Anda di halaman 1dari 42

Oleh

I MADE NURIYASA

FAKULTAS PETERNAKN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017
KATA PENGANTAR

Adaptasi ternak merupakan salah satu bahan ajar yang dapat memperdalam
pemahaman mahasiswa dan pembaca lain dalam hal proses aklimatisasi yang
dilakukan oleh ternak jika berada pada kondisi hipotermia dan hipertermia. Bagi
mahasiswa Fakultas Peternakan, Universitas Udayana pada semester IV bahan ajar ini
berguna untuk mempermudah mahasiwa mempelajari Ilmu Lingkungan Ternak dan
meningkatkan kompetensi lulusan .
Dengan membaca Bahan Adaptasi Ternak, mahasiswa diharapkan mampu
berpikir rasional, sistematik, kritis dan berwawasan luas tentang cara penanganan
ternak yang mengalami cekaman (hipotermia atau hipertermia). Diharapkan pula
mahasiswa dapat mengenal beberapa permasalahan yang berkaitan dengan proses
adaptasi ternak kemudian dapat mengambil keputusan yang tepat sehingga pengeruh
lingkungan yang tidak nyaman pada ternak dapat diminimalkan.
Bahan ajar ini disusun berdasarkan pengalaman mengasuh mata kuliah
Klimatologi, Elektif Iklim dan Nutrisi serta mata kuliah Ilmu Lingkungan Ternak .
Bahan Ajar ini juga mangambil bahan dari tex boox, jurnal , majalah ilmiah dan
sumber yang lain.
Dalam penyusunan bahan ajar ini, penulis sangat menyadari adanya banyak
kekurangan sehingga perbaikan merupakan hal yang berkelanjutan dan sangat
diperlukan. Kritik dan saran yang konstruktif akan dapat memperkaya khasanah
bahan ajar ini.
Akhirnya penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
pihak-pihak yang telah memberikan sumbangan moral dan material dalam
penyusunan bahan ajar ini. Semoga amal baik yang telah diberikan mendapat
penghargaan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa (Ide Sanghyang Widi Wase).

Denpasar juli 2017

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR………………………………………………………….......…..i
DAFTAR ISI………………………………………………………………......………ii
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................iii
DAFTAR TABEL...................................................................................................iv
I.PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
II. UNSUR FISIK .................................................................................................. 4
2.1. Radiasi Matahari ................................................................................. 5
2.2. Suhu Udara ..........................................................................................5
III. PRINSIP ADAPTASI........................................................................................12
3.1.Adaptasi .................................................................................................12
3.2.Penyesuaian Diri.................................................................................... 12
IV. PENGATURAN SUHU TUBUH .................................................................... 15
4.1. Adaptasi terhadap Cekaman Panas ...................................................... 15
4.2. Suhu Tubuh .......................................................................................... 19
4.3. Produksi Panas ..................................................................................... 21
4.4. Panas yang Hilang ................................................................................ 23
4.5. Keseimbangan Panas ............................................................................ 23
4.6. Adaptasi terhadap Cekaman Dingin...................................................... 23
4.7. Mempertahankan diri terhadap Cekaman Panas................................... 26
4.8. Pengaturan Panas Tubuh....................................................................... 30
4.9. Mekanisme Kerja Hipotalamus ............................................................ 32
4.10. Aklimatisasi dan Pembatasannya ....................................................... 34
V. PENUTUP ...................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................40
I. PENDAHULUAN

1.1. Peranan Faktor Lingkungan


Secara umum produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor genetik dan
lingkungan. Bibit unggul dimana telah mengalami kawin silang dan seleksi bertahap
dan ketat tidak akan memberikan produktivitas yang maksimal jika tidak didukung
oleh lingkungan ternak yang nyaman (comfort zone). Demikian pula sebaliknya
lingkungan ternak yang nyaman tidak akan banyak membantu jika ternak yang
dipelihara mempunyai mutu genetik yang rendah.

1.2. Klasifikasi Faktor Lingkungan


Lingkungan ternak dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu (1) lingkungan
abiotik (2) lingkungan biotik. Lingkungan abiotik meliputi semua faktor fisik dan
kimia. Lingkungan biotik merupakan interaksi diantara (perwujudan) makanan, air,
predasi, penyakit serta interaksi sosial dan seksual. Faktor lingkungan abiotik
merupakan faktor yang menentukan ternak apakah berada pada kondisi hipotermia
(cekaman dingin), nyaman (comfort zone) atau hipertermia (cekaman panas). Pada
daerah dataran rendah tropis persoalan cekaman panas mendominasi dalam problem
lingkungan. Pada kondisi cekaman cekaman panas dan cekaman dingin dikatakan
ternak mengalami stress fisiologi (Yousef, 1984).
Komponen lingkungan abiotik utama yang berpengaruh nyata terhadap ternak
adalah temperatur udara, kelembaban udara, curah hujan dan kecepatan angin
(Chantalakhana dan Skunmun, 2002). Interaksi dari ke empat unsur iklim ini akan
menghasilakan panas lingkungan yang merupakan The Physiologically effective
temterature. Berdasarkan interaksi komponen panas lingkungan, dua tempat yang
mempunyai suhu berda jauh tetapi dengan kombinasi dari unsur iklim yang lain akan
dapat menghasilkan respon fisiologi hampir sama. Sebagai salah satu contoh tempat
A yang mempunyai suhu 25 0C dan kelembaban udara 50%. Tempat B mempunyai
suhu 320C dengan kelembaban udara 75%. Bila unsur iklim lain yaitu kecepatan
angin di tempat B lebih tinggi daripada tempat A maka panas lingkungan yang
ditimbulkan akan hampir sama pada kedua tempat. Kecepatan angin yang lebih tinggi
akan mempercepat pelepasan panas dengan cara konduksi, konveksi dan evaporasi
dari tubuh ternak ke lingkungan.
Faktor fisik lingkungan (unsur-unsur iklim) mempengaruhi produktivitas
ternak secara tidak langsung dan langsung. Pengaruh tidak langsung faktor
lingkungan melalui tanaman makanan ternak. Tanaman pakan ternak dapat tumbuh
dan berkembang kemudian menghasilkan bahan pakan ternak secara kuantitas dan
kualitas tinggi tentu harus didukung oleh faktor lingkungan yang optimal. Foto
sintesis tanaman pakan ternak perlu kondisi optimal dalam hal intensitas radiasi
matahari, suhu udara dan tanah, kelembaban udara dan tanah serta kecepatan angin
(golak udara). Pada akekatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman pakan
ternak dipengaruhi oleh bentuk geologi (tanah) dan kondisi atmosfer seperti pada
gambar 1.
2

Matahari
Atmosfer
Bumi Pertumbuhan
Air Tanaman

Produktivitas
Iklim
Ternak

Bentuk Tanah
Geologi
Pengaruh langsung
Pengaruh tidak lanngsung
Gambar 1. Skema sederhana hubungan matahari, Bumi dan iklim dengan pertumbuhan tanaman dan
peretumbuhan terna

Kondisi lingkungan juga mempengaruhi perkembangan mikroorganisme


patogen yang berhubungan erat dengan kesehatan ternak dengan ujung implikasinya
pada produktivitas ternak. Lingkungan yang panas dan lembab merupakan kondisi
yang sangat disenangi oleh mikroba potogen. Ternak yang terinfeksi oleh mikro
patogen akan mengalami gangguan kesehatan bahkan penurunan produktiviats yang
cukup berarti. Lebih perah lagi bila sampai menimbulkan mortalitas pada ternak
yang dapat menyebabklan kerugian pada peternak.
Kondisi lingkungan ternak dapat berpengaruh secara langsung yang berkaitan
dengan keseimbangan panas dalam tubuh ternak (homeostatis). Ternak mendapatkan
beban panas dari (1) panas metabolisme (2) radiasi matahari langsung baik berupa
gelombang panjang maupun gelombang pendek (3) radiasi baur dari atmosfer (4)
pantulan (refleksi) dari tanah. Total beban panas ini akan diseimbangkan dengan
ternak dengan melepaskan panas secara (1) konduksi (2) konveksi (3) radiasi dan (4)
evaporasi. Ternak yang sanggup menyeimbangkan produksi panas dengan panas
yang dilepaskan menyebabkan ternak berada pada kondisi nyaman. Sedangkan
ketidak mampuan ternak menyeimbangkan panas tersebut menyebabkan kondisi
cekaman. Kelebihan panas dalam tubuh ternak diistilahkan dengan cekaman panas
sedangkan kekurangan panas dalam tubuh ternak menyebabkan cekaman dingin.
Berdasarkan ruang lingkup (luasan area) yang terdampak oleh pengaruh faktor
lingkungan maka iklim dapat dibedakan menjadi iklim mikro dan iklim makro.
Pengukuran unsur iklim dengan menggunakan peralatan fisik di stasiun klimatologi
dikatagorikan sebagai iklim makro. Sedangkan pengukuran unsur iklim pada ruang
3

lingkup yang sempit seperti dalm sebuah kandang atau areal penanaman pakan ternak
dikatakan sebagai iklim mikro. Geiger (1959) menyatakan bahwa iklim mikro
tersebut adalah iklim dalam ruangan terkecil dekat permukaan tanah (sampai
ketinggian 2m). Gates (1968) berpendapat bahwa iklim mikro adalah iklim yang
mengitari obyek seperti misalnya iklim di sekitar seekor ternak. Mc. Dowell (1972)
menyatakan iklim mikro sebagai faktor bioklimatik dari obyek. Esmay (1978)
berpendapat bahwa iklim mikro itu merupakan fisiko termal pada areal yang terbatas.
Rozari (1987) menyatakan bahwa sesungguhnya ilim mikro adalah keadaan serta
struktur renik, proses fisik di dekat permukaan hingga batas dimana pengaruh
permukaan masih dapat dirasakan
II. UNSUR FISIK

Penyerapan energi radiasi matahari oleh permukaan bumi mengaktifkan molekul


gas atmosfer sehingga terjadilah proses pembentukan unsur-unsur cuaca. Perubahan
sudut datang radiasi matahari tiap saat dalam sehari dan tiap hari dalam setahun
pada tiap titik lokasi di bumi mengakibatkan perubahan jumlah energi matahari.
Perubahan tersebut meliputi pemanasan dan pendinginan udara, gerakan vertikal dan
horisontal udara, penguapan dan kondensasi uap air (pengembunan), pembentukan
awan dan presipitasi (hujan)
Keadaan sesaat dari cuaca serta perubahannya dapat dirasakan (kualitatif) dan
diukur (kuantitatif) berdasarkan peubah fisika atmosfer yang distilahkan dengan unsur
cuaca (weather elements). Rataan dalam jangka jangka panjang kita istilahkan
dengan unsur iklim (climatic elements). Proses pembentukkan unsur-unsur cuaca
pada permukaan bumi disajikan pada gambar 2.

1.Pancaran radiasi surya


2. Letak lintang (latitude)
3. Ketinggian tempat
(altitude) 1.Lama penerimaan
4. Posisi tempat terhadap radiasi matahari
lautan 2. Suhu udara
5. Pusat tekanan tinggi 3. Kelembaban udara Distribusi
Dan rendah semi 4.Tekanan udara tipe cuaca
permanen 5. Kecepatan & arah dan
6. Aliran masa udara angin iklim
7.Halangan oleh 6. Evaporasi
pengunungan 7. Presipitasi
8. Arus laut 8. Suhu tanah
9. Pengendali unsur
cuaca

Gambar. 2 Mekanisme pembentukan cuaca dan iklim.

Dari gambar 2 nampak bahawa distribusi iklim dan cuaca yang terjadi di permukaan
bumi dipengaruhi oleh banyak faktor. Kondisi atmosfer, jauh atau dekat jarak
matahari dengan bumi akan menentukan intensitas radiasi matahari yang diterima
oleh permukaan bumi. Besaran intensitas radiasi matahari ini akan mempengaruhi
kondisi unsur-unsur iklim permukaan bumi. Keadaan unsur-unsur illim ini akan
menentukan tife iklim suatu daerah di permukaan bumi.Nilai rata-rata jangka panjang
unsur-unsur iklim kita namai iklim (climatic element). Aktivitas dan gerakan
atmosfer lebih jauh dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti fisiografi bumi, posisi
tempat dan pencampuran udara dengan atmosfer lain pada lintasanya. Faktor
lingkungan tersebut selanjutnya disebut faktor pengendali cuaca atau faktor
pengendali iklim (climatic controls).
5

2.1. Radiasi Matahari


Radiasi matahari yang diterima dipermukaan bumi merupakan sumber energi
utama untuk proses-proses fisika atmosfer. Proses-proses fisika tersebut menentukan
keadaan cuaca dan iklim atmosfer bumi. Radiasi matahari merukan gelombang
elektromagnetik, dibangkaitkan dari proses fusi nuklir yang mengubah hidrogen
menjadi helium. Suhu permukaan matahari berkisar 6000oK, sedangkan bagian
dalamnya bersuhu jutaan derajat kalvin. Dengan suhu permukaan tersebut matahari
mampu memancarkan gelombang elektromagnetik sebesar 73,5 juta watt tiap m2
permukaan matahari. Dengan jarak rata-rata matahari dengan bumi sejauh 150 juta
Km (Trewartha dan Horn, 1980), radiasi yang sampai di puncak atmosfer rata-rata
1360 Wm-2. Radiasi matahari yang sampai di permukaan bumi kira-kira setengah
dari di puncak atmosfer. Wallace dan Hobbs, 1977) menyatakan pancaran radiasi
matahari sebagian akan diserap dan dipentulkan kembali ke angkasa khususnya oleh
awan.
Berdasarkan ketetapan (hukum) Stefan-Boltzman, pancaran radiasi matahari dapat
dijabarkan sebagai berikut :

F = E T4
Dimana :
F : Pancaran radiasi (W m -2)
E : Emisivitas permukaan, bernilai satu untuk benda hitam, benda alam berkisar 0,9 - 1,0.
: Tetaapan Stefan Boltzman (5,67 x 10 -8 Wm-2).
T : Suhu permukaan (derajat Kalvin)

Matahari memeancar radiasi dengan panjang gelombang 0,3 –o,4Um(mikron).


