakan yang diberikan pemasangan infus Rl 10 tetes permenit, dan obat
yang diberikan lasix 20 mg melalui intravena. Setelah mendapatkan perawat
di UGD klien diantar oleh petugas ke bangsal PDP RSUD U di bangsal klien
mendapatkan obat-obatan yaitu lasix 20 mg, antrain 2ml, captopril,
aminefron, paractamol dan infus yang diberikan Rl 10 tetes permenit.
2. Riwayat kesehata dahulu
Klien mengatakan belum pernah di rawat di rumah sakit selama
hidupnya dan klien tidak tahu bahwa ia menderita sindrom nefrotik.
Akan tetapi sejak 10 tahun yang lalu klien pernah mengalami
hipertensi.
3. Riwayat Kesehatan keluarga
Di keluarganya tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan
klien,diabetes militus(-), ginjal(-), jantung(-).

24
GENOGRAM KELUARGA

Tn..S, 34th

Ketrangan: Laki-laki
Perempuan
Laki-laki meninggal
Perempuan meninggal
Klien
Tinggal satu rumah
Menikah

4. Riwayat sosial
Di lingkungan tempat tinggal klien tidak ada menderita penyakit yang
sama dengan klien, namun di sekitar tempat klien banyak tetangga yang
mengidap penyakit ISPA karena daerah tempat tinggal klien tempat lalu
lintas mobil tambang perusahaan sawit.

25
D. Keadaan umum
1. Kesadaran
kualitatif : composmentis.
kuantitativ(Glasgow coma skala)
respon mata :4
respon verbal : 5
respon motorik: 6
jumlah :15 Composmentis

2. Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah : 140/100 mmhg.
b. Posisi : berbaring
c. MAP : 130 mmHg
3. Nadi
Frekuensi: 100x/menit
Irama : teratur
Volume: Lemah
4. Temperature : 36,9’C
Tempat pengukuran : axila
5. Pernapasan: Hidung
Frekuensi: 26x/menit
Irama : teratur
Jenis: Vesikuler
6. Pengukuran
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 65 kg
IMT: 46/(1,6x1,6)
:25,39
Lingkap perut : 110cm

26
E. Pengkajian Pola Kesehatan
1. Persepsi Kesehatan-Pola Pemeliharaan Kesehatan
Kebiasaan sehari-hari/keadaan sebelum sakit : Klien dalam
kesehariannya bekerja diperusahaan bibit karet, Klien tidak pernah olah
raga maupun memeriksakan kesehatannya, dan jika klien sakit biasanya
membeli obat ke warung seperti promag, atau bodrex untuk sakit kepala
atau kepuskesmas.
Keadaan klien saat ini : klien saat ini dirawat oleh dokter E dan
perawat diruang P.

2. Pola Nutrisi Metabolik


Kebiasaan sehari-hari/keadaan sebelum sakit : Biasanya klien makan
dan minum pada pagi hari sekitar jam 8:00 am. makanannya nasi
biasa,lauk sayur dan kue 1 porsi atau 1 piring dan minum 200cc. Siang
hari makan jam 12.00 Pm nasi biasa, lauk, sayur dan buah dan buah 1
porsi dan minum 400 gelas. Malam hari jam 7:00 pm makan nasi biasa,
lauk dan sayur 1 porsi dan minum 400 cc air putih. Klien tidak
mempunyai pantangan terhadap jenis makanan.
Keadaan klien saat ini : Biasanya klien makan pada pagi hari jam 8:00
am makanannya bubur 1 porsi yang disediakan rumah sakit, minum
segelas air putih 200cc. Siang hari jam 11:30 am makan bubur 1 porsi
dan minum 200cc air putih. Sore hari jam 5:30 pm makan bubur 1 porsi
dan minum 200cc yang di sediakan rumah sakit. klien Mampu
menghabiskan porsi yang disediakan, tidak mengeluh adanya nyeri telan,
mual, muantah.

