Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, karena Penulis dapat menyelesaikan
Makalah yang berjudul “EPILEPSI” , suatu permasalahan yang sering dilupakan oleh
banyak orang. Padahal dapat menimbulakan permasalahan yang cukup besar.
Makalah ini di susun berdasarkan hasil pengumpulan data yang telah penulis
lakukan dengan mencari informasi di berbagai media, salah satunya internet. Makalah
ini di susun untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai penyakit
epilepsi dan untuk kembali mengingatkan masyarakat untuk tidak menjauhi penderita
epilepsi.
Penulis berharap Makalah ini dapat memenuhi tugas Mata Kuliah Farmakoterapi
III, dan bermanfaat bagi pembaca. Penulis berusaha menyusun Makalah ini dengan
sebaik mungkin, dan apabila dalam penyusunan Makalah ini ada kesalahan dan
kekurangan, penulis mengharapkan saran dan kritik nya.

Kendari, 1 Oktober 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang......................................................................................1
B. Perumusan Masalah .............................................................................2
C. Tujuan…………...................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Epilep…….……...................................................................3
B. Klasifikasi epilepsi………….........................................................….....4
C. Pathway ………………………………....................………………….6
D. Etiologi………………………...............................................................7
E. Patofisiologi Epilepsi………………………………………………....8
F. Faktor Resiko.....................................................................…………..12
G. Pentalaksanaan Epilepsi……………………………………………....13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan….......................................................................................13
B. Saran…….............................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA
KASUS
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Epilepsi telah dikenal sejak zaman dahulu, dalam tulisan dari tahun
2080 sm telah ditemukan pengenalan akan gejala-gejala epilepsi. Pada masa
itu epilepsi masih dihubungkan dengan pengaruh gaib, roh jahat dan pengaruh
dari luar lainnya yang menimpa penderita. Anggapan ini terus berkembang
sampai tahun 400 sm, Hippocrates pada bukunya “On The Sacred Disease”
mengemukakan bahwa penyakit ini bukan disebabkan oleh tenaga
supernatural atau pengaruh gaib tetapi disebabkan karena perubahan dalam
otak.
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Pada
dasarnya epilepsi merupakan suatu penyakit Susunan Saraf Pusat (SSP) yang
timbul akibat adanya ketidak seimbangan polarisasi listrik di otak.
Ketidakseimbangan polarisasi listrik tersebut terjadi akibat adanya fokus-
fokus iritatif pada neuron sehingga menimbulkan letupan muatan listrik
spontan yang berlebihan dari sebagian atau seluruh daerah yang ada di dalam
otak. Epilepsi sering dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas mental,
dan konsekuensi psikososial yang berat bagi penyandangnya (pendidikan
yang rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial, rasa rendah diri,
kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya).
Penanggulangan epilepsi pengobatan dengan obat-obat antikonvulsi
menduduki tempat terpenting, meskipun faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kehidupan mereka yang menyandang epilepsi seperti faktor
psikososial, lingkungan keluarga, pendidikan, pekerjaan dan sebagainya perlu
diperhatikan juga.
A. Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep teori dari penyakit Epilepsi ?
2. Bagaimana Etiologi dari Epilepsi ?
3. Bagaimana patofisiologi dari penyakit Epilepsi ?

