Disusun Oleh:
Priyanto Setyo Harbowo - 21070116130075
2
Permasalahan mengenai MSDs sangat sering ditemui di perusahaan manapun
yang pekerjaannya melakukan kegiatan atau gerakan yang berulang secara terus-menerus.
Salah satu contoh pekerjaan yang beresiko terkena MSDs yaitu pekerjaan pandai besi
yang mengharuskan pekerja melakukan suatu kegiatan dengan frekuensi dan durasi yang
relatif lama. Masalah yang seperti ini harus ditangani untuk menjaga konsistensi pekerja
dan dapat mengurangi resiko keluhan sakit pada bagian tertentu yang mengakibatkan
cidera yang berkelanjutan dan keluhan paling sering ditemui adalah keluhan pada bagian
pinggang (Low Back Pain) dan pada bagian bahu. Pekerjaan dengan beban yang berat
dan dilakukan secara terus-menerus dan dipengaruhi oleh perancangan kondisi kerja yang
tidak ergonomis dapat mengakibatkan berbagai keluhan diatas.
PT. Wasa Mitra Engineering adalah perusahaan yang bergerak di bidang
konstruksi yang terfokus pada pengerjaan infrastruktur pembangkit listrik. PT. Wasa
Mitra Engineering sendiri mendapatkan tugas pada proyek konstruksi pembangunan
PLTU Tanjung Jati B Unit 5 dan 6. PLTU Tanjung Jati B Unit 5 dan 6 ini memiliki
kapasitas masing-masing unit 1000 MW yang merupakan proyek vital negara terutama
dalam pasokan listrik Jawa dan Bali. Proyek ini masih dalam tahap pengerjaan dan
direncanakan akan selesai pada tahun 2021.
Pada proyek konstruksi unit 5 dan 6 ini, terdapat beberapa jenis pekerjaan seperti
pemasangan kabel tray, grounding kabel, dan pemasangan panel. Untuk jenis pekerjaan
yang dianalisis pada laporan kali ini adalah pada bagian mechanical yaitu pemasangan
kabel tray khususnya saat melakukan proses drilling, cutting, dan pemindahan barang.
Proses drilling bertujuan untuk melubangi batang besi yang akan dijadikan kabel tray.
Proses cutting bertujuan untuk memotong batang besi menjadi ukuran yang sesuai.
Sedangkan proses memindahkan barang yaitu untuk memindahkan barang dari storage
menuju ke tempat drilling dan cutting. Pekerjaan drilling dan cutting dilakukan
setidaknya selama 3 jam per hari. Sedangkan untuk pemindahan barang dilakukan
setidaknya 1 jam sehari tergantung berapa banyak barang yang dipindahkan. Dengan
durasi yang cukup lama tersebut, ada kemungkinan pekerja terkena masalah MSDs
karena postur kerja yang statis dalam jangka waktu yang lumayan lama.
Ada beberapa metode yang digunakan untuk mengatasi masalah postur kerja yang
salah satunya adalah dengan metode RULA. Metode RULA (Rapid Upper Limb
3
Assesment) adalah sebuah metode untuk menilai postur, gaya, dan gerakan suatu aktivitas
kerja yang berkaitan dengan penggunaan anggota tubuh bagian atas (upper limb). Metode
ini menggunakan diagram postur tubuh dan tabel penilaian untuk memberikan evaluasi
terhadap faktor resiko yang akan dialami oleh pekerja.
1.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dirumuskan
permasalahan yang terjadi pada pekerja bagian Mechanical di area unit 5 dan 6 PT. Wasa
Mitra Engineering adalah adanya postur kerja yang kurang baik dari pekerja sehingga
mengakibatkan munculnya keluhan muskuloskeletal. Berikut adalah tabel durasi kerja
dan frekuensi kerja dari masing-masing operator:
Tabel 1. 1 Tabel Durasi dan Frekuensi Kerja
Jenis Pekerjaan Durasi kerja per hari (jam) Frekuensi kerja per jam
Cutting 4 60
Drilling 4 60
4
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang penjelasan latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penulisan, pembatasan masalah dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi dasar teori yang dijadikan referensi peneliti dalam
menyusun laporan kerja praktek.
BAB III TINJAUAN SISTEM
Bab ini membahas mengenai profil perusahaan, logo perusahaan, visi
dan misi perusahaan, struktur organisasi perusahaan, lokasi perusahaan,
produk perusahaan, dan sistem perusahaan
BAB IV PENGUMPULAN DATA
Berisi tentang bagaimana alur penelitian atau tahapan-tahapan
penelitian yang digunakan dalam kerja praktek dan pengumpulan data
yang digunakan.
