Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi

fokus Global Scaling Up Nutrition (SUN) Movement pada 1000 Hari Pertama

Kehidupan (HPK). Selain stunting, Indonesia juga menghadapi masalah gizi

lainnya yaitu berat badan lahir rendah (BBLR), kurus (wasting), gizi kurang

(underweight), dan gizi lebih (overweight).(1) Stunting atau pendek merupakan

salah satu indikator status gizi kronis yang menggambarkan terhambatnya

pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Wordl Health Organization

(WHO) menyatakan bahwa 160 juta lebih anak di bawah lima tahun di seluruh

dunia berstatus gizi pendek. Data dari Global Nutrition Report tahun 2014

menunjukkan angka kejadian stunting di India adalah 38,8%.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan

prevalensi stunting di Indonesia adalah 37,2%.(3)Angka ini meningkat

dibandingkan prevalensi stunting pada Riskesdas 2010 yaitu 35,6%.(4) Data ini

menunjukkan bahwa satu dari tiga anak balita atau sebanyak kurang 8,9 juta anak

mengalami kependekan. Prevalensi tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara

dengan stunting tertinggi di Asia Tenggara dan termasuk lima besar dunia.

Provinsi Sumatera Barat menempati urutan ke-17 dari 20 provinsi yang

memiliki prevalensi melebihi angka nasional. Menurut data Hasil Pemantauan

Status Gizi Sumatera Barat tahun 2015 menunjukkan prevalensi balita (usia 24-59
2

bulan) stunting sebesar 36,2%. Angka ini lebih tinggi dari pada prevalensi

nasional yaitu 35,3%. Sedangkan prevalensi baduta (usia 0-23 bulan) stunting di

Sumatera Barat adalah 18,5%. Angka ini lebih rendah dibandingkan angka

nasional yaitu 23,1%. Pasaman merupakan urutan ketiga dari kabupaten/kota di

Provinsi Sumatera Sumatera Barat dengan prevalensi stunting tertinggi setelah

Kabupaten Solok dan Mentawai.(3)(5)Angka stunting Pasaman pada tahun 2014

yaitu sebesar 34,0% balita dan meningkat pada tahun 2015 menjadi 34,8%.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) yang dilakukan

setiap lima tahun, terdapat 15.025 balita berisiko stunting di Pasaman dan 23.435

balita di Pasaman Barat. Sementara menurut survei yang dilakukan Dinas

Kesehatan Sumbar tahun 2017, terdapat 21,5 persen balita di Pasaman yang

berisiko tumbuh dengan tubuh pendek. Sementara di Pasaman Barat, angkanya

19,1 %.

Menurut United Nations Children’s Fund (UNICEF) tahun 1999, faktor

yang mempengaruhi tumbuh kembang anak terdiri dari sebab langsung meliputi

asupan pangan/gizi, dan kesehatan, sebab tidak langsung meliputi aksessibilitas

pangan, pola asuh anak, air minum atau sanitasi dan pelayanan kesehatan dengan

penyebab dasar kelembagaan, politik dan ideologi, kebijakan ekonomi dan

sumberdaya, lingkungan, teknologi, penduduk.(2)(7) Faktor-faktor lainnya yang

mempengaruhi kejadian stunting antara lain rendahnya pengetahuan dan perilaku

ibu tentang pemberian makan anak.


3

1.2. Tujan Khusus

1. Diketahuinya Kejadian Stunting di Kecamatan Kotobalingka Kab

Pasaman Barat

2. Diketahuinya Kondisi Kesehatan Lingkungan di Kecamatan ( Sarana Air

Bersih, Kamar Mandi, WC, Dapur, Saluran Air Limbah) pada rumah

penderita stunting

3. Diketahuinya Hubungan Sanitasi perumahan (Sarana Air Bersih, Kamar

Mandi, WC, Dapur, Saluran Air Limbah)

1.3.Manfaat Penelitian.

