CASE REPORT Ulkus Kornea
CASE REPORT Ulkus Kornea
SKENARIO KASUS
1.2 Anamnesis
Nyeri mata disertai penurunan penglihatan ,mata merah dan rasa tidak nyaman
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSAL Mintohardjo pada hari Senin tanggal
14 Maret 2016 dengan keluhan mata kanan nyeri setelah terkena serpihan keramik
pada saat pasien bekerja di sebuah proyek bangunan 8 hari yang lalu. Mata kanan
pasien seperti ada yg mengganjal namun pasien mencoba untuk mengeluarkan
serpihan tesebut sendiri menggunakan tanganya lalu pada hari ke 4 gejala
bertambah parah dan pasien mencoba menyiram air matanya dengan air daun sirih
setelah itu gejala menjadi bertambah berat ,mata kanan pasien menjadi sangat
1
nyeri ,bertambah merah disertai rasa tidak nyaman penglihatan pasien juga
menjadi semakin memburuk
1.2.4 Riwayat penyakit dahulu
pasien tidak pernah mengalami keluhan pada kedua bola mata pasien
sebelumnya
Tanda vital:
- Tekanan darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 80x/menit
- Pernapasan : 18x/menit
- Suhu : 36,7◦ C
2
Ekstremitas : Keempat akral teraba hangat, edema (-)
3
Jernih, sikatriks (-),
ulkus dengan diameter
Jernih, sikatriks (-), ulkus(-),
3mm pada setral kornea
neovaskular (-), perforasi(-), Kornea
(+), neovaskular (-),
benda asing (-), oedema (-)
perforasi(-), benda
asing (-), oedema (-)
Dalam, hifema (-),
Dalam, hifema (-), fipopion
COA hipopion 3mm (+),
(-), flare (-)
flare (+)
Coklat, kripti (-),
Coklat, kripti (+), sinekia (-) Iris
sinekia posterior (-)
Tepi regular, bulat, RCL Tepi regular, bulat,
Pupil
(+), RCTL (+) RCL (+), RCTL (+)
Jernih Lensa Tidak dapat diperiksa
Tidak diperiksa Vitreus Tidak diperiksa
Tidak diperiksa Funduskopi Tidak diperiksa
19 mmHg TIO (Tonometri) 19 mHg
4
Status Oftalmologis pada hari kedua 29 juny 2016
OD OS
6/40 dikoreksi dengan S-
1.50 menjadi 6/12 + PH Visus 1/300 + PH tetap
tetap
Orthoforia Kedudukan bola mata Orthoforia
5
neovaskular (-), perforasi(-), ulkus dengan diameter
benda asing (-), oedema (-) 3mm pada setral kornea
(+), neovaskular (-),
perforasi(+), benda
asing (-), oedema (-)
Dalam, hifema (-),
Dalam, hifema (-), fipopion
COA hipopion 5mm (+),
(-), flare (-)
flare (+)
Coklat, kripti (-),
Coklat, kripti (+), sinekia (-) Iris
sinekia posterior (-)
Tepi regular, bulat, RCL Tepi regular, bulat,
Pupil
(+), RCTL (+) RCL (+), RCTL (+)
Jernih Lensa Tidak dapat kekeruhan
Tidak diperiksa Vitreus Tidak diperiksa
Tidak diperiksa Funduskopi Tidak diperiksa
19 mmHg TIO (Tonometri) 19 mHg
6
Status Oftalmologis pada hari ketiga 30 juny 2016
OD OS
6/40 dikoreksi dengan S-
1.50 menjadi 6/12 + PH Visus 1/300 + PH tetap
tetap
Orthoforia Kedudukan bola mata Orthoforia
7
neovaskular (-), perforasi(-), ulkus dengan diameter
benda asing (-), oedema (-) 3mm pada setral kornea
(+), neovaskular (-),
perforasi(+), benda
asing (-), oedema (-)
Dalam, hifema (-),
Dalam, hifema (-), fipopion
COA hipopion 5mm (+),
(-), flare (-)
flare (+)
Coklat, kripti (-),
Coklat, kripti (+), sinekia (-) Iris
sinekia posterior (-)
Tepi regular, bulat, RCL Tepi regular, bulat,
Pupil
(+), RCTL (+) RCL (+), RCTL (+)
Jernih Lensa Tidak dapat diperiksa
Tidak diperiksa Vitreus Tidak diperiksa
Tidak diperiksa Funduskopi Tidak diperiksa
19 mmHg TIO (Tonometri) -
8
Status Oftalmologis pada hari ke empat 31 juny 2016
OD OS
6/40 dikoreksi dengan S-
Visus 1/300 + PH tetap
2.00 menjadi 6/6 + PH tetap
Orthoforia Kedudukan bola mata Orthoforia
9
benda asing (-), oedema (-) 3mm pada setral kornea
(+), neovaskular (-),
perforasi(+), benda
asing (-), oedema (-)
Dalam, hifema (-),
Dalam, hifema (-), fipopion
COA hipopion 2 mm (+),
(-), flare (-)
flare (+)
Coklat, kripti (-),
Coklat, kripti (+), sinekia (-) Iris
sinekia posterior (-)
Tepi regular, bulat, RCL Tepi regular, bulat,
Pupil
(+), RCTL (+) RCL (+), RCTL (+)