Sedangkan bumi dengan suhu rata-rata 300 oK (27oC) memancarkan radiasi dengan
panjang gelombang 4 – 120 Um. Dengan demikian radiasi matahari dikatakan radiasi
gelombang pendek dan radiasi bumi dikatakan radiasi gelombang panjang.

2.1.1 Pengaruh Atmosfer bumi


Radiasi matahari memasuki sistim atmosfer menuju permukaan bumi (daratan dan
lautan), radiasi tersebut akan dipengaruhi oleh gas-gas aerosol serta awan yang ada di
atmosfer .Sebagian radiasi akan dipantulkan kembali, sebagian diserap dan sisanya
diteruskan ke permukaan bumi berupa radiasi langsung (direct) maupun radiasi baur
(diffuse). Jumlah radiasi matahari yang dipantulkan kembali ke angkasa luar oleh
atmosfer sekitar 30%. Sebesar 20 % diserap oleh gas-gas atmosfer dan 50%
diteruskan ke permukaan bumi dan diserap oleh permukaan daratan dan lautan.
Energi yang diserap permukaan daratan dan lautan selanjutnya akan dipergunakan
untuk pemanasan udara, laut, tanah, untuk penguapan serta sebagian kecil untuk
proses fotosintesis (kurang dari 5% radiasi yang datang).
6

2.1.2. Necara Energi pada Permukaan Bumi


Necara energi pada suatu permukaan bumi dapat dituliskan sebagai berikut:

Qn = Qs + Ql - Qs - Ql
Dimana :
Qn : Radiasi netto (Wm-2)
Qs dan Qs : Radiasi surya gelombang pendek yang datang dan ke luar (Wm-2)
Ql dan Ql : Radiasi surya gelombang panjang yang datang dan ke luar (Wm2)

Besarnya radiasi neto (Qn) yang diterima oleh permukaan bumi tergantung
pada total radiasi yang datang berupa gelombang pendek dan panjang, disamping itu
tergantung pula pada total radiasi gelombang pendek dan panjang yang dipantulkan
(direfleksikan). Perbandingan antara radiasi gelombang pendek yang dipatulkan
dengan yang datang disebut albedo.
Uap air, partikel debu dan uap air adalah komponen penyerap radiasi
gelombang panjang di atmosfer. Energi radiasi yang diserap tersebut akan
dipancarkan kembali ke permukaan bumi yang diindikasikan dengan peningkatan
suhu bumi. Fenomena tersebut lebih dikenal dengan istilah pengaruh rumah kaca
(green house effect). Kejadian yang sama terjadi pula pada rumah kaca penelitian.
Dalam rumah kaca, radiasi matahari mampu menembus atap kaca karena energinya
besar, sedangkan radiasi gelombang panjang dari dalam rumah kaca tidak mampu
menembus atap kaca sehingga terjadi penimbunan energi yang berlebihan di dalam
rumah kaca tersebut yang mengakibatkan peningkatan suhu dalam rumah kaca.

2.2. SUHU UDARA


Suhu udara adalah ukuran dari intensitas panas dalam unit standar dan
biasanya diekspresikan dalam skala derajat celsius (Yousef, 1984). Panas pada
umumnya diukur dalam satuan Joule(J) atau dalam satuan kalori (cal) adalah suatu
bentuk energi yang dikandung oleh suatu benda. Suhu mencerminkan energi kenetik
rata-rata dari gerakan molekul-molekul. Seperti pada udara, hubungan antara energi
kinetik dengan suhu dapat dijabarkan sebagai berikut :

Ek = ½ m v2 = 3/2 NkT

Dimana :
Ek : Energi kinetik rata-rata dari molekul gas
m : Massa sebuah molekul
v2 : Kecepatan kuadrat rata-rata dari gerakan molekul
N : Jumlah molekul per satuan volume
k : Tetapan Boltzman
T : Suhu mutlak (oK)
7

Persamaan di atas menunjukkan hubungan yang linier antara energi kinetik dengan
suhu (suhu mutlak). Berdasarkan hal ini, suhu merupakan gambaran umum keadaan
energi suatu benda. Namun demikian, tidak semua bentuk energi yang
dikandungsuatu benda dapat diwakili oleh suhu seperti halnya pada energi kinetik
tersebut. Di atmosfer hal ini kita jumpai bahwa peningkatan panas laten akibat
penguapan justrumenurunkan suhu udara karena proporsi panas terasa (sensible heat)
menjadi berkurang.

2.2.1. Satuan Suhu


Satuan suhu yang telah dikenal masyarakat secara umum ada empat yaitu (1)
Celcius, (2) Fahrenheit, (3) Reamur dan (4) Kelvin. Perbandingan skala antara
keempat sistem tersebut berbeda antara yang satu dengan yang lain, kecuali antara
Celcius dan Reamur. Konversi dari satuan yang satu ke satuan yang lain harus
memperhatikan titik awal serta sekalanya. Konversi dari satuan celcius menjadi
satuan yang lain sebagai berikut :

X oC = ( 9/5 X + 32 ) oF
= ( 4/5 X ) oR
= ( X + 273) oK

2.2.2.Penyebaran Suhu Menurut Ruang dan Waktu


Pada lapisan atmosfer, secara umum suhu semakin rendah semakin tinggi dari
permukaan bumi. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan faktor-faktor berikut :
1. Udara merupakan penyimpan panas terburuk, sehingga suhu udara sangat
dipengaruhi oleh permukaan bumi tempat persentuhan antara udara dengan
daratan dan lautan. Permukaan bumi tersebut merupakan pemasok panas
terasa untuk pemanasan udara
2. Lautan mempunyai kapasitas panas yang lebih besar daripada daratan,
sehingga meskipun daratan merupakan penyimpan panas yang lebih buruk
tetapi karena udara bercampur secara dinamis maka pengaruh permukaan
lautan secara vertikal akan lebih dominan. Akibatnya suhu akan turun
menurut ketinggian baik di atas lautan maupun daratan. Secara rata-rata
penurunan suhu udara menurut ketinggian di Indonesia sekitar 5 – 6 oC
tiap kenaikan tempat 1000 m.

2.2.3. Penyebaran Suhu Lintang Tempat


Penyebaran suhu udara menurut lintang, sumber energi utamanya berasal dari
daerah tropika (antara 30oLU - 30oLS) yang merupakan daerah penerima radiasi
matahari terbanyak. Sebagian energi tersebut dipindahkan ke lintang lebih tinggi
untuk menjaga keseimbangan energi secara global. Pemindahan panas ini melalui
sirkulasi uadara secara global yang terjadi di permukaan bumi. Pada sirkulasi ini
penguapan sangat intensif terjadi di sekitar katulistiwa pada pusat tekanan rendah
yang sering disebut ITCZ (” Inter Tropical Convergence Zone”) yang ditandai dengan
8
banyaknya awan di daerah tersebut. Pada saat ITCZ berada pada suatu daerah maka
daerah tersebut akan mengalami musim hujan. Energi panas yang dibawa dari
permukaan akan sebagai panas laten dalam proses penguapan air akan dilepaskan di
atmosfer pada saat terjadi proses kondensasi. Panas yang dilepas selanjutnya dibawa
ke lintang lebih tinggi (30oLU dan 30oLS) sehingga terjadi sirkulasi udara dan
penyebaran panas.

2.2.4.Suhu Diurnal dan Harian


Fluktuasi suhu rata-rata di daerah tropis relatif lebih konstan sepanjang tahun
sedangkan sedangkan fluktuasi suhu diurnal (variasi antara siang dan malam) lebih
besar daripada fluktuasi suhu harian. Gambar 4 menunjukkan perbedaan rata-rata
suhu bulanan sepanjang tahun pada daerah tropis da daerah lintang lebih tinggi (sub
tropis). Perbedaan suhu yang cukup signifikan pada daerah sub tropis disebabkan
karena perbedaan penerimaan energi radiasi matahari diantara musim . Suhu
maksimum di Indonesia tercapai pada pukul 14.00 Wita yaitu setelah radiasi matahari
maksimum terjadi. Sebelum suhu maksimum, radiasi matahari yang datang masih
lebih besar daripada radiasi keluar berupa pantulan gelombang pendek dan pancaran
radiasi bumi berupa gelombang panjang (radiasi neto positif). Sehingga pemanasan
udara berlangsung terus meskipun radiasi matahari maksimum telah terjadi sekitar
pukul 12.00 Wita. Dalam hal ini keterlambatan waktu (”time lag”) antara radiasi
matahari maksimum dengan suhu maksimum sekitar 2 jam. Setelah suhu maksimum
tercapai, radiasi ke luar akan lebih besar dari yang datang (radiasi neto negatif)
sehingga suhu akan terus menurun sehingga tercapai suhu minimum pada pagi hari
(jam 04.00 wita). Setelah itu naik kembali pertama-tama adanya tambahan energi dari
proses pengembunan yang melepaskan panas laten yang dikandung uap air.
Selanjutnya energi berasal dari radiasi matahari dari pagi hingga sore hari berikutnya.
Proses ini berlangsung bila tidak ada pengaruh perpindahan panas secara horizontal
seperti”front” panas dan ”front” dingin yang melewati daerah tersebut.

2.3. Kelembaban Mutlak dan Relatif


Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang dapat
dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit
tekanan uap air. Kelembaban mutlak adalah kandungan uap air (masa uap air atau
tekanannya) per satuan volume. Kelembaban nisbi membandingkan antara
kandungan /tekanan uap air aktual dengan keadaan jenuhnya atau pada kapasitas
udara untuk menampung uap air. Kemampuan udara untuk menampung uap air
dikatakan udara jenuh. Sedangkan defisit tekanan uap air adalah selisih antara
tekanan uap jenuh dan tekanan uap aktual. Masing-masing pernyataan kelembaban
udara tersebut mempunyai arti dan fungsi tertentu dikaitkan dengan masalah yang
dibahas. Laju penguapan dari permukaan tanah lebih ditentukan oleh defisit tekanan
uap air daripada kelembaban mutlak maupun nisbi. Sedangkan pengembunan akan
terjadi bila kelembaban nisbi telah mencapai 100% meskipun tekanan uap aktualnya
relatif rendah.
Kelembaban nisbi merupakan perbandingan antara kelembaban aktual dengan
dengan kapasitas udara untuk menampung uap air. Bila kelembaban aktual
9

dinyatakan dengan tekanan uap aktual (Ea) maka kapasitas udara untuk menampung
uap air tersebut merupakan tekanan uap jenuh (Es). Sehingga kelembaban nisbi (Rh)
dapat dituliskan dalam persen (%) sebagai berikut :

Rh = Ea/Es x 100%

Kelembaban uadara (Rh) = 100% mengandung pengertian tekanan uap aktual


sama dengan tekanan uap jenuh. Tekanan uap jenuh (kapasitas udara untuk
menampung uap air) tergantung pada suhu udara. Semakin tinggi suhu udara maka
kapasitas menampung uap air juga meningkat.

2.3.1.Sebaran Kelembaban Menurut Waktu


Kapasitas udara untuk menampung uap air semakin tinggi dengan naiknya
suhu udara maka dengan tekanan uap aktual yang relatif tetap antara siang dan malam
hari mengakibatkan Rh akan lebih rendah pada siang hari dan lebih tinggi pada
malam hari. Rh mencapai maksimum pada pagi hari sebelum matahari terbit
menyebabkan proses pengembunan bila udara bersentuhan dengan permukaan yang
suhunya lebih rendah dari titik embun. Embun terbentuk pada tempat-tempat yang
terbuka atau tidak ternaungi seperti bagian terluar tajuk tanaman. Tempat-tempat
tersebut mempunyai suhu terrendah pada malam hari karena paling banyak
kehilangan energi melalui pancaran radiasi gelombang panjang.
Pada daerah tropika basah seperti Indonesia rata-rata kelembaban harian atau
bulanan relatif tetap sepanjang tahun karena variasi rata-rata suhu harian relatif kecil.
Kedaadan berbeda terjadi pada daerah iklim sub tropis yang memeliki variasi suhu
harian berbeda cukup besar.

2.3.2. Sebaran Kelembaban Nisbi Menurut Tempat


Besaran kelembaban nisbi pada suatu daerah tergantung pada suhu daerah tersebut
yang menentukan kapasitas udara untuk menampung uap air serta uap air aktual pada
daerah tersebut. Kandungan uapa air aktual ini ditentukan oleh ketersediaan air pada
tempat tersebut serta energi untuk menguapkannya. Daerah Kalimantan yang sumber
air banyak dan tersedia cukup energi untuk menguapkannya (evapotranspirasi) maka
daerah tersebut mempunyai kelembaban yang cukup tinggi.

2.3.3. Prinsip Pengukuran Kelembaban Udara


Prinsip dasar pengukuran kelembaban udara ada beberapa yaitu (1) metode
pertambahan panjang (2) masa pada benda-benda higroskopis serta (3) metode
termodinamika. Alat pengukur kelembaban udara secara umum disebut higrometer
Sedangkan yang menggunakan metode termodinamika disebut dengan psikrometer.