1. Sebagai bahan masukkan bagi Dinas Kesehatan dan stake holder lainnya

di Kab Pasaman Barat tentang Kondisi Sanitasi perumahan

2. Sebagai bahan masukkan bagi Dinas Kesehatan dan stake holder lainnya

di Kab Pasaman Barat tentang Kodisi Balita Stunting


4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Sanitasi

Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan

kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia (Widyati dan

Yuliarsih, 2002:14). Menurut WHO dalam Dalimunthe (2004:1), sanitasi

didefinisikan sebagai pengawasan faktor-faktor dalam lingkungan fisik

manusia yang dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap

perkembangan jasmani, maka berarti pula suatu usaha untuk menurunkan

jumlah penyakit manusia sedemikian rupa sehingga derajat kesehatan yang

optimal dapat dicapai.

Sanitasi rumah adalah pengendalian dari faktor-faktor lingkungan fisik

bangunan/gedung yang digunakan oleh manusia sebagai tempat berlindung,

beristirahat serta untuk melakukan kegiatan lainnya, sehingga dapat

menjamin kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosial serta kelangsungan

hidup bagi penghuninya (Prayitno 1994:2).

2.2. Pengertian Rumah

Menurut UU Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan

Permukiman dalam Widodo (2001/2002:14), rumah adalah bangunan yang

berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.

Rumah adalah bangunan untuk tempat tinggal. Sebagian besar waktu kita

berada di rumah, antara lain untuk beristirahat, menyiapkan makanan,

mendidik anak-anak, menerima tamu dan lain-lain.


5

Oleh sebab itu, kesehatan rumah perlu kita perhatikan (Dinkes

Provinsi Jawa Timur, 1993/1994:68). Menurut WHO, perumahan yang tidak

cukup dan terlalu sempit mengakibatkan pula tingginya kejadian penyakit

dalam masyarakat (Entjang, 2000:105).

Rumah adalah pusat kesehatan keluarga karena rumah merupakan

tempat dimana anggota-anggota keluarga berkumpul dan saling berhubungan

seluruh anggota keluarga serta kebiasaan hidup sehari-harinya merupakan

suatu kesatuan yang berhubungan erat. Penderitaan, kebahagiaan ataupun

salah seorang anggota keluarga akan mempengaruhi pula pada anggota-

anggota keluarga yang lainnya. Selain itu, rumah bukan sekedar tempat

istirahat melainkan juga merupakan tempat untuk mendapatkan kesenangan,

kecintaan dan mendapatkan kebahagiaan. Itulah sebabnya kesehatan harus

dimulai dari rumah, untuk ini rumah dan pengaturannya harus memenuhi

syarat-syarat kesehatan (Entjang, 2000: 108).

2.3. Konsep Rumah Sehat

Beberapa pengertian rumah sehat adalah sebagai berikut :

2..3.1. Rumah sehat adalah rumah yang di dalamnya tersedianya air bersih, ada

penampungan air bekas, ada tempat-tempat sampah, ada jamban, ada

saluran pembuangan air hujan, halaman rumah selalu dibersihkan,

pekarangan ditanami tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat, ruangan rumah

cukup luas dan tidak padat penghuninya, kamar-kamar harus berjendela,

ada lubang angin serta sinar matahari dapat masuk ruangan rumah, dinding

dan lantai harus kering dan tidak lembab, ada jalan keluar untuk asap
6

dapur, di manapun tidak terdapat jentik-jentik nyamuk, kecoa dan tikus

serta kandang ayam terpisah paling tidak 10 m jaraknya dari rumah

(Dinkes Provinsi Jawa Timur, 1993/1994: 69).

2.3.2. Rumah sehat harus memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologi, dapat

menghindarkan penyakit dan kecelakaan (Winslow dalam Entjang,

2000:105).

2.3.3. Rumah yang sehat adalah rumah yang dapat memenuhi memenuhi

kebutuhan fisik dasar dan kejiwaan dasa penghuninya, dapat melindungi

penghuni dari kemungkinan penularan penyakit atau berhubungan dengan

zat-zat yang membahayakan kesehatan, dan dapat melindungi penghuni

dari kemungkinan terjadinya bahaya atau kecelakaan (The American

Public Health Association dalam Azwar, 1995:81-83).

Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa rumah sehat

bukanlah berarti rumah yang mahal. Walaupun rumah tersebut terbuat dari bahan-

bahan yang sederhana, tetapi jika dapat memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologi

dari penghuni rumah, rumah tersebut dapat menghindarkan terjadinya penyakit,

yaitu dengan tersedianya air bersih yang cukup, ada tempat pembuangan sampah

yang memadai, terdapat ventilasi sebagai jalan masuknya cahaya dan pertukaran

udara, serta rumah tersebut dapat menghindarkan terjadinya kecelakaan misal

dengan adanya bangunan yang kokoh, maka rumah tersebut dapat dikategorikan

sebagai rumah yang sehat (Widi, 2004:14-15).

2.4. Persyaratan Rumah Sehat


7

Syarat-syarat rumah sehat menurut Dinkes Provinsi Jawa Timur

(1993/1994:69) adalah :

2.4.1. Persyaratan JambanRumah Tangga

Harus tersedia jamban. Jamban adalah tempat untuk buang air besar.

Jamban diperlukan untuk tempat buang air besar karena kotoran manusia

mengandung kuman atau bibit penyakit yang dapat membahayakan kesehatan.

Dengan membuang kotoran di jamban, kotoran tersebut akan mati di dalamnya,

sehingga tidak membahayakan lagi (mencegah tersebarnya penyakit : muntaber,

gatal-gatal, disentri, tipus, cacingan).

Menurut Depkes RI (1997b:13-15), syarat-syarat jamban yang sehat

adalah sebagai berikut :

1. Tidak mencemari sumber air minum, oleh karena itu jarak lubang

kotoran ke sumur lebih dari 10 m dan jarak lubang kotoran lebih rendah dari

sumur.

2. Tidak mencemari tanah di sekitarnya dengan cara tidak membuang

kotoran di sembarang tempat. Menurut Depkes RI (1995/1996:35), kotoran

manusia tidak boleh dibuang begitu saja di atas tanah atau semak-semak.

3. Tinja tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus. Lubang jamban

cemplung harus ditutup dan rumah jamban harus terang/ada ventilasi. Menurut

Depkes RI (1995/1996:35), kotoran manusia yang dibuang harus tertutup rapat,

artinya agar lalat tidak bisa menghinggapinya. Oleh karena itu jamban yang sehat

dapat dibuat dengan menggunakan “leher angsa” atau dilengkapi dengan tutup.
8

4. Tidak menimbulkan bau, nyaman dan aman digunakan oleh pemakai.

Gunakan jamban leher angsa agar tidak menimbulkan bau dan tersedia air, alat

pembersih lantai dan alat pembersih lubang jamban. Lantai pada jamban harus

kedap air, tidak licin dan kuat. Menurut Depkes RI (1995/1996:35), jamban perlu

dilengkapi dengan lubang ventilasi yang besar dan cukup tinggi.

5. Mudah dibersihkan dan tidak menimbulkan gangguan pada pemakai,

oleh karena itu lantai harus miring ke arah lubang pembuangan. Menurut Depkes

RI (1995/1996:35), konstruksi jamban jangan sampai menimbulkan kecelakaan,

misalnya atap yang terlalu rendah, pegangan tutup lubang jamban yang tajam dan

sebagainya.

6. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan sehingga harus

berdinding, berpintu dan beratap. Jenis jamban yang sehat (Depkes RI,1997b:13-

14) antara lain :

a) Jamban leher angsa. Jamban jenis ini dibangun untuk daerah yang

cukup air bersih, dilengkapi dengan alat penyekat air/penahan bau yang disebut

leher angsa dan dapat dibangun dalam dua jenis yaitu leher angsa cemplung dan

leher angsa dilengkapi dengan pipa. Untuk leher angsa cemplung, lubang jongkok

berada persis di atas lubang galian, sedangkan leher angsa dilengkapi dengan pipa

tempat jongkok tidak berada langsung di atas lubang penampungan kotoran.

b) Jamban tanpa leher angsa terdiri dari jamban cemplung/cubluk dan

jamban plengsengan. Jamban ini dibangun untuk daerah yang sulit memperoleh

air bersih. Tempat jongkok pada jamban cemplung/cubluk berada langsung di atas

lubang penampungan kotoran dilengkapi dengan tutup, sedangkan jamban


9

plengsengan tempat jongkok tidak berada di atas lubang kotoran, melainkan

kotoran dialirkan melalui pipa ke penampungan kotoran. Pembersihan jamban

dilakukan secara berkala setiap selesai digunakan. Pembersihan jamban

menggunakan sikat lantai, sikat bowl dan air. Sekitar jamban harus bersih dan

sampah tidak berserakan. Jamban yang rusak harus segera diperbaiki

c. Harus tersedia air bersih. Air bersih adalah air yang jernih, tidak berbau,

tidak berasa atau tawar. Air yang bersih belum tentu sehat. Air yang sehat adalah

air bersih yang sudah dimasak dan tidak mengandung bibit atau kuman penyakit.

Air yang kotor dapat menyebabkan sakit dan menularkan penyakit seperti :

muntaber, sakit perut, kulit, mata, dan lain-lain. Air bersih dapat diperoleh dari

sumur pompa tangan, penampungan air hujan (jika sumber air yang lain tidak

ada), dari mata air yang dirawat atau dari air perpipaan, dan dari sumur gali

tertutup.

Pengertian air minum seharusnya dibedakan dengan air bersih. Air bersih

dipergunakan untuk berbagai kepentingan rumah tangga seperti : mandi, mencuci

piring, dan mencuci pakaian; tetapi tidak dapat langsung diminum, karena

mungkin masih mengandung bakteri patogen. Untuk Indonesia, pengertian air

minum dan air bersih sering disamartikan, sehingga untuk siap diminum maka air

tersebut terlebih dahulu perlu direbus sebagai jaminan bahwa air tersebut telah

bebas dari kuman (Darsono, 1992:119).

2.4.2. Persyaratan Air bersih Rumah Tangga

Menurut Depkes RI (1997a:14), sesuai dengan Permenkes nomor 416

tahun 1992, persyaratan air harus memenuhi kriteria sebagai berikut :


10

1. Fisik Air yang dimanfaatkan tidak berwarna, tidak berasa dan tidak

berbau. Ketiga persyaratan itu tersebut harus ada pada setiap air bersih. Apabila

secara fisik berasa dan berbau maka rasa atau bau tersebut harus dihilangkan,

misalnya dengan penyaringan.

2. Bakteriologis Air yang dimanfaatkan tidak mengandung kuman yang

membahayakan kesehatan. Pencemaran air oleh bakteri berasal dari tercampurnya

sumber-sumber air oleh bahan pencemar misalnya oleh kotoran manusia, kotoran

binatang maupun limbah lainnya. Agar tidak terjadi pencemaran air oleh bakteri

yang mengganggu kesehatan, sumber air harus dihindari dari sumber pencemar.

3. Kimia Air yang dimanfaatkan tidak mengandung bahan kimia yang

mengganggu kesehatan. Beberapa bahan kimia apabila terdapat dalam air dan

dikonsumsi dalam waktu yang lama akan menimbulkan penyakit pada masyarakat

yang mengkonsumsi.

Air sebelum dikonsumsi sebagai air minum perlu dimasak terlebih dahulu

sampai mendidih, setelah 5 menit baru diangkat dan diletakkan di tempat yang

tertutup. Untuk penyajian digunakan cangkir/gelas yang telah dicuci dengan air

bersih memakai sabun dan tidak boleh dicampur dengan air mentah.

2.4.3. Persyaratan Pengolahan Sampah Rumah Tangga

Harus tersedia tempat sampah. Sampah adalah semua benda atau produk

sisa dalam bentuk padat sebagai akibat aktivitas manusia yang dianggap tidak

bermanfaat dan tidak dikehendaki oleh pemiliknya atau dibuang sebagai barang

tidak berguna (Depkes RI, 1997b:22). Sampah dibuang pada tempat sampah yang

terbuat dari plastik atau anyaman, pada bak sampah atau lubang pembuangan
11

sampah di kediaman sendiri. Jika sampah dibuang dengan benar, keuntungannya

antara lain : menghindari timbulnya penyakit, keadaan bersih sehingga

menimbulkan kebanggaan dan kepuasan batin, menciptakan keindahan,

menimbulkan suasana nyaman, dan dapat menghasilkan pupuk. Gangguan atau

bahaya yang dapat ditimbulkan oleh sampah :

1. Sampah dapat menimbulkan pengotoran air, mengganggu pemandangan

dan menimbulkan pengotoran udara seperti bau busuk dan asap. 2. Sampah dapat

menyumbat saluran air, parit atau got, sehingga dapat menyebabkan banjir,

merusak jalan dan bangunan.

2. Sampah dapat menimbulkan kecelakaan seperti luka terkena paku,

beling (pecahan kaca), atau dapat menyebabkan kebakaran.

3. Sampah dapat menjadi sarang lalat, tikus, nyamuk, dan kecoa yang

dapat menyebarkan bibit penyakit.

Persyaratan Pengolahan Limbah rumah tanggga

Air limbah harus diurus secara sehat. Air limbah adalah air bekas dari kamar

mandi, dapur atau cucian yang dapat mengotori sumur, sungai atau danau yang

selanjutnya dapat mengganggu kesehatan. Air limbah atau air bekas jelas tidak

bersih dan dapat mengganggu pemandangan, menjadi sarang nyamuk yang

menularkan penyakit, menimbulkan bau busuk, dan mengurangi luas tanah yang

seharusnya dapat digunakan. Cara mengurus air limbah yang sehat adalah dengan

menggunakan SPAL (Sistem/Sarana/Saluran Pembuangan Air Limbah). Menurut

Depkes RI (1997b:37), SPAL adalah suatu bangunan yang digunakan untuk

membuang air buangan di kamar mandi, tempat cuci, dapur dan lain-lain bukan
12

dari jamban atau peturasan. SPAL yang sehat hendaknya memenuhi persyaratan

sebagai berikut :

1. Tidak mencemari sumber air bersih (jarak dengan sumber air minimal 10 m).

Menurut Depkes RI (1995/1996:35), air limbah tidak boleh dibuang ke sungai,

danau, dan laut begitu saja kecuali telah melalui sarana pengolahan air limbah

sederhana seperti bak penangkap lemak, saringan pasir dan sebagainya. Air

limbah dapat ditampung dalam lubang tertutup.

2. Tidak menimbulkan genangan air yang dapat dipergunakan untuk sarang

nyamuk (diberi tutup yang cukup rapat).

3. Tidak menimbulkan bau (diberi tutup yang cukup rapat).

4. Tidak menimbulkan becek atau pandangan yang tidak menyenangkan (tidak

bocor sampai meluap). Ada berbagai sistem SPAL seperti kolam oksidasi,

bak pemeliharaan ikan lele, langsung dibuang ke sungai dengan saluran,

sumur peresapan dan lain-lain. Yang dikembangkan adalah sistem peresapan.

Berbagai macam konstruksi SPAL dengan sistem peresapan hanya dibedakan

dari macam material/bahan utama yang digunakan yaitu : SPAL dari bambu,

dari kayu, dari drum, dari pasangan bata dan bet4.n, dari koral (khusus rumah

panggung).

2.4.4. Persyaratan Kamar Tidur Rumah Tangga

Kamar tidur harus berjendela, ada lubang angin, dinding dan lantainya

tidak boleh lembab dan tidak padat penghuninya. Jendela berfungsi agar udara

kotor dalam ruang tidur dapat berganti dengan udara segar dan bersih dari luar,

sinar matahari dapat masuk ke dalam kamar dan dapat membunuh kuman
13

penyakit, kamar tidak lembab, pengap, dan berbau tidak sedap, ruang menjadi

terang sehingga mudah dibersihkan.

Ukuran jendela sekurang-kurangnya 1/10 dari luas lantai ruangan.

Menurut Berdasarkan Direktorat Higiene dan Sanitasi Depkes RI Tahun 1993

dalam Mukono (2006:156), kepadatan penghuni dikategorikan menjadi memenuhi

standar jika 2 orang per 8 m2, kepadatan tinggi jika lebih dari 2 orang per 8 m2,

dengan ketentuan anak <1 tahun tidak diperhitungkan dan umur 1-10 tahun

dihitung setengah. Menurut Depkes RI (1997b:28), ventilasi yang baik akan

menghasilkan udara yang nyaman C dan kelembaban 50-70%. Lubang ventilasi

minimaldengan temperatur 22 5% luas lantai.

Dinding dan lantai yang lembab dapat menurunkan daya tahan tubuh

terhadap serangan penyakit. Penyakit encok dan radang pernapasan dapat mudah

kambuh karena kebiasaan tidur di ruangan yang lembab. Ruangan rumah harus

cukup luas dan tidak padat penghuninya.

Ruangan rumah dikatakan tidak padat penghuninya jika luas seluruh

rumah di luar kamar mandi dan kakus dibagi jumlah penghuni lebih besar atau

sama dengan 8 m2 per jiwa. Hal ini dilakukan agar bila salah seorang

penghuninya sakit menular, maka penyakitnya itu akan mudah menular ke

penghuni lain. Penyakit flu, batuk, mata, TBC, paru, kulit dan sebagainya mudah

menular bila ruang tidur sempit atau tidur berdesak-desakan. f. Ada jalan keluar

untuk asap dapur melalui lubang langit-langit.

Ruangan yang udaranya banyak tercemar ialah dapur. Jalan keluar untuk

asap dapur dapat berupa cerobong asap dan ventilasi yang khusus untuk
14

mengeluarkan asap dapur sehingga asap tidak memenuhi ruang dapur

(Soemarwoto, 2001:68). Penghawaan di dapur akan memenuhi syarat jika lubang

ventilasi sama dengan 5 % luas lantai dapur. Lubang asap dapur yang tidak

memenuhi persyaratan akan menyebabkan gangguan pernapasan dan mungkin

akan merusak alat-alat pernapasan, dapat membuat lingkungan rumah menjadi

kotor, mata menjadi pedih, mengotori dinding-dinding dan atap dapur, udara

menjadi bau. Oleh karena itu buatlah jalan keluar untuk asap pada bagian atas/di

atas sumber asap (Depkes RI, 1997b:30-31).

2.4.5. Persyaratan Pengolahan Sarang Vector

Tidak boleh ada jentik nyamuk, kecoa dan tikus. Jentik nyamuk akan

berubah menjadi nyamuk. Nyamuk mengganggu dan dapat menularkan penyakit

seperti : malaria, demam berdarah, kaki gajah dan lain-lain. Kecoa dan tikus juga

bisa menularkan penyakit. Menurut Depkes RI (1997b:30-32), tikus dapat

mengganggu penghuninya karena membuat gaduh di atas langit-langit dan

merusak barang-barang pemiliknya. Selain itu dapat pula menyebarkan penyakit

pes melalui pinjalnya. Untuk menghindarkan gigitan nyamuk diupayakan dengan

berbagai cara antara lain :

1. Pembersihan tempat-tempat yang memungkinkan jentik-jentik nyamuk

dapat berkembang (dengan membersihkan bak air dan bak kamar mandi seminggu

sekali, menutup rapat-rapat wadah penampungan air, mengganti air pada vas

bunga dan tempat air minum burung seminggu sekali, timbunlah kaleng-kaleng

bekas di dalam tanah, tutup lubang pada pagar bambu supaya nyamuk tidak

bersarang, alirkan air hujan dan air limbah agar tidak menggenang ).
15

2. Pemasangan kawat kasa pada lubang ventilasi, jendela dan pintu

3. Penggunaan kelambu pada saat tidur

4. Membuat ruangan terang, bersih, tidak lembab dan pakaian tidak

bergelantungan

5. Menjauhkan rumah dari kandang

6. Penggunaan bahan pestisida Sedangkan untuk mencegah bersarangnya

tikus di rumah maka diupayakan agar langit-langit harus tertutup dan penempatan

alat rumah tangga tidak bertumpuk sehingga ruangan mudah dibersihkan

2.4.6.Persyaratan Halaman Rumah.

Rumah dan halaman rumah harus selalu dibersihkan Sampah dapat

mendatangkan penyakit. Lalat, tikus, dan kecoa sangat suka sampah. Mereka

adalah binatang yang dapat menularkan penyakit, suka pada tempat yang kotor,

dan suka pada makanan kita sehingga makanan kita dapat dicemari. Menurut

Depkes RI (1997b:30-32), pekarangan yang tidak terpelihara dapat menularkan

penyakit secara tidak langsung melalui serangga dan tikus serta gangguan

binatang berbisa. Oleh karena itu rumah dan pekarangan harus dibersihkan setiap

hari dan ditanami tanaman bermanfaat.

i. Kandang harus terpisah dari rumah. Kandang ternak terpisah paling tidak 10

m jaraknya dari rumah. Hal ini disebabkan karena di kandang sering banyak

lalat dan nyamuk. Lalat dan nyamuk menularkan penyakit. Selain itu, kotoran

ternak menyebabkan bau busuk yang sangat mengganggu dan dapat menjadi

sumber penyakit seperti penyakit tetanus yang membahayakan.


16

Menurut Depkes RI (1997b:30-32), kandang ternak yang tidak memenuhi

persyaratan dapat menimbulkan penyakit antara lain tetanus, antrak, malaria,

kaki gajah, diare dan penyakit perut lainnya. Cara mengatasi dan menghindari

dari penyakit yang mungkin timbul yaitu dengan menjauhkan sejauh mungkin

kontak antara binatang dengan orang dan serangga yang bersarang di kandang

ternak dengan orang serta dengan membersihkan kandang ternak setiap hari.

2.5. Stunting

Indonesia merupakan negara terbesar kelima dengan jumlah anak stunting di

dunia. Studi Pemantauan Status Gizi (PSG) Kementerian Kesehatan tahun 2016

mencatat terdapat 28% balita stunting di Indonesia. Stunting adalah masalah

kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu

cukup lama. Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat

anak berusia dua tahun, dimana anak secara fisik terlihat lebih pendek daripada

anak lain seumurnya. Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan angka

kematian bayi dan anak, menyebabkan penderitanya mudah sakit, memiliki postur

tubuh tidak maksimal saat dewasa, dan tidak memiliki kekampuan kognitif yang

memadai, sehingga tidak saja mengakibatkan kerugian bagi individu tetapi juga

kerugian sosial ekonomi jangka panjang bagi Indonesia.

Stunting bukan hanya karena kurang makan. Stunting disebabkan oleh

berbagai faktor yang berakar pada kemiskinan, ketahanan pangan dan gizi, serta

pendidikan. Secara tidak langsung akar masalah ini mempengaruhi ketersediaan

dan pola konsumsi rumah tangga, pola asuh, pelayanan kesehatan, dan kesehatan

lingkungan yang kemudian mempengaruhi asupan makanan dan menyebabkan


17

berbagai infeksi, sehingga menimbulkan gangguan gizi ibu dan anak

Kementerian Kesehatan RI Tahun 2017 Hal: 2 (UNICEF 1990, disesuaikan

dengan kondisi Indonesia).

Untuk mencegah dan mengatasi stunting, dilakukan dua model intervensi

yaitu intervensi spesifik dan sensitif. Intervensi spesifik mencakup upaya-upaya

mencegah dan mengurangi gangguan secara langsung misalnya melalui imunisasi,

pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil dan balita, dan pemantauan

pertumbuhan. Intervensi sensitif mencakup upaya-upaya mencegah dan

mengurangi gangguan secara tidak langsung misalnya melalui penyediaan air

bersih, perbaikan sanitasi, peningkatan pendidikan, penanggulangan kemiskinan,

dan peningkatan kesetaraan gender. Studi Lancet (2008) menemukan bahwa

intervensi spesifik hanya mendukung 20% upaya pencegahan/penurunan stunting,

sementara intervensi sensitif berkontribusi hingga 80%. Sementara itu berbagai

studi yang dilakukan oleh WHO, UNICEF, World Bank, dan dari kalangan

akademisi menemukan bahwa ketersediaan akses air minum yang aman dan

sanitasi yang layak merupakan kunci untuk mencegah paparan penyakit-penyakit

berbasis lingkungan yang menjadi penyebab terjadinya diare, cacingan, infeksi

saluran pernafasan, dan stunting.

Hingga akhir 2016, BPS mencatat 87% penduduk Indonesia telah

memiliki akses air minum yang aman dan 61% memiliki akses sanitasi yang

layak. Terdapat peningkatan akses yang cukup besar sejak tahun 2008, terutama

setelah pemerintah menerapkan pendekatan Sanitasi Total Berbasis Kementerian

Kesehatan RI Tahun 2017 Hal: 3 .


18

2.6. Landasan Teori.

Adapun landasan teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah mengacu

dari Unicef, dimana disebutkan bahwa salah satu factor terhadap kejadian

Stunting adalah :

2.7. Kerangka Konsep.

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini berupa variable independen

Kondisi Kesehatan Lingkungan yang ada pada rumah Balita Stunting, juga

intervening variable seperti peran dan dukungan instansi terkait dalan hhal Dinas

Kesehatan dan Puskesmas yang mana kedua variable ini erat kaitannya dengan

kejadian Stunting Balita. Dapat Penulis jabarkan dalam skema kerangka konsep di

bawah ini :
19

Kerangka Konsep :
Variabel Independent : Variabel Dependent :

Kondisi Kesehatan Lingkungan Kejadian Stunting pada Balita

Intervening Variabel :
BAB III.
Peran dan Dukungan dari Instansi Terkait
METODE PENELITIAN
20

BAB. III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah analitik dengan desain case control Study dimana yang

menjadi kelompok Kasus adalah KK yang memiliki balita Stunting dan kelompok

kontrolnya KK yang memiliki balita yang tidak mengalami stunting sebagai

Variabel dependen, selanjutnya ditelusuri secara retrospektif factor penyebabnya

(Kondisi Kesehatan Lingkungan) sebagai variable independennya dimasing-

masing kelompok baik kelompok kasus maupun kelompok control (Siswanto,

2014). Kemudian sebagai bahan kajian analisis juga ada intervening variable

berupa Peran dan Dukungan dari Dinas Kesehatan Kab. Pasaman Barat dan juga

pihak puskesmas dalam menangani kejadian Stunting pada Balita.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian.

Penelitian ini dilakukan pada rumah yang memiliki balita stunting di

daerah Kecamatan Balingka Kenagarian Parik Kabupaten Pasaman Barat,

Bulan Januari 2019 sampai bulan November tahun 2019.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi penelitan adalah seluruh rumah yang mengalami kejadian

Stunting.di Kecamatan Balingka Kenagarian Parik Kabupaten Pasaman

Barat yaitu 920 rumah


21

3.3.2 Sampel

Penentuan sampel diambil Secara proporsional random sampling

pada rumah yang emiliki balita Stunting di Kecamatan Balingka

Kenagarian Parik Kabupaten Pasaman Barat., Dengan rumus jumlah

sampel sebagai berikut :

𝑃. 𝑄
n = 𝑍𝛼 2
𝑑

n = Besar Sampel

𝑍𝛼 = 1,94

P = Proporrsi kejadian.(20,38% kejadian stanting)= 0,2

Q = 1-P = 0,8

𝑑2 = presisi 10 % = 0,1

Jumlah sampel yang dibutuhkan sebanyak 31,04 = 32 KK dengan

perbandingan sampel 1:1, artinya 32 KK yang mempunyai balita dengan stunting

dan kelompok kontrolnya KK dengan balita yang tidak mengalami stunting.

1. Kriteria Inklusi

a. Rumah yang memiliki balita Stunting di Kecamatan Balingka

Kenagarian Parik Kabupaten Pasaman Barat..

b. Kepala Keluarga atau Ibu yang memiliki Balita bersedia

Rumahnya dijadikan sampel penelitian.


22

c. Sampel tinggal menetap di daerah tersebut dalam waktu yang lama.

d. Responsif

2. Kriteria Ekslusi.

a. Kepala Keluarga atau Ibu yang memiliki balita Stunting tidak

mengizinkan rumahnya dijadikan sampel.

b. Tinggal di wilayah tersebut tidak dalam waktu yang lama

3.4 Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel diambil Secara proporsional random sampling

pada rumah yang memiliki balita Stunting di Kecamatan Balingka

Kenagarian Parik Kabupaten Pasaman Barat.,

3.5. Analisa Data

Analisis penelitian dilakukan dengan mengunakan analisis univariat

dan bivariat. Analaisis univariat dilakukan untuk mengetahui Kondisi

Kesehatan Lingkungan pada rumah yang memiliki balita Stunting. Analisis

bivariat dilakukan untuk mengetahui samapi seberapa jauh peranan factor

risiko kesehatan lingkungan pada rumah yang memiliki balita stunting

dengan kejadian balita yang Stunting, dengan memakai uji

3.6. Penyajian Data

Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi Kondisi

Kesehatan Lingkungan pada rumah yang memiliki Balita Stunting. Dan

tabulasi silang untuk mengetahu sampai jauh peranan factor risiko kesehatan

lingkungan terhadap kejadian stunting serta sampai seberapa jauh peran


23

dukungan dari pihak Dinas Kesehatan dan Puskesmas terhadap kejadian

Stunting pada Balita di Kecamatan Balingka Kenagarian Parik Kab. Pasaman

Barat.

Anda mungkin juga menyukai