Jernih Lensa Tidak dapat diperiksa
Tidak diperiksa Vitreus Tidak diperiksa
Tidak diperiksa Funduskopi Tidak diperiksa
19 mmHg TIO (Tonometri) -
10
Status Oftalmologis pada hari ke enam belas 13 july 2016
OD OS
6/40 dikoreksi dengan S-
Visus 1/S
2.00 menjadi 6/6 + PH tetap
Orthoforia Kedudukan bola mata Orthoforia
11
benda asing (-), oedema (-) 3mm pada setral kornea
(+), neovaskular (-),
perforasi(+), benda
asing (-), oedema (-)
Dalam, hifema (-), fipopion Dalam, hifema (-),
COA
(-), flare (-) hipopion (-), flare (+)
Coklat, kripti (-),
Coklat, kripti (+), sinekia (-) Iris
sinekia posterior (-)
Tepi regular, bulat, RCL Tepi regular, bulat,
Pupil
(+), RCTL (+) RCL (+), RCTL (+)
Jernih Lensa Tidak dapat diperiksa
Tidak diperiksa Vitreus Tidak diperiksa
Tidak diperiksa Funduskopi Tidak diperiksa
19 mmHg TIO (Tonometri) -
12
1.4 Pemeriksaan penunjang
Slitlamp
Pemeriksaan tajam penglihatan
Tonometri
pemeriksaan sediaan kultur
pewarnaan gram dan koh
1.5 Resume
Pasien datang ke poli mata RSAL Mintohardjo dengan keluhan utama
nyeri mata sebelah kiri sejak 8 hari sebelum datang ke poliklinik. Keluhan
tambahan yang dirasakan berupa mata merah disertai penurunan tajam
penglihatan serta rasa silau. Pada hari ke 4 pasien membeli obat tetes mata di
apotek dan air daun sirih lalu diteteskan pada matanya namun rasa nyeri justru
bertambah berat dan mata bertamnah merah disertai rasa mengganjal
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami keluhan pada kedua bola
matanya seumur hidupnya
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas
normal. Pada pemeriksaan status oftalmologi didapatkan visus OD 6/40 dan
OS 1/300 ,konjungtiva palpebra hiperemis ,konjungtiva bulbi terdapat injeksi
siliar dan injeksi konjungtiva. pada kornea terlihat ulkus berwarna putih keabu
abuan pada sentral dengan diameter 3mm disertai hipopion pada Coa dengan
volume 3mm .
1.7 Penatalaksanaan
1.7.1 Non medikamentosa
edukasi pasien mengenai keadaan pasien diagnosis penatalaksanaan dan
komplikasi
sekret yang terbentuk dibersihkan 4x sehari
kemungkinan terjadi glaukoma sekunder perlu diwaspadai
debridement sangat membantu penyembuhan
13
1.7.2 Terapi Medikamentosa
Fluconazole 2x200
1.7 Prognosis
Ad vitam : ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
14
BAB II
AnalisaKasus
Tn.S datang datang ke poli mata RS TNI AL Mintohardjo dengan keluhan nyeri pada
mata kiri nya disertai mata merah dan silau jika melihat cahaya .Keluhan nyeri bertambah
berat pada hari ke 4 setelah pasien meemakai obat tetes pada mata kirinya disertai air daun
sirih .Pasien mengaku 8 hari sebelum datang ke poli matanya terkena serpihan keramik
sewaktu bekerja dan mengeluarkan serpihan keramik itu sendiri dengan tangan nya,
sebelumnya pasien tidak pernah mengalami keluhan pada matanya.
Adanya corpus alienum pada mata ini merupakan sebuah kecurigaan adanya suatu
benda yang menembus mata sehingga memungkinan adanya penetrasi pada kornea dan
menimbulkan infeksi dan reaksi peradangan pada bagian mata tersebut dan menimbulkan
ulkus. Gejala diperberat setelah pasien memakai obat tetes yang dibelinya di apotik dan
meyiram matanya dengan air sirih. Pada kasus ini apabila setelah pemakaian tetes mata
memperberat gejala kemungkinan obat tetes mata ini mengandung steroid yang menekan
proses peradangan sehingga pertahanan tubuh terhadap infeksi ditekan sehingga infeksi
menjadi bertambah parah.
15
pada hari pertama pada pemeriksaan oftamologi visus 1/300 pada OS , pada konjungtiva
didapatkan injeksi siliar dan kongjungtiva mata terlihat hiperemis. Pada kornea terlihat ulkus
pada sentral berwarna putih ke abu abuan dengan diameter 3mm. Pada CoA didapatkan
hipopion dengan volume 3mm. Berdasarkan pemeriksaan oftamologi diatas didapatkan
diagnosa kerja ulkus korna sentral dengan hipopion ec suspect jamur .
