Anda di halaman 1dari 12

PENDAHULUAN

Asuhan keperawatan merupakan titik sentral dalam pelayanan keperawatan, oleh karena itu
manajemen asuhan keperawatan yang benar akan meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan.

Tujuan asuhan keperawatan adalah untuk memandirikan pasien sehingga dapat berfungsi secara
optimal. Untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan manajemen asuhan keperawatan yang
profesional, dan salah satu faktor yang menentukan dalam manajemen tersebut adalah bagaimana
asuhan keperawatan diberikan oleh perawat melalui berbagai pendekatan model asuhan keperawatan
yang diberikan.

Penetapan dan keberhasilan model pemberian asuhan keperawatan yang digunakan di suatu
rumah sakit sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah bagaimana pemahaman perawat
tentang model-model asuhan keperawatan tersebut.

Dalam makalah ini akan dijelaskan 6 model dalam asuhan keperawatan yang telah dikenal dan
sering digunakan dalam pemberian asuhan keperawatan sebagai berikut.

A. MODEL KASUS

Model Kasus merupakan model pemberian asuhan yang pertama digunakan. Sampai Perang Dunia
kedua model tersebut merupakan model pemberian asuhan keperawatan yang paling banyak digunakan.
Pada model ini satu perawat akan memberikan asuhan keperawatan kepada seorang pasien secara total
dalam satu periode dinas. Jumlah pasien yang dirawat oleh satu perawat sangat tergantung kepada
kemampuan perawat dan kompleksnya masalah dan pemenuhan kebutuhan pasien.

Dalam Model Kasus perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang mencakup seluruh aspek
keperawatan yang dibutuhkan pasien. Pada model ini perawat memberikan asuhan keperawatan kepada
seorang pasien secara menyeluruh, sehingga mengetahui apa yang harus dilakukan terhadap pasien
dengan baik, sehingga pasien merasa puas dan merasakan lebih aman karena mengetahui perawat yang
bertanggung jawab atas dirinya. Dengan model ini menuntut seluruh tenaga keperawatan mempunyai
kualitas profesional dan membutuhkan jumlah tenaga keperawatan yang banyak.

Model ini sangat sesuai digunakan di ruangan rawat khusus seperti ruang perawatan intensif, misalnya
ruang ICCU, ICU, HCU, Haemodialisa dan sebagainya.

B. MODEL FUNGSIONAL

Model Fungsional dikembangakan setelah perang dunia kedua, dimana jumlah pendidikan
keperawatan meningkat dan banyak lulusan bekerja di rumah sakit dari berbagai jenis program
pendidikan keperawatan. Agar pemanfaatan yang bervariasi tenaga keperawatan tersebut dapat
dimaksimalisari, maka memunculkan ide untuk mengembangkan model fungsional dalam pelayanan
asuhan keperawatan.

Pada model fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada penyelesaian tugas dan
prosedur keperawatan. Setiap perawat diberikan satu atau beberapa tugas untuk dilaksanakan kepada
semua pasien yang dirawat di suatu ruangan. Seorang perawat mungkin bertanggung jaawb dalam
pemberian obat, mengganti balutan, monitor infus dan sebagainya. Prioritas utama yang dikerjakan
adalah pemenuhan kebutuhan fisik sesuai dengan kebutuhan pasien dan kurang menekankan kepada
pemenuhan kebutuhan pasien secara holistik, sehingga dalam penerapannya kualitas asuhan
keperawatan sering terabaikan, karena pemberian asuhan yang terfragmentasi. Komunikasi antara
perawat sangat terbatas, sehingga tidak ada satu perawat yang mengetahui tentang satu klien secara
komprehensif, kecuali mungkin Kepala Ruangan. Hal ini sering menyebabkan klien kurang puas dengan
pelayanan asuhan keperawatan yang diberikan, karena seringkali klien tidak mendapat jawaban yang
tepat tentang hal-hal yang ditanyakan, dan kurang merasakan adanya hubungan saling percaya dengan
perawat.