3. Pola eliminasi
Kebiasaan sehari-hari/keadaan sebelum sakit : Biasanya
klien buang air besar 1-2 perhari pada pagi hari setiap bangun tidur jam 6
warnanya tergantung yang dimakan dan biasanya warnanya kuning,
jumlahnya kurang lebih 200 cc bentuknya padat, buang air kecil biasanya
4-5 kali tergantung banyak minumnya setiap 4 jam sekali jumlahnya

27
kurang lebih 1500 cc, tidak ada keluhan saat kencing, warna tergantung
yang diminum biasanya bening dan kadang kuning.
Keadaan klien saat ini : Selama sakit klien ada buang air besar 1
kali pada pagi hari setelah bangun tidur bentuknya sedikit lembek dan
berwarna coklat , buang air kecil sering bisa 5-6 kali sehari warnanya
kuning keruh.

4. Pola Aktivitas dan Latihan


Kebiasaan sehari-hari
a. Keadaan aktivitas sehari-hari : klien dalam memenuhi
kebutuhannya baik mandi,makan,berpakaian secara mandiri, dan
tidak ada alat bantu yang digunakan. dalam menjaga kesehatanya
klien tidak pernah olah raga.
Keadaan saat ini : selama sakit dalam memenuhi kebutuhanya klien
di bantu oleh perawat dan keluarga.

5. Pola Tidur dan Istirahat


Kebiasaan sehari-hari/ keadaan sebelum sakit
a. Keadaan sebelum sakit : Biasanya klien istirahat siang 1- 2 jam
pada jam 12 – 2 siang karena itu merupakan jam istirahat dari
perusahaan. Pada malam hari klien tidur 7- 8 jam antara jam 9/10 –
jam 5/6 pagi.
b. Keadaan saat ini : Biasanya klien istirahat siang 1 jam pada
jam 2 siang karena itu merupakan jam istirahat dari perusahaan. Pada
malam hari klien tidur 7- 8 jam antara jam 10 – jam 6 pagi.
6. Pola kognitif dan persepsi Sensori
Keadaan sebelum sakit : Klien mampu bekerja dengan baik,
mempunyai persepsi sensori yang baik.
Keadaan saat ini : Klien tidak bisa bekerja karena penyakit
yang dideritanya. Orientasi klien baik dan klien mampu menjawab
pertanyaan yang diberikan perawat dengan baik.

28
7. Pola Konsep Diri
Keadaan sebelum sakit : Klien menerima dirinya dengan segala
kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya, klien tidak malu dengan
pekerjaan maupun keadaan fisiknya.
Keadaan klien saat ini : Klien menerima dirinya yang sedang sakit,
keadaan emosi klien baik mampu beradaptasi secara perlahan baik
terhadap penyakit ataupun lingkungan klien tidak malu dan menarik diri
dari orang lain maupun perawat.

8. Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama


Keadaan sebelum sakit : Klien dalam kesehariannya sebagai kepala
rumah tangga dan sebagai pencari nafkah hubungan dengan keluarga dan
masyarakat baik.
Keadaan saat ini : Selama sakit peran dan hubungan dalam
keluarga terganggu namun keluarga memaklumi kondisi nya . klien
selama sakit juga baik terhadap perawat maupun klien lainya

9. Pola seksual dan Reproduksi


Tidak terkaji

10. Pola mekanisme penyesuaian dan toleransi terhadap stress


Keadaan sebelum sakit : Klien mengatakan setiap ada masalah
berusaha untuk dipecahkan sendiri, tidak pernah melibatkan istri ataupun
keluarga.
Keadaan saat ini : klien didampingi orang tua dan keluarga selama di
Rs klien hanya berbaring ditempat tidur.

11. Pola sistem nilai kepercayaan


Keadaan sebelum sakit : Klien beragama Islam dan yakin terhadap
agamanya yang dianut , klien selalu melaksanakan kewajibannya
dengan melaksanakan sholat 5 waktu.

29
Keadaan saat ini : Selama sakit klien tidak mampu melaksanakan
shalat seperti biasanya namun klien tetap berdoa dalam perawatan dan
pengobatan.

F. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Keadaan kepala klien rambut tampak kurang bersih,
rambut ikal, pendek, bagian kepala tidak ada luka
maupun kelainan.
Mata : Sklera tidak ikterus, konjungtiva berwarna merah muda
dan kelopak mata ada edema
Hidung : tidak ada benjolan dan bersih
Bibir dan mulut : bibir lembab dan berwarna kehitaman, gigi tampak
terdapat karang gigi.
Telinga : Bersih dan tidak ada gangguan pendengaran.
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, limfe maupun
parotis
Dada : I: Dada tampak simetris, pergerakan dinding dada
dengan peningkatan sternum,
P: taktil fremitus terba di dada kiri dan kanan.
P: sonor di kedua lapang paru dan redup di dada kiri
pada ics 2 sampai ics 5.
A: suara napas terdengar vesikuler dan suara jantung s1
dan s2 terdengar.

Axila : Tidak ada lesi dan tampak ada sedikit rambut axila
Abdomen : I : Abdomen tampak buncit
A: peristaltik usus terdengar 12x/menit.
P: nyeri tekan pada ulu hati, tidak ada pembesaran hepar.
P: redup.
Genitalia :-

30
Exstremitas : - kedua tangan edema grade 1 dan tangan kiri terpasang
infus NS 10 tpm di vena radialis sinistra, capilary time
<3 detik.
- Kedua kaki tampak edema grade 1, capillary time <3
detik

Skala kekuatan otot: 5 dapat melawa gravitasi dan


tahanan.

5 5

5 5

31
G. Hasil Pemeriksaan Diagnostik
Hari/Tanggal Jenis Hasil Acuan normal Analisa
/jam pemeriksaan
12-10-2015 Darah lengkap
Hemoglobin 15.1 14.00-18.00 g/dl Normal
Leukosite 16.4 4.0-10.5 ribu/ul
eritrosit 5.43 4.50-6.00 jt/ulm Normal
Hematokrit 45.2 42.00-52.00 vol% Normal
Thrombosite 563 150-450 ribu/ul
RDW-CV 14.7 11.5-14.7

MCV 83,4 80,0-97,0 n Normal


MCH 27,8 27,0-32.0pg Normal
MCHC 33.4 32.0-38.0 Normal

Glucosa puasa 128 <200


Cholestrol total 597 150-220 mg/dl
SGOT 46 0-46u/l
SGPT 25 0-45u/l
Albumin 1.7 3.5-5.5 g/dl
Ureum 96 10-50 mg/dl
creatinin 1,2 0.7-1.4mg/dl

EKG Takikardi Auto

32
H. Medikasi
Nama obat,
frekuensi Indikasi Kontra indikasi Efek samping Cara kerja obat Konsiderasi perawat
pemberian dosis,
cara pemberian
Captopril 3x 12,5 hipertensi dan Penderita yang Pusing atau menghambat produksi - Berikan obat sesuai order
gagal jantung. hipersensitif limbung, terutama hormon angiotensin 2.
Peroral. dokter
untuk terhadap kaptopril saat bangkit Hasilnya akan
melindungi atau penghambat berdiri, Batuk membuat dinding - Pantau keadaan klien terhadap
jantung setelah ACE lainnya kering, Mual dan pembuluh darah lebih
efek samping obat setelah
terjadi serangan (misalnya klien muntah, Gangguan rileks sehingga dapat
jantung serta mengalami pencernaan, menurunkan tekanan diberikan terapi
menangani angioedema Konstipasi atau darah, sekaligus
- Kaji reaksi hipersensitivitas
penyakit ginjal selama pengobatan diare, Rambut meningkatkan suplai
akibat diabetes denganpenghambat rontok, Sulit tidur, darah dan oksigen ke obat
atau nefropati ACE lainnya). Mulut kering jantung
diabetes.
Ranitidin 2 mg sakit maag. rasa 1. Riwayat alergi Sakit kepala menurunkan produksi - Berikan obat sesuai order
2x1 intravena. nyeri ulu hati, terhadap Sulit buang air besar asam lambung dengan
Diare cara memblok langsung dokter
rasa terbakan di ranitidin;
dada, perut 2. Ibu yang Mual sel penghasil asam - Kaji karakteristik nyeri klien
terasa penuh, sedang Nyeri perut lambung
Gatal-gatal pada - Pantau keadaan klien terhadap
mual, banyak menyusui;
bersendawa 3. Pemberian kulit efek samping obat setelah
ataupun buang ranitidin juga
diberikan terapi
gas perlu diawasi
pada kondisi Kaji reaksi hipersensitivitas
gagal ginjal.
obat