Pada kasus ini terapi difokuskan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dan
mencegah infeksi untuk berkembang maka dari itu terapi medika mentosa dan non medika
mentosa sangatlah penting. Non medika mentosa menjelaskan pada pasien mengenai
diagnosis, therapy dan komplikasi sehingga pasien mengerti dan menjalan therapy
medikamentosa dengan penuh kepatuhan. Therapy medikamentosa pada pasien ini diberikan
antibiotik golongan quinolon baik oral dan tetes ,selain itu diberikan anti jamur pada pasien
ini karena berdasarkan karakteristik ulkus pada pasien ini kemungkinan ulkus tersebut
disebabkan oleh jamur
16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
ULKUS KORNEA
I. PENDAHULUAN
Ulkus (tukak) kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan.(1) Ulkus kornea biasanya merupakan ulkus infeksi akibat kerusakan pada epitel.(2,3)
Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk
oleh sel epitel baru dan sel radang. Ulkus terbagi kepada dua bentuk yaitu ulkus kornea sentral dan
ulkus kornea marginal atau perifer. (1)
(1,2)
Ulkus kornea dapat disebabkan oleh infeksi dari bakteri, viral atau fungi. Ulkus kornea
yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan
timbulnya komplikasi seperti desmetokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Pembentukan
parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh
dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya
ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai. (1,3)
II. EPIDEMIOLOGI
Insiden ulkus kornea sekitar 25.000 orang per tahun yang pada umumnya diawali dengan
keratitis. Angka kejadian ulkus kornea pada penderita yang menggunakan lensa kontak sekitar 4
kejadian per 10.000 pengguna lensa kontak.(4,5) Ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma,
pemakaian lensa kontak, infeksi dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya. Berbagai
mikroorganisme dapat menimbulkan penyakit ini, diantaranya adalah bakteri, jamur, virus.(2,5)
17
Ulkus kornea dapat mengenai semua umur. Kelompok dengan prevalensi penyakit yang
lebih tinggi adalah mereka dengan faktor resiko. Kelompok pertama yang berusia di bawah 30 tahun
adalah mereka yang memakai lensa kontak dan atau dengan trauma okuler, dan kelompok kedua yang
berusia di atas 50 tahun adalah mereka yang mungkin menjalani operasi.(4)
Kornea merupakan suatu jaringan yang transparan dan avaskuler, dengan ukuran diameter
horizontal 11 – 12 mm dan ukuran diameter vertikal 10 – 11 mm. Indeks bias dari kornea adalah
1,376 walaupun indeks bias 1,3775 yang digunakan pada kalibrasi keratometer yang berfungsi untuk
menghitung kekuatan optik dari kurvatura anterior dan posterior dari kornea. Kornea
menyumbangkan 74% atau 43,25 D dari total 58,6 D kekuatan yang dimiliki oleh mata normal.
Kornea juga merupakan sumber astigmatisme pada sistem optik. Untuk kebutuhan nutrisinya, kornea
bergantung pada difusi glukosa dari humor akuos dan oksigen yang berdifusi melalui air mata.
Sebagai tambahan, kornea perifer mendapat suplai oksigen dari sirkulasi limbus. (6)
Kornea dalam bahasa latin “cornum” artinya seperti tanduk, merupakan selaput bening mata,
bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah
depan dan terdiri atas: (1,6)
1. Epitel
Terdiri atas 5 lapis sel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih, satu lapis sel basal, sel
polygonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini
18
terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng,
sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel poliglonal di depannya melalui
desmosom dan macula okluden, ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa
yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menyebabkan erosi rekuren. Epitel berasal dari
permukaan ektoderm.
2. Membran Bowman
Terletak dibawah membran basal epitel kornea. Lapisan ini mengandung kolagen yang brserat
yang tersusun tidak teratur, dimana terjadi penggabungan pada lapisan stroma , membran
bowman berada pada daerah transisi yaitu dari kolagen yang berserat menyerupai oblik
berubah menjadi bentuk kolagen menyerupai lamelar pada lapisan stroma kornea bagian
superfisialis. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Stroma
Lapisan ini terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan yang
lainnya, pada permukaan epitel terlihat anyaman yang teratur sedang di perifer serat bagian
ini bercabang. Diantara lamelar tersebar . fibrosit (keratosit). Keratosit merupakan sel stroma
kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma kornea.
4. Membran Descement
Merupakan membran aselular, merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel
dan merupakan membran basalnya. Lapisan ini berasal dari endothelium, membran ini tipis
pada saat bayi, kemudian berkembang sesuai perkembangan usia. Bersifat sangat elastik dan
berkembang terus seumur hidup.
5. Endotel
Bagian ini merupakan lapisan terbawah dari kornea. Berasal dari mesotelium, berlapis satu,
bentuk heksagonal. Sel endotel menghasilkan mitokondria, sel-sel saling bersatu membentuk
desmosom dan zonula okluden oklud dan menghasilkan cairan dari stroma kornea. Endotel
melekat pada membran dessemet melalui hemidesmosom dan zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf
nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke stroma kornea, menembus
membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada
kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Sensasi dingin oleh Bulbus Krause ditemukan pada daerah
limbus. (1)
19
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya
menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan
deturgesens. Deturgesens, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa”
bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada
epitel dalam mekanisme dehidrasi, dan cedera kimiawi atw fisik pada endotel jauh lebih berat
daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya
sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea
yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata
prakornea berakibat film air mata menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah
faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superficial untuk mempertahankan keadaan
dehidrasi. (3)
IV. ETIOLOGI
Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditemukan oleh adanya kolegenase yang
dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Penyebab ulkus kornea adalah bakteri, jamur, dan
virus.(1,4).