Kepala Ruangan bertanggung jawab untuk mengarahkan dan mensupervisi. Komunikasi antar staf
sangat terbatas dalam membahas masalah pasien. Perawat terkadang tidak mempunyai waktu untuk
berdiskusi dengan pasien atau mengobservasi reaksi obat yang diberikan maupun mengevaluasi hasil
tindakan keperawatan yang diberikan.
Pada model ini Kepala Ruangan menentukan apa yang menjadi tugas setiap perawat dalam suatu
ruangan dan perawat akan melaporkan tugas-tugas yang dikerjakan kepada Kepala Ruangan. Dan Kepala
Ruangan lah yang bertanggung jawab dalam membuat laporan pasien.

Dalam model fungsional ini koordinasi antar perawat sangat kurang sehingga seringkali pasien
harus mengulang berbagai pertanyaan atau permintaan kepada semua petugas yang datang kepadanya,
dan Kepala Ruanganlah yang memikirkan setiap kebutuhan pasien secara komprehensif. Informasi yang
disampaikan bersifat verbal, yang seringkali terlupakan karena tidak didokumentasikan dan tidak
diketahui oleh staf lain yang memberikan asuhan keperawatan.

Dengan menggungkan model ini Kepala Ruangan kurang mempunyai waktu untuk membantu
stafnya untuk mempelajari cara yang terbaik dalam memenuhi kebutuhan pasien atau dalam
mengevaluasi kondisi pasien dan hasil asuhan keperawatan, kecuali terjadi perubahan yang sangat
mencolok. Dan orientasi model ini hanya pada penyelesaian tugas, bukan kualitas, sehingga pendekatan
secara holistik sukar dicapai.

Model fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan tugas-tugas bila jumlah staf sedikit,
namun pasien selalu tidak mendapat kepuasan dari asuhan keperawatan yang diberikan.

C. MODEL TIM

Setelah bertahun-tahun menggunakan Model Fungsional, beberapa pimpinan keperawatan


(nursing leader) mulai mempertanyakan keefektifan model tersebt dalam pemberian asuhan
keperawatan profesional. Oleh karena adanya berbagai jenis tenaga dalam keperawatan, diperlukan
adanya supervisi yang adekuat, maka pada tahun 1950 dikembangkan Model Tim dalam pelayanan
asuhan keperawatan.
Model Tim merupakan suatu model pemberian asuhan keperawatan dimana seorang perawat
professional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif (Douglas, 1984).

Konsep model ini didasarkan kepada falsafah bawah sekelompok tenaga keperawatan bekerja
secara bersama-sama secara terkoordinasi dan kooperatif sehingga dapat berfungsi secara menyeluruh
dalam memberikan asuhan keperawatan kepada setiap pasien.

Model Tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi
dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung
jawab perawat yang tinggi, sehingga setiap anggota tim merasakan kepuasan karena diakui
kontribusinya di dalam mencapai tujuan bersama yaitu mencapai kualitas asuhan keperawatan yang
bermutu. Potensi setiap anggota tim saling komplementer menjadi satu kekuatan yang dapat
meningkatkan kemampuan kepemimpinan serta timbul rasa kebersamaan dalam setiap upaya
pemberian asuhan keperawatan, sehingga dapat menghasilkan sikap moral yang tinggi.

Pada dasarnya di dalam Model Tim menurut Kron & Gray (1987) terkandung dua konsep utama
yang harus ada, yaitu:

Kepemimpinan

Kemampuan ini harus dipunyai oleh Ketua Tim, yaitu perawat profesional (Registered Nurse) yang
ditunjuk oleh Kepala Ruangan untuk bertanggung jawab terhadap sekelompok pasien dalam
merencanakan asuhan keperawatan, merencanakan penugasan kepada anggota tim, melakukan
supervisi dan evaluasi pelayanan keperawatan yang diberikan.

Komunikasi yang efektif


Proses ini harus dilaksanakan untuk memastikan adanya kesinambungan asuhan keperawatan yang
diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien secara individual dan membantunya dalam
mengatasi masalah. Proses komunikasi harus dilakukan secara terbuka dan aktif melalui laporan, pre
atau post conference atau pembahasan dalam penugasan, pembahasan dalam merencanakan dan
menuliskan asuhan keperawatan dan mengevaluasi hasil yang telah dicapai.