B. Tujuan
Yang menjadi tujuan dalam penyusunan makalah ini yaitu :
a) Menjelaskan tentang Definisi Epilepsi
b) Mengetahui Etiologi dari Epilepsi
c) Menjelaskan Patofisiologi Epilepsi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Epilepsi
Epilepsi merupakan gangguan gangguan susunan syaraf pusat (SSP) yang
dicirikan oleh terjadinya serangan (seizure, fit, attack, spell) yang bersifat
spontan (unprovoked) dan berkala. Serangan dapat diartikan sebagai modifikasi
fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekelompok
besar sel-sel otak, bersifat sinkron dan berirama. Istilah epilepsi tidak boleh
digunakan untuk serangan yang terjadi hanya sekali saja, serangan yang terjadi
selama penyakit akut berlangsung, dan occasional provoked seizures misalnya
kejang atau serangan pada hipoglikemi (Harsono, 2007).
Epilepsi adalah serangan kehilangan atau gangguan kesadaran rekuren
dan paroksimal, biasanya dengan spasme otot tonik-klonik bergantian atau
tingkah laku abnormal lainnya. Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf
pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell)
yang bersifat spontan dan berkala (Helson, 2000 : 339-345).
Epilepsi adalah kejang tanpa provokasi yang terjadi dua kali atau lebih
dengan interval waktu lebih dari 24 jam. Epilepsi dapat disebabkan oleh
berbagai penyakit dan gangguan yang berat misalnya malformasi kongenital,
pasca infeksi, tumor, penyakit vaskuler, penyakit degeneratif dan pasca trauma
otak. Epilepsi adalah gangguan kejang kronis dengan kejang berulang yang
terjadi dengan sendirinya, yang membutuhkan pengobatan jangka panjang
(Soetomenggolo, 1999; Panayiotopoulos, 2005 ).
B. Klasifikasi Epilepsi
Klasifikasi bangkitan epilepsi (ILAE, 1981) dibuat berdasarkan gejala klinik
1. Berdasarkan penyebabnya
a. Epilepsi idiopatik : bila tidak di ketahui penyebabnya.
b. Epilepsi simtomatik : bila ada penyebabnya.
2. Berdasarkan letak fokus epilepsi atau tipe bangkitan
a. Bangkitan fokal
1. Sederhana
Manifestasi klinik dapat bervariasi tergantung dari susunan saraf pusat
yang terkena, dapat menetap atau menyebar tetapi terbatas pada satu
hemisfer sehingga bangkitan dapat terjadi pada salah satu bagian tubuh
dan dapat menyebar pada sisi tubuh yang sama. Bangkitan ini dapat
terlihat sebagai gangguan motorik dengan adanya kejang tonik-klonik
pada satu bagian tubuh, terutama kepala atau mata, bangkitan postural
dimana lengan atau tungkai menjadi kaku pada sikap tertentu,
gangguan fonasi atau bicara. Bangkitan somato-sensorik berupa
perasaan seperti ditusuk jarum, rasa sebal, rasa nyeri atau terbakar.
Bangkitan sensorik khusus berupa bangkitan visual biasanya sederhana
dan tidak terbentuk. Bangkitan auditorik berupa bisikan, bunyi lonceng.
Bangkitan olfaktorik dengan tercium bau biasanya yang tidak
menyenangkan seperti bau mayat, tinja dan lain-lain. Kompleks
Bila bangkitan parsial sederhana disertai ganguan kesadaran. Yang
dimaksud dengan gangguan kesadaran disini tidak hanya derajat
kuantitatif saja (somnolent, sopor), juga perubahan derajat kesiagaan
(awareness yaitu kontak penderita dengan kejadian dan kemampuan
mengingat kembali kejadian dan respons penderita terhadap rangsang
luar yaitu kemampuan penderita untuk melaksanakan suatu perintah
atau gerakan yang dikehendaki).
2. Umum sekunder
Bila bangkitan parsial sederhana atau parsial kompleks berkembang
umum tonik klonik disertai gangguan kesadaran.
b. Bangkitan umum
1. Lena (absence)
Dimana terjadi kehilangan kesadaran biasanya singkat sekali
(beberapa detik sampai setengah menit) ditandai dengan penghentian
aktifitas yang sedang berlangsung, pandangan kosong disertai rotasi
bola mata ke atas, dapat disertai gerakan motorik ringan, misalnya
kedutan pada kelopak mata atau sudut mulut, mulut mengecap-ngecap
serangan biasanya sering, dalam satu hari dapat beberapa ratus kali.
Biasanya terdapat pada anak-anak usia 3 sampai 15 tahun, gambaran
EEG khas yaitu adanya gelombang 3 spd, dahulu dikenal sebagai
petitmal, ditemukan pada 40% penderita lena.
2. Mioklonik
Mioklonik terjadi kontraksi otot yang bersifat menyentak (jerking)
serangan mioklonik dapat berulang dengan cepat atau hanya sekali-
sekali.
3. Tonik, klonik atau tonik-klonik
Bangkitan umum tonik, klonik atau tonik-klonik merupakan serangan
berupa gangguan kesadaran dikuti oleh keadaan tonik sampai pada otot
pernafasan sehingga terjadi stridor dan jeritan epileptic diikuti oleh
kejang tonik klonik pada seluruh tubuh. Bangkitan ini telah dikenal
sebagai granmal. Jenis bangkitan ini dapat dimulai ada masa anak-anak
sampai dengan dewasa.
4. Atonik
Bangkitan umum atonik, penderita kehilangan tonus otot secara
mendadak sehingga terjatuh, bila berlangsung singkat terjadi drop
attack.
C. Pathway
Faktor predisposisi:
 Pascatrauma kelahiran, asfiksia neonatorum, pascacedera kepala
 Riwayat bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsi
 Adanya riwayat penyakit infeksi pada masa kanak-kanak
 Adanya riwayat keracunan, riwayat gangguan sirkulasi serebral
 Riwayat demam tinggi, riwayat gangguan metabolisme, dan nutrisi/gizi
 Riwayat tumor otak, abses, kelainan bawaan, dan keturunan epilepsi