Banyak bakteri yang bisa menyebabkan uklus kornea, namun bakteri kelompok
Stapylococcus sp., Streptococcus sp. dan Moraxella sp. adalah yang paling sering dilaporkan di
Amerika Syarikat. Kebanyakan ulkus kornea adalah tipe sentral, namun kadang-kadang bisa
mengenai bagian perifer dari kornea (ulkus marginal). (4)
Pada ulkus jamur kebanyakan disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergillus, penicillium,
Cephalosporin dan spesies mycosis fungoides.(4)
Untuk kausa virus, Herpes simplex virus (HSV) adalah yang paling banyak menyebabkan
ulkus kornea di Amerika Syarikat. Walaupun tidak selalunya ada, tanda klasik dari infeksi HSV
adalah ulkus berbentuk dendritik yang bercabang.(4)
Apabila kerusakan atau cedera pada epithelium telah dimasuki oleh agen-agen asing,
terjadilah sekuel perubahan patologik yang muncul saat perkembangan ulkus kornea dan proses ini
dapat dideskripsikan dalam empat stadium, yaitu infiltrasi, ulkus aktif, regresi, dan sikatrik. Hasil
akhir dari ulkus kornea tergantung kepada virulensi agen infektif, mekanisme daya tahan tubuh, dan
terapi yang diberikan.
20
Bergantung kepada tiga faktor tersebut, maka ulkus kornea dapat menjadi : (7)
c. menyebar secara cepat pada seluruh kornea dalam bentuk ulkus kornea.
Ulkus aktif adalah suatu hasil dari nekrosis dan pelepasan epithelium. Lapisan Bowman dan
stroma. Dinding dari ulkus aktif membengkak pada lamella dengan menginhibisi cairan dan sel-sel
leukosit yang ada diantara lapisan bowman dan stroma. Zona infiltrasi memberikan jarak antara
jaringan sekitar dan tepi ulkus. Pada stadium ini, sisi dan dasar ulkus tampak infiltrasi keabu-abuan
dan pengelupasan. Pada stadium ini, akan menimbulkan hiperemia pada pembuluh darah jaringan
circumcorneal yang menimbulkan eksudat purulen pada kornea. Muncul juga kongesti vaskular pada
iris dan badan silier dan beberapa derajat iritis yang disebabkan oleh absorbsi toksin dari ulkus.
Eksudasi menuju kamera okuli anterior melalui pembuluh darah iris dan badan silier dapat
menimbulkan hipopion. Ulserasi mungkin terjadi kemajuan dengan penyebaran ke lateral yang
21
ditunjukkan pada ulkus superfisial difus atau kemajuan itu lebih ke arah dalam dan dapat
menyebabkan pembentukan desmetocele dan dapat menyebabkan perforasi. Bila agen infeksius
sangat virulen dan/atau daya tahan tubuh menurun maka dapat penetrasi ke tempat yang lebih dalam
pada stadium ulkus aktif.
Regresi dipicu oleh daya tahan tubuh natural (produksi antibodi dan immune selular) dan
terapi yang dapat respon yang baik. Garis demarkasi terbentuk disekeliling ulkus, yang terdiri dari
leukosit yang menetralisir dan phagosit yang menghambat organisme dandebris sel nekrotik. Proses
ini didukung oleh vaskularisasi superfisial yang meningkatkan respon imun humoral dan sesuler.
Ulkus pada stadium ini mulai membaik dan epithelium mulai tumbuh pada sekeliling ulkus.
Stadium ini, proses penyembuhan berlanjut dengan semakin progresifnya epithelisasi yang
membentuk lapisan terluar secara permanen. Selain epithelium, jaringan fibrous juga mengambil
bagian dengan membentuk fibroblast pada kornea dan sebagian sel endotelial untuk membentuk
pembuluh darah baru. Stroma yang menebal dan mengisi lapisan bawah epithelium , mendorong
epithel ke anterior. Derajat jaringan parut (scar) pada penyembuhan bervariasi. Jika ulkus sangat
22
superfisial dan hanya merusak epithelium saja, maka akan sembuh tanpa ada kekaburan pada kornea
pada ulkus tersebut. Bila ulkus mencapai lapisan Bowman dan sebagian lamella stroma, jaringan parut
yang terbentuk disebut dengan nebula. Makula dan leukoma adalah hasil dari proses penyembuhan
pada ulkus yang lebih dari 1/3 stroma kornea.