Pengajaran dan bimbingan secara insidental perlu dilakukan yang merupakan bagian dari
tanggung jawab Ketua Tim dalam pembinaan anggotanya. Dalam model ini Ketua Tim menetapkan
anggota tim yang terbaik untuk merawat setiap pasien. Dengan cara ini Ketua Tim membantu semua
anggota tim untuk belajar apa yang terbaik untuk pasien yang dirawatnya berdasarkan kebutuhan dan
permasalahan yang dihadapi pasien.

Dalam pelaksanaan model ini, Ketua Tim dapat memperoleh pengalaman praktek melakukan
kepemimpinan yang demokratik dalam mengarahkan dan membina anggotanya. Pimpinan juga akan
belajar bagaimana mempertahankan hubungan antar manusia dengan baik dan bagaimana
mengkoordinasikan berbagai kegiatan yang dilakukan dengan beberapa anggota tim secara bersama-
sama. Untuk mencapai kepemimpinan yang efektif setiap anggota tim harus mengetahui prinsip dasar
administrasi, supervisi, bimbingan dan tehnik mengajar agar dapat dilakukannya dalam bekerjasama
dengan anggota tim. Ketua Tim juga harus mampu mengimplementasikan prinsip dasar kepemimpinan.

Tanggung Jawab Kepala Ruangan, Ketua Tim dan Anggota Tim

1. Tanggung Jawab Kepala Ruangan


Model Tim akan berhasil baik bila didukung oleh Kepala Ruangan, yang berperan sebagai menejer di
ruangan tersebut, yang bertanggung jawab dalam:

– Menetapkan standar kinerja yang diharapkan sesuai dengan standar asuhan keperawatan.

– Membantu staf dalam menetapkan sasaran asuhan keperawatan.

– Memberikan kesempatan kepada ketua tim untuk mengembangkan kepemimpinan.

– Mengorientasikan tenaga keperawatan yang baru tentang fungsi model tim dalam sistem
pemberian asuhan keperawatan.

– Menjadi nara sumber bagi ketua tim

– Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset keperawatan.

– Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka dengan semua staf.

2. Tanggung Jawab Ketua Tim

– Mengkaji setiap pasien dan menetapkan rencana keperawatan.

– Mengkoordinasi rencana keperawatan dengan tindakan medik.


– Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota tim dan memberikan bimbingan
melaui pre atau post conference.

– Mengevaluasi asuhan keperawatan baik proses ataupun hasil yang diharapkan serta
mendokumentasikannya.

3. Tanggung Jawab Anggota Tim

– Melaksanakan tugas berdasarkan rencana asuhan keperawatan yang telah disusun.

– Mencatat dengan jelas dan tepat asuhan keperawatan yang telah diberikan berdasarkan respon
pasien.

– Berpartisipasi dalam setiap memberikan masukan untuk meningkatkan asuhan keperawatan.

– Menghargai bantuan dan bimbingan dari ketua tim.

Pelaksanaan model tim tidak dibatasi oleh suatu pedoman yang kaku. Model tim dapat
diimplementasikan pada tugas pagi, sore, dan malam. Apakah terdapat 2 atau 3 tim tergantung pada
jumlah dan kebutuhan serta jumlah dan kualitas tenaga keperawatan. Umumnya satu tim terdiri dari 3-5
orang tenaga keperawatan untuk 10-20 pasien.

Berdasarkan hasil penelitian Lambertson seperti dikutip oleh Douglas (1984), menunjukkan bahwa
model tim bila dilakukan dengan benar merupakan model asuhan kperawatan yang tepat dalam
meningkatkan pemanfaatan tenaga keperawatan yang bervariasi kemampuannya dalam memberikan
asuhan keperawatan. Hal ini berarti bahwa model tim dilaksanakan dengan tepat pada kondisi dimana
kemampuan tenaga keperawatan bervariasi.
Kegagalan penerapan model ini, jika penerapan konsep tidak dilaksanakan secara menyeluruh/ total dan
tidak dilakukan pre atau post conference dalam sistem pemberian asuhan keperawatan untuk
pemecahan masalah yang dihadapi pasien dalam penentuan strategi pemenuhan kebutuhan pasien.

Diagram Model Tim adalah seperti berikut ini.

D. MODEL PRIMER

Dengan berkembangnya Ilmu Keperawatan dn berbagai ilmu dalam bidang kesehatan, serta
meningkatknya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan yang bermutu tinggi, dengan
didasarkan bahwa pemberian asuhan keperawatan model tim masih mempunyai beberapa kekurangan,
maka berdasarkan studi, para pakar keperawatan mengembangkan model pemberian asuhan
keperawatan yang terbaru yaitu Model Primer (Primary Nursing). Dan perawat yang melaksanakan
asuhan keperawatan disebut sebagai “Primary Nurse”.

Tujuan dari Model Primer adalah terdapatnya kontinuitas keperawatan yang dilakukan secara
komprehensif dan dapat dipertanggung jawabkan. Penugasan yang diberikan kepada Primary Nurse atas
pasien yang dirawat dimulai sejak pasien masuk ke rumah sakit yang didasarkan kepada kebutuhan
pasien atau masalah keperawatan yang disesuaikan dengan kemampuan Primary Nurse. Setiap primary
nurse mempunyai 4-6 pasien dan bertanggung jawab selama 24 jam selama pasien dirawat. Primary
Nurse akan melakukan pengkajian secara komprehensif dan merencanakan asuhan keperawatan.
Selama bertugas ia akan melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan masalah dan kebutuhan pasien.

Demikian pula pasien, keluarga, staff medik dan staf keperawatan akan mengetahui bahwa pasien
tertentu merupakan tanggung jawab primary nurse tertentu. Dia bertanggung jawab untuk mengadakan
komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan asuhan keperawatan dan dia juga akan merencanakan
pemulangan pasien atau rujukan bila diperlukan.
Jika primary nurse tidak bertugas, kelanjutan asuhan keperawatan didelegasikan kepada perawat lain
yang disebut “associate nurse”. Primary nurse bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang
diterima pasien dan menginformasikan tentang keadaan pasien kepada Kepala Ruangan, dokter dan staf
keperawatan lainnya. Kepala Ruangan tidak perlu mengecek satu persatu pasien, tetapi dapat
mengevaluasi secara menyeluruh tentang aktivitas pelayanan yang diberikan kepada semua pasien.

Seorang primary nurse bukan hanya mempunyai kewenangan untuk memberikan asuhan keperawatan
tetapi juga mempunyai kewenangan untuk melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan
lembaga sosial masyarakat, membuat jadual perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah dan
sebagainya. Dengan diberikannya kewenangan tersebut, maka dituntut akuntabilitas yang tinggi
terhadap hasil pelayanan yang diberikan. Primary Nurse berperan sebagai advokat pasien terhadap
birokrasi rumah sakit.

Kepuasan yang dirasakan pasien dalam model primer adalah pasien merasa dimanusiawikan karena
pasien terpenuhi kebutuhannya secara individual dengan asuhan keperawatan yang bermutu dan
tercapainya pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi dan advokasi.
Kepuasan yang dirasakan oleh Primary Nurse adalah tercapainya hasil berupa kemampuan yang tinggi
terletak pada kemampuan supervisi. Staf medis juga merasakan kepuasannya dengan model primer ini,
karena senantiasa informasi tentang kondisi pasien selalu mutakhir dan laporan pasien komprehensif,
sedangkan pada model Fungsional dan Tim informasi diperoleh dari beberapa perawat. Untuk pihak
rumah sakit keuntungan yang dapat diperoleh adalah rumah sakit tidak perlu mempekerjakan terlalu
banyak tenaga keperawatan, tetapi tenaga yang ada harus berkualitas tinggi.

Dalam menetapkan seorang menjadi Primary Nurse perlu berhati-hati karena memerlukan beberapa
kriteria, diantaranya dalam menetapkan kemampuan asertif, self direction, kemampuan mengambil
keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinik, akuntabel serta mampu berkolaborasi dengan baik
antar berbagai disiplin ilmu. Di negara maju pada umumnya perawat yang ditunjuk sebagai primary
nurse adalah seorang Clinical Specialist yang mempunyai kualifikasi Master.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa Model Primer dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan bila
dibandingkan dengan Model Tim, karena:
1. Hanya satu perawat yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat dalam perencanaan dan
koordinasi asuhan keperawatan.

2. Jangkauan observasi setiap perawat hanya 4-6 pasien bila dibandingkan dengan 10-20 orang pada
setiap tim.

3. Perawat Primer bertanggung jawab selama 24 jam.

4. Rencana pulang pasien dapat diberikan lebih awal.

5. Rencana keperawatan dan rencana medik dapat berjalan paralel.

E. MODEL MODULAR

Pengembangan model modular merupakan pengembangan dari primary nursing yang digunakan dalam
keperawatan dengan melibatkan tenaga professional dan non professional.

Model modular mirip dengan model keperawatan tim, karena tenaga profesional dan non profesional
bekerjasama dalam memberikan asuhan keperawatan kepada beberapa pasien dengan arahan
kepemimpinan perawat profesional.

Model modular mirip juga dengan model primer, karena tiap 2-3 perawat bertanggung jawab terhadap
asuhan beberapa pasien sesuai dengan beban kasus, sejak pasien masuk, pulang dan setelah pulang
serta asuhan lanjutan kembali ke rumah sakit. Agar model ini efektif maka Kepala Ruangan secara
seksama menyusun tenaga profesional dan non profesionaln serta bertanggung jawab supaya kedua
tenaga tersebut saling mengisi dalam kemampuan, kepribadian, terutama kepemimpinan. Dalam
menerapkan model modular, 2-3 tenaga keperawatan bisa bekerjasama dalam tim, serta diberi tanggung
jawab penuh untuk mengelola 8-12 kasus. Seperti pada model primer, tugas tim keperawatan ini harus
tersedia juga selama tugas gilir (shift) sore-malam dan pada hari-hari libur, namun tanggung jawab
terbesar dipegang oleh perawat profesional. Perawat profesional bertanggung jawab untuk
membimbing dan mendidik perawat non profesional dalam memberikan asuhan keperawatan.
Konsekuensinya peran perawat profesional dalam model modular ini lebih sulit dibandingkan dengan
perawat primer. Model modular merupakan gabungan dari model tim dan primary model.

F. MODEL MANAJEMEN KASUS

Model manajemen kasus merupakan generasi kedua dari model primary nursing. Dalam model ini
asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarkan pandangan, bahwa untuk penyelesaian kasus
keperawatan secara tuntas berdasarkan berbagai sumber daya yang ada.

Tujuan dari manajemen kasus adalah:

1. Menetapkan pencapaian tujuan asuhan keperawatan yang diharapkan sesuai dengan standar.

2. Memfasilitasi ketergantungan pasien sesingkat mungkin.

3. Menggunakan sumber daya seefisien mungkin.

4. Memfasilitasi secara berkesinambungan asuhan keperawatan melalui kolaborasi dengan tim


kesehatan lainnya.

5. Pengembangan profesionalisme dan kepuasan kerja.


6. Memfasilitasi alih ilmu pengetahuan

Kerangka kerja dari model Manajemen Kasus adalah:

1. Pasien masuk melalui “agency kesehatan”, manager mempunyai kewenangan dan tanggung jawab
dalam perencanaan sampai dengan evaluasi pada episode tertentu tanpa membedakan pasien itu
berasal dari unit mana.

2. Dalam manajemen kasus menggunakan dua cara, yaitu:

a. Case Management Plan (CMP). Merupakan perencanaan bersama dari masing-masing profesi
kesehatan.

b. Critical Path Diagram (CPD). Merupakan penjabaran dari CMP dan ada target waktunya.

3. Manager mengevaluasi perkembangan pasien setiap hari, yang mengacu pada tujuan asuhan
keperawatan yang telah ditetapkan. Bentuk spesifik dari manajemen kasus ini tergantung dari
karakteristik tatanan asuhan keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai