Anda di halaman 1dari 33

SEJARAH SINGKAT UNIVERSITAS GADJAH MADA

Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada


Sejarah Balai Perguruan Tinggi berdasarkan Laporan Dies yang kesatu
tahun 1974 tertulis “Siapakah mula-mula yang mempunyai pikiran untuk
mendirikan Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada?”
Pada tanggal 24 Januari 1946 di Gedung S.M.T. Kotabaru, Yogyakarta
diadakan pertemuan antara beberapa cerdik pandai untuk mendiskusikan
kemungkinan mendirikan balai perguruan tinggi (universitas swasta) di
Yogyakarta, sebagai promotor Sdr. Mr. Boediarto (ketua), Sdr. Ir. Marsito, Sdr.
Prof. Dr. Prijono dan Sdr. Mr. Soenardjo. Pengurus terdiri dari Dr. Soeleiman, Dr.
Boentaran, Dr. Soeharto, B.P.H. Bintoro, Prof. H. Farid Ma’ruf, Mr. Mangunjudo,
K.P.H. Nototaruno, dan Prof. Ir. Rooseno.
Setelah persiapan selesai, pada tanggal 3 Maret 1946 di Gedung
Malioboro Yogyakarta diadakan pertemuan resmi untuk mengumumkan
berdirinya Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada dengan bagian fakultas hukum
dan fakultas kesusasteraan. Dengan demikian, pada tahun 1946 di Yogyakarta ada
dua perguruan tinggi, yaitu Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada dan Sekolah
Tinggi Teknik (berdiri tanggal 17 Februari 1946). Sekolah Tinggi Teknik ini
merupakan usaha penghidupan kembali Sekolah Tinggi Teknik Bandung, yang
terpaksa ditutup karena suasana perang antara Indonesia dan tentara sekutu.
Sekolah Tinggi Teknik Bandung dipimpin oleh Prof. Ir. Rooseno dan Prof. Ir.
Wreksodhiningrat. Oleh karena itu, mahasiswa Fakultas Teknik Bandung
dapat melanjutkan pendidikannya dan menempuh ujian insinyur di Sekolah
Tinggi Teknik Yogyakarta. Tidak dapat dilupakan bahwa yang memberi
dukungan besar untuk berlangsungnya Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada itu
adalah Sri Sultan Hamengku Buwono ke IX.
Setelah penyerbuan Belanda ke Yogyakarta, 19 Desember 1948, kedua
perguruan tinggi di atas terpaksa ditutup. Para dosen dan mahasiswanya memilih
berjuang menentang Belanda daripada melanjutkan proses belajar mengajar,
namun peralatan kuliah tetap dipelihara dengan baik oleh para mahasiswa.
Pindah ke Klaten
Sejarah pendirian fakultas kedokteran bermula dari kota Klaten. Tahun 1946
Klaten terkenal sebagai kota pendidikan, di sini berdiri perguruan tinggi, antara
lain Perguruan Tinggi Kedokteran (berdiri 5 Maret 1946), Sekolah Tinggi
Kedokteran Hewan (berdiri 20 September 1946), Sekolah Tinggi Farmasi (berdiri
27 September 1946), dan Perguruan Tinggi Pertanian (berdiri 27 September
1946).
Mengapa Klaten dipilih sebagai tempat pendirian beberapa perguruan
tinggi? Karena Klaten terletak di pedalaman. Kota-kota besar seperti Jakarta,
Bandung, dan Surabaya tidak mungkin lagi menyelenggarakan pendidikan tinggi.
Hal ini disebabkan ketiga kota tersebut seringkali dibom oleh tentara sekutu. Para
pejuang Indonesia di tiga kota tersebut tidak tinggal diam. Mereka juga membalas
menyerang sekutu sehingga ketiga kota tersebut menjadi ajang pertempuran.
Alasan lainnya adalah adanya laboratorium pendukung dan lnstitut Pasteur, serta
laboratorium disediakan oleh Rumah Sakit Tegalyoso.
Sedangkan Institut Pasteur di Bandung, setelah diambil alih oleh bangsa
Indonesia dari tangan Jepang, 1 September 1945, dipindahkan ke Klaten. Salah
seorang yang turut memindahkan institut ini adalah Prof. Dr. M. Sardjito.
Kehidupan perguruan tinggi di Klaten makin marak dengan berdirinya Fak.
Kedokteran Gigi pada awal tahun 1948. Hal ini berlangsung sampai 19 Desember
1948, saat Belanda menyerbu ke dalam daerah Republik Indonesia.
Tujuh bulan sebelum penyerbuan Belanda ke Republik Indonesia, tepatnya
awal Mei 1948, Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan
sesungguhnya sudah mendirikan Akademi Ilmu Politik di Yogyakarta. Akademi
ini berdiri atas usul Kementerian Dalam Negeri, untuk mendidik calon-calon
pegawai Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri, dan Departemen
Penerangan.
Setelah berdirinya Akademi Ilmu Politik yang dipimpin oleh Prof.
Djokosoetono, S.H. Beberapa pegawai Departemen Dalam Negeri yang belajar di
sini, antara lain: Djumadi lsworo, Soempono Djojowadono, Irnan Soetikno,
Bambang Soegeng Wardi, dan Dradjat. Akan tetapi, akademi ini tidak bertahan
lama. Setelah pemberontakan PKI Madiun meletus (September 1948) akademi ini
ditinggalkan oleh para mahasiswanya. Mereka ikut menumpas pemberontakan dan
membangun kembali kerusakan-kerusakan yang terjadi, kemudian akademi ini
terpaksa ditutup. Jika di Klaten dan Yogyakarta ada perguruan tinggi terpaksa
ditutup, di Solo ada perguruan tinggi yang sudah dibuka namun terpaksa batal
diresmikan, yaitu Balai Pendidikan Ahli Hukum (berdiri 1 November 1948)
sebagai hasil kerjasama Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan
dengan Kementerian Kehakiman.
Bersamaan dengan itu, panitia pendirian perguruan tinggi swasta di Solo,
yang dipimpin oleh Drs. Notonagoro, S.H., Koesoemadi, S.H., dan Hardjono,
S.H., juga merencanakan pendirian Sekolah Tinggi Hukum Negeri. Panitia ini
menyarankan agar Balai Pendidikan Ahli Hukum digabung saja dengan Sekolah
Tinggi Hukum Negeri untuk melakukan efisiensi, dan usul tersebut diterima oleh
pemerintah. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1948 yang
menyebutkan bahwa Balai Pendidikan Ahli Hukum digabungkan ke dalam
Sekolah Tinggi Hukum Negeri.
Menurut Prof. Dr. M. Sardjito, Sekolah Tinggi Hukum Negeri Solo ini akan
diresmikan tanggal 28 Desember 1948. Akan tetapi, sembilan hari sebelum
peresmian, Belanda sudah menyerbu ke wilayah Republik Indonesia. Apa boleh
buat, perjuangan menentang Belanda menjadi prioritas. Akibatnya, sekolah tinggi
ini layu sebelum menguntum dan terpaksa bubar sebelum diresmikan.

Kembali ke Yogyakarta
Tidak banyak yang ingat kapan persisnya timbul ide untuk menggabungkan
beberapa perguruan tinggi perjuangan (sebutan ini, diberikan oleh Prof. Ir.
Herman Johannes) tersebut di atas menjadi sebuah perguruan tinggi. Akan tetapi,
menurut Prof. Dr. M. Sardjito, tanggal 20 Mei 1949, ada rapat Panitia Perguruan
Tinggi, di Pendopo Kepatihan Yogyakarta. Rapat ini dipimpin oleh Prof. Dr.
Soetopo, dengan anggota rapat antara lain, Sri Sultan Hamengku Buwono IX,
Prof. Dr. M. Sardjito, Prof. Dr. Prijono, Prof. Ir. Wreksodhiningrat, Prof. Ir.
Harjono, Prof. Sugardo dan Slamet Soetikno, S.H. Salah satu hasil rapat adalah
beberapa anggota rapat menyanggupi pendirian perguruan kembali di wilayah
republik, yaitu Yogyakarta. Mereka yang bersedia adalah Prof. Ir.
Wreksodhiningrat, Prof. Dr. Prijono, Prof. Ir. Harjono dan Prof. Dr. M. Sardjito.
Kesulitan utama yang ditemui para guru besar dalam mendirikan kembali
perguruan tinggi di Yogya adalah tidak adanya ruangan untuk kuliah. Beruntung
Sri Sultan Hamengku Buwono IX bersedia meminjamkan kraton dan beberapa
gedung di sekitar kraton untuk ruang kuliah. Masalah utama pun terpecahkan,
setelah itu persiapan lain pun dimatangkan.
Usaha keras para guru besar tersebut akhirnya membuahkan hasil. Tanggal
1 November 1949, di Kompleks Peguruan Tinggi Kadipaten, Yogyakarta, berdiri
kembali Fakultas Kedokteran Gigi dan Farmasi, Fakultas Pertanian, dan Fakultas
Kedokteran. Pembukaan ketiga fakultas ini dihadiri oleh Bung Karno. Pada
pembukaan ini, menurut Prof. Dr. M. Sardjito, diadakan sebuah renungan bagi
para dosen dan mahasiswa yang telah gugur dalam peperangan melawan Belanda,
yaitu: Prof. Dr. Abdulrachman Saleh, Ir. Notokoesoemo, Roewito, Asmono,
Hardjito dan Wurjanto.
Keesokan harinya, 2 November 1949, giliran Fakultas Teknik, Akademi
Ilmu Politik dan beberapa fakultas yang berada di bawah naungan Yayasan Balai
Perguruan Tinggi Gadjah Mada yang diresmikan. Kota Yogyakarta pun kembali
marak dengan mahasiswa. Sebulan kemudian, tepatnya 3 Desember 1949, dibuka
pula Fakultas Hukum di Yogyakarta. Fakultas ini merupakan pindahan Sekolah
Tinggi Hukum Negeri Solo. Orang yang berjasa dalam pemindahan ini adalah
Prof. Drs. Notonagoro, S.H.

Universiteit Negeri Gadjah Mada


Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 23 tanggal 16 Desember 1949
tentang Peraturan Sementara Penggabungan Perguruan Tinggi menjadi
Universiteit, merupakan jalan pembuka untuk menyelenggarakan sebuah
universitas nasional yang bernama Universitas Gadjah Mada. Pada tanggal 19
Desember 1949 Pemerintah Republik Indonesia secara resmi mulai
menyelenggarakan perguruan tinggi negeri yang dikenal sebagai Universiteit
Negeri Gadjah Mada yang berkedudukan di Yogyakarta. Universiteit Negeri
Gadjah Mada ini merupakan penggabungan dari beberapa Perguruan Tinggi yang
telah ada lebih dulu yaitu:
1. Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi, Farmasi, Kedokteran Hewan, dan
Fakultas pertanian yang didirikan di Klaten pada tahun 1946
2. Sekolah Tinggi Teknik di Yogyakarta yang didirikan pada tanggal 12
Februari 1946
3. Sekolah Tinggi Hukum dan Sekolah Tinggi Sastra yang didirikan oleh
Yayasan Balai Perguruan Tinggi Yogyakarta Pada tanggal 3 Maret 1946

Pada saat berdirinya, menurut Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1949,


Universiteit Negeri Gadjah Mada memiliki enam fakultas, yaitu: (1) Fakultas
Teknik (di dalamnya termasuk Akademi Ilmu Ukur dan Akademi Pendidikan
Guru Bagian Ilmu Alam dan Ilmu Pasti); (2) Fakultas Kedokteran di dalamnya
termasuk Bagian Farmasi, Bagian Kedokteran Gigi dan Akademi Pendidikan
Guru Bagian Kimia, dan Ilmu Hayat; (3) Fakultas Pertanian di dalamnya ada
Akademi Pertanian dan Kehutanan; (4) Fakultas Kedokteran Hewan; (5) Fakultas
Hukum di dalamnya ada Akademi Keahlian Hukum, Keahlian Ekonomi dan
Notariat, Akademi Ilmu Politik dan Akademi Pendidikan Guru Bagian
Tatanegara, Ekonomi dan Sosiologi; dan (6) Fakultas Sastra dan Filsafat di
dalamnya ada Akademi Pendidikan Guru bagian Sastra.

Pada saat peresmian Universiteit Negeri Gadjah Mada, Prof. Dr. M. Sardjito
ditetapkan sebagai Presiden Universiteit Negeri Gadjah Mada. Pada saat yang
sama juga ditetapkan Senat Universiteit Negeri Gadjah Mada dan Dewan Kurator
Universiteit Negeri Gadjah Mada. Pengurus Dewan Kurator UNGM terdiri dari
Ketua Kehormatan adalah Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Ketua adalah Sri
Paku Alam VIII, wakil ketua dan anggota. Hal ini menimbulkan pendapat bahwa
ketika UGM lahir, ia memang telah siap untuk meneruskan perjuangan, yaitu
meningkatkan martabat manusia Indonesia.
Universitit Negeri Gadjah Mada
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1950 Peraturan
Sementara tentang Universitit Negeri Gadjah Mada pasal 1 menyebutkan:
“Universitit Negeri Gadjah Mada adalah Balai Nasional Ilmu Pengetahuan dan
Kebudajaan bagi pendidikan dan pengadjaran tinggi. Universitit Negeri Gadjah
Mada berkedudukan di Jogjakarta.“
Pada tanggal 23 Januari 1950 ditambah lagi dengan Fakultas Sastra,
Pedagogik, dan Filsafat. Kemudian pada tanggal 19 Juli 1952 di Surabaya dibuka
Cabang dari Fakultas Hukum, Sosial dan Politik. Cabang Surabaya ini pada bulan
November 1954 dilepaskan dan dimasukkan sebagai Fakultas pada Universitas
Airlangga.
Pada tahun 1952 Fakultas Hukum, Sosial dan Politik ditambah dengan
jurusan Ekonomi, sehingga menjadi Fakultas Hukum, Ekonomi, Sosial dan Politik
(HESP). Bulan September 1952 Fakultas Pertanian ditambah dengan Bagian
Kehutanan, sehingga Fakultas ini menjadi Fakultas Pertanian dan Kehutanan.

Universitas Gadjah Mada


Setelah beberapa kali mengalami perubahan nama dari universiteit,
universitit akhirnya pada tahun 1955 berubah menjadi universitas dan sejak saat
itu kata “negeri” pada Universitit Negeri Gadjah Mada dihilangkan sehingga
menjadi Universitas Gadjah Mada. Hal tersebut sesuai dengan Penjelasan
Undang-undang Republik Indonesia No. 10 tahun 1955:
“…Dengan Undang-undang ini ditetapkan pula, bahwa Universiteit Van
Indonesie dan universitit Negeri Gadjah Mada diubah namanya dalam Bahasa
Indonesia menjadi Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada, yang
terjadi atas beberapa Fakultas. Selanjutnya bagi segala peraturan dan ketentuan
istilah dan nama resmi untuk mengganti kata universiteit ialah “universitas” dan
“fakultas”.”
Perubahan – perubahan yang agak besar terjadi sejak bulan September 1955
yaitu:
1. Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi dan Farmasi menjadi Fakultas
Kedokteran dan Kedokteran Gigi dan Fakultas Farmasi.
2. Bagian Bakaloreat Biologi dari Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi dan
Farmasi menjadi Fakultas Biologi.
3. Fakultas Hukum, Ekonomi, Sosial dan Poilitik berkembang menjadi 3
Fakultas, yaitu: Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, dan Fakultas Sosial
dan Politik.
4. Tingkat Pengajaran Bakaloreat Ilmu Pasti dan Bakaloreat Ilmu Alam dari
Bagian Sipil Fakultas Teknik dijadikan Fakultas Ilmu Pasti dan Ala
Pada tahun 1955 Fakultas Sastra, Pedagogik dan Filsafat berkembang
menjadi 3 Fakultas yaitu: Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Fakultas Filsafat, dan
Fakultas Pendidikan. Fakultas Pendidikan mempunyai 2 bagian yaitu: Bagian
Pendidikan dan Bagian Pendidikan Jasmani. Untuk memberikan pendidikan
umum yang kuat bagi semua fakultas, didirikan juga Fakultas Umum, dan
digabung dengan Fakultas Filsafat menjadi Gabungan Fakultas Umum dan
Fakultas Filsafat.
Pada tahun 1961 Fakultas Filsafat dibubarkan dan tahun 1962 Fakultas
Umum juga dibubarkan. Tahun 1973 didirikan Biro Penyelenggaraan Kuliah-
kuliah Khusus yang melaksanakan tugas yang semula menjadi tugas
Gabungan Fakultas Umum dan Fakultas Filsafat.
Fakultas Kedokteran Hewan namanya diubah menjadi Fakultas Kedokteran
Hewan dan Peternakan. Tahun 1960 Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Gigi
berkembang menjadi Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi.
Kemudian pada tahun 1962 Bagian Pendidikan Jasmani dari Fakultas Ilmu
Pendidikan ditingkatkan menjadi Fakultas Pendidikan Jasmani. Fakultas ini
diserahkan kepada Departemen Olah Raga pada tahun 1963 dan menjadi Sekolah
Tinggi Olah Raga (STO). Tahun 1963 Bagian Kehutanan dari Fakultas Pertanian
digabung ditingkatkan menjadi Fakultas Kehutanan dan Jurusan Teknologi
Pertanian. Tahun itu juga Jurusan Geografi pada Fakultas Sastra dan Kebudayaan
ditingkatkan menjadi Fakultas Geografi. Tahun 1961 salah satu Jurusan FIP
bersama dengan B I dan B II ditingkatkan menjadi IKIP. Tahun 1964 berdirilah
IKIP sebagai integrasi FKIP, FIP, dan IPG. Jurusan Psikologi dari FIP lalu
menjadi Bagian Psikologi, yang kemudian pada tanggal 8 Januari 1965 menjadi
Fakultas Psikologi. Tanggal 18 Agustus 1967 Fakultas Filsafat didirikan, dan pada
tahun 1969 Biro Penyelenggaraan Kuliah-kuliah Khusus dimasukkan kedalam
Fakultas Filsafat sebagai Biro Penyelenggaraan Kuliah-kuliah Agama. Tahun
1969 Fakultas yang ke-18 lahir, yaitu Fakultas Peternakan yang merupakan
peningkatan Bagian Peternakan dari Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan.
Sampai tahun 1985 Universitas Gadjah Mada memiliki 18 Fakultas dan tanggal
pendirian sebagai berikut:
1. Fakultas Hukum, 19 Desember 1949
2. Fakultas Kedokteran, 19 Desember 1949
3. Fakultas Kedokteran Hewan, 19 Desember 1949
4. Fakultas Pertanian, 19 Desember 1949
5. Fakultas Teknik, 19 Desember 1949
6. Fakultas Sastra dan Kebudayaan, 23 Januari 1951
7. Fakultas Biologi, 19 September 1955
8. Fakultas Ekonomi, 19 September 1955
9. Fakultas Farmasi, 19 September 1955
10. Fakultas Ilmu Pasti dan Alam, 19 September 1955
11. Fakultas Sosial dan Politik, 19 September 1955
12. Fakultas Kedokteran Gigi, 29 Desember 1960
13. Fakultas Kehutanan, 17 Agustus 1963
14. Fakultas Geografi, 1 September 1963
15. Fakultas Teknologi Pertanian, 19 September 1963
16. Fakultas Psikologi, 8 Januari 1965
17. Fakultas Filsafat, 18 Agustus 1967
18. Fakultas Peternakan, 10 November 1969

Pimpinan UGM sejak 1949 sampai sekarang:


1. Prof. Dr. Sardjito (1949 – 1962)
2. Prof. Ir. H. Johannes (1962 – 1966)
3. Drg. Nasir Alwi (1966 – 1967)
4. Drs. Soepojo Padmodipoetro, M.A. (1967 – 1968)
5. Drs. Soeroso H. Prawirohardjo, M.A. (1968 – 1973)
6. Prof. Dr. Sukadji Ranuwihardjo, M.A. (1973 – 1981)
7. Prof. Dr. Teuku Jacob MD (1981 – 1985)
8. Prof. Dr. Koesnadi Hardjosoemantri, S.H., M.I. (1986 – 1990)
9. Prof. Dr. Mochamad Adnan, M. Sc. (1990 – 1994)
10. Prof. Dr. Soekanto Reksohadiprojo, M. Com. (1994 – 1998)
11. Prof. Dr. Ichlasul Amal, M.A. (1998 – 2002)
12. Prof. Dr. Sofian Effendi, M. PIA. (2002 – 2007)
13. Prof. Ir. Sudjarwadi, M. Eng., Ph.D. (2007 – 2012)
14. Prof. Dr. Pratikno, M. Soc. Sc. (2012 – 2017)
Dari rentetan riwayat perjuangan mendirikan UGM di atas, dapat
disimpulkan bahwa pendirian UGM merupakan salah satu usaha untuk
meneruskan perjuangan. Hal ini perlu menjadi pegangan bagi seluruh sivitas
akademika UGM .

Referensi:
Undang-undang No. 10 tahun 1955 tentang Pengubahan Nama Universiteit,
Universitet, Universitit, Faculteit, Facultet, dan Facultit menjadi universitas dan
Fakultas
Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1949 tentang Peraturan tentang Penggabungan
Perguruan Tinggi menjadi Universiteit
Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1950 tentang Peraturan Sementara Tentang
Universitit Negeri Gadjah Mada
Separatum “Riwajat Perdjuangan Mendirikan Universitas Gadjah Mada dan
Sekedar Tentang Perguruan Tinggi lain di Indonesia " oleh Prof. Dr.
M. Sardjito, dan Addendum "Perdjuangan Universitas Gadjah Mada dan
Perguruan Tinggi Lain Dalam Revolusi Fisik"oleh Prof. Ir. Herman Johannes
Buku Kenangan Seperempat Abad Univervitas Gadjah Mada 11 yang diredakturi
oleh Drs. H. Nangtjik dan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1949
Berita Kagama Okt, Nov, Des 1980 Th. III No. 6, 7, 8 tentang Sejarah Singkat
Universitas Gadjah Mada
Berita Kagama No. 1, 2 Th. VIII 1985 tentang Sejarah Singkat Universitas Gadjah
Mada
UNIT KEGIATAN MAHASISWA UNIVERSITAS GADJAH MADA

Gelanggang Expo
Gelanggang mahasiswa adalah tempat berkumpul dan wadah berkreasi
mahasiswa lintas angkatan dan fakultas di Universitas Gadjah Mada. Di
gelanggang inilah mahasiswa dilatih serta diasah softskill-nya. Melihat betapa
pentingnya keberadaan gelanggang mahasiswa, maka diputuskanlah untuk
mengadakan kegiatan tahunan berupa Gelanggang Expo yang bertepatan dengan
dimulainya ajaran baru.
Tujuan utama kegiatan ini adalah untuk memperkenalkan seluruh UKM
yang ada di Univesitas Gadjah Mada kepada seluruh mahasiswa khususnya
mahasiswa baru. Sesuatu hal yang nantinya menjadi harapan kita bersama ialah
para mahasiswa khususnya mahasiswa baru dapat ikut bergabung ke UKM-UKM
yang sesuai dengan minat dan bakat mereka serta berkontribusi untuk Universitas
Gadjah Mada melalui organisasi kemahasiswaan, Unit Kegiatan Mahasiswa.
Gelanggang Expo dijadikan sebagai wadah setiap Unit Kegiatan Mahasiswa untuk
memperkenalkan secara sistematis dan konfrehensif mulai dari profil UKM,
program unggulan di setiap UKM, kegiatan ataupun kejuaraan-kejuaraan yang
diikuti, serta jadwal latihan rutin setiap UKM.
Perlu kita ketahui bersama bahwasanya Unit Kegiatan Mahasiswa yang ada
di Universitas Gadjah Mada ada 51 UKM yang terbagi menjadi Empat sekber,
sekber olahraga, sekber seni, sekber khusus, dan sekber kerohanian.
1. Sekber Olahraga meliputi UKM Atletik, Basket ,Berkuda, Bridge, Bulu
Tangkis, Bola Voli, Catur, Hockey, Judo, Karate inkai, Karate kala hitam,
Kempo, Merpati Putih, Perisai Diri, IKS Pro Patria, PSHT, Renang, Selam,
Sepakbola dan Futsal, Softball, Taekwondo, Tenis Lapangan, dan
Tenis Meja.
2. Sekber Seni meliputi UKM Gama Band, GMCO, USER, Marcing Band,
Paduan Suara Mahasiswa, Swagayugama, Teater Gadjah Mada, UFO,
UKJGS, dan Unit Tari Bali.
3. Sekber Khusus meliputi UKM BPPM Balaiurung, SKM Bulaksumur, EDS,
Gama Cendikia, Koperasi Mahasiswa, Mapagama, Menwa, Peduli
Difabel,Pramuka Putra, Pramuka Putri, Unit Kesehatan Mahasiswa, Unit
Penalaran Ilmiah, dan AISEC.
4. Sekber Kerohaniaan meliputi UKM Jama’ah Shalahuddin, Keluarga
Mahasiswa Budhish, Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma, Misa Kampus,
dan Unit Kerohanian Kristen.
Adapun tema dari Gelanggang Expo ini adalah “Gelanggang
Candradimuka”. Candradimuka adalah kawah yang terdapat di alam khayangan .
Di kawah candradimuka inilah anak Bima, pernah ditempa sehingga menjadi
ksatria perkasa yang kemudian lebih dikenal dengan nama Gatotkaca.
Candradimuka dijadikan tema dimana gelanggang diharapkan sebagai kawah
Candradimuka yang didalamnya para mahasiswa dididik dan ditempa dengan
pendidikan non-akademik sehingga melahirkan ksatria-ksatria muda berjiwa
pemimpin, cerdas, dan inovatif.
Daftar UKM yang mengikuti kegiatan ataupun kejuaraan di luar negeri :
1. Futsal - UITM Sport Fiesta Syah Alam, Selangor, Malaysia 2015
2. Badminton - UITM Sport Fiesta Syah Alam, Selangor, Malaysia 2015
3. Swagayugama - The 13th ASEAN and 3rd ASEAN +3 Youth Cultural
Forum Filipina
4. EDS - Asian British Parliamentary
5. UADC
6. World Universities Debating Championship
7. Aiesec - IGCDP
8. Entrevolution, Raising Awareness for entrepreneurship
9. PSM - A voyage of song
10. Ukjgs - EOG Gamelan Malaysia
11. Fesco Tari di Malaysia
12. Pentas Ramayan
RENCANA STRATEGIS UNIVERSITAS GADJAH MADAN 2012-2017

Nilai-nilai Dasar
1. Nilai-nilai Pancasila yang meliputi nilai-nilai ketuhanan, kemanusian,
persatuan, kerakyatan dan keadilan
2. Nilai-nilai keilmuan yang meliputi nilai akademik dan mimbar akademi,
penghargaan atas kenyataan dan kebeanaran guna keadaban, kemanfataan
dan kebahagian.
3. Nilai-nilai kebudayaan yang meliputi toleransi, hak asasi manusia, dan
keragaman.

Visi
Universitas Gadjah Mada sebagai pelopor perguruan tinggi nasional berkelas
dunia yang unggul dan inovatif, mengabdi kepada kepentingan bangsa dan
kemanusiaan dijiwai nilai-nilai budaya bangsa berdasarkan Pancasila.

Misi
Melaksnakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat serta
pelestarian dan pengembangan ilmu yang unggul dan bermanfaat bagi
masyarakat.

Tujuan
Menjadikan UGM sebagai perguruan tinggi terbaik di Indonesia dengan reputasi
internasional melalui :
1) pendidikan tinggi berkualitas dalam rangka menghasilkan lulusan yang
unggul dan kompeten;
2) produk penelitian yang menjadi rujukan nasional yang berwawasan
lingkungan dan responsif terhadap permasalahan masyarakat, bangsa dan
negara yang berbasis pada nilai-nilai keunggulan.
3) pengabdian kepada masyarakat yang mampu mendorong kemandirian dan
kesejahteraan masyrakat secara berkelanjutan
4) tata tkelola universitas yang berkeadilan, transparan, partisipatif, akuntabel
dan terintegrasi antarbidang guna menunjang keefektifan dan efisiensi
pemanfaatan sumber daya;
5) kerja sama yang strategis, sinergis, dan berkelanjutan dengan para mitra

Poin-Poin Renstra UGM 2012-2017


Agar akses untuk mendapat pendidikan tinggi yang berkualitas semakin
tersedia, maka diperlukan strategi ekspansi yang tepat. Dengan keterbatasan
sumberdaya, maka diperlukan ekspansi yang strategis dan optimal, untuk itu
dirancang 4 strategi kebijakan berikut:
1. Meningkatkan efisiensi internal perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta.
Dengan meningkatnya efisiensi internal yang berarti terjadi pengurangan waktu
studi, maka kapasitas perguruan tinggi dalam menampung lulusan SMA/K
akan meningkat dengan investasi yang minimal.
2. Mengembangkan pendidikan vokasi jangka pendek (D1 dan D2) yang
berorientasi pada lapangan kerja di daerah maupun dunia usaha dan dunia
industri (DUDI). Pendidikan tersebut bisa diselenggarakan di SMK melalui
seamless education, community college/akademi, politeknik, maupun institusi
pendidikan tinggi lainnya. Program ini harus betul‐betul digandengkan dengan
DUDI dan kerjasama pendanaan dari daerah.
3. Mengembangkan moda pembelajaran pendidikan tinggi non konvensional.
Melalui kolaborasi antara Universitas Terbuka yang memiliki keunggulan
dalam program delivery dengan perguruan tinggi konvensional yang memiliki
keunggulan dalam materi dan sumberdaya diharapkan pembelajaran non
konvensional berbasis teknologi informasi dan telekomunikasi dapat
menjangkau seluruh penjuru nusantara dengan pembelajaran berkualitas. Untuk
itu diperlukan penguatan dan perluasan INHERENT sebagai tulang punggung
jejaring pendidikan tinggi dan riset nasional.
4. Mengembangkan alternatif pendanaan pendidikan tinggi bagi masyarakat
kurang mampu. Selain beasiswa, alternatif pendanaan seperti voucher dan
kredit mahasiswa perlu dikembangkan tidak hanya untuk mahasiswa PTN
tetapi juga untuk mahasiswa PTS, karena pada kenyataannya banyak
mahasiswa kurang mampu tidak mampu bersaing masuk ke PTN.
5. Melakukan diversifikasi mandat dan misi perguruan tinggi. Diversifikasi
mandat diperlukan untuk memenuhi keragaman kebutuhan masyarakat dan
pembangunan. Kebutuhan pembangunan nasional dan/atau pembangunan
daerah di mana suatu institusi pendidikan tinggi berdomisili juga perlu
dijadikan sebagai aspek yang dipertimbangkan dalam menentukan mandat dan
misi suatu perguruan tinggi. Ditjen Dikti mendorong dan mempromosikan
kesetaraan apresiasi masyarakat pada pendidikan jalur akademik dan vokasi.
6. Mendorong perguruan tinggi mencapai posisi dan peran terbaiknya.
Perkembangan perguruan tinggi dilandasi oleh tujuan, fungsi dan lingkungan
yang berbeda‐beda. Institusi pendidikan tinggi di Indonesia perlu didorong
pengembangannya dengan memperhatikan keragaman dimaksud sehingga
setiap institusi mengarah pada pencapaian keunggulan yang mencerminkan
keunikan masing‐masing. Ditjen Dikti memfasilitasi dan memberikan insentif
kepada perguruan tinggi sesuai dengan kekhasan dan tingkat kemajuan, potensi
dan niche yang miliki masing‐masing perguruan tinggi. Sebagian perguruan
tinggi didorong sebagai universitas riset yang secara bertahap dipromosikan
sebagai pembawa kepentingan bangsa di ajang internasional, sementara
kelompok perguruan tinggi yang lain didorong perkembangannya untuk
memenuhi kebutuhan pembangunan daerah.
7. Mengembangkan sumber daya dan memfasilitasi program akademik perguruan
tinggi. Dalam rangka mendorong dan memfasilitasi peningkatan mutu dan
relevansi perguruan tinggi, sumber daya dan program akademik di perguruan
tinggi perlu difasilitasi pengembangannya, khususnya dalam rangka
meningkatkan kapasitas perguruan tinggi dalam memberikan pelayanan
pendidikan tinggi yang bermutu dan relevan. Perluasan akses (ekspansi) perlu
diikuti oleh penambahan sumber daya dan program yang dilandasi oleh
kebutuhan nyata baik dari sisi perguruan tinggi sebagai penyedia layanan
(supply side) maupun dari sisi masyarakat pengguna layanan (demand side).
Penyediaan dan penambahan sumberdaya meliputi sumberdaya manusia,
sumberdaya sarana‐prasarana, sumberdaya keuangan, sumberdaya informasi,
sumberdaya manajemen.
8. Mengembangkan perguruan tinggi yang sehat. Mengembangkan perguruan
tinggi yang sehat yang antara lain dicirikan dari berfungsinya unsur‐unsur
organisasi dan tata kelola yang sehat berbasis nilai‐nilai akademik, etik, dan
meritokratik. Terbangunnya suasana akademik yang melandasi tata hubungan
antar sivitas akademika maupun antara sivitas akademika dan stake holders.
9. Meningkatkan keselarasan hasil perguruan tinggi dengan kebutuhan
masyarakat. Relevansi dalam hal ini dapat diartikan sebagai tingkat
sensitivitas sistem pendidikan tinggi terhadap kebutuhan pemangku
kepentingan. Ditjen Dikti perlu memfasilitasi dan mendorong perguruan tinggi
untuk senantiasa meningkatkan relevansi program dan hasil luarannya
terhadap kebutuhan pembangunan bangsa baik kebutuhan saat ini maupun di
masa yang akan datang. Fasilitasi dimaksud meliputi penyiapan sumber daya,
koordinasi dan pengembangan sinergi antar instansi pemerintah, pemerintah
daerah, serta pihak industri, di dalam maupun luar negeri. Agar terwujud
kegayutan hasil pendidikan tinggi, maka Ditjen Dikti berupaya menyelaraskan
antara perguruan tinggi dengan dunia profesi melalui penguatan organisasi
profesi serta membangun sistem informasi pasar kerja.
10. Mendorong proses pendidikan dan pembelajaran yang kondusif untuk
menghasilkan lulusan yang cerdas, terampil, dan berkarakter. Proses
pendidikan direncanakan senantiasa untuk memenuhi kompetensi secara
menyeluruh dan seimbang, ilmu, keterampilan dan soft skills. Unsur‐unsur
soft skills sangat menentukan pencapaian dan fungsionalisasi dari ranah
kognitif dan psikomotorik. Untuk menghasilkan lulusan yang cerdas, terampil
dan berkarakter diperlukan upaya menyeluruh (holistic) dari berbagai pihak
dan melibatkan seluruh jenjang pendidikan. Ditjen Dikti memberikan arah dan
memfasilitasi perguruan tinggi untuk mengembangkan inovasi pembelajaran
yang memungkinkan dikembangkannya atribut lulusan dimaksud. Inovasi
dimaksud meliputi baik dalam kaitan dengan muatan kurikulum maupun di
luar kurikulum yang secara keseluruhan menciptakan suasana akademik yang
kondusif untuk terbentuknya lulusan yang unggul dan kompetitif.
11. Meningkatkan Kewirausahaan Lulusan. Lulusan perguruan tinggi juga
diharapkan mampu menggerakkan perekonomian serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Tingginya persentase sarjana yang menganggur
harus diatasi antara lain dengan meningkatkan kemampuan lulusan perguruan
tinggi untuk menciptakan lapangan kerja melalui peningkatan kreativitas, daya
juang, dan kewirausahaan.
12. Mengembangkan pusat unggulan berbasis riset. Menyadari pentingnya peran
riset di perguruan tinggi, Ditjen Dikti perlu mendorong terbangunnya sistem
inovasi nasional dan daerah yang dapat memberikan jawaban atas berbagai
persoalan daerah, nasional maupun global. Sesuai dengan kapasitasnya dan
dilandasi oleh kepentingan nasional, Ditjen Dikti mengembangkan pusat‐pusat
unggulan nasional dengan memanfaatkan kepakaran yang ada di berbagai
perguruan tinggi. Pusat unggulan dimaksud diarahkan pada fokus tertentu,
baik berbasis (sub) sektor, komoditas, maupun issue strategis nasional, dan
melibatkan berbagai disiplin keilmuan agar kajian tuntas dari hulu hingga
hilir. Strategi pengembangan pusat unggulan berbasis riset disertai dengan
pengembangan sistem terpadu yang dapat menumbuhkan hubungan akademik
dan hubungan industrial. Upaya‐upaya yang dilakukan tidak saja menjadikan
hasil pusat unggulan mendukung program nasional/daerah, namun Ditjen
Dikti juga secara aktif memfasilitasi proses peningkatan daya guna dari hasil
riset yang strategis, untuk memperkuat daya saing nasional/daerah.
13. Mengawal implementasi program strategis nasional secara berkelanjutan
Pengembangan sektor pendidikan tinggi tidak dapat dilepaskan dari program
strategis nasional yang membutuhkan dukungan sumber daya terdidik dan
trampil yang utamanya tersedia di perguruan tinggi. Ditjen Dikti mendorong
dan memfasilitasi perguruan tinggi untuk berada di garis depan dalam
melaksanakan program strategis nasional. Dalam hal riset, Ditjen Dikti
berperan sebagai penyelaras dengan agenda dewan riset nasional, lembaga
riset departemen dan non departemen, lembaga riset daerah, maupun riset di
dunia industri.
14. Meningkatkan relevansi riset perguruan tinggi. Agar riset di perguruan tinggi
semakin relevan dan berkontribusi dalam menjawab berbagai tantangan dan
permasalahan bangsa, dunia usaha dan industri, perlu dikembangkan agenda
riset yang didasarkan pada isu strategis dengan kajian lintas disiplin ilmu. Isu
strategis tersebut, selain mengacu pada program nasional riset strategis,
hendaknya dijabarkan oleh klaster pakar multi disiplin ilmu ke dalam tema‐
tema penelitian yang kemudian ditawarkan untuk diteliti oleh para peneliti di
perguruan tinggi.
15. Mendorong dan memfasilitasi internasionalisasi pendidikan tinggi. Sejalan
dengan arus globalisasi, pendidikan tinggi di Indonesia harus siap untuk
menghadapai persaingan global. Ditjen Dikti bekerjasama dengan kementrian
lain yang berwenang menyiapkan peraturan perundangan yang diperlukan
untuk memungkinkan terjadinya internasionalisasi pendidikan tinggi
Indonesia termasuk dalam hal, namun tidak terbatas pada, mobilitas
mahasiswa dan dosen asing, pengakuan dan penyetaraan gelar dan program
studi, dll.
Ditjen Dikti mendorong dan memfasilitasi perguruan tinggi untuk
meningkatkan kapasitas dan kualitasnya sebagai perguruan tinggi berkelas
dunia (world class university). Mengingat keterbatasan sumber daya yang ada,
Ditjen Dikti menetapkan beberapa perguruan tinggi yang dipandang paling
mampu untuk dijadikan sebagai perguruan tinggi unggulan (apex universities)
yang diberikan mandat dan tanggungjawab serta difasilitasi khusus sebagai
perguruan tinggi berkelas dunia.
16. Memperkuat Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Ditjen Dikti
mendorong dan memfasilitasi perguruan tinggi untuk mengembangkan sistem
penjaminan mutu internal sebagai upaya peningkatan mutu secara
berkelanjutan. Sistem penjaminan mutu melalui Sistem Penjaminan Mutu
Internal di perguruan tinggi maupun Sistem Penjaminan Mutu Eksternal
melalui sistem akreditasi dikembangkan dengan dukungan Pangkalan Data
Perguruan Tinggi (PDPT) yang baik dan terintegrasi. PDPT diharapkan
menjadi pangkalan informasi untuk keperluan manajemen di tingkat pusat
maupun di tingkat perguruan tinggi serta menjadi rujukan informasi bagi
masyarakat. Standar nasional pendidikan tinggi yang dikembangkan selaras
dengan kualifikasi nasional (KKNI) menjadi acuan dalam pengembangan
layanan pendidikan tinggi dan secara periodik diakreditasi melalui sistem
akreditasi nasional yang terpercaya dan profesional. Untuk menjamin
kegayutan antara peningkatan kualitas dan relevansi, maka peran organisasi
profesi dalam pengembangan sistem penjaminan mutu eksternal dan
peningkatan relevansi pendidikan tinggi harus terus ditingkatkan. Kebijakan
untuk mencapai tujuan-3: Keterjangkauan, kesetaraan, dan keterjaminan
akses untuk memperoleh pendidikan tinggi
17. Meningkatkan beasiswa dan bantuan biaya pendidikan. Untuk mewujudkan
pencapaian pemerataan pendidikan, maka bersama‐sama masyarakat Dikti
berupaya mengurangi kesenjangan akses pendidikan tinggi pada anak‐anak
usia pendidikan tinggi. Hal ini dilakukan melalui penambahan secara terus
menerus jumlah penerima beasiswa serta jenis ketersediaan beasiswa,
terutama bagi mahasiswa dari keluarga kurang mampu secara ekonomi; serta
pengembangan sistem dan prosedur penyeleksian calon penerima beasiswa
agar efektif dan efisien. Penyediaan beasiswa bagi masyarakat kurang mampu
hendaknya dikembangkan sejak dari tingkat sekolah menengah, karena
saringan terbesar justru terjadi pada lulusan SMP yang tidak mampu
melanjutkan sekolah karena biaya.
18. Mendayagunakan berbagai sumber daya untuk meningkatkan cakupan
beasiswa dan bantuan biaya pendidikan. Dikti mensinergikan dan
memobilisasi sumber‐sumber pendanaan beasiswa dan bantuan biaya
pendidikan baik yang berasal dari pemerintah maupun swasta. Selain dari itu
Dikti juga senantiasa berupaya meningkatkan partisipasi para pihak yang
berkepentingan (stakeholders) untuk bersama‐sama mengembangkan skim
beasiswa dengan memberikan sistem insentif yang tepat. Di antaranya adalah
dengan mendorong partisipasi dari kelembagaan sosial dan filantropis,
berupaya mengembangkan sistem yang menyebabkan ketersediaan dari
beasiswa semakin terjamin tidak saja untuk pendidikan tinggi berkualitas,
namun juga untuk pendidikan yang misi pemerataannya dianggap cukup
penting di daerah.
19. Memperbaiki ekuitas pendidikan tinggi bagi masyarakat dan daerah yang
kurang terwakili. Mengingat beragamnya kondisi geografis maupun budaya
dan tingkat kemajuan sosial ekonomi masyarakat, maka daerah‐daerah yang
dianggap masih tertinggal akan diprioritaskan untuk menerima skema
beasiswa dan bantuan kuliah. Ini diupayakan oleh Dikti melalui
pengembangan sistem beasiswa khusus daerah yang kurang terwakili,
diantaranya adalah daerah perbatasan, daerah tertinggal, dan daerah yang
lokasinya jauh dari fasilitas pendidikan tinggi. Selain dari itu upaya untuk
mencapai pemerataan juga dilakukan dengan pengembangan sistem
pembelajaran jarak jauh dengan memanfaatkan perkembangan teknologi
informasi dan telekomunikasi.
20. Meningkatkan daya tampung dan mahasiswa pendidikan vokasi. Lulusan
SMK yang akan meningkatkan kompetensinya harus difasilitasi melalui
sistem penerimaan mahasiswa baru jalur vokasi yang berbeda dengan jalur
akademik. Karena lulusan SMK telah mendapatkan dasar‐dasar ketrampilan
vokasi, maka masa studi di program diploma dapat dikurangi sehingga akan
meningkatkan daya tampung pendidikan vokasi. Peningkatan daya tampung
pendidikan vokasi harus dilakukan dengan tidak mengurangi tujuan
pengembangan SMK. Pengembangan akademi yang menyelenggarakan
pendidikan D1, D2, D3, hingga D4 harus didorong namun harus melibatkan
pemerintah daerah, dunia usaha dan dunia industri agar lulusan terserap ke
lapangan kerja dengan baik. Karena serapan dunia kerja untuk lulusan
pendidikan vokasi tidak serta‐merta tersedia, maka mahasiswa harus juga
dilengkapi dengan kemampuan untuk berwirausaha agar mampu menciptakan
lapangan kerja secara mandiri. Untuk meminimalkan kebutuhan investasi
baru, maka perlu ditingkatkan pemanfaatan fasilitas pembelajaran yang ada di
SMK, balai latihan kerja, dsb. melalui kerjasama antar lembaga.
21. Meningkatkan peran masyarakat terutama dunia usaha dan pemerintah daerah
dalam memperluas akses dan kesetaraan. Potensi masyarakat, terutama dunia
usaha dan pemerintah daerah dalam memperluas akses dan kesetaraan sangat
besar. Dikti memfasilitasi dan mendorong partisipasi dunia usaha dan
pemerintah daerah dalam memperluas akses baik melalui beasiswa bagi
masyarakat di daerah maupun melalui pendirian atau perluasan daya tampung
perguruan tinggi yang lulusannya dijamin bisa diserap oleh dunia usaha yang
bersangkutan atau oleh pemerintah daerah sesuai dengan potensi dan arah
pengembangan daerah.
22. Meningkatkan peran teknologi informasi dan komunikasi. Pemanfaatan
teknologi informasi dan telekomunikasi (TIK) serta jejaring riset dan
pendidikan tinggi seperti INHERENT dan GDLN perlu terus dioptimalkan
untuk meningkatkan kesetaraan akses pada pendidikan tinggi yang berkualitas.
Pemanfaatan TIK untuk riset dan pembelajaran jarak jauh didorong untuk
meningkatkan efisiensi sumberdaya baik dosen maupun sarana‐prasarana
pendidikan seperti kepustakaan digital yang terintegrasi, e‐laboratory, e‐
learning, dsb. TIK juga dimanfaatkan untuk meningkatkan tata kelola dan
transparansi pengelolaan perguruan tinggi.

Struktur Organisasi Universitas Gadjah Mada Berdasarkan Peraturan Majelis Wali


Amanat Nomor 2/SK/MWA/2015
INFORMASI TENTANG MAJELIS WALI AMANAT, DEWAN GURU
BESAR DAN SENAT AKADEMI UNIVERSITAS GADJAH MADA

1. Majelis Wali Amanat


Ketua : Prof. Dr. Sofian Effendi.
Sekretaris : Dr.es.esc.tech.Ir. Ahmad Rifa'i, MT.
Tugas Majelis Wali Amanat:
1) menetapkan Peraturan MWA;
2) menetapkan kebijakan umum UGM;
3) mengangkat dan memberhentikan Rektor;
4) mengangkat dan memberhentikan anggota KA;
5) mengangkat dan memberhentikan anggota kehormatan MWA;
6) mengesahkan norma dan tolok ukur penyelenggaraan UGM;
7) mengesahkan Rencana Strategis serta Rencana Kerja dan Anggaran
Tahunan;
8) mengesahkan persetujuan kelayakan akademik atas usul pembukaan,
penggabungan, dan/atau penutupan Fakultas, Sekolah, atau Program
Studi;
9) melaksanakan pengawasan dan pengendalian umum atas pengelolaan
UGM;
10) mengesahkan RIK yang diusulkan oleh Rektor dan SA;
11) melakukan penilaian terhadap kinerja Rektor;
12) menangani penyelesaian tertinggi atas permasalahan yang terjadi di
UGM;
13) membina jejaring dengan institusi dan/atau individu di luar UGM;
14) melakukan penggalangan dana; dan
15) bersama Rektor menyusun dan menyampaikan laporan tahunan
kepada Menteri.

2. Dewan Guru Besar


Ketua : Prof. Dr. Ir. Sunjoto, DIP., HE., DEA.
Sekretaris : Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum.
Tugas Dewan Guru Besar :
1) mengembangkan pemikiran atau pandangan serta memberikan masukan
kepada organ UGM terkait isu strategis yang dihadapi bangsa dan negara
serta penyelesaiannya;
2) menyampaikan pemikiran atau pandangan kepada organ UGM terkait
pengembangan ilmu;
3) menjadi pelopor dalam mengembangkan dan menanamkan wawasan
kebangsaan kepada sivitas akademika dan masyarakat;
4) menjadi pelopor dalam menjaga integritas moral dan etika sivitas
akademika UGM; dan
5) menjadi pelopor dalam menjaga dan mengembangkan nilai-nilai ke-
Universitas Gadjah Mada-an beserta implementasinya.
3. Senat Akademik
Ketua : Prof. Dr. Ir. Indarto, DEA.
Sekretaris : Prof. Dr. Bambang Purwanto, M.A.
Tugas dan Kewenangan Senat Akademik:
1) memberikan masukan kepada Menteri mengenai penilaian atas kinerja
MWA;
2) menyusun kebijakan UGM dalam bidang akademik dan keilmuan,
termasuk mengesahkan gelar dan pengaturan penyelenggaraan
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat;
3) memberikan persetujuan atas usul pengangkatan Guru Besar kepada
Rektor;
4) memberikan persetujuan pembukaan, penggabungan, dan/atau penutupan
pusat studi;
5) memberikan persetujuan kelayakan akademik atas usul pembukaan,
penggabungan, dan/atau penutupan Fakultas, Sekolah,
Departemen/Jurusan, atau Program Studi;
6) memberikan pertimbangan atas usul penganugerahan doctor honoris
causa atau gelar kehormatan lain kepada Rektor;
7) memberikan pertimbangan atas pemberhentian Rektor;
8) merumuskan norma dan tolok ukur penyelenggaraan akademik UGM;
9) mengevaluasi pelaksanaan kebijakan penelitian UGM dan pengabdian
kepada masyarakat setiap tahun;
10) menyusun kebijakan UGM dalam penilaian prestasi akademik,
kecakapan, integritas kepribadian sivitas akademika, dan pegawai UGM;
11) merumuskan kebijakan pelaksanaan kebebasan mimbar akademik,
kebebasan akademik, etika akademik, dan otonomi keilmuan;
12) melaksanakan pengawasan dan penilaian atas mutu dan integritas
akademik;
13) merumuskan tata tertib kehidupan kampus;
14) membantu MWA dalam penilaian kinerja Rektor di bidang pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat;
15) bersama Rektor menyusun RIK; dan
16) memberi masukan kepada Rektor dalam penyusunan Rencana Strategis
serta Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan.
KELUARGA ALUMNI UNIVERSITAS GADJAH MADA (KAGAMA)

KAGAMA dibentuk tanggal 18 Desember 1958, dan merupakan organisasi


kekeluargaan, bukan organisasi politik. Meski begitu KAGAMA tetap
berkomitmen pada permasalahan-permasalahan yang terjadi pada bangsa dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebut saja, ketika terjadi pergolakan politik
terkait dengan dasar negara setelah pemerintahan RIS kembali menjadi NKRI dan
konstituante macet dalam pembahasan dasar negara, KAGAMA berinisiatif
menyelenggarakan Seminar Pancasila. Seminar yang dilaksanakan tanggal 17-21
Februari 1959 tersebut berhasil menjelaskan secara ilmiah tempat dan kedudukan
Pancasila di dalam ketatanegaraan Indonesia. Pancasila sebagai dasar filsafat
negara termasuk dalam hukum dasar yang dengan jalan hukum tidak dapat
diubah. Pancasila harus dijelmakan di dalam seluruh kehidupan hukum dan
kenegaraan.
Ketika menutup seminar Presiden Soekarno mengatakan akan
menganjurkan Konstituante untuk kembali kepada UUD 1945. Dewan Mahasiswa
kala itu juga tidak mau ketinggalan dalam mendukung kembali ke-UUD 1945.
Maka pada tanggal 17 Februari 1959 Dewan Mahasiswa UGM juga mengadakan
Seminar Kembali ke-UUD 1945 dan Follow-upnya. Dua seminar inilah yang
diyakini telah mendorong terjadinya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dan dunia politik
yang saat itu sempat bergolak dapat ditenteramkan kembali.
Dalam rangka Munas IV KAGAMA, April 1981, KAGAMA kembali
berhasil memberi masukan kepada pemerintah tentang perlunya penambahan
azas-azas baru dalam GBHN dan penegasan pengertian beberapa azas yang sudah
ada. Azas baru yang perlu ditambahkan adalah azas kesederhanaan
bertanggungjawab, dan kejujuran bertanggungjawab, serta azas hidup sederhana,
sedangkan azas yang sudah ada dalam GBHN yang perlu dipertegas
pengertiannya yaitu azas manfaat, azas usaha bersama dan kekeluargaan, azas
demokrasi, azas adil dan merata, dan azas perikehidupan. Kegiatan pembangunan
tidak sekedar bermanfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, tetapi
penekanan dimensi waktu perlu dimantapkan, yaitu bahwa kegiatan pembangunan
harus bermanfaat baik untuk masa sekarang maupun untuk masa mendatang.
Selanjutnya, azas usaha bersama dan kekeluargaan perlu ditambah dan
ditekankan adanya semangat kejujuran. Sementara azas demokrasi harus ditambah
tidak hanya berlaku pada bidang-bidang politik, sosial, dan ekonomi, tetapi juga,
pada bidang kebudayaan. Naskah Sumbangan Pemikiran KAGAMA untuk
GBHN 1984-1989 diterima Presiden Soeharto di Bina Graha Jakarta hari Sabtu,
18 April 1981.
Ketika bangsa ini dilanda krisis multidimensi pada tahun 1998, KAGAMA
juga berperan aktif menyumbangankan pemikiran untuk mengatasi krisis,
disamping juga melakukan aksi membantu masyarakat di sekitar kampus.
Diawali dengan mengadakan diskusi ”Upaya Mengatasi Krisis Nasional” tanggal
23 Februari 1998 yang melahirkan 9 butir sumbangan pemikiran dari para pakar,
anggota, dan pengurus KAGAMA. Kegiatan ini dilanjutkan dengan diskusi
tanggal 29 April 1998 yang melahirkan ”Pokok-pokok Pikiran KAGAMA
tentang Reformasi Politik dan Ekonomi”. Pokok-pokok pikiran PPH KAGAMA
tentang reformasi meliputi bidang politik dan hukum yang terdiri atas 5 butir,
bidang ekonomi 5 butir, dan 3 butir pemikiran dalam bidang sosial budaya.
Jatuhnya korban akibat terjadinya ”bentrok dan kericuhan” antara
mahasiswa yang berunjukrasa dengan aparat keamanan, mendorong PPH
KAGAMA membentuk ”Posko Pengaduan dan Penanganan Akibat Krisis” (Crisis
Service Centre), pada tanggal 18 Mei 1998. Adapun tujuan krisis center, selain
untuk mengoptimalkan peran serta sivitas akademika UGM, lebih-lebih
alumninya dalam memberikan pembelaan dan pelayanan hukum bagi masyarakat,
juga memberikan dukungan terhadap segala upaya dan perjuangan untuk
tercapainya reformasi total di Indonesia.
Hingga pertengahan Mei 1998, belum ada tanda-tanda krisis akan berakhir.
Bahkan, situasi menjadi semakin tidak menentu. Untuk itu, pada tanggal 20 Mei
1998, KAGAMA beserta Sivitas Akademika UGM dan masyarakat Yogyakarta
melakukan long-march dari halaman auditorium Graha Sabha Pramana ke alun-
alun utara Kraton Yogya untuk menyampaikan aspirasi kepada Sultan HB X agar
menuntut pemerintah melakukan reformasi total termasuk pergantian
kepemimpinan nasional.
Pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto menyerahkan jabatan kepada
Wakil Presiden, Prof. Dr. B.J. Habibie. Pergantian kepemimpinan nasional
ternyata tidak serta merta menyelesaikan permasalahan bangsa. Pada tanggal 8
Juli 1998, PPH KAGAMA mengadakan ”Seminar Refleksi Pancasila dan UUD
1945 Sebagai Dasar dan Arah Reformasi Nasional”. Pada tanggal 12-13 Agustus
1998 PPH KAGAMA bekerjasama dengan BKS-IKAPTISI menyelenggarakan
Semiloka ”Mencari Platform Gerakan Reformasi Menuju Kesatuan dan Persatuan
Bangsa” di Grha Sabha Pramana. Kegiatan ini diakhiri dengan pembacaan
”Deklarasi Gerakan Reformasi Menuju Persatuan dan Kesatuan Bangsa”. Tanggal
14 November 1998, PPH KAGAMA juga mengeluarkan 4 (empat) butir
Pernyataan Keprihatinan dan Empati KAGAMA dan Dosen-Dosen di Yogyakarta
terkait keprihatinan atas gugurnya sejumlah mahasiswa, penyebab tragedi
berdarah, penilaian terhadap tragedi, dan tuntutan kepada pimpinan ABRI.
Pemikiran KAGAMA yang disampaikan kepada pemerintah tidak hanya
terkait masalah sosial-politik-ekonomi. Di bidang pendidikan dan ketenagakerjaan
pemikiran KAGAMA tentang pendidikan dasar sembilan tahun sudah dilontarkan
jauh sebelum pemerintah mencanangkan wajib belajar sembilan tahun. Pada tahun
1981 dalam lokakarya ketenagakerjaan yang diselenggarakan PPH KAGAMA
menyimpulkan perlunya pendidikan dasar selama sembilan tahun. Menurut
KAGAMA, pendidikan dasar umum sampai tingkat SLTP, selain untuk menjamin
agar kualitas pengetahuan warga negara bertambah kuat, juga sekaligus sekolah
dapat menjadi sumber tenaga terampil jika lulusannya tidak melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Usulan yang dilontarkan KAGAMA terkait dengan masalah spiritual
digulirkan dalam seminar yang diselenggarakan dalam rangka menyambut Dies
Natalis ke-37 UGM bertajuk ”Keseimbangan Spiritual dan Material dalam
Peningkatan Pembangunan Nasional”. Kesimpulan dari seminar ini antara lain
bahwa harapan terhadap masa depan masyarakat Indonesia dapat dicapai dengan
membentuk keseimbangan antara rasionalitas dan emosionalitas antara
materialistis dan spiritualistis, keselarasan antara faktor intristik manusia dan
faktor ekatrinsik manusia, sehingga dalam proses pembangunan dapat dihindarkan
proses dehumanisasi dan dipihak lain dapat mempertahankan identitas tanpa
mengingkiari nilai-nilai humanitas dan universalitas. Semua nilai tersebut telah
dirangkum dalam Pancasila sebagai etos Kebudayaan Nasional Indonesia.
Terkait dengan globalisasi, KAGAMA berpendapat bahwa dalam era global
disamping memberikan dampak positif, juga menimbulkan masalah negatif yang
mempengaruhi sendi-sendi kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Globalisasi melemahkan nilai-nilai agama, nilai sosial, dan nilai
budaya. Berubahnya orientasi kehidupan keorientasi materialistik telah merubah
masyarakat dari suatu ikatan kolektif kearah individualistik. Orientasi kehidupan
yang materialistik dan individualistik ini membuat manusia semakin permisif
pada perilaku yang melanggar norma kehidupan berbangsa dan bernegara.
Perubahan yang demikian pesat ini mendorong KAGAMA sebagai suatu
organisasi alumni yang terkait erat dengan nilai dan etika almamaternya
(Universitas Gadjah Mada), menyelenggarakan seminar nasional sebagai bagian
dari Munas VIII KAGAMA di Palembang tanggal 23-26 Juli 1997 dengan tema
:”Pengabdian dan Profesionalisme dalam Menyongsong abad XXI,” dengan sub
bahasan Peningkatan Profesionalisme, Cinta Tanah Air, serta Iman dan Takwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah, KAGAMA beberapa kali
melakukan pembahasan dalam format seminar nasional. Diawali dengan
mengadakan Seminar Nasional ”Pelaksanaan Reformasi dalam Konteks Otonomi
Daerah” tanggal 18 Desember 1998, di Wisma KAGAMA. Dalam rangka
MUNAS IX, tanggal 6-7 Juli 2001 KAGAMA kembali menyelenggarakan
seminar “Otonomi Daerah dalam Rangka Integrasi Bangsa”. Kegiatan yang
dilaksanakan di Balikpapan tersebut menghasilkan pokok-pokok pikiran dalam
rangka integrasi bangsa dengan pendekatan (1) otonomi daerah, (2) komunikasi
politik, dan (3) budaya, sebagai sumbangan KAGAMA kepada bangsa dan
negara.Pada sidang pleno nasional KAGAMA tanggal 20 Desember 2002, PP
KAGAMA juga mengadakan seminar nasional ”Peran Lembaga Keuangan Mikro
dalam Otonomi Daerah”. Seminar dihadiri PP KAGAMA, Pengda, dan Pengcab
dari seluruh Indonesia.
Terkait dengan amademen UUD 1945, PP KAGAMA menggelar Semiloka
Evaluasi Kritis atas Proses dan Hasil Amandemen UUD 1945. Seminar yang
dilaksanakan tanggal 8-10 Juli 2002 ini menghasilkan tiga rekomendasi yang
diterima oleh Presiden RI, Megawati Soekarnoputri ketika menutup acara seminar
di Balai Senat UGM. Adapun nara sumber dalam seminar ini antara lain, Jendral
Endriartono Sutarto, Dr. Adnan Buyung Nasution, Dr. J. Kristadi, Bambang
Wijoyanto, SH, Dr. Mochtar Pabotinggi, Dr. Indria Samego, dan Dr. Denny
Indrayana, SH, LLM.
Kiprah KAGAMA selain dalam bentuk kajian ilmiah yang menjadi bahan
masukan bagi pengambil kebijakan, KAGAMA juga melaksanakan pengabdian
yang langsung menyentuh masyarakat. Berbagai kegiatan telah dilakukan baik
dalam bentuk bakti sosial berupa pengobatan gratis, pembagian sembako,
peralatan sekolah, seragam, dan khitanan masal juga membentuk Tim Peduli
Bencana. Ketika terjadi gempa dan tsunami serta bencana lain di berbagai wilayah
di Indonesia KAGAMA memberi/menyalurkan bantuan dalam bentuk uang dan
barang serta menerjunkan pakar untuk pendampingan pasca bencana. Kegiatan
tersebut antara lain dilaksanakan di Aceh, Padang, Bantul, Klaten, dan Lereng
Merapi. Beberapa teknologi tepat guna juga disumbangkan untuk masyarakat
antara lain, karya Prof. Ir. Hardjoso tentang Tripokon-S (Tripikon Septictank)
telah disumbangkan untuk masyarakat di wilayah padat penduduk dan daerah
rawa. Untuk wilayah padat penduduk, Tripikon-S disumbangkan untuk
masyarakat Code, Yogyakarta, sadangkan untuk daerah rawa disumbangkan untuk
masyarakat Kalimantan. Untuk melengkapi Tripikon-S untuk pengolah limbah
rumah tangga, KAGAMA juga menyumbangkan sumur Tripikon karya Prof.
Hardjoso untuk menghasilkan air bersih di daerah rawa Kalimantan.
Pengabdian kepada masyarakat juga diwujudkan dalam bentuk warung
makan murah selama krisis ekonomi tahun 1998-2002. Ketika krisis terjadi
banyak mahasiswa pendatang yang kesulitan makan karena makin sulit dan
lambatnya kiriman orang tua. Pada waktu itu harga-harga menjadi tidak menentu,
bahan pangan kadang juga sulit didapat. Harga dolar yang awalnya tidak
mencapai Rp 2.000,-/dolar melambung, bahkan pernah menembus keangkaRp
15.000,-/dolar. Mahasiswa hampir tiap hari turun ke jalan, menuntut pemerintah
mengambil sikap menurunkan harga kebutuhan pokok. Aksi turun kejalan
akhirnya tidak hanya dilakukan oleh mahasiswa, tetapi juga para dosen, dan para
ibu Anggota Dharma Wanita. Di bunderan UGM, depan Kantor PPH KAGAMA,
hampir setiap hari terlihat ratusan dan bahkan ribuan mahasiswa melakukan aksi.
Orasi yang disampaikan oleh para mahasiswa menyentuh hati para ibu (istri) PPH
KAGAMA yang kemudian mengusulkan ke Seksi Pengabdian Masyarakat PPH
KAGAMA untuk diselenggarakannya Bhakti Kasih dalam bentuk Warung Makan
Murah KAGAMA (WMMK). WMMK tidak hanya diperuntukkan bagi
mahasiswa, tetapi juga masyarakat sekitar kampus. Kegitan ini berjalan selama 4
tahun yakni sejak awal April 1998 sampai dengan tahun 2002. Awalnya WMMK
hanya menyediakan 300 porsi setiap hari kemudian sejak bulan Juli 1998
meningkat menjadi 400 porsi, sedangkan pada bulan puasa disediakan 700
bungkus pada sore hari.
Saat ini jumlah alumnus UGM sudah mencapai 250.000 orang yang tersebar
di berbagai daerah di Indonesia, bahkan di beberapa belahan dunia. Sebagian
diantaranya menduduki jabatan penting seperti: Duta Besar, Menteri, Direktur
BUMN, BUMD, Wapres, Direktur ASEAN Foundation, Pejabat di UNO, WHO,
dan beberapa lembaga internasional lainnya, bahkan Presiden RI saat ini juga
alumnus UGM. Banyak juga alumni UGM memegang posisi penting di
perusahaan-perusahaan swasta, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, atau
menjadi pengusaha sukses. Namun, juga tidak sedikit alumnus UGM yang
bersedia dan sanggup mengabdikan dirinya di daerah terpencil, pedalaman, dan
masih terbelakang di seluruh pelosok negeri dengan fasilitas kerja yang sangat
minim. Kiprah KAGAMA dan para alumnus UGM ini tentu saja lebih
mempertegas jati diri UGM sebagai universitas nasional, universitas perjuangan,
universitas pancasila, universitas kerakyatan, dan universitas pusat kebudayaan.
Presiden RI, Ir. Djoko Widodo ketika menjadi Wali Kota Surakarta pernah
diwawancara Kabare KAGAMA tentang kebijakannya yang selalu ”merakyat”.
Beliau mengatakan ”Antara lain saya peroleh dari UGM. Dulu, UGM
menunjukkan pada saya bagaimana berpihak pada rakyat. Kesederhanaan UGM
juga tampak pada mahasiswanya yang memilih berjalan kaki atau bersepeda saat
ke kampus”. Keberpihakan pada rakyat, menurutnya juga tampak ketika UGM
merelokasi PKL ke beberapa tempat strategis UGM seperti di kawasan kampus
Humaniora (kini dikenal dengan nama ”Bonbin”). ”Seharusnya seperti itu, kita
merapikan, tapi tetap memperhatikan keuntungan mereka di tempat baru”. kata
Wali Kota Surakarta ini saat diwawancara Kabare KAGAMA awal tahun 2009,
sebagaimana yang termuat dalam Kabare KAGAMA edisi 170/XXXVIII/Februari
2009.
PLAGIARISME DAN ATURAN SITASI

Plagiarisme atau sering disebut plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan


karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah
karangan dan pendapat sendiri. Plagiat dapat dianggap sebagai tindak pidana
karena mencuri hak cipta orang lain. Di dunia pendidikan, pelaku plagiarisme
dapat mendapat hukuman berat seperti dikeluarkan dari sekolah/universitas.
Pelaku plagiat disebut sebagai plagiator. menggolongkan hal-hal berikut
sebagai tindakan plagiarisme:
1. Mengakui tulisan orang lain sebagai tulisan sendiri,
2. Mengakui gagasan orang lain sebagai pemikiran sendiri
3. Mengakui temuan orang lain sebagai kepunyaan sendiri
4. Mengakui karya kelompok sebagai kepunyaan atau hasil sendiri,
5. Menyajikan tulisan yang sama dalam kesempatan yang berbeda tanpa
menyebutkan asal-usulnya
6. Meringkas dan memparafrasekan (mengutip tak langsung) tanpa menyebutkan
sumbernya, dan
7. Meringkas dan memparafrasekan dengan menyebut sumbernya, tetapi
rangkaian kalimat dan pilihan katanya masih terlalu sama dengan sumbernya.
8. Yang digolongkan sebagai plagiarisme:
9. Menggunakan tulisan orang lain secara mentah, tanpa memberikan tanda jelas
(misalnya dengan menggunakan tanda kutip atau blok alinea yang berbeda)
bahwa teks tersebut diambil persis dari tulisan lain
10. mengambil gagasan orang lain tanpa memberikan anotasi yang cukup tentang
sumbernya

Yang tidak tergolong plagiarisme:


1. Menggunakan informasi yang berupa fakta umum.
2. Menuliskan kembali (dengan mengubah kalimat atau parafrase) opini orang
lain dengan memberikan sumber jelas.
3. Mengutip secukupnya tulisan orang lain dengan memberikan tanda batas jelas
bagian kutipan dan menuliskan sumbernya.

Alasan melakukan Plagiat itu sendiri mungkin karena keterdesakan seseorang


akan tugasnya atau tidak punya waktu untuk mengerjakan sehingga menunda
nunda hingga akhir kemudian berfikiri agar tulisan yang dibuat nya baik . untuk
itu mengambil kata-kata tanpa mengutip nama sumbernya tidak disarankan dan
tindakan seperti ini melanggar etika dalam pembuatan suatu kary. Dan
pelanggaran ini juga diatur didalam undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang
hak cipta . sebagaimana undang-undang yang mengatur tersebut plagiat
merupakan tindakan pidana dibawah ini jelas sekali undang-undang yang
mengaturnya Pasal 72 ayat (1) :

“Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau
denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah)”.

dimana Pasal 2 ayat (1) tersebut :

“Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta
untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara
otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Pasal 12
Sanksi bagi Mahasiswa yang terbukti melakukan plagiat sebagaimana
dimaksudkan dalam Pasal 10 ayat (4), secara berurutan dari yang baling ringan
sampai dengan yang paling berat terdiri atas :
1. Teguran
2. Peringatan tertulis
3. Penundaan pemberian sebagai hak mahasiswa
4. Pembatalan nilai satu atau beberapa mata kuliah yang diperoleh mahasiswa.
5. Pemberhentian dengan hormat dari status sebagai mahasiswa
6. Pemberhentian tidak dengan hormat dari status sebagai mahasiswa atau;
7. Pembatalan ijazah apabila mahasiswa telah lulus dari suatu program.

Anda mungkin juga menyukai