Perforasi ulkus kornea dapat terjadi bila proses ulkus lebih dalam dan mencapai membrana
descement. Membran ini keluar sebagai descemetocele, (lihat gambar 6). Pada stadium ini, tekanan
yang meningkat pada pasien secara tiba-tiba seperti batuk, bersin, mengejan, dan lain-lain akan
menyebabkan perforasi, kebocoran humor aqueous, tekanan intraokuler yang menurun dan diafragma
iris-lensa akan bergerak depan. Efek dari perforasi ini tergantung pada posisi dan ukuran perforasi.
Bila perforasi kecil dan bertentangan dengan tisu iris, dapat terjadi proses penyembuhan dan
pembentukan sikatrik yang cepat. Leukoma adheren adalah hasil akhir setelah tejadinya cedera.
Gambar 6:
Descemetocele (7)
23
VI. JENIS-JENIS ULKUS KORNEA
Ulkus kornea pneumokokkus biasanya muncul 24-28 jam setelah inokulasi pada kornea yang
lecet. Infeksi ini secara khas menimbulkan sebuah ulkus berbatas tegas warna kelabu yang cenderung
menyebar secara tak teratur dari tempat infeksi ke sentral kornea. Lapisan superficial kornea adalah
yang pertama terlihat, kemudian parenkim bagian dalam. Kornea sekitar ulkus sering bening.
Biasanya ada hipopion.(3)
Infeksi pseudomonas merupakan infeksi yang paling sering terjadi dan paling berat dari
infeksi kuman patogen gram negatif pada kornea. Kuman ini mengeluarkan endotoksin dan sejumlah
enzim ekstraselular.(1)
Diduga bahwa virulensi pseudomonas pada kornea berhubungan erat dengan produksi
intraselular calcium activated protease yang mampu membuat kerusakan besar pada stroma kornea.
Dahulu zat ini diduga kologenase, akan tetapi sekarang disebut sebagai enzim proteoglycanolytic.(1)
Lesi ulkus yang disebabkan pseudomonas mulai di daerah sentral kornea ulkus kornea sentral
24
ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea karena pengaruh enzim proteolitik yang
dihasilkan organisme ini. Meskipun pada awalnya superficial, ulkus ini dapat mengenai seluruh
kornea. Umumnya terdapat hipopion besar yang cenderung membesar dengan berkembangnya ulkus.
Infiltrat dan eksudat mungkin berwana hijau kebiruan. Ini akibat pigmen yang dihasilkan
P.Aeruginosa.(1,3)
Keratomikosis
Keratomikosis adalah suatu infeksi kornea yang disebabkan oleh jamur biasanya dimulai
dengan suatu ruda paksa pada kornea oleh ranting pohon, daun dan bagian tumbuh-tumbuhan.
Setelah 5 hari ruda paksa atau 3 minggu kemudian pasien akan merasa sakit hebat pada mata dan
silau.(1)
Ulkus fungi itu indolen, dengan infiltrat kelabu, sering disertai hipopion, peradangan nyata
pada bola mata, ulserasi superficial, dan lesi-lesi satelit ( umumnya infiltrate di tempat-tempat yang
jauh dari daerah utama ulserasi). Lesi utama, dan seirng juga lesi satelit merupak plak endotel dengan
tepian tidak teratur di bawah lesi kornea utama, disertai reaksi kamera anterior yang hebat dan abses
kornea. (3)
Kerokan dari ulkus korneafungi, kecuali disebabkan Candida, mengandungi unsur-unsur hifa;
kerokan dari ulkus Candida umumnya mengandungi pseudohifa atau bentuk ragi, yang menampakkan
kuncup-kuncup khas. (3)
25
Gambar 9. Ulkus kornea akibat jamur (4 )
Keratitis ini merupakan penyebab ulkus kornea paling umum dan penyebab kcbutaan kornea
di Amerika. Bentuk epitelialnya adalah padanan dari herpes labialis, yang memiliki ciri-ciri
imunologik dan patologik sama, juga perjalanan penyakitnya.
Perbedaan satu-satunya adalah perjalanan klinik keratitis dapat berlangsung lama karena
kornea kurang vaskuler, sehingga menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke lesi. Infeksi okuler
HSV pada hospes imunokompeten biasanya sembuh sendiri, namun pada hospes yang secara
imunologik tidak kompeten, termasuk pasien yang diobati dengan kortikosteroid topikal,
perjalanannya mungkin menahun dan dapat merusak. Penyakit stroma dan endotel tadinya diduga
hanyalah respons imunologik terhadap partikel virus atau perubahan seluler akibat virus, namun
sekarang makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa infeksi virus aktif dapat timbul di dalam
stroma dan mungkin juga sel-sel endotel, selain di jaringan lain dalam segmen anterior, seperti iris
dan endotel trabekel. Ini mengharuskan penilaian kemungkinan peran relatif replikasi virus dan
respons imun hospes sebelum dan selama pengobatan terhadap penyakit herpes. Kortikosteroid topikal
dapat mengendalikan respons peradangan yang merusak namun memberi peluang terjadinya replikasi
virus. Jadi setiap kali menggunakan kortikosteroid topikal, harus ditambahkan obat anti-virus.
Setiap pasien yang memakai kortikosteroid topikal selama pengobatan penyakit mata akibat herpes
harus dalam pengawasan seorang oftalmologi. (3,4)
Kerokan dari lesi epitel pada keratitis HSV dan cairan dari lesi kulit mengandung sel-sel
raksasa multinuklear. Virus ini dapat dibiakkan pada membran korio-allantois embrio telur ayam dan
banyak jenis sel jaringan lain, misalnya sel HeLa dan terbentuk plak-plak khas. Namun pada
kebanyakan kasus, diagnosis dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan ulkus dendritik atau
geografik khas dan sensasi kornea yang sangat menurun, bahkan sampai hilang sama sekali. (3)
26
Gambar 10. Ulkus kornea akibat HSV (9)
Infeksi virus varicella-zoster (VZV) terjadi dalam dua bentuk : primer (varicella) dan rekurens
(zoster). Manifestasi pada mata jarang terjadi pada varicella namun sering pada zoster oftalmik. Pada
varicella (cacar air), lesi mata umumnya pada kelopak dan tepian kelopak. Jarang ada keratitis (khas
lesi stroma perifer dengan vaskularisasi), dan lebih jarang lagi keratitis epitelial dengan atau tanpa
pseudodendrit. Pernah dilaporkan keratitis diskiformis, dengan uveitis yang lamanya bervariasi. (3)
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kerokan dan biakan di atas media khusus. Biopsi
kornea mungkin diperlukan. Sediaan histopatologik menampakkan adanya bentuk-bentukk amoeba (kista
atau trofozoit). Larutan dan kotak lensa kontak harus dibiak. Sering bentuk amoeba dapat ditemukan
pada larutan kotak penyimpan lensa . (3)
Ulkus marginalis merupakan peradangan kornea bagian perifer berbentuk khas yang biasanya
terdapat daerah jernih antara limbus kornea dengan tempat kelainannya. Sumbu memanjang daerah
peradangan biasanya sejajar dengan limbus kornea. Diduga dasar kelainannya ialah suatu reaksi
hipersensitivitas terhadap eksotoksin stafilokokus.(1)
Ulkus yang terdapat terutama di bagian perifer kornea, yang biasanya terjadi akibat alergi,
toksik, infeksi dan penyakit kolagen vaskular. Ulkus marginal merupakan ulkus kornea yang
didapatkan pada orang tua yang sering dihubungkan dengan reumatik. Hampir 50% keluhan ini
berhubungan dengan infeksi stafilokokus.(1,3)
Infiltrat dari ulkus yang terlihat diduga merupakan timbunan kompleks antigen-antibodi.
(l)
Secara histopatologik terlihat sebagai ulkus atau abses epithelial atau subepithelial. Infiltrat dan
27
ulkus marginal mulai berupa infiltrat linear atau lonjong, terpisah dari limbus oleh interval bening dan
hanya pada akhirnya menjadi ulkus dan mengalami vaskularisasi. Proses ini sembuh sendiri umumnya
setelah 7 sampai 10 hari.(3)
Penglihatan pasien dengan ulkus marginal akan menurun disertai dengan rasa sakit, fotofobia
dan lakrimasi.(1)
Pengobatan ulkus marginal ini adalah antibiotik dengan steroid lokal dapat diberikan sesudah
kemungkinan infkesi virus herpes simpleks disingkirkan pemberian steroid sebaiknya dalam waktu
yang singkat disertai dengan pemberian Vitamin B dan C dosis tinggi.(3,5)
Ulcus mooren
Ulkus Mooren adalah suatu ulkus menahun superficial yang dimulai dari tepi kornea dengan
bagian tepinya tergaung dan berjalan progresif tanpa kecenderungan perforasi. Lama kelamaan ulkus
ini mengenai seluruh kornea. Penyebab ulkus Mooren sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori
yang diajukan dan diduga penyebabnya hipersensitivitas terhadap protein tuberculosis, virus,
autoimun, dan alergi terhadap toksin ankilostoma. (1)
Penyebab dari ulkus mooren belum diketahui namun diduga autoimun. 60-80 % kasus
unilateral dan disertai ekstravasi limbus dan kornea perifer, yang sakit dan progresif sering berakibat
kerusakan mata. Ulkus ini tidak responsif dengan antibiotik maupun kortikosteroid. Dilakukan eksisi
konjunngtiva limbus dan keratoplasti tektonik lamelar. Terapi imuopsupresif sistemik ada manfaatnya
untuk penyakit yang telah lanjut. (3)
28
Ulkus kornea akibat defesiensi vitamin A
Ulkus kornea tipikal pada avitaminosis A terletak dipusat dan bilateral, berwarna kelabu dan
indolen, serta kehilangan kilau kornea di daerah sekitarnya. Kornea melunak dan nekrotik (karenanya
disebut “keratomalacia”) juga sering timbul perforasi. Epitel konjungtiva berlapis keratin, yang
terlihat dibintik Bitot (daerah berbentuk baji pada konjungtiva, biasanya pada tepi temporal, dengan
limbus dan apeksnya melebar kearah kantus lateral). Ulserasi kornea akibat avitaminosis A dari
makanan dan gangguan absorbsi di saluran cerna dan gangguan pemanfaatan oleh tubuh. Kekurangan
vitamin A akan menyebabkan keratinisasi umum pada epitel diseluruh tubuh. Perubahan pada
konjungtiva dan kornea bersama-sama dikenal sebagai xerophthalmia. (3)
Gejala klinis pada pasien dengan ulkus kornea sangat bervariasi, tergantung dari penyebab
dari ulkus itu sendiri. Gejala dari ulkus kornea yaitu nyeri yang ekstrim oleh karena paparan terhadap
nervus, oleh karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea menimbulkan rasa
sakit dan fotopobia. Rasa sakit ini diperhebat oleh gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada
kornea dan menetap sampai sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan
membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan terutama jika
letaknya di pusat. Fotopobia pada penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris beradang yang sakit.