BAB V ANALISIS DATA
Berisi tentang pengolahan data serta analisis dari pengolahan data yang
dilakukan.
BAB VI PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan beberapa saran yang
dapat diberikan berkenaan dengan penelitian.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Kinerja manajemen K3 sangat bergantung pada sejauh mana ergonomi diperhatikan di
dalam perusahaan, meskipun suatu perusahaan telah dinilai baik atau sempurna dalam hal
manajemen K3, kecelakaan kerja tidk dapat dihindari terutama pada perusahaan yang
memiliki pabrik dan banyak melibatkan kinerja manusia yang membutuhkan tenaga fisik.
Seperti musculoseletal disorder (kelainan otot-rangka) yang sebenarnya menyumbang
kasus kecelakaan kerja cukup tinggi dibandingkan kecelakaan kerja yang lain.
2.2 Beban Kerja
Beban kerja (Nurmianto, E. 2008) adalah suatu kondisi dimana operator memiliki
keterbatasan kapasitas dalam mengolah pekerjaannya. Ketika melaksanakan tugasnya,
seorang operator diharapkan mampu melaksanakan tugas itu semaksimal mungkin dan
mencapai waktu yang sesingkat-singkatnya. Tetapi ketika operator tidak dapat mencapai
hasil yang diharapkan, bisa disimpulkan bahwa terjadi kesengjangan antara kemampuan
operator dengan hasil yang diharapkan. Kesenjangan (gap) ini dapat menimbulkan
kerugian dan kegagalan kerja. Oleh karena itu diperlukan adanya pemahaman dan
pengukuran mengenai beban kerja.
Webster dalam Lysaght et al (1989) memiliki sudut pandang yang berbeda dalam
mengartikan beban kerja. Beban kerja menurut Webster adalah jumlah atau waktu
pekerjaan yang diberikan dan diharapkan dari operator dan jumlah pekerjaan yang harus
diselesaikan oleh operator dalam suatu periode waktu tertentu. Sementara itu, tiga
kategori beban kerja menurut Lysaght adalah : a) banyaknya pekerjaan yang harus
dilakukan operator, b) waktu atau aspek-aspek tertentu dari waaktu yang harus
diperhatikan oleh pekerja, c) pengalaman baik subyektif maupun obyektif yang dialami
oleh pekerja.
Beban kerja fisik adalah beban kerja yang diterima oleh operator akibat melakukan
pekerjaan-pekerjaan fisik. Beban kerja fisik lebih dipandang sebagai kegiatan
mengangkat (lifting), menarik, mendorong, dan kegiatan lainnya yang membutuhkan
kekuatan otot. Beban kerja sangat berpengaruh terhadap durasi pekerjanya sendiri.
Artinya, semakin berat beban yang ditanggung pekerja maka durasi kerja yang
direkomendasikan juga akan semakin singkat. Tetapi jika beban yang ditanggung ringan,
maka durasi kerja akan lebih panjang.
7
2.3 Fatigue
Fatigue (Wignjosoebroto, S. 2000) adalah suatu kelelahan yang terjadi pada
syaraf dan otot manusia sehingga tidak dapat bekerja sebagai mana mestinya. Makin berat
beban yang dikerjakan dan gerakannya tidak teratur, maka fatigue (kelelahan) akan
semakin cepat. Timbulnya fatigue perlu dipelajari untuk menentukan tingkat kekuatan
otot manusia, sehingga kerja yang dilakukan atau dibebankan dapat sesuai dengan
kemampuan otot. Menurut Barnes, fatigue dapat dilihat dari tiga hal :
Perasaan lelah
Perubahan fisiologis
Menurunnya kemampuan kerja
Faktor yang mempengaruhi fatigue :
Besarnya tenaga yang dikeluarkan
Frekuensi dan durasi kerja
Cara dan sikap dalam melakukan aktivitas
Jenis kelamin
Olahraga
Umur
2.4 Keluhan Muskuloskeletal
Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan sakit, nyeri, pegal-pegal dan lainnya
pada sistem otot (muskuloskeletal) seperti tendon, pembuluh darah, sendi, tulang, syaraf
dan lainnya yang disebabkan oleh aktivitas kerja. Keluhan muskuloskeletal sering juga
dinamakan MSD (Musculoskeletal Disorder). Keluhan MSD yang sering timbul pada
pekerja industri adalah nyeri punggung, nyeri leher, nyeri pada pergelangan tangan, siku
dan kaki (Sutopo Arif,2009).
Secara garis besar, keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
1. Keluhan sementara (reversisble)
Yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis. Namun
demikian keluhan tersebut akan segera hilang bila pembebanan dihentikan.
2. Keluhan menetap (persistant)
Yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja
dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.