2.4. PERGERAKAN UDARA (ANGIN)


Angin adalah udara yang bergerak (berembus). Pergerakan udara ini disebabkan
karena adanya perbedaan tekanan udara yang disebabkan oleh perbedaan pemanasan
radiasi matahari. Angin yang berembus pada suatu waktu tertentu bukanlah suatu
10

proses yang sederhana. Para ahli meteorologi telah lama mengatahui bahwa angin
merupakan proses interaksi yang rumit dari pola angin umum dunia, angin-angin yang
berhubungan dengan perpindahan simtem tekanan dan angin –angin yang ditimbulkan
oleh kondisi lokal. Pola angin umum dunia, demikian juga dengan aliran angin di
sekitar sitem tekanan yang berpindah biasanya disebut skala makro karena
dimensinya lebih besar. Sistem skala meso hanya bertahan untuk beberapa hari dalam
suatu waktu tertentu dan hanya meliputi daerah yang lebih kecil. Angin lokal seperti
angin laut dan angin darat, angin lembah dan angin gunung masuk dalam skala meso.
Sistem angin yang berskala mikro merupakan angin yang bertahan beberapa menit,
termasuk diantaranya olak (”eddies”), hembusan (”gust”) dan putaran debu (”dust
devils”).

2.4.1. Gaya Penggerak Angin


Angin pada akeketnya adalah ergerakan udara secara horisontal. Pergerakan
udara (angin) secara vertikal pada umumnya sangat lemah yaitu kurang dari satu
meter per detik sehingga biasanya dapat diabaikan. Di sisi lain pergerakan udara arah
vertikal ini sangat penting dalam proses pembentukan awan dan hujan. Pergerakan
udara arah horisontal jauh lebih kuat dari arah vertikal dan sangat mempengaruhi
perubahan cuaca.
Gaya yang mampu menggerakan angin di atmosfer umumnya dihitung per
satuan massa udara (percepatan). Faktor utama penyebab terjadinya pergerakan udara
di atmosfer adalah adanya gradien tekanan udara. Makin tinggi gradian tekanan udara
yang terjadi maka mkin kencang pula angin yang berembus. Dalam hubungan ini
permukaan air, permukaan bumi (daratan dan lautan) menerima energi radiasi
matahari dengan laju pemanasan yang berbeda-beda. Perbedaab pemanasan ini
tercermin dari suhu udara yang berada langsung di atas permukaan yang terpanasi
sehingga menimbulkan ketidakseimbangan tekanan udara. Udara pada pada daerah
yang bersuhu lebih tinggi akan mengembangdan bergerak ke atas sehingga tekanan
udara menjadi lebih lebih rendah dari sekitarnya. Perbedaan tekanan ini
menimbulkan gradian tekanan udara yang memicu terjadinya angin.

2.4.2. Pengaruh Gaya Gesek


Setiap benda yang bergerak di atas permukaan bumi akan dipengaruhi oleh
gaya gesekan yang timbul akibat interaksi benda yang bergerak di atas permukaan
yang tidak rata. Pengaruh gaya gesek akan berkurang dengan bertambah tingginya
tempat dari permukaan tanah (bumi), sampai pada ketinggian kurang lebih 600 m di
atas permukaan bumi. Gaya gesek dapat meperlambat pergerakan udara karena arah
gaya gesek berlawanan dengan arah pergerakan udara.

2.4.3. Daerah Konvergensi


Konvergensi dan perputaran ini diistilahkan siklonik, dan sistem tekanan
rendahnya disebut siklon. Udara dari semua arah masuk ke dalam sistem, sehingga
terjadi penumpukkan masa udara dipusat tekanan dan terjadi pemaksaan udara naik ke
atas (mengambang) serperti ditampilkan pada gambar 3. Aliran udara konveksi ini
membawa serta energi panas dan uap air dari permukaan bumi ke lapisan troposfer
11

yang lebih tinggi. Gerakan udara ke atas ini menyebabkan udara menjadi dingin
secara adiabatik kemudian kelembaban udara mencapai keadaan jenuh dan
membentuk awan. Setelah mencapai titik kondensasi awan ini akan turn sebagai
presipitasi (hujan).

Tek.
Rendah
h

Daerah tropis

Gambar. 3. Pergerakan udara di daerah tropis yang dapat menimbulkan


Gerakan udara konvergensi.

2.4.4. Angin Lokal


Perbedaan pemanasan radiasi matahari antara permukaan daratan dan lautan
di permukaan bumi merupakan penyebab utama terjadinya angin lokal. Peningkatan
suhu permukaan daratan lebih cepat dibandingkan dengan permukaan lautan. Pada
siang hari radiasi matahari memanasi permukaan daratan dan lautan. Permukaan
daratan panas lebih cepat dari permukaan lautan sehingga menimbulkan tekanan
udara lebih rendah pada permukaan daratan daripada permukaan lautan, sehingga
terjadi angi yang bertiup dari lautan menuju daratan yang disebut angin laut. Pada
malam hari, keadaan yang sebaliknya terjadi. Daratan mendingin lebih cepat daripada
lautan, sehingga udara di atasnya menjadi lebih dingin dan terciptalah sel tekanan
tinggi di atas permukaan daratan. Udara yang lebih dingin ini bergerak dari daratan
menuju permukaan lautan yang dikenal dengan angin darat.
Perbedaan topografi juga dapat menyebabkan terjadinya angin lokal (angin
gunung dan angin lembah). Pada siang hari puncak gunung menerima energi radiasi
matahari lebih banyak daripada lembah yang terlindung di bawahnya. Udara di atas
permukaannya mengembang dan naik ke atas. Keadaan ini menimbulkan gradien
11
tekanan antara lembah yang lebih dingin dan bertekanan tinggi dengan
puncak gunung yang lebih hangat dan bertekanan rendah. Gradien tekanan udara ini
menyebabkan udara di lembah naik ke puncak gunung dan udara dari sisi gunung
yang terbuka masuk ke lembah menggantikan udara yang bergerak ke atas. Angin ini
disebut dengan angin lembah.
12

III. PRINSIP ADAPTASI


Adaptasi adalah proses penyesuaian diri ternak terhadap perubahan lingkungan.
Keberhasilan daptasi terhadap lingkungan mempengaruhi keberhasilan perkembangan
ternak selanjutnya, baik dalam hal mempertahankan diri, tumbuh, berproduksi
maupun berkembang biak. Konsep adaptasi ternak terhadap lingkungan menyangkut
perubahan genetik dan fisiologi karena rangsangan dari luar maupun dari dalam.
Adaptasi genetik sebagai hasil seleksi dari alam dan manusia sedangkan adaptasi
fisiologis adalah kemampuan penyatuan panas fisiologi di dalam tubuhnya sendiri
terhadap kondisi lingkungan luar dan bahan makanan untuk kebutuhan hidupnya.
Beberapa istilah dalam prinsip adaptasi adalah : (1) ”adaptation”, (2) ”aclimation” ,
(3) ” aclimatitation” , (4) ” habituation”.
Pengertian adaptasi adalah kemampuan ternak untuk menyesuaikan diri terhadap
perubahan kondisi lingkungan. Terdapat tiga pengertian dalam istilah adaptasi yaitu :
(1) adaptasi biologi, (2) adaptasi genetik, (3) adaptasi fisiologi.

3.1. Adaptasi
Adaptasi biologi adalah hasil penyesuaian diri terhadap kondisi biologis ternak.
Adaptasi ini menghasilkan perubahan yang khas pada ternak seperti perubahan
anatomi tubuh, perubahan biokimia tubuh dan perubahan tabiat makan dan hubungan
sosial ternak.
Adaptasi genetik merupakan keberhasilan adaptasi yang dihubungkan dengan sifat
keturunan (gen) dari ternak baik karena seleksi secara alami maupun seleksi terencana
oleh manusia.
Adapasi fisiologi adalah keberhasilan ternak menyesuaikan diri terhadap
lingkungan yang menyangkut proses pengaturan fisiologi di dalam tubuhnya.
Aklimatisasi (” aclimatitation”)
Aklimatisasi merupakan hasil penyesuaian diri dalam waktu lama terhadap
perubahan iklim yang komplek sehingga daya adaptasi ternak tersebut menjadi lebih
tinggi .
Aklimasi ( ”aclimation”)
Aklimasi adalah merupakan hasil penyesuaian diri terhadap rangsangan satu
unsur iklim, yang biasanya dilakukan pada kandang fisiologis ((” climatic chamber”).
Habituasi (” habituation”)
Dapat dibedakan menjadi dua yaitu habituasi umum dan habituasi khusus.
Habituasi umum merupakan hilangnya daya tanggap (respon) seluruh bagian tubuh
secara perlahan-lahan, sebagai akibat rangsangan yang diberikan berulang-ulang.
Habituasi khusus adalah menurunnya secara perlahan-lahan daya tanggap dari salah
satu bagian tubuh karena diberikan rangsangan yang khas pada bagian tersebut secara
berulang-ulang.
13

3.2. Penyesuaian Diri


Hewan yang hidup pada suatu tempatt (tempat yang baru) akan berusaha
menyesuaikan diri terhadap lingkungan tersebut. Keadaan lingkungan yang didukung
oleh beberapa faktor seperti suhu udara, kelembaban udara, radiasi matahari, lama
penyinaran, kecepatan angin, tinggi tempat dari permukaan laut( ”altitude”), letak
lintang tempat di permukaan bumi (”latitude). Unsur-unsur iklim dan faktor
pengendali unsur-unsur iklim tersebut akan berpengaruh terhadap keseimbangan
panas pada tubuh ternak. Radiasi matahari mengenai bagian kulit dari badan ternak.
Pada bagian kulit (jaringan perifer) terdapat sensor panas. Panas lingkungan sebagai
hasil interaksi semua unsur-unsur iklim yang diterima sensor panas pada kulit,
dilanjutkan ke hipotalamus melalui sistem saraf pusat. Hipotalamus sebagai pusat
pengaturan keseimbangan di dalam tubuh memberikan respon terhadap perubahan
kondisi lingkungan sesuai dengan beban panas yang diterima. Pada ternak,
perubahan beban panas yang diterima akan menyebabkan ternak berusaha
menyesuaikan diri yang dapat dibedakan menjadi dua respon yaitu respon cepat dan
respon lambat. Respon cepat dapat berupa : (1) perubahan tingkah laku, (2)perubahan
denyut nadi, (3) perubahan pernafasan. Respon lambat termasuk diantaranya : (1)
perubahan sekresi kelenjar endokrin, (2) perubahan ensim, (3) perubahan
metabolisme. Semua perubahan tersebut, baik respon cepat maupun respon lambat
merupakan mekanisme penyesuaian diri terhadap lingkungan untuk mempertahankan
diri sehingga terjadi keseimbangan di dalam tubuh ternak yang meliputi kesimbangan
energi, unsur kimia tubuh (elektrolit tubuh) dan keseimbangan peredaran darah.
Sebagai contoh proses penyesuaiaan diri ternak terhadap perubahan kondisi
lingkungan misalnya ternak mendapat beban panas lingkungan yang meningkat.
Peningkatan panas lingkungan tersebut pertama kali diterima oleh sensor panas yang
ada pada kulit. Rangsangan tersebut kemudian akan disampaikan ke hipotalamus
melalui susunan saraf pusat. Sabagai akibat dari adanya rangsangan peningkatan
panas lingkungan tersebut, hipotalamus mengatur proses mekanisme yang terjadi di
dalam tubuh. Respon cepat akan diaplikasikan oleh ternak dalam hal mengatur
tingkah laku ternak tersebut. Sebagai contoh ternak sapi yang mengalami beban
panas meningkat akan di respon dengan jalan berteduh (berlindung di bawah pohon).
Pada ternak babi, beban panas berlebihan akan di respon dengan cara merendam
badannya dalam tempat kubangan. Cekaman panas pada broiler pada masa prestater
(”brooding”) ditandai dengan tingkah laku anak ayam yang menyebar menjauhi
sumber panas. Pada kebanyakan ternak yang mulai merasakan beban panas yang
meningkat, secara cepat akan mempercepat pernafasannya. Hal seperti ini dapat
dilihat dengan jelas pada anjing dan ayam yang pernafasannya kelihatan terengah-
engah (”panting”). Ternak melakukan hal tersebut dengan tujuan melepaskan
kelebihan beban panas yang ada dalam tubuh ternak. Peningkatan denyut nadi juga
merupakan respon cepat, sebagai akibat mendapat beban panas lingkungan yang
meningkat. Peningkatan denyut nadi bertujuan untuk meningkatkan peredaran darah
di dalam tubuh , termasuk peredaran darah di permukaan kulit (jaringan perifer).
Melalui peredaran darah ini, beban panas yang tertahan di dalam tubuh ternak secara
cepat dapat dikeluarkan dari tubuh ke lingkungan sekitar dengan cara konduksi dan
14

konveksi. Setelah sampai dipermukaan tubuh, panas tubuh akan dilepaskan ke


lingkungan dengan cara pancaran (radiasi) atau dengan cara konveksi melalui gerakan
udara yang menyentuh permukaan kulit ternak. Kondisi cekaman panas
(”hipertermia”) yang berlangsung lama menyebabkan terjadi perubahan sekresi
hormon dari kelenjar endokrin yang mengakibatkan konsentrasi hormon dalam darah
akan berubah. Cekaman juga akan menyebabkan perubahan pada sistem
pembentukan ensim. Kesemua ini akan berpengaruh terhadap proses metabolisme
maupun katabolisme. Perubahan yang terjadi pada respon cepat dan lambat ini
bertujuan untuk mempertahankan keseimbangan di dalam tubuh ternak. Keberhasilan
ternak untuk menyeimbangan energi kimia dan peredaran darah di dalam tubuhnya
dapat dikatakan ternak tersebut telah berhasil menyesuaikan diri terhadap perubahan
kondisi lingkungan.
BAB. IV. PENGATURAN SUHU TUBUH

Kemampuan ternak dalam mengatur suhu tubuhnya dapat dikatakan cukup


rumit. Proses ini sangat erat kaitannya dengan fungsi fisiologi tubuh ternak dan
kesanggupan ternak untuk melepaskan kelebihan panas tubuhnya ke lingkungan.
Pengaturan panas tubuh ternak berhubungan pula dengan kondisi lingkungan (iklim
mikro) sekitar ternak. Banyak ternak yang sanggup mempertahankan suhu tubuhnya
relatif konstan walaupan suhu disekitar ternak telah berubah dalam selang yang agak
luas. Ada pula ternak tidak sanggup beradaptasi bahkan tidak sanggup bertahan hidup
meskipun suhu lingkungan berubah dalam selang yang tidak lebar.
Dalam babini akan dibicarakan pula mekanisme penyesuaian diri terhadap
cekaman panas yang memuat konsep bagaimana ternak menyesuaikan diri terhadap
cekaman panas. Suhu tubuh ternak merupakan bagian kedua yang dibahas dalam bab
ini. Dalam bahasannya termasuk suhu rektal, kisaran suhu tubuh wajar dari beberapa
jenis ternak dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Masalah lain yang dibahas
adalah produksi panas mencakup besar panas yang dihasilkan dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Panas yang dilepaskan ke lingkungan dan keseimbangan panas
juga merupakan bagian dari bab ini. Permasalahan mempertahankan diri terhadap
cekaman panas dan cekaman dingin, pembahasannya sangat ditekankandalam bab ini.
Hal ini disebabkan karena kemampuan ternak mengatasi cekaman panas atau dingin
akan mempengaruhi perumbuhan dan perkembangan ternak selanjutnya. Mekanisme
pengaturan suhu tubuh juga mendapat perhatian pembahasan dalam bab ini.
Selanjutnya pada bagian akhir bab ini akan dibahas pula mekanisme adaptasi yang
dilakukan oleh ternak dalam mengatasi perubahan kondisi lingkungan yang ekstrim
(cekaman panas dan dingin).

4.1. Adaptasi terhadap cekaman panas.


Poikiloterm adalah hewan yang mampu mengubah suhu tubuhnya dalam
usaha untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan suhu lingkungan. Pada umumnya
ternak mapu mempertahankan diri terhadap cekaman panas atau dingin dengan
mengubah sistem fisiologi tubuhnya. Pengaturan suhu tubuh dengan cara faal masih
kurang sempurna jika faktor-faktor pengendali iklim seperti pergerakan udara,
kelembaban udara tidak mendukung. Homeotherm (mamalia dan burung) adalah
tergolong tedrnak yang mampu mengatur suhu tubuhnya relatif konstan walupun
suhu lingkungan sudah berubah dalam kisaran yang agak luas. Poikilotherm adalah
ternak (hewan) yang menyesuaikan suhu tubuhnya terhadap perubahan suhu
lingkungan. Bila suhu lingkungan menjadi lebih dingin, hewan poikilotherm akan
menurunkan suhu tubuhnya, demikian pula sebaliknya jika suhu lingkungan
meningkat. Hewan homeotherm sering pula diistilahkan dengan hewan berdarah
panas dan hewan poikilotherm diistilahkan dengan hewan berdarah dingin. Dikatakan
binatang berdarah panas karena homeotherm laju produksi panasnya 8 sampai 10 kali
lebih tinggi daripada hewan berdarah dingin, pada ukuran tubuh dan suhu tubuh yang
sama.
16

Menurut hukum termodinamika, panas akan mengalir dari tempat (benda)


yang bersuhu lebih tinggi ke tempat yang bersuhu lebih rendah. Secara umum, suhu
tubuh ternak relatif konstan sedangkan suhu lingkungan selalu berubah sesuai dengan
keadaan cuaca dalam satu hari, bulanan, musiman ataupun tahunan. Perubahan
intensitas penyinaran matahari sangat mempengaruhi keadaan cuaca pada saat
tersebuat. Intensitas radiasi akan mempengaruhi besaran panas yang diterima oleh
permukaan bumi. Panas bumi akan diemisikan berupa gelombang panjang (panas) ke
atmosfer bumi. Emisi gelombang panjang ini memberi kontribusi cukup besar
terhadap perubahan suhu di permukaan bumi. Selanjutnya panas pada atmosfer akan
mempengaruhi besaran penguapan air pada permukaan bumi yang pada akhirnya akan
mempengaruhi kelembaban udara pada daerah tersebut. Berdasarkan perbedaan
intensitas radiasi yang diterima oleh permukaan bumi, suhu lingkungan terendah
terjadi pada pukul 4.00 wita sedangkan suhu tertinggi terjadi pada pukul 14.00 wita.
Pada musim hujan suhu lingkungan umumnya lebih rendah daripada musim kemarau.
Pada musim kemarau, langit tertutup awan sehingga intensitas radiasi matahari yang
diterima permukaan bumi lebih rendah. Adanya wan di atmosfer akan memantulkan
kembali radiasi matahari yang mengarah ke permukaan bumi sehingga yang sampai
ke permukaan bumi menjadi lebih rendah. Radiasi matahari yang mengarah ke
permukaan bumi akan mengalami 3 peristiwa yaitu (1) dipantulkan kembali ke
angkasa (2) Diabsorbsi (diserap) oleh awan, (3) Diteruskan (ditransmisikan) ke
permukaan bumi. Pancaran radiasi matahari akan mengikuti formula sebagai berikut :

Rn = a + r + t
Dimana :
Rn : Radiasi matahari neto (total radiasi yang sampai di permukaan bumi
a : besaran radiasi matahari yang diserap oleh awan (absorbsi)
r : besaran radiasi matahari yang dipantulkan kembali ke atmosfer (refleksi)
t : besaran radiasi matahari yang berhasil menembus awan (transmisi)
Radiasi matahari yang mampu memenbus awan ini akan mempengaruhi suhu
permukaan bumi pada musim hujan. Di negara yang bermusim dingin, suhu
lingkungan terendah terjadi pada bulan-bulan musim dingin dan tertinggi selama
musim panas.
Suhu tubuh ternak dalam keadaan sehat lebih tinggi daripada suhu
linglkungan. Berdasarkan hal tersebut maka terjadilah perpindahan panas dari tubuh
ternak ke lingkungan di sekitar ternak. Keberhasilan proses pemindahan panas
tersebut sanat tergantung pada unsur-unsur iklim seperti kecepatan angin, kelembaban
udara dan gradien (perbedaan) suhu antara ternak dengan lingkungan. Kecepatan
angin memberikan andil pengaruh pada proses pelepasan panas secara konveksi
sesuai dengan formulasi :
17

Hcv = A x k ( T1 - T2 ) √ V

Dimana :
Hcv : besaran panas yang dapat diantarkan secara konveksi
A : luas permukaan yang kontak
k : konveksivitas dai media (konstanta konveksi)
T1 : Suhu sumber (benda atau media yang akan memindahkan panas)
T2 : Suhu lingkungan
V : Kecepatan angin.

Berdasarkan formulasi pelepasan panas secara konveksi tersebut, nampak bahwa


keberhasilan ternak menyesuaikan diri dengan cara konveksi tergantung pada besaran
luas badan yang kontak dengan lingkungan sekitar. Sebagai contoh ternak unggga
yang mengalami cekaman panas akan senantiasa membuka (mengepakan sayap).
Mengepakkan sayap bertujuan untuk menambah luas permukaan tubuh yang kontak
dengan lingkungan yaitu pada bagian bawah sayap. Makin tinggi gradien suhu anatara
tubuh ternak dengan lingkungan berarti makin cepat proses pelepasan panas dengan
cara konveksi. Pergerakan udara dalam kandang akan membantu mempercepat
pelepasan panas dari tubuh ternak ke lingkungan.
Kelembaban udara adalah merupakan indikasi besaran uap air yang dikandung
oleh udara. Kelembaban udara tinggi berarti kandungan uap air pada udara tersebut
juga tinggi. Pada kelembaban udara yang tinggi akan sulit bagi udara untuk
menampuing tambahan uap air dari sumber yang lain seperti penguapan dari badan
ternak. Makin tinggi kelembaban udara berarti ternak makin susah melepaskan
kelebihan panas tubuhnya ke lingkungan.
Suhu tubuh ternak yang tergolong mamalia berkisar antara 36 oCsampai 40oC.
Kemampuan ternak untuk beradaptasi sangat merupakan syarat mutlak untuk
meningkatkan perkembangan selanjutnya. Keberhasilan fungsi fisiologis ternak yang
merupakan perpaduan proses fisik, kimia dan biologis di dalam tubuh ternak sangat
tergantung pada kesetabilan suhu tubuh ternak. Proses homeostatis dalam kondisi
kedinginan (hipotermia) dan kepanasan (hipertermia) bertujuan untuk
mempertahanakan agar semua fungsi fisiologis ternak dapat bekerja optimal.
Meskipun demikian kemampuan ternak menyesuaikan diri terhadap cekaman panas
atau cekaman dingin ada batasnya. Dalam kondisi cekaman dingin, ternak yang
termasuk binatang berdarah panas memerlukan energi metabolisme lebih tinggi
dibandingkan pada keadaan nyaman. Kondisi seperti ini disebabkan karena ternak
memerlukan sebagian energi yang akan dirubah dalam bentuk panas untuk
menghangatkan badan ternak. Tambahan energi ini didapatkan dengancara
meningkatkan konsumsi ransum. Kondisi cekaman panas juga menstimulasi ternak
untuk mengkonsumsi air minum lebih tinggi. Air minum ini dipergunakan untuk
membuang sebagaian panas tubuh melalui proses penguapan dari saluran pernafasan
(”panting”) dan melalui pori-pori kulit (evaporasi). Berdasarkan hal tersebut di atas,
maka kekurangan makanan dan iar minum merupakan faktor lingkungan utama
18

sebagai pembatas proses adaptasi ternak terhadap perubahan kondisi lingkungan.


Kemampuan ternak untuk menyesuaikan diri (aras suai panas tubuh) diopengaruhi
oleh tingkatan (hirarki) ternak. Ternak yang tingkatannya lebih tinggi akan lebih
sempurna tata aras panas tubuhnya. Ternak yang termasuk dalam katagori ini
mempunyai suhu normal cendrung lebih tinggi . Sebagai contoh suhu tubuh mamalia
tingkat rendah sekitar 36 oC sedangkan mamalia tingkat lebih tinggi mempunyai suhu
tubuh normal di atas 36 oC. Ternak yang walaupun tergolong homeotherm tetapi
dapat pula menyerupai poikiloterm terutama pada saat lahir atau seminggu sejak lahir.
Kekurangan makanan dan air minum akan mempengruhi sistem pengaturan
suhu tubuh ternak . Suhu tubuh ternak akan menurun sebagai akibat turunnya
metabolisme ternak. Hal ini merupakan cerminan dari adaptasi ternak ruminansia
misalnya pada saat ketersedian hijauan pakan ternak menurun pada saat musim
kemarau. Pada daerah sub tropis dengan empat musim, dimana pada musim dingin
dimana ketersediaan makanan sangat kurang maka ternak akan beradaptasi dengan
menurunkan laju metabolisme. Perkecualian terjadi pada ternak unta yang mana
ternak ini mempunyai kemampuan adaptasi sangat tinggi. Ternak ini memiliki
rentangan suhu tubuh yang sangat luas. Perbedaan pengaturan suhu tubuh pada
kondisi cekaman dingin dari poikiloterm, homeoterm dan hibernasi disajikan pada
gambar 2.

Homeoterm
40
30
Suhu tubuh

Hibernasi
20
10
0 Poikiloterm
-10

Penurunan suhu tubuh

Gambar 2 menunjukkan poikiloterm suhu tubuhnya akan terus turun


mengikuti penurunan suhu lingkungan. Ada sejenis serangga suhu tubuhnya terus
19
turun jika suhu lingkungan cekaman dingin sampai mencapai titik beku, serangga
tersebut justru akan menemui kematian jika suhu tubuhnya tiba-tiba naik. Suhu tubuh
homeoterm akan tetap dipertahankan konstan walaupun suhu lingkungan mengalami
perubahan meningkat atau menurun. Usaha untuk mempertahankan kesetabilan suhu
tersebut juga ada batasnya. Pada kondisi cekaman dingin dengan tingkat sangat tinggi
dan berlangsung pada periode waktu cukup lama, suhu tubuhnya juga akan turun.
Penurunan suhu tubuh yang melawati tititk kritis bawah akan menyuebabkan
kematian pada hewan atau ternak homeoterm. Grafik pada gambar 2 menunjukkan
penyesuaian (pelarasan) suhu tubuh homeoterm terhadap kondisi dingin dari hewan
kecil. Jenis yang lebih besar, terutama yang berhormon insulin dapat menselaraskan
suhu tubuh dengancara yang lebih baik. Homeoterm yang tergolong tahan dingin
(lena dingin) masih dapat menselaraskan suhu tubuhnya sampai mencapai suhu titik
beku, tetapai harus tetap dijaga agar suhu tubuh tidak lebih rendah lagi karena
kematian akan terjadi jika suhu tubuh menurun lagi. Hewan yang tergolong hibernasi,
akan berusaha mempertahankan suhu tubuhnya tetap konstan pada kondisi lingkungan
yang berubah baik bertambah dingin. Suhu titik kritis bawah hibernasi lebih tinggi
dari homeoterm sehingga suhu tubuhnya akan lebih cepat turun pada kondisi cekaman
dingin. Penurunanan suhu lingkungan yang berlanjut akan menyebabakan suhu tubuh
hibernasi akan meningkat kembali dan akhirnya mati.
Penselarasan suhu tubuh pada kondisi dingin sangat tergantung pada
kemantapan kadar air tuibuh hewan (ternak). Kandungan air pada tubuh ternak
mencapi 75% dari keseluruhan berat ternak. Air dalam tubuh ternak berguna sebagai
pengangkut bahan makanan dan penyangga perubahan suhu lingkungan. Hal ini
sangat dimungkinkan karena air memiliki panas jenis yang tinggi. Air pada tubuh
dapat berfungsi mendinginkan tubuh melalui penguapan karena proses penguapan air
tubuh akan memerlukan energi panas tinggi (panas laten penguapan air tinggi).

4.2. Suhu Tubuh


Suhu rektal dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk menentukan suhu
tubuh ternak. Suhu tubuh ternak dapat diketahui dengan menyelipkan termometer
panas badan ke dalam duburnya. Dubur dipilih sebagai tempat mengukur suhu tubuh
karena pada bagian ini sensor termometer dapat denga sempurna bersinggungan
dengan bagian tubuh ternak. Derajat suhu yang ditunjukkan termometer
mencerminkan suhu tubuh ternak tersebut, meskipun ada perbedaan suhu antara
bagian tubuh yang satu dengan bagian tubuh yang lainnya. Otak, hati , paru-paru dan
jantung ternak mempunyai suhu 1 – 2 oC lebih tinggi dari suhu rektal. Pada ternak
ruminansia, rumen mempunyai suhu 2 oC dari suhu rektal. Suhu yangsedikit lebih
tinggi pada rumen disebabkan karena rumen merupakan tempat terjadinya proses
fermentasi makanan dari mikroorganisme yang terdapat pada rumen.
Rentangan suhu tubuh normal pada ternak ruminansia berkisar 36 oC samapai
40 oC. Mamalia yang baru lahir memiliki suhu tubuh yang lebih tinggi dari
induknya. Bertambahnya umur ternak, suhu tubuh terus turun mendekati suhu tubuh
induknya seirama dengan makin sempurnanya perkembangan organ pengatur suhu
tubuh. Pada tabel 1. ditampilkan contoh rentangan suhu tubuh normal ternak
mamalia.
20

Tabel 1. Suhu tubuh normal beberapa ternak

Jenis Ternak Kisaran Suhu Tubuh Normal


(oC)
Babi 39 – 40
Kambing 39,1 – 39,9
Sapi 38,3 – 39,1
Kuda 37,8 – 38,7

Dari tabel 1 nampak bahwa ternak babi mempunyai suhu normal lebih tinggi
daripada kambing, sapi dan kuda. Suhu tubuh normal ini berkaitan pula dengan
ukuran tubuh dan jenis makanan yang diberikan. Beberapa faktor yang
mempengaruhi suhu tubuh normal ternak antara lain : aktiuvitas tubuh, keadaan
birahi, keadaan laktasi, puasa pencukuran bulu, pakan dan iar minum. Suhu tubuh
ternak dalan keadaan bekerja atau aktivitas lain lebih tinggi daripada dalam keadaan
istirahat. Aktivitas otot ternak menimbulkan panas mekanik sehingga suhu tubuh
ternak sedikit menjadi lebih tinggi. Hal yang sama terjadi pula pada ternak dalam
keadaan birahi atau hamil. Dalam keadaan puasa, suhu tubuh ternak menjadi lebih
rendah karena panas dari metabolisme zat-zat makanan lebih rendah. Pencukuran
bulu pada domba meningkatkan suhu tubuhnya . Bulu merupakan insulasi (tahanan)
pada ternak terhadap perubahan lingkungan. Kehilangan bulu pada domba
menyebabkan limpahan (”flux”) radiasi matahari lebih tinggi mengenai ternak.
Radiasi matahari ini akan menambah beban panas pada ternak domba sehingga suhu
tubuh meningkat. Berdasarkan penelitian terdapat perbedaan suhu rektal, suhu otak
dan suhu kulit dari pedet yang dijemur pada suhu lingkungan 40 oC kemudian pada
menit ke 140 diberi minum 21 liter air bersuhu 5 Oc. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa pada pedet yang dijemur pada suhu lingkungan 40 oC terjadi peningkatan
suhu pada rektal, otak maupun pada kulit. Kenaikkan suhu rektal selalu lebih tinggi
daripada suhu otak dan suhu kulit. Setelah diberi minum air 21 liter, suhu otak dan
suhu kulit segera mengalami penurunan namun suhu rektal akan tetap lebih tinggi.
Suhu kulit terendah tercapai setelah ternak minum yaitu mencapai suhu 36 oC. Suhu
otak turun mencapai suhu 38,3 oC dan suhu rektal turun pada suhu 37,7 oC. Fluktuasi
suhu tubuh harian umumnya terendah pada pagi hari sekitar pukul 4.00 wita dan
tertinggi pada siang hari sekitar pukul 14.00 wita. Fluktuasi suhu tubuh ternak pada
periode yang lebih panjang (satu tahun) sangat tergantung pada pergantian musim
dalam setahun. Pada daerah bermusim empat, suhu terendah terjadi pada musim
dingin dan suhu tubuh tertinggi terjadi pada musim panas. Pada daerah tropis suhu
tubuh tertinggi terjadi pada saat musim kemarau dan suhu terendah terjadi pada
musim penghujan. Pada musim kemarau langit umumnya lebih cerah sehingga
intensitas radiasi matahari yang sampai ke permukaan bumi meningkat. Radiasi
matahari (gelombang pendek) yang sampai ke permukaan bumi akan dirubah oleh
bumi menjadi gelombang panjang berupa panas sehingga suhu lingkungan
21

meningkat. Peningkatan suhu lingkungan ternak akan menyulitkan ternak


melepaskan panas tubuhnya sehingga suhu tubuh ternak meningkat. Pada musim
penghujan, langit lebih sering tertutup awan sehingga sebagian radiasi matahari yang
menuju permukaan bumi mengalami peristiwa absorbsi (diserap) dan direfleksikan
(dipantulkan) kemabali ke atmosfer. Refleksi dan absorbsi radiasi matahari oleh awan
menyebabkan jumlah radiasi matahari yang sampai ke permukaan bumi menjadi lebih
rendah. Penomena alam tersebut menyebabkan suhu lingkungan menjadi lebih
rendah pada saat musim hujan. Pada gambar 4. ditampilkan fluktuasi suhu tubuh
bulanan sapi jenis Friesian Holland (FH) dalam jangka waktu satu tahun. Fluktuasi
suhu tubuh ternak mengikuti fluktuasi suhu harian pada daerah tersebut. Fluktuasi
suhu tubuh ternak pada interval waktu pagi, siang dan sore hari juga tidak jauh
menyimpang dari fluktuasi suhu lingkungan. Secara rata nampak pula bahwa suhu
tubuh ternak pada siang hari lebih tinggi daripada sore dan pagi hari. Intensitas
radiasi matahari yang sampai ke permukaan bumi dipengaruhi pula oleh sudut datang
radiasi matahari. Makin tinggi sudut datang radiasi matahari (pada siang hari) maka
intensitas radiasi matahari makin tinggi pula. Pada pagi dan sore hari jarak antara
matahari dan bumi lebih panjang sehingga intensitas radiasi matahari yang sampai ke
permukaan bumi menurun. Disamping suhu lingkungan, aktivitas alat reproduksi
dari ternak juga sangat berpengaruh terhadap suhu tubuh ternak. Suhu tubuh sapi
akan lebih rendah saat sebelum birahi, meningkat selama birahi dan mengalami
penurunan pada saat ovulasi terjadi.

4.3. Produksi Panas

Ternak dapat menghasilkan energi panas dalam tubuhnya dengan cara


merubah energi kimia yang tersimpan dalam pakan ternak menjadi energi daya kerja.
Selain memiliki energi panas yang berasal dari dalam tubuh , ternak juga menerima
beban panas dari lingkungan. Sapi yang dijemur akan menerima beban panas dari
lingkungan berupa radiasi matahari. Radiasi matahari yang diterima oleh ternak
dapat secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung, pancaran radiasi
matahari dapat mengenai permukaan tubuh ternak yang terluar. Secara tidak lagsung
dapat berasal dari pantulan radiasi matahari oleh permukaan bumi yang selanjutnya
mengenai permukaan luar tubuh ternak. Radiasi matahari yang secara langsung
maupun tidak langsung ini akan menambah beban panas pada ternak. Kelebihan
beban panas pada tubuh ternak tersebut harus dikeluarkan dari tubuh ternak agar
ternak merasa nyaman (”comfort”)
Jumlah panas yang dihasilkan dalam tubuh ternak dapat diduga dengan
menghitung konsumsi oksigen (O2), sebab konsumsi oksigen mencerminkan tingkat
pembakaran (metabolisme) yang terjadi dalam tubuh ternak. Makin tinggi konsumsi
oksigen, makin tinggi pula pebakaran zat-zat makanan dalam tubuh ternak sehingga
makin tinggi pula produksi panas metabolisme pada ternak. Konsumsi Oksigen pada
setiap alat tubuh beragam tergantung dari kerja alat tubuh tersebut. Contoh
penggunaan Oksigen untuk beberapa alat tubuh disajikan pada tabel 2. Pada tabel 2
nampak bahwa, konsumsi Oksigen tertinggi terjadi organ tubuh otak yaitu sebesar 9,9
ml per gram otak per menit. Berdasarkan konsumsi Oksigen dapat dikatakan bahwa
22

pembakaran tertinggi pada organ tubuh otak. Keadaan ini dapat dimengerti karena
otak memerlukan energi yang tinggi untuk berfikir. Konsumsi Oksigen paling rendah
terjadi pada urat daging disekitar tulang yaitu sebesar 0,4 ml per 100 gram per menit.
Pada daerah ini pembakaran yang terjadi relatif kecil sehingga produksi panas juga
kecil.

Tabel 2. Keragaman konsumsi Oksigen dari berbagai organ tubuh ternak kelinci
dan anjing Yang sedang istirahat

Organ Tubuh Konsumsi Oksigen(ml) /100 gram/menit


Urat daging 0,4
Jantung 1,1
Hati 1,1
Usus 1,8
Ginjal 2,6
Kelenjar Ludah 2,8
Kelenjar Adrenalin 4,4
Limpa 5,0
Pankreas 5,3
Otak kelinci 9,4
Otak anjing 9,9

Jumlah panas yang diproduksi tergantung pada ukuran tubuh ternak. Ternak
yang berukuran lebih besar, akan menghasilkan panas lebih kecil per satuan berat
badan yang sama dibandingkan ternak berukuran kecil. Dari beberapa hasil
percobaan didapatkan bahwa laju metabolisme dapat diduga dengan formulasi sebagai
berikut :

M = W 0,75
Dimana :
M adalah laju metabolisme (Kcal/menit)
W adalah bobot badan (Kg)
0,75 adalah konstanta berdasarkan hasil percobaan.

Selain ukuran tubuh, produksi panas juga dipengaruhi oleh faktor jumlah dan
jenis makanan yang dikonsumsi. Makin banyak konsumsi makanan maka makin
banyak pula produksi panas yang dihasilkan dari proses metabolisme dalam tubuh
ternak. Jenis bahan makanan yang dicerna juga mempengaruhi produksi panas pada
tubhu ternak. Bahan dari nabati menghasilkan panas lebih rendah dibandingkan
dengan bahan dari hewani. Meningkatnya kerja mikroorganisma di dalam rumen
akan dapat meningkatkan produksi panas. Ternak dalam keadaan
23

4.4.Panas yang Hilang


Panas yang dihasilakan dalam tubuh dapat dilepaskan ke lingkungan sekitar
dengan cara radiasi, konduksi, konveksi dan proses penguapan . Penguapan air
melalui saluran pernafasan (”panting”) biasanya dilakukan oleh ternak yang kelenjar
keringatnya sangat sedikit (misalnya broiler dan anjing). Penguapan air melalui
kelenjar keringat (”sweating”) sering dilakukan oleh ternak yang kelenjar keringatnya
banyak ( misalnya ternak kuda dan sapi). Ternak akan senantiasa melepaskan panas
ke lingkungan karena suhu tubuh ternak lebih tinggi dari suhu lingkungan . Menurut
hukum Newton besarnya panas yang diantarkan tergantung daripada selisih suhu
sumber (ternak) dengan suhu tubuh lingkungan yang dikenal dengan istilah gradien
suhu. Makin tinggi gradien suhu maka makin banyak pula panas yang dapat
diantarkan. Disamping gradien suhu, unsur-unsur iklim yang juga cukup besar
perannya dalam proses pengantaran panas tubuh ternak. Makin tinggi kecepatan
angin maka proses pengantaran panas tubuh makin cepat. Molekul angin angi akan
mengabsorbsi panas tubuh melalui sentuhan media kemudian membuang ke
lingkungan . Kelembaban udara mencerminkan banyaknya uap air yang tergandung
dalam udara tersebut. Kelembaban makin tinggi berarti kemampuan udara tersebut
untuk mengabsorbsi air makin kecil. Kedaan ini menunjukkan bahwa makin tinggi
kelembaban udara dari kebutuhan optimal maka ternak akan mengalmi kesulitan
untuk melepaskan kelebihan beban panas tubuhnya. Hilangnya panas tubuh dengan
konveksi dimungkinkan kartena adanya molekul-molekul udara di sekitar ternak
yang pergerakkannya molekul udara tersebut akan membantu hilangnya panas
dengan cara konveksi. Pelepasan panas dengan cara konduksi memerlukan medium
perantara tanpa disertai perpindahan dari medium perantara. Ternak babi yang
mengalami cekaman panas akan berusaha mengurangi beban panas tubuhnya denga
cara menempelkan badan ke dinding kandang atau tidur di lantai kandang. Sentuhan
tubuh dengan media yang bersuhu lebih rendah akan memungkinkan terjadinya aliran
panas dari tubuh ternak ke lingkungan.
Pegantaran panas tubuh ternak juga dipengaruhi oleh tahanan tubuh (insulasi)
yang dimiliki oleh ternak tersebut. Makin tinggi insulasi tubuh tentu pengantaran
panas tubuh makin sulit. Lemak di bawah kulit (”sub cutan”) dan bulu merukan
contoh insulasi yang dimiliki ternak. Makin tebal lemak sub cutan atau bulu yang
dimiliki ternak maka banyak panas yang akan tertahan sehingga pengantaran panas ke
lingkungan makin sulit. Aliran panas dari bagian dalam tubuh ke permukaan tubuh
ternak mengandalakan peredaran darah. Makin lancar peredaran darah maka makin
cepat pula panas tubuh sampai ke permukaan tubuh yang selanjutkan akan diantarkan
dengan cara radiasi, konduksi dan konveksi.

4.5.Kesimbangan Panas
Ternak di daerah tropis umumnya lebih banyak mengalami cekaman pnas
daripada cekaman dingin. Penyesuaian diri terhadap cekaman panas pada prinsipnya
merupakan hasil keseimbangan antara panas yang dihasilkan dengan panas yang
hilang. Secara sederhana keseimbangan panas dapat digambarkan sebagai berikut :

Produksi panas = Panas yang hilang ± Panas yang disimpan


24

Keseimbanagan akan terjadi apabila jumlah panas yang diproduksi sebanding dengan
jumlah panas yang dilepas ke lingkungan. Pada posisi seperti ini, ternak dikatakan
berada dalam kondisi nyaman (”comfort”). Panas yang ada dalam tubuh ternak dapat
berasal dari panas hasil metabolisme zat-zat makanan atau dari beban panas
lingkungan ternak (radiasi matahari). Panas akan dilepas ke lingkungan dengan
berbagai cara seperti radiasi, konduksi, konveksi dan penguapan. Jika jumlah panas
yang diproduksi lebih tinggi daripada jumlah panas yang dilepaskan ke lingkungan
maka ternak dikatakan dalam keadaan cekaman panas (”hipertermia”). Sebaliknya
jikan produksi panas lebih kecil daripada jumlam panas yang dilepaskan maka ternak
dikatakan mengalami cekaman dingin (”hipotermia”).
Hubungan antara semua faktor yang terkait dalam hal penyesuaian diri
terhadap suhu lingkungan ditunjukkan dalam persamaan sebagai berikut :

Tc - Ta
M = ----------------------- + E
It + Icl + Ia
Dimana :
M : Laju metabolisme
Tc : Suhu tubuh ternak
Ta : Suhu lingkungan di sekitar ternak
It : Insulasi (tahanan tubuh) pada jaringan daiging
Icl : Insulasi dari tebal bulu
Ia : Insulasi dari udara sekitar (“ insulationboundry layer”)
E : Penguapan dari kulit

Makin tinggi selisih suhu tubuh dengan suhu lingkungan berarti suhu
lingkungan semakin rendah . Penurunan suhu lingkungan menyebabkan laju
metabolisme semakin tinggi. Keadaan sebaliknya yang terjadi berarti suhu
lingkungan akan makin tinggi dan laju metabolisme semakin renadah. Ketebalan
lemak sub cutan, keadaan bulu dan kecepatan angin merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap laju metabolisme. Makin tebal lemak sub cutan dan bulu serta
kecepatan angin yang rendah menyebabkan menyebabkan laju metabolisme semakin
rendah. Hal ini berarti panas tubuh dapat dipertahankan agar tidak banyak panas
tubuh yang hilang.
Penguapan merupakan proses pendinginan, baik dengan jalan berkeringat
maupuj pernafasan. Makin tinggi penguapan maka suhu tubuh akan semakin dingin
yang berarti pula ada peningkatan laju metabolisme.

4.6.Adaptasi terhadap Cekaman Dingin


Cekaman dingin pada ternak dapat terjadi sebagai akibat dari penurunan suhu
lingkungan. Kejadian ini berlangsung di daerah-daerah yang mengalami musim
dingin. Pada daerah tropis kondisi seperti ini dapat pula terjadi terutama pada daerah
25
dataran tinggi dengan ketinggian tempat melebihi 1000m dari permukaan laut. Pada
daerah ini suhu udara rata-rata harian dapat mencapai 9 oC. Pada daerah dataran
tinggi intensitas radiasi matahari lebih rendah daripada dataran rendah karena
pancaran radiasi matahari terhalang oleh kabut. Ternak yang tidak mampu
beradaptasi terhadap cekaman dingin akan dapat menghambat pertumbuhan,
menurunkan produksi bahkan dapat menyebabkan kematian. Ternak yang berasal
dari daerah tropis sulit mempertahankan pertumbuhan dan produksinya pada cekaman
dingin. Sebaliknya ternak dari daerah lintang tengah (sub tropis) sanggup tumbuh,
berkembang dan berproduksi dengan baik pada kondisi lingkungan dingin.
Berdasarkan permasalahan di atas maka perbaikan mutu genetik ternak dengan
mendatangkan bibit unggul dari daerah sub tropis memerlukan kajian yang mendalam
dalam hal faktor lingkungan.
Kemampuan ternak untuk beradaptasi terhadap cekaman dingin tergantung
pada penyangga panas pada permukaan tubuh ternak. Sebelum panas pada tubuh
ternak dilepaskan ke lingkungan, panas tersebut masih disangga oleh udara tipis yang
menyeliputi tubuh ternak. Lapisan udara tersebut dikenal dengan sebutan ”boundry
layer”. Makin tebal lapisan udara tersebut makin besar daya sangga aliran panas dari
tubuh ternak ke lingkungan. Produksi panas pada suhu lingkungan di bawah titik
kritis akan meningkat secara garis lurus. Penelitian mendapatkan bahwa jika suhu
lingkungan berubah maka produksi panas juga berubah. Peningkatan suhu
lingkungan yang lebih tinggi dari suhu titik kritis,ternak akan berusaha
mempertahankan produksi panas agar tetap konstan meskipun suhu lingkungan terus
meningkat. Sampai pada suhu lingkungan tertentu, akhirnya produksi panas tidak
dapat dipertahankan karena suhu lingkungan sudah mendekati suhu tubuh ternak.
Dalam kondisi seperti ini penurunan produksi panas dapat terjadi jika ada proses
pendinginan dari penguapan air dipermukaan tubuh ternak. Kegagalan pembuangan
panas tubuh dengan cara penguapan menyebabkan produksi panas akan meningkat
sehingga dapat menyebabakan kematian pada ternak. Pada kondisi lingkungan yang
memiliki suhu lingkungan di bawah titik kritis maka produksi panas oleh ternak akan
meningkat secra linier. Peningkatan ini sangat diperlukan oleh ternak untuk
mempertahankan diri terhadap keadaan dingin. Jika suhu lingkungan terus turun
maka ternak memerlukan tambahan panas untuk dapat mempertahan suhu tubuh agar
tidak turun secara drastis. Tambahan panas tubuh ini bisa didapatkan dengan cara
meningkatkan konsumsi ransum. Tujuan ternak meninghkatkan konsumsi ransum
adalah untuk meningkatkan panas metabolisme dalam tubuh ternak disamping untuk
memenuhui kebutuhan energi. Cara lain yang dapat dilakukan ternak adalah dengan
menggerakkan otot (menggigil). Gerakan otot ini akan dapat menghasilkan panas
mekanik sehinggga ternak memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam mengatasi
cekaman dingin.
Mempertahankan diri terhadap cekaman dingin dapat pula dilakukan oleh
ternak dengan cara merubah tingkah laku (”behavior”). Dalam keadaan dingin anak
babi dan ayam akan bergerombol. Dengan cara ini ternak dapat mengurangi ruang
kontak dengan lingkungan sehingga pelepasan panas ke lingkungan dapat dikurangi.
Meningkatkan ketebalan bulu berpengaruh terhadap kemampuan mempertahankan
diri terhadap cekaman dingin. Bulu pada ternak akan mengisolasi panas tubuh ternak
26

yang ada dipermukaan tubuh ternak sehingga proses pengantaran panas secara
konduksi, konveksi dan radiasi dapat dikurangi.
Faktor cuaca seperti hujan, angin atau keterpaduannya akan berpengaruh
terhadap tebal bulu. Hubungan antara tebal buludan keadaan cuaca terhadap panas
yang hilang dari tubuh ternak disajikan pada tabel 3.

Tabel 3. Hubungan antara tebal bulu dan keadaan cuaca terhadap panas yang hilang
Pada ternak domba black face.

Ketebalan bulu Keadaan Cuaca Panas yang hilang


(Cm) (Mcal/m2/hari)
Angin (m/dt) Hujan (mm/hari)
1 0,6 - 2,0
1 1,0 - 3,0
1 - 0,4 3,0
1 1,0 0,4 3,7
5 0,6 - 1,1
5 1,0 - 1,5
5 1,0 - 2,0

Ketebalan bulu dapat meningkatkan insulasi (tahanan) tubuh ternak. Pada table 3
nampak bahwa ketebalan bulu dapat mengrangi panas yang hilang dari tubuh ternak
karena meningkatnya insulasi tubuh. Hal ini disebabkan karena bulu merupakan
pembungkus permukaan luar ternak. Bulu yang tebal menyebabkan daya sangga
aliran panas ke lingkungan akan makin besar. Pada bulu yang tipis keaadaan
sebaliknya akan terjadi. Kecepatan angin juga berpengaruh terhadap panas tubuh
yang hilang ke lingkungan. Pada tabel 3 nampak bahwa makin tinggi kecepatan
angin pada ketebalan bulu dan intensitas hujan yang sama, maka makin meningkat
pula panas tubuh yang hilang ke lingkungan. Kecepatan angin akan berhubungan erat
dengan proses pengantaran panas secara konveksi. Panas tubuh ternak yang ada di
permukaan tubuh terluar akan berdifusi dengan udara sekitarnya (”boundry layer”)
kemudian pergerakan udara akan membuang panasa yang berdifusi tersebut menjauh
dari tubuh ternak. Keadaan cuaca yaitu saat hujan pada kecepatan angin dan
ketebalan bulu yang sama menyebabkan panas tubuh yang hilang sedikit lebih tinggi
dibandingkan saat tidak hujan. Kondisi hujan menyebabkan suhu lingkungan lebih
rendah sehingga pangantaran panas dengan cara konduksi, konveksi, radiasi dan
penguapan menjadi lebih rendah.

4.7. Mempertahankan diri terhadap cekaman panas


Peningkatan panas lingkungan memberikan pengaruh berlawanan dengan
pelepasan panas dari tubuh ternak. Suhu tubuh ternak umumnya lebih tinggi
daripada suhu lingkungan. Darah tropis mempunyai suhu rata-rata harian berkisar
27,5 oC sedangkan suhu tubuh ternak umumnya berkisar 41oC. Makin rendah selisih
27
suhu tubuh denga suhu lingkungan berarti makin tinggi suhu lingkungan. Pada
kondisi seperti ini aliran panas dari tubuh ternak ke lingkungan akan terhambat
sehingga panas tubuh tertahan di dalam tubuh. Sulitnya pengantaran panas ini
menyebabkan ternak akan beradaptasi dengan menurunkan produksi panas.
Faktor-faktor yang dapat menigkatkan suhu udara dalam kandang adalah
radiasi matahari dan sistem insulasi kandang terhadap pancaran radiasi matahari.
Pada sistem insulasi radiasi yang sama, makin tinggi intensitas radiasi matahari maka
makin tinggi pula suhu udara dalam kandang. Radiasi gelombang pendek radiasi
matahari akan dirubah menjadi gelombang panjang( panas)oleh permukaan bumi
yang kemudian mempengaruhi suhu kandang. Sistem insulasi kandang terhadap
radiasi matahari yang kurang tepat akan dapat pula meningkatkan suhu udara dalam
kandang. Sitem ventilasi yang jelek dan pemilihan bahan atap kandang dengan
refleksivitas radiasi matahari rendah akan menambah beban panas dalam kandang.
Ternak akan mempertahankan diri terhadap cekaman panas dengan beberapa
cara yaitu (1) meningkatkan konsumsi air minum, (2) menurunkan konsumsi ransum
dan (3) menyesuaiakan tingkah laku ternak. Pada kondisi stres panas ternak akan
mengkonsumsi air lebih banyak daripada ternak dalam keadaan nyaman.
Meningkatnya konsumsi air ini bertujuan untuk meningkatkan pelepasan panas tubuh
dengan cara evaporasi. Evaporasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penguapan
melalui saluran pernafasan (”panting”) dan penguapan melalui kulit (berkeringat).
Kondisi cekaman panas juga direspon oleh ternak dengan cara menurunkan konsumsi
ransum. Penurunan konsumsi ransum bertujuan agar panas hasil metebolisme zat-zat
makanan tidak menembah beban panas pada ternak. Pada ternak sapi yang
digembalakan, peningkatan suhu lingkungan akan direspon dengan cara mencari
tempat yang lebih teduh. Jika suhu lingkungan mulai meningkat, babi yang dipelihara
di kandang akan berkubang atau berbaring dekat dinding yang lebih dingin. Tingkah
laku ternak babi ini bertujuan agar terjadi pengantaran panas dari tubuh ternak ke
lingkungan dengan cara konduksi. Lantai kandang (kubangan) atau dinding kandang
berfungsi sebagi media perantara. Broiler merupakan ternak unggul dengan
produktivitas yang sangat tinggi. Disamping sifat unggul tersebut broiler memiliki
kelemahan yaitu sangat rentan terhadap perubahan lingkungan. Cekaman panas pada
broiler direspon dengan cara mengepakkan sayapnya. Membuka sayap bertujuan
untuk memperbesar ruang kontak dengan udara sehingga pengantaran panas dengan
cara konveksi lebih mudah. Jika suhu lingkungan terus meningkat selanjutnya ternak
akan mempercepat pernafasan (”panting”). Tingkah laku ini bertujuan untuk
melepaskan panas dengan cara penguapan air dari saluran pernafasan. Penguapan air
dari dalam tubuh ternak akan melepaskan panas laten pada tubuh ternak sehingga
beban cekaman panas menjadi berkurang. Menjauhkan diri dari kelompok atau
mencari dinding yang berventilasi adalah usaha ternak untuk memperbesar ruang
kontak dengan udara sekitarnya.
Pengurangan beban panas dapat pula dilakukan dengan mempercepat laju
aliran darah dengan nisbah volume tinggi pada bagian permukaan tubuh seperti kulit,
lidah dan bagian kaki. Keberadaan bulu pada bagian ini umumnya lebih jarang
dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya. Dengan mempercepat aliran darah pada
bagian-bagian tersebut maka suhu tubuh akan panas tubuh akan makin cepat dialirkan
28

ke permukaan tubuh yang selanjutnya dilepaskan ke lingkungan. Insulasi terhadap


panas tubuh dapat pula diturunkan dengan cara memperjarang bulu. Bulu yang jarang
atau tipis akan memperbesar ruang kontak badan ternak dengan lingkungan sekitar.
Seperti misalnya anjing Kintamani ( derarah dataran sedang ) yang berbulu lebat,
akan menggugurkan sebagian bulunya jika dipelihara di daerah dataran rendah seperti
di daerah Kuta misalnya. Ternak sapi yang dipelihara di daerah dataran rendah tropis
memiliki bulu lebih tipis dengan warna mengkilap, berbeda dengan sapi di daerah
dataran tinggi atau sedang seperti di Baturiti misalnya yang memiliki bulu tebal dan
kusam. Bulu tipis dan berwarna cerah bertujuan untuk dapat merefleksikan radiasi
matahari yang lebih banyak sehingga radiasi matahari yang di absorbsi lebih rendah.
Memperbanyak penguapan dapat dilakukan dengan memperbesar penguapan
air dari kulit dan saluran pernafasan. Dalam kondisi lingkungan berada pada suhu
termonetral (nyaman) sejumlah air terus diuapkan melalui kulit dengan proses tebar.
Kenaikan suhu lingkungan dari suhu termonetral akan memicupeningkatan proses
penguapan . Proses penguapan dari kulit ini dapat berlangsung karena kelenjar
keringat pada tubuh ternak. Cakaman panas akandirespon dengan meningkatkan
skresi kelenjar keringan yang kemudian disalurkan ke permukaan kulit dan diuapkan
ke lingkungan dengan proses difusi. Kelenjar keringat dalam tubuh kebanyakan
tersebar pada bagaian leher dan ketiak. Pada bagian tubuh bawah seperti pada bagian
perut keberadaan kelenjar keringat ini sangat jarang. Makhluk hidup dipermukaan
bumi ini mempunyai jumlah kelenjar keringat berbeda-beda sesaui dengan sifat
genetik. Kuda, unta dan sapi mempunyai kelenjar keringat lebih banyak daripada
hewan lainnya. Perbedaan jumlah kelenjar keringat juga daat terjadi pada satu jenis
ternak tergantung kemampuan ternak merespon perubahan lingkungan. Seperti
misalnya sapi India (zebu) , sapi Bali dan sapi Madura memiliki kelenjar keringat
lebih banyak daripada sapi Eropa (FH dan Jersey).
Penguapan air dari permukaan kulit ke lingkungan juga dipengaruhi oleh
kelembaban nisbi udara. Naiknya kelembaban nisbi menyempitkan perbedaan suhu
uap air dengan suhu lingkungan sekitarnya. Keadaan ini akan menghambah proses
difusi anatar air permukaan kulit dengan udara sekitarnya.
Peningkatan penguapkan dapat pula dilakukan dengan meningkatkan
frekuensi pernafasan. Dengan frekuensi pernafasan tinggi sejumlah air akan
merengat lalu diuapkan. Laju peningkatan pernafasan tersebut tidak berupa garis
lurus tetapi garis melengkung. Setelah suhu lingkungan melebihi 10 oC peningkatan
pernafasan lebih nyata terlihat. Pada ternak yang kelenjar keringatnya kurang,
penguapan air tubuh dilakukan melalui saluran pernafasan. Jika suhu lingkungan
melebihi kebutuhan optimalnya maka anjing yang kelenjar keringatnya sangat kurang
akan mempercepat pernafasan dengan membuka mulut (ter engah-engah). Hubungan
antara proses berkeringat dengan proses ter engah-engah untuk menguapkan air
tubuh dari beberapa makhluk hidup disajikan pada gambar 4.
29

Ma Kuda Sapi Babi Anjing Ung


nusia Unta Kambing gas

Berkeringat

Terengah- engah

Manusia termasuk makhluk yang paling sempurna pertumbuhan kelenjar keringatnya.


Ternak kuda dan unta adalah ternak yang mempunyai kelenjar keringat paling banyak.
Keberadaan kelenjar kleringat ini memungkinkan ternak melakukan penguapan air
tubuhnya setelah ditranpfer dalam bentuk keringat. Kuda dan unta lebih
mengandalkan kelenjar keringat untuk mengatasio cekaman panas daripada proses
pelepasan panas yang lainnya. Ternak sapi dan babi menggunakan kedua proses
penguapan yaitu berkeringat dan ter engah-engah. Anjing dan kambing yang tidak
sempurna pertumbuhan kelenjar keringatnya melepaskan kelebihan beban panasnya
dengan cara ter engah-engah. Ternak ayam yang hampir tidak mempunyai kelenjar
keringat akan sangat mengandalkan proses penguapan dari saluran pernafasan untuk
melepaskan diri dari cekaman panas.
Penurunan produksi panas adalah salah satu usaha yang dapat dilakukan
ternak untuk mengurangi beban panas yang berlebihan. Produksi panas dapat
diturunkan dengan cara mengurangi konsumsi ransum dan meningkatkan konsumsi
air minum. Peningkatan konsumsi air dilakukan untuk mengimbangi jumlah air yang
hilang dari proses penguapan adri saluran pernafasan. Penurunan konsumsi ransum
akan mengurangi pula bahan yang dapat dicerna atau dibakar dalam tubuh sehingga
panas hasil metabolisme juga akan menurun. Penurunan produksi panas juga
dilakukan dengan penekanan kerja kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid merupakan salah
satu kelenjar yang menghasilakan hormon tiroksin yang berpengaruh terhadap nafsu
makan ternak.
Banyak pula ternak yang dapat menambah daya tahannya terhadap cekaman
panas dengan meningkatkan daya pantul (refleksi) dari bulu terhadap radiasi
matahari. Bulu warna putih dan mengkilap dapat memantulkan radiasi matahari
hampir 80% dari radiasi matahari yang datang. Berbeda dengan bulu hitam dan
kusam akan menyerap hampir seluruh radiasi matahari yang datang. Ternak yang
mempunyai bulu dengan refleksivitas tinggi akan lebih mampu mengatasi cekaman
panas.
30

4.8. Pengaturan Panas Tubuh


Tingkat produksi panas dalam tubuh ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor
yiatu ukuran tubuh ternak, konsumsi ransum, insulasi tubuh dan kondisi lingkungan.
Makin tinggi berat badan dan makin besar ukuran tubuh produksi panas dalam tubuh
ternak akan makin tinggi pula. Ternak yang semakin besar dan berat mengkonsumsi
ransum lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan energi untuk kebutuhan hidup
pokok (”maintenance”) dan untuk produksi. Sebagai hasil samping dari proses
metabolisme zat-zat makanan maka energi metabolisme yang dihasilkan juga
meningkat. Insulasi tubuh ternak dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu insulasi
internal (lemak sub cutan) dan insulasi eksternal ( bulu). Makin tinggi insulasi berarti
proses transfer panas dari atau ke tubuh ternak tidak lancar. Suhu udara, kelembaban
udara dan kecepatan angin secara bersama-sama akan berinteraksi mengahasilakn
panas lingkungan. Pada areal peternakan yang mempunyai panas lingkungan rendah
akan memudahkan ternak melakukan transfer panas dari atau ke tubuh ternak.
Keseimbangan panas dalam tubuh ternak dapat digambarkan sebagi berikut :
M = H  comfort zone (nyaman)
M = H + S  Hipotermia (cakaman dingin)
M = H - S  Hipertermia (cekaman panas)

Dimana:
M: panas yang diproduksi oleh tubuh ternak
H : panas yang dilepaskan ke lingkungan
S : panas yang tersimpan dalam tubuh ternak

Gerakan mekanik seperti aktivitas otot yang dilakukan oleh ternak mempengaruhi
besarnya panas yang tersimpan dalam tubuh ternak. Besarnya jumlah panas yang
tersimpan dalam tubuh ternak tergantung pula dengancara apa ternak tersebut
melepaskan pnas tubuh (efektivitas pelepasan panas). Sebagai contoh ternak yang
melakukan kerja (berlari) denga kecepatan 10 Km/jam pada suhu udara lingkungan
22 oC akan mentimpan panas berbeda sesuai dengan jenis ternaknya. Kambing
melepas panas dengan berkeringat (”sweating”) akan menyimpan panas 70% dari
panas yang diproduksi. Anjing melepaskan panas dengan cara ter engah-engah
(”panting”) menyimpan panas 4% dari panas yang diproduksi. Produksi panas,
pemanfaatan panas tubuh dan cara pelepasan panas tubuh disajikan pada gambar 5.
31

Konsumsi
ransum
Radiasi
Panas Maintenance

Panas Panas Produksi Evaporasi


(susu, daging, telur
tersimpan dll)

Konduksi
Panas aktiviotas

Panas fermentasi Konveksi

Radiasi
Matahari

Gambar 5. Hubungan antara produksi panas, pemanfaatan produksi panas dan


Proses pelepasan panas

Mekanisme pengaturan air tubuh mempengaruhi panas tubuh yang tersimpan


karena 75% dari berat badan adalah air. Pada kondisi cekaman panas air tubuh akan
menurun walaupun konsumsi air mengalami peningkatan. Peningkatan suhu
lingkungan menyebabkan evaporasi air dari tubuh ternak meningkat dan sekresi
melalui urine juga meningkat. Sirkulasi air yang cepat sangat membantu ternak
dalam pengaturan panas tubuh. Besarnya Panas tubuh yang tersimpan tercermin dari
suhu rata-rata dari jaringan tubuh yang terukur. Suhu rata-rata jaringan tubuh dapat
diukur dengan mengikuti formula sebagai berikut :
32

T rata-rata = WT1 + WT2 + ------ + WnTn/n


Dimana :
WT : Suhu jaringan
N : Jumlah jaringan yang diukur

Pengukuran suhu tubuh yang cukup akurat dengan tidak mengukur seluruh jaringan
tubuh dapat diestimasi dengan formula sebagai berikut :

T Rata – rata = 0,7 Tre + 0,3 Ts


Dimana :
T : suhu rata-rata tubuh ternak
Tre : suhu rektal
Ts : suhu kulit

4.9. Mekanisme Kerja Hipotalamus


Hipotalamus bekerja berdasarkan stimulasi keadaan faktor lingkungan yang
diterima oleh sistem sensor penerima. Stimulasi (data awal) perubahan kondisi
lingkungan diterima oleh sensor penerima pada jaringan perifer kulit. Kemudian
stimulasi ini disampaikan ke hipotalamus untuk selanjutnya memberikan perintah
pada organ tubuh yang berfungsi mengatur suhu tubuh ternak. Menurut Esmay
(1978) sistem pengaturan suhu tubuh terdiri dari tiga komponen yaitu : (1) sensor,
(2) unit kontrol termostator, (3) termoregulator. Sensor berfungsi menerima
rangsangan tentang perubahan kondisi lingkungan yang terjadi. Unit kontrol
termostator bertugas untuk mengatur fungsi kerja hipotalamus anterior dan posterior.
Termoregulator berfungsi untuk mengatsi cekaman akibat adanya perubahan kondisi
lingkungan . Gambar mekanisme pengaturan suhu tubuh oleh hipotalamus disajikan
pada gambar 6.
33

Berke
Ringat
Penerima panas luar Hipota
K lamus
Anterior Ter
engah
U engah
L

I Penyekat

T Pening
katan
Hipota Konsum
Penerima panas luar Lamus si
Poste Ransum
rior
Menggi
gil

Gambar 6. Bagan pengaturan suhu tubuh ternak melalui hipotalamus

Puasat pengaturan suhu tubuh ternak terletak pada hipotalamus yamg merupakan
bagian dari otak. Hipotalamus terdiri dari dua bagian yaitu bagian anteriao dan
bagian posterior. Bagian anterior bertugas untuk memerintahkan organ tubuh yang
berfungsi untuk mengatur pelepasan panas dengan cara berkeringat, ter engah-engah
atau dengan perubahan tingkah laku ternak. Bagian posterior berfungsi untuk
mengatur produksi panas dengan cara meningkatkan konsumsi ransum,
meningkatkan insulasi tubuh atau merespon dengan perubahan tingkah laku.
Diantara bagian anterior dan posterior terdapat bagian “reciprocal inhibition” yang
merupakan penyekat kerja hipotalamus bagian anterior dengan bagian posterior. Jika
bagian anterior bekerja maka bagian posterior tidak akan aktif, demikian pula
sebaliknya.
Bagian anterior dari hipotalamus bekerja jika suhu lingkungan meningkat dari
kebutuhan optimal. Peningkatan suhu lingkungan diterima oleh sensor yang ada
pada kulit. Rangsangan ini disampaikan ke sistem saraf pusat . Rangsangan ini
kemudian dilanjutkan ke hipotalamus bagian anterior. Penerima rangsangan panas di
34

hipotalamus manganalisis stimulasi yang terima kemudian rangsangan ini


dilanjutkan ke syaraf yang mengatur kelenjar keringat dan pernafasan. Kelenjar
keringat mengalirkan keringat ke permukaan kulit yang kemudian secara difusi
diuapkan. Proses ini akan bisa mendinginkan tubuh dan suhu tubuh ternak tidak
meningkat. Keadaan yang sama terjadi pada proses pendinginan dengan
mempercepat frekuensi pernafasan.
Jika suhu lingkungan lebih rendah dari kebutuhan optimal, sensor dingin pada
kulit akan melanjutkan rangsangan ini melalui syaraf luar ke syaraf pusat. Susunan
syaraf pusat melanjutkan rangsangan tersebut ke hipotalamus posterior. Penerima
rangsangan dingin di hipotalamus menganalisis rangsangan yang diterima kemudian
memerintahkan otot untuk menggigil. Gerakan otot dengan menggigil akan
menimbulkan panas mekanik sehingga dapat meningkatkan produksi panas dalam
tubuh. Kenaikan produksi panas ini dapat mempertahankan suhu tubuh berada dalam
keadaan normal.
Mekanisme pengaturan panas tubuh dapat berubah karena pengaruh faktor-
faktor lain. Faktor tersebut antara lain ternak dalam keadaan demam, karena
pengaruh obat-obatan penurun panas atau keringnya cairan tubuh (dehidrasi).

4.10. Aklimatisasi dan Pembatasannya


Aklimatisasi merupakan proses penyesuaian diri terhadap cekaman
lingkungan dalam selang waktu lama sehingga semua kerja faal tubuh sudah berubah
sesuai denga keadaan atau kondisi lingkungan. Ada dua macam aklimatisasi yaitu
aklimatisasi terhadap dingin dan aklimatisasi terhadap panas. Hasil dari aklimatisasi
terhadap dingin adalah meningkatnya konsumsi ransum dan laju metabolisme basal.
Cekaman dingin menyebabkan penurunan berat badan perubahan kerja enzim dan
hormon. Peningkatan konsumsi ransum yang disertai peningkatan laju metabolisme
menyebabkan kebutuhan suplai oksigen ke dalam tubuh mengalami peningkatan.
Suplai oksigen yang lebih banyak mengharuskan kerja paru-paru lebih aktif.
Peningkatan berat paru-paru dalam keadaan cekaman dingin merupakan hasil
aklimatisasi. Peristiwa sama terjadi pada bagian tubuh lain seperti jantung dimana
organ ini akan bertambah besar dan berat dalam kondisi cekaman dingin. Penurunan
berat badan akan terjadi sebagi akibat pembakaran yang berlebihan untuk
menngkatkan produksi panas bukan untuk produksi. Perubahan laju metabolisme
akan berpengaruh terhadap kerja hormon. Terdapat perbedaan kerja hormon dari
kelenjar tiroid (tiroksin) dan kortek adrenalin pada ternak dalam keadaan cekaman
dingin . Makin lama ternak dipelihara dalam kondisi cekaman dingin kerja hormon
tiroid meningkat dan kerja hormon kortek adrenalin menurun. Dari beberapa
pengamatan juga nampak bahwa setelah lima hari mengalami hipotermia baru
nampak perbedaan kerja hormon tiroid dan kortekadrenalin.
Aklimatisasi ternak sapi dalam kedaan cekaman panas cukup berhasil. Pada
sapi yang dipelihara cukup lama dalam keadaan panas akan terjadi perubahan
fisiologis yaitu suhu tubuh, pernafasan dan denyut jantung meningkat. Kondisi lain
yang dipengaruhi adalah berkurangnya bulu dan konsumsi ransum sedangkan skresi
kelenjar tiroid tidak dipengaruhi.
35

Kemampuna ternak menyesuaikan diri terhadap panas dan dingin ada


batasnya. Jika batas tersebut dilampui akan terjadi kematian baik karena cekaman
dingin atau cekaman panas. Batas-batas kemampuan ternak dalam menyesuaikan diri
terhadap lingkungan disajikan pada gambar 7.

Ternak masih dapat bertahan hidup

Daerah Penyesuaian diri (Adaptasi)

Termo Netral

Nyaman

D” C” B” A” A B C D

Grafik Suhu tubuh ternak

Produksi panas

Antara daerah A – A’ pada gambar 7 merupakan daerah nyaman (”comfort zone”)


kondis dimana ternak dapat tumbuh, berproduksi dan bereproduksi secara penuh.
Produksi panas dan suhu tubuh ternak tidak berubah pada kondisi lingkungan yang
nyaman. Pada kondis nyaman, produksi panas seimbang dengan pans yang hilang
sehingga tidak terjadi kelebihan ataupun kekurangan panas didalam tubuh ternak dan
fungsi fisiologis ternak berjalan sempurna. Keadaan suhu nyaman ini sangat sulit
ditentukan di lapangan kecuali di kamar fisiologis (”growth chamber”) dimana suhu
udara dan unsur-unsur iklim yang lain dapat diatur. Keadaan suhu lingkungan anatar
B -B’ termasuk daerah suhu netral (”zone of thermoneutrality”). Pada selang suhu
tersebut ternak tumbuh, berproduksi dan bereproduksi cukup baik. Suhu tubuhnya
tetap stabil, demikian pula produksi pannasnya. Fungsi fisiologis tubuh pada selang
sehu tersebut masih bekerja normal, demikian pula kerja ensim dan hormon. Titik B
36

merupakan batas suhu kritis ke perubahan suhu lingkungan yang lebih rendah. Titik
B’ merupakan batas suhu kritis ke perubahan suhu yang lebih tinggi. Keadaan suhu
di bawah titik B merupakan suhu dimana ternak sudah mengalami cekaman dingin.
Sebaliknya suhu di atas titik B’ merupakan suhu dimana ternak mengalami cekaman
panas. Daerah dengan rentangan C – C’ merupakan daerah penyesuaian diri baik
terhadap cekaman dingin maupun cekaman panas (”zone of homeothermy”). Pada
selang suhu penyesuaian diri ini, ternak masih dapat bertahan hidup walaupun sudah
mengalami cekaman panas atau dingin.
Ternak masih dapat mempertahankan agar suhu tubuh tetap normal walaupun
suhu lingkungan telah turun cukup rendah. Keadaan ini dapat dipertahankan dengan
meningkatkan konsumsi ransum sehingga produksi panas meningkat. Demikian pula
bila suhu lingkungan terus meningkat, suhu tubuh ternak masih dapat dipertahankan
dengan menurunkan konsumsi ransum dan meningkatkan konsumsi air.
Penyesuaian diri terhadap cekaman panas lebih cepat dibandingkan dengan
penyesuaian diri terhadap cekaman dingin. Ternak tidak mampu bertahan terhadap
cekaman dingin yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah. Pada titik C’ keadaan
suhu terendah dimana ternak masih mampu menyesuaikan diri terhadap suhu
terendah. Jika penurunan suhu dilakukan di bawah titik C maka suhu tubuh dan
produksi panas ternak akan turun. Dalam keadaan ini ternak akan pingsan karena
pengaruh suhu yang terlalu rendah. Penyesuaian diri dari ternak terhadap suhu
lingkungan tinggi (cekaman panas) hanya mampu sapai titik C’. Di atas titik
tersebut, jika suhu lingkungan terus meningkat, ternak tidak mampu lagi
menyesuaikan diri. Dalam kondisi seperti itu, suhu tubuh akan naik demikian juga
produksi panasnya kemudian ternak akan pingsan karena suhu lingkungan tinggi.
Daerah D – D’ disebut daerah dimana ternak masih dapat hidup meskipun pada
daerah D – C dan D’ – C’ ternak sudah mu;ai pingsan. Penurunanan suhu lingkungan
di bawah titik D menyebabkan ternak akan mati karena suhu dingin (hipotermia).
Peningkatan suhu lingkungan di atas titik D’ ternak akan mengalami kematian
kareana suhu tinggi (hipertermia).
Suhu titik terendah dan titik tertinggi dimana makhluk hidup masih bisa
bertahan ternyata berbeda-beda tergantung pada sifat genetik makhluk hidup tersebut.
Batas suhu lingkungan terendah dan tertinggi yang mampu di atasi oleh makhluk
hidup disajikan pada tabel 4.

Tabel 4. Batas suhu lingkungan terendah dan perbedaan suhu tubuh dengan suhu
Suhu lingkungan yang masih dapat diatasi oleh mahkluk hidup

Jenis makhluk hidup Suhu lingkungan Gradien suhu antara suhu


(oC) tubuh dengan lingkungan (oC)
Manusia -1 38
Tikus -25 65
Burung gereja -30 70
Ayam -45 85
Bebek -100 140
37

Dari tabel 4 menunjukkan bahwa bebek mempunyai daya adaptasi yang paling tinggi
yaitu masih sanggup bertahan hidup pada suhu -100oC dengan perbedaan suhu tubuh
dengan suhu lingkungan sebesar 140 oC. Manusia merupakan makhluk hidupyang
paling lemah daya adaptasinya terhadap cekaman dingin. Manusia masih dapat
bertahan hidup pada suhu -1oC dengan selisih suhu tubuh dengan suhu lingkungan
sebesar 38oC.
39
V.PENUTUP

Penyesuaian diri (adaptasi) terhadap lingkungan merupakan proses yang


sangat penting pada ternak . Keberhasilan penyesuaian diri ini menentukan
perkembangan hidup ternak selanjutnya. Ternak berusaha menyesuaikan diri
terhadap perubahan lingkungan baik cekaman panas ataupun cekaman dingin adalah
agar suhu tubuh tetap normal dan fungsi fisiologis dalam tubuh tetap berjalan normal.
Hal ini dapat dilakukan dengan menyeimbangkan anatara panas yang diproduksi
dengan panas yang dilepaskan ke lingkungan. Ternak mendapatkan beban panas
tubuh dari hasil samping proses metabolisme zat-zat makanan (”heat increament”)
dan dari radiasi matahari. Pelepasan panas dari tubuh ternak dilakukan dengan cara
konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi. Perubahan kondisi lingkungan yang
mengarah cekaman dingin (hipotermia) maupun cekaman panas (hipertermia)
diterima melalui sensor yang ada pada kulit yang selanjutnya disampaikan ke
hipotalamus. Hipotalamus bagian anterior berfungsi untuk memerintahakan organ
tubuh yang berfungsi untuk mengatasi cekaman panas dengan mengatur proses
pelepasan panas dari dalam tubuh ternak . Cekaman panas akan direspon oleh ternak
dengan cara menurunkan konsumsi ransum dan meningkatkan konsumsi air.
Pelepasan panas tubuh dapat pula dipercepat dengan cara menurunkan insulasi tubuh.
Hipotalamus bagian posterior berperan dalam mengatasi cekaman dingin pada ternak.
Cekaman dingin akan diterima oleh sensor dingin pada kulit yang selanjutnya
disampaika ke hipotalamus. Hipotalamus kemudian memerintahkan organ tubuh
untuk meningkatkan produksi panas dan meningkatkan insulasi tubuh. Ternak
termasuk homeoterm dimana ternak akan selalu berusaha mempertahankan suhu
tubuhnya dengan cara menjaga keseimbagan antara produksi panas dengan jumlah
panas yng dilepaskan ke lingkungan. Proses penyesuaian diri ini berimbas pada
penggunaan energi untuk mempertahankan hidup pokok (”maintenance”) meningkat
dan energi untuk produksi menurun. Proses penyesuaian diri terhadap cekaman
dingin dan panas dalam waktu yang cukup lama diistilahkan dengan aklimatisasi.
Perlu diingat bahwa kemampuan ternak melakukan aklimatisasi ada batasnya. Diatas
ambang batas aklimatisasi maka ternak akan mengalami penurunan tingkat produksi
bahakan akan terjadi mortalitas.
40
VI. DAFTAR PUSTAKA

Anderson, B. 1977. Solar Energy. Fundamental in Building Design. Mc. Graw-Hill


London.
Champbell, G.S. 1977. An Introduction to Environmental Biophisics, Springer
Verlag, New York
Esmay, M.L. 1978. Principles of Animal Environment. Avi Publishing Company
INC. Wesport, Connecticut.
KLeiber, M. 1971. The Fire of Live an Introduction to Animal Energitics. John
Wiley and Sons, Inc. New York.
Mount, L.E. 1979. Adaptation to Thermal Environment, Man and His Productive
Animal. Edward Arnold Publishing, London.
Nuriyasa, I.M. 1991. Pengaruh Bahan Atap dan Kepadatan Kandang terhadap
Penampilan Ayam Pedaging. Thesis Program Pasca Sarjana, IPB. Bogor
Sinurat, A.P. 1988. Produktivitas Unggas pada Suhu Lingkungan yang Panas.
Meningkatkan Prakiraan dan Pemanfaatan Iklim untuk Mendulung
Pengembangan Pertanian Tahun 2000. Proseding Simposium II Meteorologi
Pertanian , Bogor.
Wathes, C.M. 1981. Insulation of Animal Houses. pp. 379-412. in. J.A. Clark, Ed.
Environment Aspects of Houshing for Animal Production. University of
Nothingham.

Anda mungkin juga menyukai