Dilatasi pembuluh darah adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea.
Fotopobia yang berat pada kebanyakan penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena
hipestesi terjadi pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik berharga. Meskipun
berairmata dan fotopobia umunnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada tahi mata kecuali
pada ulkus bakteri purulen. (3)
Tanda penting ulkus kornea yaitu penipisan kornea dengan defek pada epitel yang nampak
pada pewarnaan fluoresen. Biasanya juga terdapat tanda-tanda uveitis anterior seperti miosis, aqueus
flare (protein pada humor aqueus) dan kemerahan pada mata. Refleks axon berperan terhadap
pembentukan uveitis, stimulasi reseptor nyeri pada kornea menyebabkan pelepasan mediator
inflamasi seperti prostaglandin, histamine dan asetilkolin. Pemeriksaan terhadap bola mata biasanya
eritema, dan tanda-tanda inflamasi pada kelopak mata dan konjungtiva, injeksi siliaris biasanya juga
ada. Eksudat purulen dapat terlihat pada sakus konjungtiva dan pada permukaan ulkus, dan infiltrasi
stroma dapat menunjukkan opasitas kornea berwarna krem. Ulkus biasanya berbentuk bulat atau oval,
dengan batas yang tegas. Pemeriksaan dengan slit lamp dapat ditemukan tanda-tanda iritis dan
hipopion. (4)
29
VIII. DIAGNOSIS
Anamnesis
Dari riwayat anamnesis, didapatkan adanya gejala subjektif yang dikeluhkan oleh pasien, dapat
berupa mata nyeri, kemerahan, penglihatan kabur, silau jika melihat cahaya, kelopak terasa berat.
Yang juga harus digali ialah adanya riwayat trauma, kemasukan benda asing, pemakaian lensa
kontak, adanya penyakit vaskulitis atau autoimun, dan penggunaan kortikosteroid jangka panjang.
Pemeriksaan fisis
- Visus
• Didapatkan adanya penurunan visus pada mata yang mengalami infeksi oleh karena
adanya defek pada kornea sehingga menghalangi refleksi cahaya yang masuk ke dalam
media refrakta.
- Slit lamp
• Seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai oleh karena adanya kekeruhan pada kornea.
Pemeriksaan penunjang
- Tes fluoresein
Pada ulkus kornea, didapatkan hilangnya sebagian permukaan kornea. Untuk melihat adanya
daerah yang defek pada kornea. (warna hijau menunjukkan daerah yang defek pada kornea,
sedangkan warna biru menunjukkan daerah yang intak).
- Kultur
30
IX. DIAGNOSIS BANDING
1. Keratitis, adalah radang pada kornea yang biasanya sesuai dengan lapisan kornea
yang terinfeksi. Pada keratitis ditemukan mata merah yang juga ditemukan pada ulkus
kornea, sakit pada mata, penglihatan berkurang. Gejalanya hampir menyerupai ulkus
kornea.
2. Iritis, adalah radang pada iris. Pada iris juga ditemukan mata merah, nyeri yang hebat
pada mata, pada uji floresein ditemukan kornea presipitat.
31
X. PENATALAKSANAAN (1)
Pengobatan pada ulkus dan infeksi kornea tergantung kepada kausa. Pengobatan harus
diberikan sedini mungkin untuk mengelakkan terjadinya jaringan parut pada kornea. Prinsip
pengobatan adalah bertujuan menghalangi hidupnya bakteri dengan antibiotika, dan mengurangi
reaksi radang dengan steroid. Sampai saat ini pengobatan dengan steroid masih kontroversi. Secara
umum ulkus diobati sebagai berikut :
Bila terdapat ulkus yang disertai dengan pembentukan sekret yang banyak, jangan dibalut karena
dapat menghalangi pengaliran secret infeksi dan memberikan media yang baik untuk
perkembangbiakan kuman penyebabnya.
Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari
Antisipasi kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder
Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya cukup diberi lokal kecuali pada kasus yang
berat.
Terapi kortikosteroid pada peradangan kornea masih kontroversi. Telah diketahui bahwa pada
keratitis telah terjadi kerusakan jaringan baik oleh karena efek langsung enzim litik dan toksin yang
dihasilkan oleh organisme pathogen serta kerusakan yang disebabkan oleh reaksi inflamasi oleh
karena mikroorganisme. Reaksi inflamasi supuratif terutama banyak sel polimorfonuklear leukosit.
Neutrofil mampu menyebabkan destruksi jaringan oleh metabolit radikal bebasnya maupun enzim
proteolitiknya. Alasan yang masuk akal penggunaan kortikosteroid yaitu untuk mencegah destruksi
jaringan yang disebabkan oleh neutrofil tersebut. Berikut adalah kriteria pemberian kortikosteroid
yang direkomendasikan : (4,8)
Kortikosteroid tidak boleh diberikan pada fase awal pengobatan hingga organisme penyebab
diketahui dan organisme tersebut secara in vitro sensitif terhadap antibiotik yang telah digunakan.
Pasien harus sanggup datang kembali untuk kontrol untuk melihat respon pengobatan.
Tidak ada kesulitan untuk eradikasi kuman dan tidak berkaitan dengan virulensi lain.
Di samping itu, adanya respon yang memuaskan terhadap pemberian antibiotik sangat
dianjurkan sebelum memulai pemberian kortikosteroid. Kortikosteroid tetes dapat dimulai dengan
dosis sedang (prednisolon asetat atau fosfat 1% setiap 4-6 jam), dan pasien harus dimonitor selama
24-48 jam setelah terapi awal. Jika pasien tidak menunjukkan efek samping, frekuensi pemberian
dapat ditingkatkan dengan periode waktu yang pendek kemudian dapat di tapering sesuai dengan
gejala klinik. (3,8)
Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epitelisasi dan mata terlihat tenang, kecuali bila
penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan tambahan 1-2 minggu. Pada tukak kornea
32
dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila dengan pengobatan tidak sembuh atau terjadinya
jaringan parut yang mengganggu penglihatan. (l,6)
XI. KOMPLIKASI
1. Iridosiklitis toksik : seringkali dikaitkan dengan ulkus kornea yang purulen karena
terjadinya absorbs toksin dari segmen anterior.
2. Glaukoma sekunder : timbul karena adanya blok dari eksudat yang fibrinous pada
sudut segmen anterior (inflamatori glaukoma).
3. Descemetocele : Beberapa ulkus disebabkan oleh agen virulen yang
menembus kornea dengan cepat menuju membran descemet, yang dapat
menimbulkan resistensi yang hebat, tetapi karena terdapat tekanan intraokuler,
maka terjadi herniasi sebagai vesikel yang transparan yang disebut dengan
descemetocele. Ini adalah tanda dari perforasi yang mengancam dan sering kali
menimbulkan nyeri hebat.
4. Perforasi ulkus kornea : tekanan tiba-tiba seperti batuk, bersin atau
spasme otot orbikularis dapat membuat perforasi yang mengancam menjadi
perforasi yang sebenarnya. Pada saat terjadi perforasi, nyeri berkurang dan pasien
merasakan adanya cairan hangat (aqueous) yang keluar dari mata.
Sekuel dari perforasi ulkus kornea, termasuk:
33
5. Jaringan parut kornea: Merupakan hasil akhir dari penyembuhan ulkus
kornea. Jaringan parut kornea menyebankan gangguan penglihatan secara
permanen mulai dari penurunan penglihatan ringan sampai dengan buta total.
Tergantung pada gambaran klinis dari ulkus kornea, jaringan parut mungkin dapat
seperti nebula, makula, leukoma, kerectesia (ektatik sikatrik), lekoma adheren atau
staphyloma.
XII. PROGNOSIS
Ulkus kornea dapat menyebabkan pembentukan jaringan parut, yang merupakan penyebab
utama kebutaan dan gangguan penglihatan. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah,
namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini,maka pengobatan dapat diobati
secara memadai. (2,5,8)
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata : Pemeriksaan anatomi dan fisiologi mata serta kelainan pada
pemeriksaan mata. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga Jakarta FKUI 2008. Hal. 27-30
2. Khaw P T, Shah P, Elkington. Red eye. ABC of Eyes. 4th ed. London. BMJ books. 2004. Pg.10-
11
5. Liesegang TJ, Skuta GL, Cantor LB. Microbial and Parasitic Infection of Cornea and Sclera. In :
Basic and Clinical Science Cource. External Disease and Cornea. Section 8. USA : AAO; 2011-
2012 : Pg.158-71.
6. Lang K Gerhard. Cornea. In: Ophtalmology A Pocket Textbook Atlas. New York. Thieme
Stuttgart. 2000. Pg.130-34
7. Khurana AK. Comprehensive Opthalmology. Fourth Edition. New Age International: New Delhi.
2007. Pg. 80-82; 90-110; 170-3
8. Medline Plus. Corneal Ulcers and Infection. US National Library of Medicine NIH National
Institutes of Health. Available from URL:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001032.htm
9. Arthur L.S.M, Constable I.J. Conjunctiva, Sclera and Cornea. In: Color Atlas of Ophthamology.
Third Edition. World Science. Pg. 33-50
10. Galloway NR. Common Eye Disease and their Management. Third Edition. 2000. New York:
Springer. Pg. 53-55.
35
36