33
- Lasix Edema, asitas, Gagal ginjal akut, Gangguan pada Merupakan obat - Berikan obat sesuai order
1x 20mg hipertensi hepokalemia, saluran cerna,
golongan diuretic. dokter
intravena. ringan sampai hiponetermia, kehabisan Ca, Na,
sedang hipovolemia K Yang bekerja di ginjal - Observasi efek samping
dengan menghambat - Bagi adanya kerusakan ginjal
penyerapan garam dan
elektrolit sehingga air
terikat dengan garam
tersebut dan tidak bisa
diserap oleh ginjal.
Akhirnya air akan
dibuang melalui buang
air kecil.

- Aminefron Untuk Penderita dengan Hiperkalsemia sebagai kofaktor - Kaji adanya reaksi
3x1 peroral pengobatan riwayat mungkin dapat esensial pada berbagai hipersensitivitas
kelainan fungsi hipersensitivitas terjadi sistem enzim.
ginjal kronik terhadap komponen
bersamaan dari produk ini,
dengan diet tinggi hiperkalsemia.
kalori rendah
protein, dalam
retensi yang
terkompensasi
atau yang
dekompensasi

34
I. Tindakan /terapi yang diberikan
Terapi infus yang diberikan adalah RL 10 tetes permenit melalui vena
radialis sinistra

35
Analisa data

Data Etiologi Analisa Problem


Data Subyektif : Peningktan sekrei asam Nyeri akut
 Klien mengatakan “nyeri lambung
pada ulu hai”
Radang lambung
Data Obyekti:
Tanda tanda vital: P: 100x/ Meragsng ujung saraf
menit , R: 26x/menit,
TD:140/100mmhg. Nyeri
P:nyeri tekan ,

Q:seperti ditusuk ,

R:di ulu hati ,

S:2(0-9) ,
T:2-3 menit hilang
timbul .

Ekpresi wajah Nampak


meringis menahan nyeri saat
di tekan daerah ulu hati.

36
Data subjektif : Hipoalbumin Kelebihan
Klien mengatakan “seluh volume cairan
bagian tubuh bengkak” Tekanan osmotik plasma
menurun

Data objektif : Tekanan hidrostatik


meningkat
Tampak edema pada tangan
dan kaki klien Perpindahan cairan dari intra
sel keintertisial
Tanda-tanda vital :
P : 100 x/m R : 26x/m Edema anrsaka
BP : 140/100 mmHg
Piting edema grade 1

DS: klien mengatakan tidak Sindrome nefrotik Intoleransi


aktivitas
bisa beraktivitas karena badan

saya lemah dan bengkak, Hilangnya protein plasma

DO: tampak klien terbaring Cairan volume plasma


menurun
ditempat tidur, tanda-tanda
vital T=36.9°c, P=100x/m, Suplai oksigend dan Darah
menurun
R=26x/m, Bp=140/100
mmHg. Kelemahan fisik

37
Diagnosa keperawatan : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan di dalam jaringan ditandai dengan klien
mengatakan“seluruh bagian tubuh bengkak”, T: 36’C P : 100 x/m R : 26x/m BP : 140/100 mmHg, Piting edema skala 1
Hasil yang Intervensi Rasional Implementasi Evaluasi
diharapkan
Setelah dilakukan 1. Observasi 1. mengetahui keadaan umum 1. Mengukur tanda-tanda vital S : Klien mengatakan
tindakan selama 6 tanda-tanda klien. Klien : T=36.9°c, P=100x/m, badan bengkak
2. Pemantauan membantu masih ada.
jam diharapkan vital. menentukan status cairan R=26x/m, Bp=140/100
Kelebihan volume 2. pantau asupan klien. mmHg.(jam 9.00 Am)
O : tampak odema
cairan terkontrol dan haluaran 3. Penimbangan berat badan 2. Mencatat minum klien 800cc seluruh tubuh terutama
dengan Kriteria cairan harian adalah pengawasan dan kencing 500cc. .(jam
status cairan terbaik. pada kaki kanan dan
Hasil: 3. Timbang berat Peningkatan berat badan lebih 13.30pm) kiri,
a. Klien tidak badan tiap hari dari 0,5 kg/hari diduga ada 3. Menimbang berat badan Bb: 65 kg. minum
menunjukan 4. Kaji kulit, retensi cairan. klien didapatkan hasil 65 klien 800cc dan
tanda-tanda wajah, area 4. Edema terjadi terutama pada kg.(jam 9.00 Am) kencing 500cc,
jaringan yang tergantung pada tanda-tanda vital Klien
akumulasi cairan tergantung tubuh. 4. Mengkaji warna turgor dan
: T=36.9°c, P=100x/m,
seperti edema untuk edema. 5. Suatu diet rendah natrium edema klien.(jam 9.10 Am) R=26x/m, Bp=140/100
atau bengkak. 5. Anjurkan klien dapat mencegah retensi cairan 5. Menganjurkan untuk mmHg
b. Klien pada diet 6. Diberikan dini pada fase makanan maupun minuman A : masalah belum
oliguria untuk mengubah ke
mendapatkan rendah natrium yang rendah natrium seperti teratasi , kelebihan
fase nonoliguria, untuk
volume cairan selama fase melebarkan lumen tubular dari garam, susu kacang- volume cairan masih
yang tepat. edema debris, menurunkan kacangan.(jam 9 .25 Am) ada.
hiperkalimea, dan P : Intervensi 1,2,3,4
c. tanda tandavital 6. kolaborasiobat 6. Berikan obat lasix 20
meningkatkan volume urine dan 5 dilanjutkan
dalam batas normal. sesuai indikasi adekuat. mg.(jam 9.00 Am) perhari. perawatan bangsal.

38
Diagnosa keperawatan : Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa gaster ditandai dengan klien mengatakan “nyeri pada ulu
hati saat ditekan,P=nyeri tekan,Q=seperti ditusuk,R=ulu hati,S=2(0-4),T=5-10 menit.
Hasil yang Intervensi Rasional Implementasi Evaluasi
diharapkan
Setelah diberikan 1. Observasi 1. Mengetahui keadaan 1. Mengukur tanda-tanda vital Jam 10.00 pm.
tindakan tanda-tanda umum klien. Klien : T=36.9°c, P=100x/m,
keperawatan vital. 2. Tingkat nyeri klien R=26x/m, Bp=140/100 S : Klien mengatakan
nyeri sudah berkurang.
selama 1 jam nyeri 2. Kaji dapat membantu mmHg.(jam 9.00 Am)
dapat berkurang karakteristik dalam menentukan 2. Mengkaji karakteristik nyeri : O : Tanda-tanda vital
dan hilang dengan nyeri. tindakan. P=nyeri tekan,Q=seperti P=92x/m, R=24x/m,
kriteria hasil 3. Ajarkan teknik 3. Menurunkan ditusuk,R=ulu hati,S=2(0- Bp=130/80 mmHg.
- Klien dapat relaksasi dan ketegangan dan 9),T=5-10 menit.(jam 9.15 Karakteristik nyeri
mengetahui cara distraksi. mengalihkan Am) A : masalah masih nyeri
mengatasi nyeri. 4. Berikan perhatian terhadap 3. Mengajarkan kepada klien akut.
- Tanda-tanda vital lingkungan nyeri. tarik nafas dalam dan P=nyeri tekan,Q=seperti
dalam batas yang tenang. 4. Meminta keluarga menganjurkan kepada klien ditusuk,R=ulu
normal T=36º, 5. Kolaborasi klien yang jaga untuk tidur saat nyeri tidak hati,S=1(0-9),T=5-10
P=80x/m pemberian diruangan untuk hilang-hilang. (jam 9.25 Am) menit.
R=20x/m, obat. tidak ribut dan 4. Meminta keluarga klien yang
Bp=120/80 membatasi jumlah jaga diruangan untuk tidak P : Intervensi 1,2,3,4 dan
mmHg pengunjung. ribut dan membatasi jumlah 5 dilanjutkan
pengunjung. (jam 9.35Am) perawatan bangsal.
- Skala nyeri 1 (0- 5. Mempercepat
5. Memberi obat ranitidin
4) ringan atau menurunkan nyeri.
12,5mg lewat intravena. (jam
hilang.
9.00 Am)

39
Diagnosa keperawatan : intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan klien mengatakan tidak bisa
beraktivitas karena badan saya lemah dan bengkak,tampak klien terbaring ditempat tidur, tanda-tanda vital
T=36.9°c, P=100x/m, R=26x/m, Bp=140/100 mmHg.
Hasil yang Intervensi Rasional Implementasi Evaluasi
diharapkan
Setelah diberikan 1. Observasi 1. Mengetahui keadaan 1. Mengukur tanda-tanda vital .(jam 14.00 pm)
tindakan tanda-tanda umum klien. Klien : T=36.9°c, S : Klien mengatakan
keperawatan vital. 2. Mengetahui P=100x/m, R=26x/m, badan lemah masih dan
tidak bisa melakukan
selama 7 jam 2. Kaji sekala kegiatan yang bisa Bp=140/100 mmHg. .(jam
aktivitas.
kelemahan klien aktivitas dilakukan klien 9.00 Am)
dapat teratasi dan 3. Ajarkan teknik 3. Mengurangi 2. Mengkaji skala aktivitas O : Tampak klien masih
dktivitas dapat menghemat kelelahan. klien skala 2 (0-4) (jam 9.10 lemah terbaring,
dengan kriteria energi 4. Membantu Am) ditempat tidur, Tanda-
hasil : 4. Bantu klien menghemat eneri 3. Anjurkan untuk tidak tanda vital
Klien tampak segar dalam klien dan kebutuhan beraktivitas berlebihan dan T: 36 ‘C, P=92x/m,
Dapat melakukan memenuhi klien dapat tidak mengejan saat BAB.
R=24x/m, Bp=130/80
.(jam 10.00 Am)
aktivitas ADL klien terpenuhi. mmHg.
4. Mengambil dan
sederhana, TTV: 5. Kolaborasi 5. Meningkatkan Mendekatkan makanan Skala aktivitas 2(0-4)
T=36.°c, P=80x/m, pemberian sirkulasi dan energi klien. .(jam 8.00 Am) A : Masalah belum
R=20x/m, oksigen klien. 5. Memberikan oksigen 4 liter. teratasi.
Bp=120/80 mmHg. .(jam 8.10 Am) P : Intervensi 1,2,3,4 dan
5 dilanjutkan
perawatan.

40
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal


Bedah), alih bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC.

Carpenito, L. J.1999. Hand Book of Nursing (Buku Saku Diagnosa Keperawatan),


alih bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.

Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing Care Plan:


Guidelines for Planning and Documenting Patient Care (Rencana
Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien), alih bahasa: I Made Kariasa.
Jakarta: EGC.

Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica
Ester. Jakarta: EGC.

Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Price A & Wilson L. 1995. Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process


(Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit), alih bahasa: Dr.
Peter Anugrah. Jakarta: EGC.

41

Anda mungkin juga menyukai