8
Beberapa kemungkinan penyebab atau situasi yang dapat menciptakan kekacauan
dalam sistem ini adalah:
Lingkungan kerja yang tidak stabil – suhu tinggi atau rendah, kelembaban
Stres berulang atau trauma di suatu daerah
Mendorong bagian tubuh ke batas-batasnya, bekerja lebih banyak dan lebih
cepat atau lebih baik
Postur tubuh yang buruk atau bentuk
Kegiatan berulang (lifting, getaran, peregangan) yang menggunakan bagian
tubuh yang sama
Ketidakmampuan tubuh untuk mengejar ketinggalan atau mengatasi kegiatan
Ketidakmungkinan fisik tubuh untuk melakukan tugas atau pekerjaan tertentu
Tidak cukup istirahat atau tubuh tidak diperbolehkan untuk pulih di antara
aktivitas-aktivitas kerja.
2.4.1 Faktor-Faktor Penyebab Keluhan Muskuloskeletal
Berikut ini merupakan faktor-faktor penyebab terjadinya muskuloskeletal (Peter
Vi,2000):
1. Peregangan otot berlebihan
Peregangan otot yang berlebihan (over exertion) kebanyakan terjadi pada
pekerja yang aktifitasnya memerlukan tenaga yang cukup besar. Karena
apabila sering dilakukan, maka memperbesar terjadinya keuhan pada otot,
bahkan mampu menyebabkan cidera pada otot.
2. Aktifitas berulang
Aktifitas berulang merupakan suatu aktifitas yang frekuensi pekerjaannya
dilakukan secara terus menerus. Suatu aktifitas yang dilakukan terus menerus
tentu akan menyebabkan keluhan pada otot muskuloskeletal karena mendapat
tekanan akibat adanya beban kerja yang terjadi dalam waktu yang cukup
lama, tanpa adanya relaksasi otot.
3. Sikap kerja tidak alamiah
Sikap yang dimaksud adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi posisi
bagian tubuh bergerak menjauhi posisi awal. Semakin jauh posisi bagian
tubuh dari pusat gravitasi, maka semakin tinggi kemungkinan terjadinya
9
keluhan pada otot muskuloskeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini biasanya
terjadi pada orang yang kemampuan kerja nya tidak sesuai dengan tuntutan
kerja.
4. Faktor penyebab sekunder
- Tekanan
Terjadinya tekanan yang cukup berarti terutama pada jaringan otot lunak,
dapat menyebabkan keluhan pada otot muskuloskeletal.
- Getaran
Getaran yang diakibatkan adanya frekuensi tinggi menyebabkan kontraksi
otot bertambah. Kontraksi otot itu menyebabkan peredaran darah tidak lancar,
penimbunan asam laktat hingga terjadi rasa nyeri pada otot.
- Mikrolimat
Suhu yang terlalu dingin dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan
kekuatan pekerja sehingga gerakan akan menjadi lamban, sulit bergerak dan
menurunnya kekuatan otot.
5. Faktor kombinasi
- Umur
Bertambahnya umur tentu memengaruhi tingkat keluhan seseorang.
- Jenis kelamin
Jenis kelamin juga memengaruhi tingkat keluhan otot pada seseorang.
Astarnd dan Rodahl (1977) menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya
60% dari kekuatan otot pria.Sehingga keluhan otot lebih banyak terjadi pada
wanita dibandingkan pria.
- Kebiasaan Merokok
Kebiasaaan merokok dapat meningkatkan keluhan otot yang dirasakan.
- Kesegaran Jasmani
Tingkat kesegaran tubuh yang rendah mempertinggi resiko terjadinya
keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat sejalan dengan bertambahnya
aktivitas fisik.
- Kekuatan Fisik
10
Pekerja yang memiliki kekuatan otot rendah beresiko 3 kali lipat lebih besar
mengalami keluhan otot dibandingkan pekerja yang memiliki kekuatan otot
besar.
- Ukuran Tubuh
Ukuran tubuh juga menyebabkan keluhan otot muskuloskeletal.
2.4.2 Mengukur dan Mengenali Penyebab Keluhan Muskuloskeletal
Pengukuran muskuloskeletal disorders (Rizka, 2012): Melalui NBM dapat
diketahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan mulai dari rasa tidak nyaman (agak
sakit) sampai sangat sakit (wisuda.unud.ac.id).
Nordic Body Map merupakan salah satu metode pengukuran subyektif untuk
mengukur rasa sakit otot para pekerja. Kuesioner Nordic Body Map merupakan salah
satu bentuk kuisioner checklist ergonomi. Kuisioner Nordic Body Map adalah kuesioner
yang paling sering digunakan untuk mengetahui ketidaknyamanan pada para pekerja
karena sudah terstandarisasi dan tersusun rapi. Pengisian kuisioner Nordic Body Map ini
bertujuan untuk mengetahui bagian tubuh dari pekerja yang terasa sakit sebelum dan
sesudah melakukan pekerjaan pada stasiun kerja. Survei ini menggunakan banyak pilihan
jawaban yang terdiri dari dua bagian yaitu bagian umum dan terperinci. Bagian umum
menggunakan bagian tubuh yaitu yang dilihat dari bagian depan dan belakang.
Responden yang mengisi kuisioner diminta untuk memberikan tanda ada tidaknya
gangguan pada bagian area tubuh tersebut. Nordic Body Map memiliki 28 pertanyaan
tentang tingkat keluhan muskuloskeletal dari leher hingga ujung kaki. Masing-masing
sisi tubuh kiri dan kanan memiliki pertanyaan yang berbeda, sehingga seluruh tubuh yang
nyeri akan dinilai dengan cermat. Pada NBM terdapat empat rentang skor yaitu skor satu
untuk tidak sakit, skor dua untuk agak sakit, skor tiga untuk sakit dan skor empat untuk
sangat sakit. Setelah kuesioner diisi, skor dari masing-masing pertanyaan akan
diakumulasi untuk mengetahui tingkatan keluhan musculoskeletal yang diderita
(wisuda.unud.ac.id).
11
2.4.3 Langkah-Langkah Mengatasi Keluhan Muskuloskeletal
Berdasarkan rekomondasi dari Occupational Safety and Health Administration
(OSHA) tindakan ergonomic untuk mencegah adanya sumber penyakit adalah melalui
dua cara, yaitu (Granjean,1993):
1. Rekayasa Teknik
Rekayasa teknik pada umumnya dilakukan melalui pemilihan beberapa
alternative sebagai berikut :
a. Eliminasi, yaitu menghilangkan sumber bahaya yang ada. Hal ini jarang bisa
dilakukan mengingat kondisi dan tuntutan pekerjaan yang mengharuskan untuk
menggunakan peralatan yang ada.
b. Subsitusi, yaitu mengganti alat atau bahan lama dengan alat atau bahan baru
yang aman menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan prosedur
penggunaan alat.
c. Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan pekerja.
d. Ventilasi, yaitu dengan menambah ventilasi untuk mengurangi resiko sakit,
misalnya akibat suhu udara yang terlalu panas.
2. Rekayasa Manajemen
Rekayasa manajemen dapat dilakukan dengan tindakan sebagai berikut :
a. Pendidikan dan pelatihan.
Melalui pendidikan dan pelatihan, pekerja menjadi lebih memahami
lingkungan dan alat kerja, sehingga diharapkan dapat beradaptasi dan inovatif
dalam melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap resiko sakit akibat kerja.
b. Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang
Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang, dalam arti disesuaikan
dangan kondisi lingkungan kerja dan karakteristik pekerjaan, sehingga dapat
mencegah paparan yang berlebih terhadap sumber bahaya.
c. Pengawasan yang intensif
Melalui pengawasan yang intensif dapat dilakukan pencegahan secara lebih
dini terhadap kemungkinan terjadinya resiko akibat kerja. Sebagai gambaran,
berikut ini dapat dilakukan pencegahan secara lebih dini terhadap
kemungkinan terjadi resiko kecelakaan kerja :
12
Aktivitas angkat-angkat material secara manual :
Usahakan minimalkan aktivitas angkat-angkat secara manual
Upayakan agar lantai tidak licin
Upayakan menggunakan alat Bantu kerja yang memadai, seperti crane,
kereta dorong, dan pengungkit
Gunakan alas apabila mengangkat di atas kepala atau bahu
Upayakan agar beban angkat tidak melebihi kapasitas angkat pekerja
Berat beban dan alat :
Upayakan untuk menggunakan bahan atau alat yang ringan
Upayakan menggunakan wadah atau alat angkut dengan kapasitas <50 kg
Alat tangan :
Upayakan agar ukuran pegangan tangan sesuai dengan lingkar gengga,m
tangan pekerja dan karakteristik pekerjaan (pekerjaan ringan atau berat)
Pasang alat peredam getaran pada tangan
Upayakan pemeliharaan rutin sehingga alat selalu dalam kondisi baik
2.5 RULA
RULA (Rapid Upper Limb Assessment) merupakan metode yang digunakan untuk
mendeteksi postur kerja bagian atas yang beresiko dan dilakukan perbaikan secepat
mungkin. RULA dikembangkan oleh Dr Lynn Mc Attamney dan Dr. Nigel Corlett.
Dengan menggunakan RULA, kita dapat mengetahui batasan maksimum dan berbagai
postur pekerja, nilai batasan tersebut berkisar 1 – 7 (Susihono, 2012)
Metode ini tidak membutuhkan peralatan yang spesial dalam penetapan penilaian
postur leher, punggung dan lengan atas. Setiap pergerakan akan diberi skor yang telah
ditetapkan. Metode ini menggunakan diagram body postures dan tiga tabel penilaian
yang disediakan guna mengevaluasi postur – postur kerja yang bahaya dalam suatu
pekerjaan. Faktor resiko yang telah diinvestigasi dijelaskan oleh McPhee sebagai factor
beban eksternal yaitu :
a. Jumlah gerakan
b. Kerja otot static
c. Tenaga/kekuatan
d. Penentuan postur kerja oleh peralatan
13
e. Waktu kerja tanpa istirahat
Menurut Mc Atamney dan Corlett, RULA dikembangkan untuk :
Memberikan metode penyaringan terhadap suatu pekerjaan yang beresiko
yang menyebabkan gangguan pada anggota badan bagian atas.
Mengidentifikasikan usaha otot yang berhubungan dengan postur kerja,
penggunaan tenaga dan kerja yang berulang – ulang yang bisa menimbulkan
kelelahan otot.
Memberikan hasil yang dapat digabungkan dengan metode penilaian
ergonomic (epidomiologi, fisik, mental, lingkungan dan faktor organisasi).
Terdapat empat hal yang menjadi aplikasi utama dari RULA yakni mengukur
resiko muskeloskeletal, membandingakn beban muskeloskeletal antara rancangan stasiun
kerja yang sebelum dimodifikasi dengan yang sudah termodifikasi, mengevaluasi
produktifitas ataupun kesesuaian penggunaan peralatan dan melatih pekerja tentang
beban muskeloskeletal yang diakibatkan perbedaan postur kerja.
Penilaian postur tubuh menggunakan metode RULA dibagi ke dalam dua
kelompok yakni Grup A dan Grup B.
Penilaian pada Grup A (lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan
putaran pergelangan tangan) Penilaian lengan atas, lengan bawah,
pergelangan tangan dan putaran pergelangan tangan dilakukan terhadap sudut
yang dibentuk oleh lengan atas pada saat melakukan aktivitas kerja. Berikut
merupakan contoh – contoh dari sudut yang dibentuk oleh anggota tubuh pada
Grup A :
14
Gambar 2.1 Postur Tubuh Bagian Lengan Atas
15
> 200 (ke belakang) atau 2 +1 jika lengan berputar
200 - 450 atau bengkok
450 - 900 3
> 900 4
16
Gambar 2.5 Postur Tubuh Leher
Sama halnya dengan Grup A, setiap postur tubuh memiliki skor penilainnya
masing – masing, skor penilaiannya adalah sebagai berikut :
Tabel 2.10 Skor Bagian Leher
Pergerakan Skor Skor Perubahan
00 - 900 1 +1 jika batang tubuh
100 - 200 2 bengkok
>200 3 +1 jika lengan berputar
Ekstensi 4 atau bengkok
17
00 - 200 2 +1 jika batang tubuh
200 - 600 3 bengkok
>600 4 +1 jika lengan berputar
atau bengkok
Hasil skor dari analisis Grup A dan Grup B dapat diklasifikasikan ke dalam
beberapa kategori level resiko, sebagai berikut (Dina Pangaribuan, 2010):
18
BAB III
TINJAUAN SISTEM
19
Gambar 3. 1 Logo Perusahaan
4 BELAWAN STEAM POWER PLANT NORTH SUMATRA PT. PLN ALSHTOM ATLANTIQUE
65 MW X 2 UNITS (PERSERO)
5 SURALAYA STEAM POWER PLANT WEST JAVA PT. PLN HITACHI ZOSEN
UNIT 1 & 2 400 MW X 2 UNITS (PERSERO)
6 SAGULING HYDRO POWER PLANT WEST JAVA PT. PLN MITSUBISHI CORPORATION
17.5 MW X 4 UNITS (PERSERO) MITSUBISHI ELECTRIC CO.
7 BUKIT ASAM STEAM POWER WEST SUMATRA PT. PLN ALSHTOM ATLANTIQUE
PLANT
65 MW X 2 UNITS (PERSERO)
8 GRESIK STEAM POWER PLANT EAST JAVA PT. PLN SUMITOMO CORPORATION
UNITS 3 & 4 (PERSERO) TOSHIBA CORPORATION
200 MW X 2 UNITS
20
9 KAMOJANG GEOTHERMAL WEST JAVA PT. PLN MARUBENI CORPORATION
POWER PLANT UNIT 2 & 3 (PERSERO)
55 MW X 2 UNITS
10 BAKARU HYDRO POWER PLANT SOUTH SULAWESI PT. PLN SUMITOMO CORPORATION
65 MW X 2 UNITS (PERSERO)
13 PAITON STEAM POWER PLANT EAST JAVA PT. PLN SUMITOMO CORPORATION
UNIT 1 & 2 (PERSERO) TOSHIBA CORPORATION
400 MW X 2 UNITS
14 TAMBAK LOROK GAS TURBINE CENTRAL JAVA PT. PLN SUMITOMO CORPORATION
OPEN CYCLE (PERSERO) GENERAL ELECTRIC
100 MW X 3 UNITS
18 SURALAYA STEAM POWER PLANT WEST JAVA PT. PLN MARUBENI CORPORATION
UNIT 5, 6, 7 (PERSERO)
600 MW X 3 UNITS
20 SURALAYA STEAM POWER PLANT WEST JAVA PT. PLN SAMSUNG HEAVY
INDUSTRIES
UNIT 5, 6, 7 (PERSERO)
600 MW X 3 UNITS
21
21 MUARA TAWAR COMBINED WEST JAVA PT. PLN MARUBENI CORPORATION
CYCLE
PWER PLANT (PERSERO)
22 PAITON PRIVATE POWER PLANT EAST JAVA PT. PEC SHINWA ENG. & CONST.
PHASE I 600 MW X 2 UNITS
23 WONOREJO HYDRO POWER PLANT WONOREJO PT. PLN TOSHIBA ENGINEERING CORP.
6 MW X 1 UNIT EAST JAVA (PERSERO)
28 TANJUNG JATI B POWER STATION TANJUNG JATI PT. PLN SUMITOMO CORPORATION
660 MW X 2 UNITS CENTRAL JAVA (PERSERO) TOSHIBA CORP.
29 PALEMBANG GFCC POWER PLANT PALEMBANG CHENGDA ENG. PT. TRUBA JURONG ENG.
150 MW SOUTH SUMATRA CORPORATION
OF CHINA
31 TANJUNG BIN CCPP 2 X 700 MW MALAYSIA METAL PIPE LINE Co. Ltd.
22
36 KERAMASAN GTTP 2 X 50 MW PALEMBANG PT. PLN PT. ASTA KERAMASAN
SOUTH SUMATERA (PERSERO) ENERGI
39 TANJUNG PRIOK GFPPEP 720 - 780 NORTH JAKARTA PT. PLN MITSUBISHI CORPORATION
MW
(PERSERO) MITSUBISHI HEAVY
INDUSTRY
41 TANJUNG JATI "B" EXPANSION 2 x JEPARA PT. PLN PT. JURONG ENGINEERING
660 MW
CFPP UNIT 3 & 4 CENTRAL JAVA (PERSERO) LESTARI
43 TANJUNG JATI "B" EXPANSION 2 x JEPARA PT. PLN CENTRAL JAVA POWER
660 MW
CFPP UNIT 3 & 4 CENTRAL JAVA (PERSERO)
46 PAITON III EXPANSION 1 x 880 MW EAST JAVA PT. PLN TAIHEI DENGYO KAISHA, LTD
CFPP
(PERSERO)
23
dan tanggung jawab yang terdapat di dalam suatu organisasi yang berfungsi untuk
mencapai tujuan organisasi.
PT Wasa Mitra Engineering dipimpin oleh Project Manager, yang membawahi
Site Manager, HSE. Site manager membawahi Plan Engineer, Kepala Lapangan, Kepala
QC, Kepala HRD. Tugas dan wewenang dalam organisasi diberikan dengan jelas dan
dapat dipahami dengan baik oleh setiap pekerja melalui sebuah deskripsi tugas. Berikut
merupakan struktur organisasi PT Wasa Mitra Engineering pada proyek PLTU Tanjung
Jati B Unit 5 dan 6 :
24
1. Meeting Manajer, Supervisor, dan Mandor
Setiap pukul 06.30 WIB para jajaran pimpinan proyek melakukan meeting
membahas mengenai apa yang harus dikerjakan di hari itu untuk masing-masing
divisi. Site Manajer juga menyampaikan informasi dari manajemen pusat proyek
PLTU Tanjung Jati B Unit 5 dan 6 mengenai perkembangan proyek dan target
pengerjaan.
2. Tool Box Meeting
Pada meeting kali ini lebih ditekankan mengenai detail pekerjaan yang harus
dilakukan. Meeting dilakukan oleh mandor dan beberapa pekerja yang tergabung
dalam divisinya. Lalu semua pekerja berkumpul untuk mendapatkan arahan dari
manajer dan divisi K3 mengenai pentingnya menjaga keselamatan kerja.
3. Persiapan Alat dan Material
Pekerja mempersiapkan segala peralatan dan material yang dibutuhkan untuk proses
pengerjaan. Pekerja diharuskan mendata segala kebutuhan dalam selembar kertas
lalu menyampaikan ke bagian warehouse untuk pengambilan alat dan material.
Setelah pemakaian, alat akan dikembalikan ke warehouse sesuai data pinjaman. Jika
ada barang yang hilang merupakan tanggung jawab pihak peminjam.
4. Pelaksaan Kerja
Setelah arahan kerja, alat, dan material sudah siap maka dilakukan pengerjaan sesuai
intruksi pada tool box meeting. Setiap pekerja langsung bekerja sesuai job desk nya
masing-masing dan mandor melakukan pengawasan terhadap pekerjaan yang sedang
dikerjakan.
5. Inspeksi
Pekerjaan ini dilakukan oleh divisi Plan Engineer dibawah departemen Quality
Control. Divisi ini melakukan pengecekan antara gambar rancangan dan pekerjaan
aslinya serta melakukan pencacatan progres menganai pekerjaan tersebut.
6. Laporan Progres
Setelah itu, dilakukan pelaporan progres kepada para pimpinan proyek sebagai bahan
mengukur produktivias kinerja dan evaluasi.
7. Evaluasi Kerja
25
Dilakukan evaluasi mengenai pengerjaan proyek di hari itu. Jika terdapat pekerjaan
yang tidak sesuai rencana, maka akan dilakukan lembur di hari berikutnya.
26
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Mulai
Studi Pendahuluan
Perumusan Masalah
Menentukan objek
penelitian
Pengumpulan Data
Postur pekerja,
Durasi dan
Frekuensi pekerjaan
Mengolah Data
menggunakan
metode RULA
Hasil
Pengolahan
Data
Analisis Hasil
Pengolahan Data
Memberikan
Kesimpulan dan
Saran
Selesai
27
4.1.1 Studi Pendahuluan
Tahapan ini merupakan tahapan untuk mengenali topik dari penelitian.
Identifikasi masalah dilakukan melalui studi pendahuluan yang meliputi studi lapangan
dan studi pustaka. Studi lapangan berupa peninjauan langsung ke proyek unit 5 dan 6
terkait lingkungan kerja dan pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja, dilanjutkan dengan
wawancara dengan pekerja mengenai pekerjaan yang dilakukan dan kelelahan yang
dialami. Sementara studi pustaka dilakukan dengan mencari teori-teori yang relevan
dengan analisis kelelahan pada pekerja pada jurnal-jurnal penelitian, buku, maupun
sumber lainnya yang terkait dengan analisis pengukuran postur kerja menggunakan
metode RULA.
4.1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya, tahap
selanjutnya adalah perumusan masalah. Adapun rumusan masalah yang digunakan pada
penelitian ini adalah adanya keluhan muskuloskeletal pada pekerja bagian mechanical
khususnya pada pekerjaan drilling dan cutting. Berdasarkan keluhan tersebut maka akan
dilakukan analisis terkait faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi keluhan
muskuloskeletal pada pekerja.
4.1.3 Menentukan Objek Penelitian
Setelah mengetahui kondisi lingkungan perusahaan dan masalah-masalah yang
terjadi, peneliti menentukan masalah apa yang akan diangkat dalam laporan. Masalah
yang akan diangkat adalah tentang perbaikan jam kerja untuk pekerja di bagian
mechanical khususnya pada pekerjaan drilling dan cutting.
4.1.4 Pengumpulan Data
Peneliti melakukan observasi di lapangan untuk mengumpulkan data-data yang
sekiranya dibutuhkan dalam penyusunan laporan. Adapun data yang diambil untuk
laporan ini adalah rekaman lama waktu pekerjaan dan postur kerja yang dilakukan
operator dalam melakukan kegiatan drilling dan cutting.
4.1.5 Pengolahan Data
Setelah mengumpulkan data-data yang dibutuhkan untuk kepentingan laporan,
data-data tersebut kemudian diolah. Peneliti menggunakan metode RULA untuk
mengetahui beban kerja dari pekerja bagian cutting dan drilling.
28
4.1.6 Analisis dan Pembahasan
Analisis dilakukan berdasarkan pengolahan data yang dilakukan. Analisis
meliputi pembahasan postur kerja dari operator dan mengetahui beban kerja dari operator
menggunakan metode RULA. Berdasarkan hal tersebut maka akan dicari batas waktu
kerja yang optimal untuk mengurangi keluhan muskuloskeletal dari pekerja.
4.1.7 Kesimpulan dan Saran
Tahap selanjutnya adalah memberikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan
diberikan berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dan disesuaikan dengan tujuan
penelitian. Selain itu, diberikan saran-saran yang dapat bermanfaat dan menjadi
pertimbangan bagi perusahaan.
29
BAB V
PENGUMPULAN DATA, PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS
Jenis Pekerjaan Durasi kerja per hari (jam) Frekuensi kerja per jam
Cutting 4 60
Drilling 4 60
Untuk pekerjaan drilling, durasi pekerjaannya adalah 4 jam per hari dengan
frekuensi kerja 60 kali per jam. Sedangkan untuk pekerjaan cutting, durasi pekerjaannya
adalah 4 jam per hari dengan frekuensi kerja 60 kali per jam. Setelah 3 hari melakukan
pengamatan, didapatkan beberapa kegiatan kurang baik dalam postur tubuh yang
dilakukan oleh pekerja saat melakukan pekerjaannya, berikut merupakan beberapa
kegiatan yang dilakukan pekerja :
Posisi kerja proses drilling:
30
Gambar 5. 1 Posisi Kerja Drilling
31
5.2 Pengolahan Data
Setelah melakukan pengamatan dan mendapatkan beberapa kegiatan dari pekerja,
langkah selanjutnya adalah mengolah data postur tubuh pekerja menggunakan metode
RULA. Berikut adalah tabel RULA yang akan digunakan untuk pengolahan data:
32
Gambar 5. 4 Analisis Postur Kerja Drilling
33
- Terdapat getaran pada benda kerja, mendapat skor 3
Dari hasil diatas didapat nilai pada Tabel B adalah 8
Dengan nilai hasil table A dan B maka didapatkan nilai hasil akhir Tabel C adalah
7 dimana hasilnya yaitu perlu dilakukan perbaikan saat itu juga.
34
Bagian B (Leher, punggung dan kaki )
- Posisi tidak terlalu menekuk dengan skor 3
- Posisi punggung menunjukan sudut lebih dari 90 dengan skor 3
- Posisi kaki lurus skor 2
- Postur berlangsung lebih dari 10 menit mendapat skor 1
- Terdapat getaran pada benda kerja, mendapat skor 3
Dari hasil diatas didapat nilai pada Tabel B adalah 9
Dengan nilai hasil table A dan B maka didapatkan nilai hasil akhir Tabel C adalah
7 dimana hasilnya yaitu perlu dilakukan perbaikan saat itu juga.
35
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari hasil perhitungan menggunakan table RULA pada 3 kegiatan yang dilakukan
pekerja pada bagian mechanical didapatkan hasil bahwa postur tubuh pada kegiatan
pemotongan / cutting memiliki nilai RULA terbesar dimana hasil dari nilainya adalah 6.
Sedangkan nilai RULA untuk kegiatan drilling dan membawa barang (batang besi)
mendapat nilai 4. Nilai nilai diatas ada yang sudah sedikit diatas batas wajar dimana
pekerjaan sebaiknya tidak dilakukan seperti hal demikian dan perlu perbaikan postur agar
mengurangi keluhan muskuloskeletal.
6.2 Saran
1. Meminimalisir kegiatan diatas agar menjadikan pekerja tidak cedera
2. Melakukan pengarahan kepada pekerja tentang kegiatan yang baik.
36
DAFTAR PUSTAKA
Asmara, Deddy Yudha. Analisa Postur Kerja Dengan Menggunakan Metode Rapid
Entire Body Assessment (REBA). Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008.
Chaffin, D.B. 1979. Manual materials handling the cause of overexertion injury and
illness in industry. Journal of Environmental Pathology and Toxicology.
Nurmianto, E. 1996. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. PT. Guna Widy Pratiwi,
Maya Novita. Analisa Penilaian Postur Kerja dengan Metode RULA, REBA,
dan Quick Exposure Checklist (QEC). Univerversitas Muhammadiyah
Surakarta, 2010.
Peter, V. 2000. Musculoskeletal Disorders.
Sutalaksana, Iftikar, dkk. 2006. Teknik Perancangan Sistem Kerja. Institut Teknologi
Bandung. Bandung.
Tarwaka, dkk (2004). Ergonomi Untuk Kesehatan dan Kesehatan Kerja, dan
Produktivitas. Surakarta : UNIBA Press. Wignyosubroto, S. 1995. Ergonomi,
Studi Gerak dan Waktu, Teknik Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja.
Guna Widya, Jakarta.
Tayyari, F. and Smith, J.L.,1999. Occupational Ergonomics: Principles and
Applications. Chapman & Hall. London.
37