Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

STEM SEL EMBRIONIK

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam


Dosen Pembina
Yola Desnera Putri, M.Si., Apt.
Kelomopk 2
Oleh
Ayu Septianingsih (A 182 007)
Resti Nurfalah (A 182 026)
Siti Shyntiana Nurrohmahwati (A 182 028)

PROGRAM STUDI FARMASI


SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA
BANDUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak dulu banyak jenis penyakit yang belum teridentifikasi, hingga


ilmu pengetahuan datang memberikan keterangannya secara logis,
sehingga kita pun tahu apa penyebab dan apa pula yang harus kita
lakukan terhadapnya.

Dunia kini sedang berada dalam taraf gencar-gencarnya untuk


penyebaran dan penerapan ilmu pengetahuan, perkembangan zaman
yang serba modern kini selalu menawarkan kemudahan dan efisiensi
tinggi, oleh karenanya para ahli berusaha menemukan inovasi mutakhir
yang memudahkan setiap aktifitas kehidupan manusia, tanpa terkecuali
dalam bidang pengobatan, dimana para ahli berusaha menemukan
metode pengobatan yang efisien baik dari segi waktu maupun biaya.

Dalam beberapa dekade terakhir, para peneliti kesehatan


menemukan metode pengobatan yang di gadang-gadang mampu
mengobati berbagai jenis penyakit, baik yang degeneratif maupun non-
degeratif, metode pengobatan ini disebut Sel Punca (Stem Cell).
Beberapa dekade yang lalu tepatnya tahun 1978 sistem pengobatan Sel
Punca sudah ada di Indonesia, namun gaungnya belum terlalu populer
karena hanya terbatas pada beberapa proses rangkaian pengobtan
semata, seperti digunakan pada proses trasnplantasi sum-sum tulang
dan kemoterapi agresif saja, sebagaimana disebutkan dalam Lampiran
Keputusan Menteri Kesehatan no 834/MENKES/SK/IX/2009, Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Medis Sel Punca, Bab I Tentang Landasan
Pengembangan Pelayanan Sel Punca.

Sel Punca ini sempat redup dalam dunia kesehatan karena


manfaat yang diberikan belum terbukti secara signifikan dan
keterbatasan teknologi pendukung penelitian. Namun kini minat
terhadap Stem Cell atau sel induk meningkat dalam beberapa dekade
terakhir, karena potensi Stem Cell yang sangat menjanjikan untuk terapi
berbagai penyakit sehingga menimbulkan harapan baru dalam
pengobatan berbagai penyakit.

Memang begitu menggiurkan jika kita telaah keunggulan


metode pengobatan ini, sehingga tidak jarang golongan ekonomi
menengah-atas banyak yang tertarik untuk investasi kesehatan masa
depan pada metode Stem Cell ini. Bahkan banyak pula diantara mereka
yang menitipkan Stem Cell keluarganya di bank Stem Cell luar negeri
dengan alasan kualitas yang di tawarkan lebih unggul, kendati pun
dengan biaya yang tinggi dan di Indonesia sendiri, para ahli kesehatan
kita sudah mengembangkannya secara mandiri dalam berbagai
penelitian ilmiah.

Adapun peraturan-peraturan yang telah di keluarkan oleh


kementerian kesehatan antara lain Permenkes nomor 833/834 tahun
2009, tentang 'Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Medis Stem Cell;
Permenkes nomor 48 tahun 2012, tentang 'Penyelenggaraan Bank
Darah Tali Pusat; Permenkes nomor 50 tahun 2012, tentang
'Penyelenggaraan Laboratorium Pengolahan Stem Cell Untuk Aplikasi
Klinis; dan Permenkes nomor 32 tahun 2014 tentang Penetapan Rumah
Sakit Pusat Pengembangan Pelayanan Medis Penelitian dan Pendidikan
Bank

Jaringan dan Stem Cell.

Berdasarkan peraturan yang ada, mungkin kita sudah cukup


terlindungi selaku warga negara karena terjamin secara yuridis, namun
bagaimana status hukumnya jika ditinjau dari hukum Islam, serta
bagaimana pula lembaga-lembaga terkait berperan menghadapi
permasalahan tersebut. Apakah Kementerian kesehatan sudah
mengeluarkan regulasi yang tepat dan sesuai dengan ketentuan
hukum Islam terkait penerapan metode Stem Cell ini, agar masyarakat
indonesia yang mayoritas beragama Islam mampu terakomodir dalam
memenuhi kebutuhan kesehatan keluarganya secara hukum Islam.

Pemanfaatan teknik rekayasa jaringan dengan menggunakan


perancah, molekul sinyal dan sel punca mempunyai dampak bagi
keyakinan penerima donor (pasien) terutama bagi masyarkat di negara
Indonesia yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pro dan kontra
dalam penerapan Stem Cell Allograft menimbulkan banyak pertanyaan,
yakni teknik rekayasa jaringan dapat diterima oleh keyakinan agama
pasien atau tidak. Selain itu dalam penggunaan sel punca

hewan boleh digunakan sebagai terapi penyebuhan pada


manusia atau sebaliknya, serta kontroversi apakah sel punca dari orang
lain boleh digunakan untuk penyembuhan seseorang atau tidak.

B. Rumusan masalah

1. Apa definisi stem cell ?


2. Bagaimanakah Metode Penerapan Stem Cell ?
3. Bagaimana Analisis Praktik Terapi Stem Cell Ditinjau Dari Hukum
Islam

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi stem cell
2. Untuk mengetahui Metode Penerapan Stem Cell
3. Untuk mengetahui Analisis Praktik Terapi Stem Cell Ditinjau Dari
Hukum Islam
BAB II
Pembahasan

1. Definisi Stem Cell


Dalam hal pelayanan medik, maka yang dimaksud dengan
sel punca/Stem Cell/sel induk adalah sejenis sel di dalam
tubuh manusia dengan kemampuan yang unik yaitu “self
renewal” berploriferasi dengan tetap menjadi menjadi Stem Cell
yang “blank” dan pada waktu yang bersamaan dapat
berproliferasi menjadi sel yang kemudian berdifferensiasi
menjadi sel khusus dengan kemampuan yang khusus pula,
pengertian ini termaktub dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 834/MENKES/SK/IX/2009 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Medis Sel Punca(Definisi Sel
Punca).
Stem Cell(Sel Punca) merupakan bentuk dasar dan asli
(original) dari 210 jenis sel berbeda yang menyusun tubuh
manusia secara sempurna1, Sel Punca atau Stem Cell merupakan
sel yang tidak/belum terspesialisasi dan mempunyai
kemampuan/potensi untuk berkembang menjadi berbagai jenis
sel-sel yang spesifik yang membentuk berbagai jaringan tubuh.
setelah memperoleh stimulasi signal tertentu Stem Cell akan
berdiferensiasi secara spesifik untuk menghasilkan jenis sel
berbeda sesuai kebutuhan, dalam hal ini Stem Cell mampu
berkembang menjadi berbagai jenis sel matang , misalnya sel
saraf, sel otot jantung , sel otot rangka, sel pangkreas dan lain-
lain.
Ditinjau dari karakteranya, sel punca jaringan dibedakan
menjadi dua jenis yaitu sel punca masenkim, dan sel punca
hematopoietik. Sel punca mesenkim bersifat multipoten artinya
sel tersebut mempunyai kemampuan membentuk berbagai sel
dewasa dalam lini yang sama seperti sel tulang rawan; tulang;
lemak; dan jaringan penyangga pembuluh darah. Sel punca
hematopoietik adalah sel progenitor pembentuk sel darah, bersifat
pluripoten dan totipoten, sehingga dapat juga membentuk sel
jantung; hati; pangkreas; otot; lemak; tulang; dan tulang rawan.
Stem Cell mempunyai 2 sifat yang khas yaitu:
1. Differentiate yaitu kemampuan untuk berdifferensiasi menjadi
sel lain. Sel Punca mampu berkembang menjadi berbagai jenis
sel yang khas (spesifik) misalnya sel saraf, sel otot jantung, sel
otot rangka, sel pankreas dan lain- lain.
2. Self regenerate/self renew yaitu kemampuan untuk
memperbaharui atau meregenerasi dirinya sendiri. Stem Cells
mampu membuat salinan sel yang persis sama dengan dirinya
melalui pembelahan sel.

Berdasarkan potensi atau kemampuan berdiferensiasi, Stem Cell


terbagi atas :
1. Totipoten yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi
semua jenis sel. Yang termasuk dalam sel punca totipoten
adalah zigot dan morula.6 Sel-sel ini merupakan sel
embrionik awal yang mempunyai kemampuan untuk
membentuk berbagai jenis sel termasuk sel-sel yang
menyusun plasenta dan tali pusat. Karenanya sel punca
kelompok ini mempunyai kemampuan untuk membentuk
satu individu yang utuh.
2. Pluripoten yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi
menjadi 3 lapisan germinal (ektoderm, mesoderm, dan
endoderm)8 tetapi tidak dapat menjadi jaringan
ekstraembrionik seperti plasenta dan tali pusat. Yang
termasuk sel punca pluripoten adalah sel punca embrionik
(embryonic Stem Cells).
3. Multipoten yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi
menjadi berbagai jenis sel misalnya sel punca hemopoetik
(hemopoetic Stem Cells) yang terdapat pada sumsum tulang
yang mempunyai kemampuan untuk berdifferensiasi menjadi
berbagai jenis sel yang terdapat di dalam darah seperti
eritrosit, lekosit, trombosit, kemudian menjadi
sel hati, cardiomyocytes (sel otot).10 Contoh lainnya adalah
sel punca saraf (neural Stem Cells) yang mempunyai
kemampuan berdifferensiasi menjadi sel saraf dan sel glia.
4. Unipotent yaitu sel punca yang hanya dapat berdifferensiasi
menjadi 1 jenis sel. Berbeda dengan non sel punca, sel punca
mempunyai sifat masih dapat memperbaharui atau
meregenerasi diri (self-regenerate/self renew) Contohnya
erythroid progenitor cells hanya mampu berdifferensiasi
menjadi sel darah merah.

2. Metode Penerapan Stem Cell


Adapun cara transplantasi sel punca dapat melalui 4
pilihan rute yaitu topical, intravenus, intra artricular atau intra lesi.
Rute topical adalah pemberian sel punca langsung Pada luka baik
jaringan kulit atau jaringan di bawah kulit. Rute intravena adalah
pemberian sel punca melalui pembuluh darah (infus), penghantaran
ini dilakukan bila defek atau lokasi jaringan yang sakit berada pada
organ di dalam tubuh dan organ targetnya mempunyai akses
pembuluh darah yang memadai. Sedangkan rute intraartrikular adalah
pemberian sel punca dengan menyuntikkannya ke dalam rongga
sendi. Hal ini dilakukan bila jaringan yang rusak berada pada
rongga sendi dan jaringan tersebut tidak memiliki akses pembuluh
darah yang memadai (avaskular). Pemberian intra lesi adalah
pemberian sel punca langsung pada jaringan yang rusak(luka).
Penggunaan sel punca dan pilihan rute penghantarannya disesuaikan
dengan kondisi penyakit, ketersediaan sel punca, kemudahan teknik,
aspek legal dan kesepakatan pasien
Therapeutic cloning atau disebut Somatic Cell Nuclear Transfer
(SCNT) adalah suatu teknik yang bertujuan untuk menghindari resiko
penolakan atau rejeksi. Pada teknik ini inti sel telur donor
dikeluarkan dan diganti dengan inti sel resipien. Sel yang telah
dimanipulasi ini kemudian akan membelah diri dan setelah menjadi
blastokista maka inner cell massnya akan diambil sebagai embryonic
Stem Cells. Stem Cells ini kemudian akan dimasukkan kembali
kedalam tubuh resipien dan Stem Cells ini kemudian akan
berdifferensiasi menjadi sel organ (sel beta pankreas, sel otot jantung
dan lain-lain). Tanpa reaksi penolakan karena sel tersebut
mengandung materi genetik resipien.

3. Analisis Praktik Terapi Stem Cell Ditinjau Dari Hukum Islam


Dalam islam segala aspek kehidupan di dunia ini diatur dengan
hukum syara‟ baik sosial, budaya, ekonomi hingga kesehatan, hal
tersebut sejalan dengan Maqasid as-Syari‟ah yang ada, yakni tujuan
hukum Islam adalah kemaslahatan hidup manusia, baik rohani
maupun jasmani, individual dan sosial. Kemaslahatan itu tidak hanya
untuk kehidupan dunia ini saja tetapi juga untuk kehidupan yang
kekal di akhirat kelak. Rasulullah SAW menganjurkan berobat
bagi orang yang sakit sebagaimana hadits berikut.
“Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obatnya,
demikian pula Allah menjadikan bagi setiap penyakit ada
obatnya. Maka berobatlah kalian dan janganlah berobat dengan
yang haram.” (HR. Abu Dawud dari Abu Darda` radhiallahu
„anhu).
Oleh sebab itu, menemukan metode pengobatan yang pas dan
sesuai dengan penyakit yang diderita oleh pasien menjadi urgent
karena hal itu menyangkut keselamatan jiwa seorang pasien, dalam
hal ini bagi pasien yang mengalami penyakit kronis.
Atas dasar tersebut para ilmuan berusaha menemukan metode
pengobatan yang ampuh dan efisien dalam menangani berbagai
penyakit yang diderita para pasien, metode pengobatan terbaru yang
sedang gencar diteliti oleh para ahli dalam satu dekade terakhir dan
mulai ramai di perkenalkan oleh lembaga kesehatan yakni fasilitas
kesehatan berupa pelayanan Sel Punca (Stem Cell).
Metode tersebut dianggap ampuh dan mutakhir dalam mengobati
berbagai penyakit karena terbukti secara klinis dapat menyembuhkan
berbagai penyakit secara signifikan, kendati demikian metode
pengobatan dengan Sel Punca (Stem Cell) ini jika kita lihat sekilas
mungkin seakan tidak ada dalam literatur khazanah hukum islam,
namun kita sebagai seorang muslim harus yakin bahwa Allah telah
menurunkan agama ini secara sempurna, sehingga segala
permalahan yang ada, baik dulu hingga akhir zaman nanti telah
Allah atur ketentuannya dalam al-Qur‟an maupun al-Hadits,
meskipun demikian perlu adanya kajian dan pemahaman mendalam
untuk menemukannya. Sebagaimana Allah S.W.T berfirman dalam
Q.S. Al-Maidah/5:3
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam
itu jadi agama bagimu”(al-Maidah/5:3).
Kemudian jika kita kaji tentang kebolehan
menggunakan Sel Punca allogenic dalam terapi pengobatan dari
persfektif kaidah fiqh maka dapat kita temukan dalam kitab al-
Wajiz Fi Idlahi Qawa‟id al-Fiqh al-Kulliyah karya Syaikh Dr.
Muhammad Shiddiq bin Ahmad al-Burnu. Yakni kaidah yang
berbunyi:
“Dalam keadaan darurat membolehkan melakukan sesuatu yang
dilarang”.
Dalam hal ini kebutuhan pasien untuk memperoleh pengobatan
sangatlah mendesak dan tidak ada metode pengobatan (jalan) lain
yang bisa ditempuh oleh sang pasien kecuali dengan metode
allograft stem cell ini, oleh karena beberapa sebab tersebutlah sang
pasien diperbolehkan menggunakan metode allograft stem cell.
Dan juga Sebagaimana qaidah fiqh
“hajat ditempatkan pada posisi darurat khusus”
Yakni kebutuhan untuk menyembuhkan penyakit pasien yang
tadinya dapat dipenuhi dengan metode pengobatan konvensional,
berubah menjadi lebih buruk oleh beberapa sebab baik usia pasien
yang sudah lanjut, maupun keadaan lain seperti kondisi pasien
sudah sangat menderita seperti korban kebakaran lagi mengambil
sel punca dari tubuh pasien untuk terapi allograft stem cell, disisi lain
seandainya mengambil sel punca dari pasien pun akan
membutuhkan waktu yang sangat lama dalam memprosesnya, hal ini
pasti akan menyiksa pasien yang sudah sakit parah atau bahkan
dikhawatirkan pasien meninggal lebih dulu sebelum sel punca
mereka siap digunakan, oleh karenanya donor sel punca dari orang
lain menjadi darurat karena merupakan jalan satu-satunya untuk
menyembuhkan pasien. Atas dasar beberapa alasan tersebut, maka
kondisi pasien yang tadinya menempati posisi kebutuhan hajiyat
(sekunder), yakni dapat diobati dengan metode konvensional pada
umunya, berubah menjadi kebutuhan dharuriyat (primer) karena
menyangkut keselamatan nyawa pasien.
Contoh pasien yang mengalami kebakaran parah seluruh tubuh
sehingga tidak memungkinkan mengambil sel punca dari tubuh
pasien karena akan menambah pesakitan korban, disisi lain juga
lamanya proses pengolahan sel punca dari bahan darah sampai
dengan siap diterapkan atau diaplikasikan pada pasien adalah tiga
minggu, sedangkan pasien membutuhkan penanganan sesegera
mungkin18. Oleh karenanya praktik sel punca alogenik menjadi
krusial disebabkan kebutuhan yang mendesak atau darurat ini.
Selanjutnya sebagaimana kaidah
Artinya: “ Apabila suatu perkara menjadi sempit, maka hukumnya
menjadi luas ”

Kaidah tersebut sejalan dengan kebutuhan pasien allograft stem


cell dalam memperoleh pengobatan yang tidak dapat memperoleh
pengobatan secara konvensional sebagaimana pasien lainnya karena
beberapa faktor, baik dari jenis penyakit yang diderita pasien itu
sendiri maupun keadaan lain, yang mengakibatkan pasien terbentur
untuk memperoleh penanganan dengan metode konvensional.
Keadaan tersebut tentu menyulitkan pasien dalam memperoleh
pengobatan, yang pada ujungnya akan makin memperburuk
(memperparah) keadaan pasien, oleh karenanya hukum menjadi luas
bagi pasien tersebut karena ia telah mendapatkan kesempitan.
Disinilah ia mendapatkan kelonggaran untuk dapat memperoleh
metode pengobatan yang pada umumnya dilarang syariat
(diharamkan) menjadi boleh termasuk di dalamnya dengan metode
Sel Punca Allogenic (Allograft Stem Cell), karena tidak ada lagi
metode pengobatan yang dapat diharapkan untuk menyembuhkan
pasien tersebut.

Kemudian terkait posisi hukum bagi pendonor yang


telah
َ rela mendonorkan sebagian sel puncanya, baik yang di
ekstraksi dari darah, lemak atau bahkan sum-sum tulang, maka
memiliki hukum yang dipersamakan dengan hukum terapi
allograft stem cell oleh pasien tersebut, hal ini sebagaimana kaidah

ushul fiqh ِ
‫ِ د‬
‫ِح ِك ِم امل ِقا ص‬ ‫ لل ِو ِسائِ ِل‬, oleh karena itu hukum

mendonorkan Sel Puncanya pun memiliki hukum yang sama yakni


boleh atau mubah.

Disisi lain, donor sel punca tersebut terkandung unsur tolong


menolong, yakni untuk menyelamatkan nyawa seseorang yang sedang
sakit parah dan membutuhkan donor sel punca sesegera mungkin.

Allah S.W.T berfirman dalam Q.S. Al-Maidah/5:2

Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)


kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS. Al- Maidah[5]: 2)
BAB III
Penutup

Kesimpulan
Oleh karenanya penulis menyimpulkan bahwa hukum Allograft
Stem Cell dalam hukum Islam, yang terdapat unsur tolong menolong
(ta‟awun) tersebut adalah boleh atau mubah, karena dapat
menyelamatkan jiwa seorang manusia yang membutuhkan pertolongan
dalam keadaan darurat. Dalam prosesnya donor Stem Cell baik yang di
ekstrak dari sum-sum tulang, darah maupun lemak seorang pendonor
yang digunakan para pasien yang kebetulan akan terbuang sia- sia jika
tidak dimanfaatkan.
Hal ini tentu berbeda dengan transplantasi organ tubuh yang
mengurangi fungsi bahkan menghilangkan fungsi suatu organ yang
masih sangat dibutuhkan oleh pendonor, sehingga hukum asal
transplatasi organ adalah haram jika sang pendonor masih hidup

Anda mungkin juga menyukai