Gangguan pada system listrik dari sel-sel saraf pusat pada suatu bagian otak

Sel-sel memberikan muatan listrik yang abnormal, berlebihan, secara berulang, dan tidak terkontrol

Periode pelepasan impuls yang tidak diinginkan


Aktivitas kejang umum lama akut, tanpa
perbaikan kesadaran penuh di antara serangan

Status epileptikus Kebutuhan metabolic besar

Gangguan pernapasan Hipoksia otak

Kerusakan otak permanen Edema serebral

Kejang parsial Kejang umum Gangguan perilaku, alam


perasaan, sensasi, dan persepsi

Peka rangsang Respons pascakejang


(postikal)

Kejang berulang Respons psikologis:


Respons fisik:  Ketakutan
 Konfusi dan sulit  Respons penolakan
1. Risiko tinggi cedera
bangun  Penurunan nafsu makan
 Keluhan sakit  Depresi
kepala atau sakit  Menarik diri
Penurunan kesadaran otot

4. Nyeri akut 2. Ketakutan


5. Deficit 3. Koping individu tidak
perawatan diri efektif
D. Etiologi
Menurut Shorvon (2001) dan Deliana (2002) ditinjau dari penyebab epilepsi
dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :
1. Epilepsi primer atau epilepsi idiopatik yang penyebabnya tidak diketahui
meliputi ±50% dari penderita epilepsi anak, umumnya mempunyai
predisposisi genetik, awitan biasanya pada usia >3 tahun.
2. Epilepsi simptomatik disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf
pusat, misalnya: post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP),
gangguan metabolik, malformasi otak kongenital, gangguan peredaran
darah otak, toksik (alkohol, obat), kelainan neurodegeneratif dan kejang
demam.
3. Epilepsi kriptogenik dianggap simptomatik tetapi penyebabnya belum
diketahui, termasuk disini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut
dan epilepsi mioklonik.
Etiologi dari epilepsi adalah multifaktorial, tetapi sekitar 60 % dari kasus epilepsi
tidak dapat ditemukan penyebab yang pasti atau yang lebih sering kita sebut
sebagai kelainan idiopatik.2Terdapat dua kategori kejang epilepsi yaitu kejang
fokal dan kejang umum. Secara garis besar, etiologi epilepsi dibagi menjadi dua,
yaitu :
E. Patofisiologi Epilepsi
Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih dominan
daripada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen,
disinhibisi, pergeseran konsentrasi ion ekstraselular, voltage-gated ion-channel
opening, dan menguatnya sinkroni neuron sangat penting artinya dalam hal
inisiasi dan perambatan aktivitas serangan epileptik. Aktivitas neuron diatur
oleh konsentrasi ion di dalam ruang ekstraselular dan intraselular, dan oleh
gerakan keluar masuk ion-ion menerobos membran neuron.
Serangan epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron abnormal
mengalami depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan cetusan
potensial aksi secara cepat dan berulang-ulang. Cetusan listrik abnormal ini
kemudian “mengajak” neuron-neuron sekitarnya atau neuron-neuron yang
terkait di dalam proses. Secara klinis serangan epilepsi akan tampak apabila
cetusan listrik dari sejumlah besar neuron abnormal muncul secara bersama-
sama, membentuk suatu badai aktivitas listrik di dalam otak. Badai listrik tadi
membuktikan bermacam-macam serangan epilepsi yang berbeda (lebih dari 20
macam), bergantung pada daerah dan fungsi otak yang terkena dan terlibat.
Dengan demikian dapat dimengerti apabila epilepsi tampil dengan manifestasi
yang sangat bervariasi.
Beberapa keadaan yang dapat mencetuskan bangkitan epilepsi diantaranya
faktor genetik dimana sel neuron mempunyai faktor instrinsik untuk terjadinya
lepas muatan listrik yang abnromal, perubahan pada sel yang ditimbulkan oleh
gangguan keseimbangan elektrolit misalnya anoksia, hipoksia, hipokapnia,
hipoglikemia, hiperglikemia, hipokalssemia, dehidrasi, gangguan hormon
adrenal dan progestron, gangguan pelepasan neurotransmitter misalnya pada
kerusakan serebral atau adanya toksin
F. Faktor Resiko
Epilepsi dapat dianggap sebagai suatu gejala gangguan fungsi otak
yang penyebabnya bervariasi, terdiri dari berbagai faktor. Epilepsi tidak
diketahui faktor penyebabnya disebut idiopatik. Umumnya faktor genetik lebih
berperan pada epilepsi idiopatik, sedangkan epilepsi yang dapat ditentukan
faktor penyebabnya disebut epilepsi simptomatik. Pada epilepsi idiopatik diduga
adanya kelainan genetik. Untuk menentukan faktor penyebab dapat diketahui
dengan melihat usia serangan pertama kali, misalnya usia dibawah 18 tahun
kemungkinan faktor adalah trauma perinatal, kejang demam, radang susunan
saraf pusat, struktural, penyakit metabolik, keadaan toksik, penyakit sistemik,
penyakit trauma kepala dan lain-lain. Diperkirakan epilepsi disebabkan oleh
keadaan yang mengganggu stabilitas neuron-neuron otak yang dapat terjadi pada
saat prenatal, perinatal atau postnatal. Faktor prenatal dan perinatal saling
berkaitan dalam timbulnya gangguan pada janin atau bayi yang dilahirkan yang
dapat menyebabkan epilepsi.

a. Faktor Prenatal
b. Faktor Natal
c. Faktor Postnatal
d. Faktor Herediter (Keturunan)
e. Faktor herediter memiliki pengaruh yang penting terhadap beberapa kasus
epilepsi. Apabila seseorang mengidap epilepsi pada masa kecilnya, maka
saudara kandungnya juga memiliki resiko tinggi menderita epilepsi.
Demikian pula pada anak-anak yang akan dilahirkan.
f. Jenis kelamin
Lelaki lebih berisiko terkena epilepsi daripada wanita. Dari suatu
penelitian yang dilakukan oleh Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung,
didapatkan bahwa pria lebih sering menderita kerusakan otak yang tidak
fatal misalnya cedera kepala. Sedangkan penderita wanita lebih cepat
menyembunyikan penyakitnya dan tidak mencari pengoobatan.
g. Cedera kepala
Cedera ini bertanggung jawab pada banyak kasus epilepsi. Hal ini dapat
dikurangi resikonya dengan selalu menggunakan sabuk pengaman ketika
mengendarai mobil dan menggunakan helm ketika mengendarai motor,
bermain ski, bersepeda atau melakukan aktifitas lain yang berisiko terkena
cedera kepala.
h. Strok dan penyakit vaskular lain
Ini dapat menyebabkan kerusakan otak yang memicu epilepsi. Kita dapat
mengambil beberapa langkah untuk mengurangi risiko penyakit-penyakit
tersebut, termasuk adalah batasi untuk mengkonsumsi alkohol dan hindari
rokok, makan makanan yang sehat dan selalu berolahraga.
i. Infeksi pada otak
Infeksi seperti meningitis, menyebabkan peradangan pada otak atau tulang
belakang dan menyebabkan peningkatan risiko terkena epilepsi.

G. Pentalaksanaan Epilepsi
Pengobatan epilepsi bertujuan untuk menyembuhkan atau bila tidak
mampu menyembuhkan, paling tidak membatasi gejala-gejala dan
mengurangi efek samping pengobatan.Pengobatan dihentikan secara
berangsur dengan menurunkan dosisnya tujuan utama pengobatan adalah agar
tidak terjadi bangkitan berulang dan tidak mengganggu fungsi normal susunan
saraf pusat, sehingga penderita epilepsi dapat hidup seperti orang normal.
Pada dasarnya prinsip penanggulangan epilepsi adalah dengan pemberian
OAE sebagai upaya menekan timbulnya bangkitan, mengatasi penyebab,
faktor pencetus dan meningkatkan kesehatan sosial, fisik, maupun psikis.
Beberapa prinsip dasar yang perlu dipertimbangkan dalam pengobatan
epilepsi yaitu: Pada bangkitan yang sangat jarang dan dapat dihilangkan
faktor pencetusnya, pemberian obat harus dipertimbangkan. Pengobatan
diberikan setelah diagnosis ditegakkan (ini berarti pasien mengalami lebih
dari 2 kali bangkitan yang sama). Obat yang diberikan sesuai dengan jenis
bangkitan.d.Sebaiknya menggunakan monoterapi, dengan cara ini akan
mengurangi toksisitas, mempermudah pemantuan, dan menghindari interaksi
obat. Dosis disesuaikan secara individu. Evaluasi hasilnya.g.Pengobatan bisa
dihentikan setelah bangkitan hilang minimal 2-3 tahun.OAE diberikan dengan
dosis awal yang rendah dan bila perlu dinaikkan sampai dosis efektif.
Penghentian OAE tidak boleh dilakukan secara mendadak karena akan
menimbulkan bangkitanberulang. Penurunan dosis yang dianjurkan setelah
remisi tercapai adalah 20% dari dosis total harian setiap 5 kali waktu paruh.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Epilepsi atau yang lebih sering disebut ayan atau sawan adalah gangguan
sistem saraf pusat yang terjadi karena letusan pelepasan muatan listrik sel saraf
secara berulang, dengan gejala penurunan kesadaran, gangguan motorik,
sensorik dan mental, dengan atau tanpa kejang-kejang.

B. Saran
Setelah penulisan makalah ini, diharapkan masyarakat pada umumnya
dan mahasiswa Farmasi pada khususnya mengetahui pengertian, tindakan
penanganan awal, serta mengetahui pengobatan yang tepat pada klien dengan
epilepsi. Oleh karena penyandang epilepsi sering dihadapkan pada berbagai
masalah psikososial yang menghambat kehidupan normal, maka seyogyanya
kita memaklumi pasien dengan gangguan epilepsi dengan cara menghargai dan
menjaga privasi klien tersebut. Hal itu dilaksanakan agar pasien tetap dapat
bersosialisasi dengan masyarakat dan tidak akan menimbulkan masalah pasien
yang menarik diri.
DAFTAR PUSTAKA

Octaviana, F., 2008, Epilepsi. In: Medicinus Scientific, Journal of pharmaceutical


development and medical application. Vol.21 (2).

Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit. Ed: 6.
Jakarta: EGC

Shorvon, Simon. Alih Bahasa oleh Sidiarto, Lily. 1988. Epilepsi Untuk Praktek
Umum. Jakarta : Ciba Geigy Pharma Indonesia.

Lumbantobing, S. M., 2002. Epilepsi (Ayan). Balai Penerbit Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia, Jakarta.

Harsono. 2001. Epilepsi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai