Bab 1 V

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 18

15

Analisis data
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu
faktor. Data dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) pada selang kepercayaan
95%. Apabila terdapat perbedaan maka analisis data dilanjutkan dengan uji
Duncan menggunakan program Xl-stat.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah Lactobacillus sp. dan total bakteri di usus


Hasil perhitungan jumlah Lactobacillus sp. serta total bakteri di usus
ditampilkan pada Gambar 4 dan Lampiran 8. Populasi Lactobacillus sp. muncul
pada perlakuan probiotik dan sinbiotik, dan diduga dari jenis L.brevis, karena
kedua perlakuan ini diberikan asupan L. brevis. Sedangkan pada perlakuan
lainnya diduga jumlah Lactobacillus sp. kurang dari dari 102 (CFU/gram) yang
merupakan batas pengamatan pada penelitian ini. Bucio et al., (2004)
menyatakan bahwa L.brevis strain 18 f ditemukan pada usus bagian atas.

Gambar 4. Jumlah Lactobacillus sp. dan total bakteri di usus


16

Total bakteri diperoleh dengan jumlah yang hampir sama di semua


perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun tanpa pemberian probiotik,
terdapat indigenous bakteri dalam usus ikan uji. Berdasarkan hasil yang
diperoleh, terlihat bahwa pada perlakuan probiotik dan sinbiotik, bakteri yang
dominan ditemukan adalah dari jenis Lactobacillus sp. yang diduga merupakan L
brevis.
Pemanfaatan berbagai jenis prebiotik oleh probiotik bersifat spesifik,
tergantung dari kemampuan probiotik menghasilkan enzim yang dapat
memetabolisma prebiotik (Manning et al., 2004). Probiotik dan prebiotik harus
dapat bertahan sampai di usus untuk dapat meningkatkan sistem imun inang, FOS
dan GOS memiliki derajat polimerisasi (DP) antara 2-7. Derajat polimerisasi (DP)
adalah jumlah unit monomer pada makromolekul atau molekul oligomer dalam
suatu blok atau rantai. Kemampuan bakteri asam laktat (BAL) dalam
memfermentasi oligosakarida dengan DP>10 hanya setengah dari kecepatan
fermentasi oligosakarida dengan DP<10 (Gibson dan Angus, 2000). GOS dapat
difermentasi oleh BAL yang memiliki enzim β-galaktosidase (seperti
Lactobacillus sp.), sedangkan FOS dapat difermentasi oleh probiotik yang
memiliki enzim β-fruktosidase. Enzim ini merupakan enzim ekstraseluler yang
bersifat induktif. Enzim induktif adalah enzim yang ada dalam sel dalam jumlah
yang tidak tetap, tergantung ada atau tidaknya pemicu, dalam hal ini adalah FOS
serta GOS.
Jumlah bakteri Lactobacillus sp. di usus pada perlakuan sinbiotik
menunjukkan nilai yang lebih besar dari perlakuan probiotik, hal ini diduga
adanya asupan nutrisi bagi probiotik berupa FOS dan GOS sehingga
meningkatkan daya hidup bagi probiotik. Delgado et al., (2011) menjelaskan
proses kerja penggabungan probiotik dan sinbiotik (sinbiotik) dalam Gambar 5.
Dari Gambar 5 terlihat bahwa terlebih dahulu prebiotik dimetabolisma
oleh probiotik dan menghasilkan asam lemak rantai pendek (SCFA) yang terdiri
acetik (C2:0), propionic (C3:0) serta butyric (C4:0). Keberadaan SCFA akan
menurunkan pH pada kolon usus, sehingga menimbulkan kondisi yang tidak
sesuai untuk kebutuhan patogen. Selain hal tersebut, SCFA merupakan nutrisi
yang dapat diserap oleh sistem pencernaan inang.
Nayak (2010) menyatakan bahwa usus merupakan organ tempat probiotik
tumbuh, untuk kemudian berasosiasi dengan jaringan lymphoid mengaktivasi
sistem imun atau gut associated lymphoid tissue (GALT). Pada usus ikan tidak
ditemukan Peyers’s patches, sekresi Ig-A, antigen-sel M transport. Namun
demikian, dalam usus ikan banyak ditemukan sel limphoid, macrophaga,
granulocyte serta sekresi Ig-B.
17

Gambar 5. Mekanisme kerja sinbiotik (Delgado et al., 2011)


Pada ikan teleostei ginjal merupakan organ limfoid penting. Secara umum
ginjal ikan terdiri dari tiga bagian yaitu ginjal anterior, bagian tengah, dan posterior.
Ginjal anterior merupakan situs yang memiliki kapasitas hematopoietik tertinggi
tetapi memiliki fungsi renal yang terbatas. Pada ginjal ditemukan adanya limfosit
mirip sel B dan sel T yang menunjukkan peran jaringan limfoid ginjal dalam
mekanisme pertahanan tubuh. Organ limfoid sekunder meliputi limpa dan jaringan
limfoid yang berasosiasi dengan intestinum (gut-associated lymphoid tissue, GALT)
(Irianto 2005).

Parameter darah

Total Eritrosit
Eritrosit merupakan salah satu parameter gambaran darah yang diamati
dalam penelitian ini dan hasil pengukurannya ditampilkan pada Gambar 6 dan
Lampiran 9.
Berdasarkan Gambar 6 terlihat bahwa pada minggu pertama jumlah
eritrosit ikan masih sama pada setiap perlakuan sebesar 1,14±0,00 (x106 sel/ml),
kemudian terjadi peningkatan pada hari ke-30 (setelah 30 hari pemberian
probiotik, prebiotik, sinbiotik). Kenaikan ini berlanjut sampai hari ke-31, dan
mengalami penurunan pada hari ke 34 (tiga hari setelah uji tantang dengan
menggunakan bakteri A.hydrophila), kemudian mengalami kenaikan kembali pada
hari ke 36 dan 38 kecuali pada K+.
18

Gambar 6. Total eritrosit (x106 sel/ml) darah ikan uji pada berbagai perlakuan
Pada hari ke-30 terjadi peningkatan eritrosit pada semua perlakuan,
dengan nilai tertinggi terjadi pada perlakuan sinbiotik sebesar 2,33±0,10 (x106
sel/ml) disusul oleh perlakuan probiotik, prebiotik, K+ dan K- dengan masing –
masing nilai eritrosit sebesar 2,14±0,12 (x106 sel/ml) ; 2,11±0,03 (x106 sel/ml);
1,95±0,04(x106 sel/m) dan 1,91±0,06 (x106 sel/ml). Berdasarkan uji lanjut
Duncan diketahui bahwa pada hari ke-30 terdapat beda nyata antara sinbiotik,
prebiotik dan probiotik dengan K+ dan K-. Tingginya nilai eritrosit pada
perlakuan sinbiotik diduga disebabkan oleh adanya asupan oligosakarida (FOS
dan GOS) yang dirombak oleh probiotik menjadi asam lemak rantai pendek
sebagai tambahan nutrisi bagi ikan. Delgado et al., (2011) menyatakan bahwa
probiotik dan prebiotik merupakan bagian dari imunonutrition disamping asam
lemak omega 3, asam amino (arginine, tourine, glutamine, cysteine), serta
mikronutrien (selenium, zinc). Berdasarkan hal tersebut diduga terjadi
peningkatan kualitas nutrisi sehingga mempengaruhi jumlah eritrosit pada ikan
yang memperoleh perlakuan sinbiotik.
Kumar et al., (2013) menyatakan bahwa eritrosit sebagai bagian terbesar
dari sel darah memiliki jumlah bervariasi, berkisar antara (1.05-3.0)x106 sel/ml.
Rata-rata eritrosit pada berbagai perlakuan memiliki nilai bervariasi namun
berada pada kisaran normal untuk ikan.
Eritrosit terus menurun pada hari ke-34 pada empat perlakuan kecuali pada
K(-) sebesar 2,17±0,06 (x106 sel/ml), hal ini terjadi karena pada K(-) tidak
dilakukan penyuntikan dengan A.hydrophila. Nilai eritrosit pada perlakuan
sinbiotik, probiotik, prebiotik serta K(+) masing-masing adalah sebesar 2,20±0,01
(x106 sel/ml); 1,94±0,02 (x106 sel/ml), 1,94±0,02 (x106 sel/ml) serta 1,79±0,07
(x106 sel/ml). Penurunan nilai eritrosit diduga disebabkan produk ekstraseluler
yang dihasilkan oleh A.hydrophila, seperti aerolysin, α- dan β-haemolysin,
enterotoksin, protease, haemaglutinin serta adhesin (Rey et al., 2009). Produk ini
berkaitan dengan tingkat virulensi dari bakteri tersebut.
19

Hemoglobin
Hemoglobin (Hb) merupakan bagian dari eritrosit yang memiliki
kemampuan mengangkut oksigen untuk diedarkan ke seluruh tubuh. Kadar
hemoglobin selama penelitian ditampilkan dalam Gambar 7 dan Lampiran 10.

Gambar 7. Nilai hemoglobin ikan uji pada berbagai perlakuan.


Nilai hemoglobin pada awal perlakuan menunjukkan nilai yang sama
untuk semua perlakuan yaitu sebesar 6,80±0,00. Peningkatan nilai hemoglobin
pada semua perlakuan terjadi pada hari ke-30. Puncak kenaikan nilai hemoglobin
terjadi pada hari ke-31, hasil uji Duncan menunjukkan terdapat beda nyata antara
perlakuan sinbiotik, prebiotik, perobiotik dengan K(-) dan K(+). Nilai masing-
masing perlakuan adalah sebesar 11.92±0,76; 11,87±0,64; 11,27±12; 10,04±0,12;
serta 9,87±0,12. Hemoglobin mengalami peurunan nilai mulai hari ke-34. Hasil
perhitungan nilai hemoglobin pada hari ke-36 menunjukkan bahwa perlakuan Sin
memberikan nilai yang berbeda nyata dengan Pre, Pro serta kontrol (+). Hal ini
diduga bahwa ikan uji dengan perlakuan Sin tingkat pemulihannya lebih cepat
dibandingkan perlakuan lainnya.
Perlakuan Sin, memberikan nilai hemoglobin yang tinggi dibandingkan
kontrol, hal ini merupakan suatu indikasi bahwa lemak rantai pendek (SCFA)
yang merupakan hasil metabolisma probiotik terhadap prebiotik memberikan
kontribusi dalam menentukan jumlah hemoglobin dalam eritrosit mengingat
hemoglobin adalah bentuk protein yang didalamnya terdapat ikatan Fe yang
disebut dengan heme.
Penurunan hemoglobin mulai hari ke-34 diduga disebabkan oleh infeksi
A.hydrophila, hal ini sesuai dengan pernyataan Harikrisnan et al., (2012) bahwa
salah satu penyebab penurunan hemoglobin adalah inklusi virus, kista hemoglobin
dan hemoparasit. Rey et al., (2009) menyatakan bahwa produk ekstraseluler
(aerolysin, α- dan β-haemolysins yang dihasilkan oleh A.hydrophila strain KJ 99,
mampu menurunkan kadar protein terlarut dalam darah, menyebabkan terjadinya
perubahan pada hemodinamika darah ikan mulai dari dinding abdominal,
peritoneum sampai dengan gastointestinal.
20

Hematokrit
Hematokrit merupakan nilai perbandingan antara jumlah eritrosit dengan
plasma darah. Hasil perhitungan hematokrit ditampilkan pada Gambar 8 dan
Lampiran 11.

Gambar 8. Nilai hematokrit ikan uji pada berbagai perlakuan


Jumlah hematokrit pada awal pengambilan sampel memberikan nilai yang
sama pada semua perlakuan yaitu sebesar 16,00±0,00. Peningkatan hematokrit
terjadi pada hari ke-30 dan ke-31, dan hasil uji lanjut Duncan menunjukkan terjadi
beda nyata antara perlakuan sinbiotik, prebiotik, probiotik dengan K(+) serta K(-).
Penurunan nilai hematokrit terjadi pada hari ke-34. Nilai hematokrit pada hari ke-
38 menunjukkan bahwa perlakuan Sin lebih baik dari Pre, Pro serta K(+). Hal ini
menunjukan bahwa kondisi hematokrit pada ikan uji perlakuan Sin, mencapai
tingkat recovery yang lebih cepat dibandingkan perlakuan lainnya.
Peningkatan nilai hematokrit sejalan dengan peningkatan hemoglobin serta
eritrosit, diduga hal ini terjadi karena adanya peningkatan kualitas asupan nutrisi
berupa SCFA selama 30 hari pada perlakuan sinbiotik dan prebiotik, yang secara
langsung akan meningkatkan jumlah eritrosit, dan kemudian akan berdampak
pada peningkatan hematokrit. Hasil yang sama diperoleh pada penelitian
Tanbiyaskur (2011) pada ikan nila dengan perlakuan pemberian probiotik berupa
NP5 serta prebiotik dari golongan oligosakarida, menunjukkan adanya korelasi
peningkatan hematokrit dengan eritrosit serta hemoglobin.
Penurunan nilai hematokrit pada hari ke-34 terjadi pada empat perlakuan
yang diberikan infeksi A.hydrophila. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Ziskowski et al., (2008) bahwa infeksi bakteri dapat menurunkan jumlah
hematokrit pada ikan winter flounder (Pseudopleuronectes americanus).
Pola penurunan kadar hematokrit perlakuan K(+) ternyata didukung pula
oleh menurunnya kandungan eritrosit perlakuan K(+) pada waktu pengamatan
yang sama, yaitu mulai hari ke-34, diduga hal ini terjadi akibat stress oleh infeksi
A.hydrophila. Eric et al., (2012) menyatakan bahwa stress menyebabkan
penurunan nilai hematokrit pada ikan carcharhinid shark (Rhizoprionodon
21

terraenovae). Perlakuan K(-) yang merupakan kontrol negatif memiliki pola nilai
hematokrit yang stabil dibandingkan perlakuan lainnya, hal ini karena pada
kontrol negatif tidak dilakukan penyuntikan A.hydrophila sehingga tidak terjadi
respon tubuh akibat infeksi.

Total leukosit
Ikan-ikan teleostei memiliki respon imun bawaan dan respon imun adaptif.
Sel darah putih atau leukosit merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh ikan
yang bersifat non-spesifik termasuk di dalamnya monosit, granulosit dan sel-sel
cytotoxic non-spesifik (Fraser et al., 2012). Hasil pengukuran nilai total leukosit
dapat dilihat pada Gambar 9 dan lampiran 12.

Gambar 9. Total leukosit (x106 sel/ml) darah ikan uji pada berbagai perlakuan
Leukosit total darah ikan uji pada awal pengukuran menunjukkan nilai
yang sama yaitu 0,93±0,00. Peningkatan leukosit terjadi mulai hari ke-30 disemua
perlakuan, dan hasil uji Duncan menunjukkan bahwa terdapat beda nyata antara
sinbiotik dan prebiotik dengan kontrol. Hari ke-34 memberikan nilai leukosit
tertinggi disemua perlakuan, dengan masing-masing nilai untuk sinbiotik,
prebiotik, probiotik, K(-) serta K(+) adalah 2,05±0,04 (x106 sel/ml);
2,00±0,03(x106 sel/ml) ; 1,87±0,01 (x106 sel/ml); 1,86±0,02 (x106 sel/ml) serta
1,51±0,04 (x106 sel/ml). Hasil uji Duncan menunjukkan beda nyata antara
sinbiotik serta prebiotik dengan K(+). Nilai leukosit pada hari ke-36 menunjukkan
bahwa perlakuan Sin berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, hal ini
menunjukkan bahwa leukosit ikan uji pada perlakuan Sin lebih cepat kembali
pada kondisi pemulihan dibandingkan perlakuan lainnya.
Peningkatan nilai leukosit pada perlakuan sinbiotik dan prebiotik di hari
ke-34 menunjukkan adanya upaya ikan untuk mengatasi infeksi A.hydrophila
yang ditandai dengan peningkatan jumlah sistem pertahanan tubuh non-
spesifiknya yakni leukosit. Hal ini sesuai dengan Rawling et al., (2012) yang
menyatakan bahwa leukosit memegang peranan penting dalam sistem imun
bawaan ikan dan tingkat keberadaannya dapat dijadikan sebagai bio-indiakator
status kesehatan ikan.
22

Nilai leukosit mengalami penurunan mulai hari ke-36, namun dari hasil uji
Duncan terlihat bahwa nilai perlakuan sinbiotik sebesar 1,78 ±0,02 (x106 sel/ml)
berbeda nyata dengan perlakuan prebiotik, probiotik, K(-) dan K(+) yang masing-
masing memiliki nilai leukosit sebesar 1,66±0,04 (x106 sel/ml); 1,55±0,03 (x106
sel/ml); 1,52±0,06 (x106 sel/ml)serta 1,51±0,05 (x106 sel/ml).
Perlakuan sinbiotik dan prebiotik menunjukkan nilai yang tinggi
dibandingkan tiga perlakuan lainnya, hal ini diduga karena asupan FOS dan GOS
mampu mendukung proses imunomodulatory pada tubuh inang, sehingga
pengembalian kondisi tubuh atau recovery ke keadaan homeostatis dapat
berlangsung lebih baik (Gambar 10).

Gambar 10. Konsep immunomodulatory dengan homeostatis (Viswanath, 2012)


Berdasarkan Gambar 10 terlihat bahwa nutrisi dan bahan aditif yang
termasuk pada jenis imuunonutrien akan mendukung proses aktifasi dari sistem
imun non spesifik humoral yang diantaranya adalah cytokines, acute phase
protein, serta sistem imun non spesifik selular. Proses lainnya yang turut
dipengaruhi adalah pelepasan nutrien yang mempengaruhi respon metabolisma.
Hasil akhir yang diharapkan adalah berlangsungnya proses homeostatis dalam
tubuh ikan.

Diferensial Leukosit
Parameter diferensial leukosit yang diamati pada penelitian ini meliputi
monosit, limfosit, serta neutrofil. Nilai yang diperoleh reltif bervariasi pada
setiap perlakuan.

Monosit
Monosit merupakan parameter mononuklear disamping makrofag yang
berhubungan dengan sistem imun non-spesifik pada proses fagositik dan bekerja
sama dengan komponen imun lainnya seperti neutrofil, mast sel, makrofag, B
lymposit, T lymposit, interleukin (Lv-yun, 2013). Hasil dari perhitungan monosit
ditampilkan pada Gambar 11 dan Lampiran 13.
23

Gambar 11. Nilai monosit darah ikan uji pada berbagai perlakuan

Monosit pada pengambilan sampel awal menunjukkan nilai yang sama


pada semua perlakuan yaitu 3,00±0,00 kemudian mengalami peningkatan pada
hari ke-30, dan mencapai nilai tertinggi pada hari ke-34. Berdasarkan hasil uji
Duncan, terdapat beda nyata antara perlakuan sinbiotik, probiotik, dengan K(-)
dan K(+) pada hari ke-34 dengan masing-masing nilai sebesar 6,87±0,58;
6,33±0,58; 5,07±0,55; dan 5,01±0,58. Penurunan monosit terjadi mulai hari ke-
36, hasil uji Duncan menunjukkan pada hari ke-36 tidak menunjukan perbedaan
yang nyata antara sinbiotik dengan K(+).
Peningkatan nilai monosit pada hari ke 34 menunjukkan sudah adanya
pengaruh dari infeksi A.hydrophila pada K(+), probiotik, prebiotik serta sinbiotik,
sehingga terjadi penambahan jumlah monosit dalam darah ikan, hal ini terkait
dengan peran monosit sebagai makrofag yaitu sel fagosit utama untuk
menghancurkan partikel asing dan jaringan mati.
Penurunan monosit mulai hari ke-36 diduga terjadi karena sel monosit
mulai keluar dari sirkulasi darah, selanjutnya masuk ke jaringan yang terinfeksi
dengan berdiferensiasi menjadi makrofag yang berperan dalam memfagosit dan
menyajikan antigen kepada sel limfosit.

Limfosit
Limfosit merupakan sel yang berfungsi mengenali berbagai antigen, baik
intraselular maupun ekstraselular. Sel ini berperan utama dalam sistem imun
spesifik Hasil perhitungan limfosit ditampilkan pada Gambar 12 dan Lampiran
14.
24

Gambar 12. Nilai limfosit ikan uji pada berbagai perlakuan


Nilai limfosit pada pengamatan awal menunjukkan nilai yang sama pada
semua perlakuan yaitu sebesar 65,00±0,00. Peningkatan mulai terjadi setelah tiga
puluh hari pemberian pakan perlakuan, hasil uji Duncan menunjukkan beda nyata
antara perlakuan sinbiotik, prebiotik, probiotik dengan K(-) dan K(+), masing-
masing sebesar 70,67±2,08; 69,67±1,53; 68,67±1,15; 65,00±1,73 serta
64,33±0,58. Penurunan limfosit terjadi pada hari ke 31, namun hasil uji lanjut
menunjukkan terdapat beda nyata antara perlakuan dengan kontrol, dengan nilai
sebesar 66,67±0,58; 67,33±1,15; 65,57±1,15; 64,67±0,58; serta 64,33±0,58.
Penurunan limfosit diduga tubuh ikan memberi respon tanggap kebal terhadap
adanya infeksi A.hydrophila yang masuk ke dalam tubuh.
Limfosit, terdiri dari sel T pada imunitas selular, dan sel B pada imunitas
humoral. Sel CD4+ dan T helper pada imunitas humoral akan bereaksi dengan sel
B merangsang proliferasi dan diferensiasi sel. Sel CD4+ pada imunitas seluler
berfungsi mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba intraseluler
(Iwama, 1996). Perkembangan sel B dan Sel T berawal dari sel induk sumsum
tulang, jalur sel B akan masuk ke sumsum tulang selanjutnya sel B akan matang
dan masuk ke darah, sedangkan jalur sel T akan masuk ke thimus, sel T matang
dan masuk ke darah dan limfa, Sel T dan sel B akan mengenali benda asing
(antigen) serta membedakannya dengan jaringan sendiri berkat adanya T cel
reseptor (TCR).
Pengolahan antigen merupakan proses yang penting untuk merangsang
limfosit selanjutnya, karena reseptor pada sel limfosit akan mengenali antigen
berdasarkan susunan asam amino dalam rantai peptide. Antigen hasil pengolahan
akan dipresentasikan bersama-sama dengan molekul protein MHC (major
histicompatibility complex) tertentu membentuk struktur yang unik pada
permukaan sel makrofag dan dapat dikenali oleh reseptor sel T (TcR). Castro et
al., (2011) menyatakan bahwa pengenalan struktur ini oleh sel limfosit T
(termasuk beberapa komplemen seperti CD4, CD8, CD3, CD28, CTLA4),
mengakibatkan sel-sel imun berproliferasi dan berdiferensiasi, menjadi sel yang
memiliki kompetensi imunologik dan mampu bereaksi dengan antigen tersebut.
25

Fraser et al., (2012) menyatakan bahwa pada ikan salmon sel–B umumnya
banyak ditemukan di ginjal, darah dan limpa; yang berperan dalam produksi
antibodi dan fagositik. Pohlenz et al., (2012) menyatakan bahwa perbanyakan
limfosit ditentukan oleh keberadaan asam amino, dan limfosit berperan dalam
diferensiasi plasma sel dan sintetis imunoglobulin.
Berbeda dengan monosit, limfosit tidak bersifat fagositik tetapi berperan
penting dalam pembentukan antibodi (Bratawidjaja, 2006). Pernyataan ini
merupakan penjelasan dari data pada berbagai perlakuan, bahwa nilai terendah
terjadi pada waktu setelah uji tantang. Diduga pada kondisi ini yang bekerja
secara dominan adalah monosit sehingga differensiasi leukosit yang terjadi
didominasi oleh monosit sehingga jumlah limfosit relatif berkurang. Pada hari ke-
36 dan ke-38, dianggap merupakan kondisi pemulihan yang sebelumnya telah
dijelaskan dan hal ini terlihat dari nilai limfosit yang meningkat, karena pada
kondisi tersebut sel mulai membentuk antibodi agar ikan lebih tahan dari infeksi
A. hydrophila berikutnya.

Neutrofil
Granulosit merupakan bagian dari leukosit dan diketahui terdiri dari 3 tipe,
yakni neutrofil, eosinofil dan basofil. Neutrofil dan eonisofil adalah yang umum
ditemui dalam banyak spesies ikan sedangan basofil jarang ditemui. Neutrofil
adalah sel fagositik pertama yang tiba di lokasi infeksi dan beperan dalam
pembunuhan serta degradasi mikroorganisme sebagaimana yang dilakukan dalam
penyembuhan luka (Fraser et al., 2012). Hasil pengukuran neutrofil ditampilkan
pada Gambar 13 dan Lampiran 15.

Gambar 13. Nilai neutrofil ikan uji pada berbagai perlakuan


Nilai neutrofil pada awal pengambilan sampel menunjukkan nilai yang
sama yaitu 4,00±0,00. Peningkatan neutrofil terjadi mulai hari ke-31 dan
mencapai puncaknya pada hari ke-34 dan hasil uji lanjut memberikan beda nyata
antara perlakuan sinbiotik, prebiotik, probiotik dengan K(+). Neutrofil pada hari
ke-30 tidak menunjukkan beda nyata, diduga hal ini terjadi karena pada hari ke-30
26

belum terjadi infeksi sehingga populasi neutrofil disimpan untuk keadaan darurat
di dalam jaringan limfoid dari ginjal.
Neutrofil berperan dalam masalah fagositik sel patogen sebagaimana yang
dilakukan oleh monosit (Giri et al., 2012) namun demikian sel neutrofil bergerak
lebih cepat dari monosit, dan sampai di daerah infeksi dalam 2-4 jam. Pada saat
inilah sel pertahanan fagositik didominasi oleh neutrofil, tetapi beberapa jam
kemudian (7-8 jam) sel yang mendominasi adalah monosit (Iwama, 1996).
Lebih lanjut Baratawidjaja (2006) menyatakan bahwa sel neutrofil hanya
berada dalam sirkulasi darah kurang dari 48 jam sebelum bermigrasi dan
berpindah sangat cepat ke daerah infeksi. Ketika terjadi rangsangan akibat
terjadinya peradangan atau inflamasi, sel akan bermigrasi ke aliran darah dan
kemudian masuk ke dalam luka inflamasi. Bakteri patogen selanjutnya akan
difagosit oleh sel tersebut untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam fagosom yang
di dalamnya terdapat enzim hydrolase, mieloperoksidase dan lisozim yang akan
melisis dan mencerna bakteri patogen tersebut.
Neutrofil merupakan jenis leukosit yang pertama meninggalkan pembuluh
darah karena mengandung vakuola yang berisi enzim dan digunakan untuk
menghancurkan organisma yang dimakannya. Dušan et al., (2006) menyatakan
bahwa pemberian immunomodulator berupa β-Glucan pada ikan fathead minnows
(Pimephales promelas Rafinesque, 1820) meningkatkan fungsi neutrofil.

Aktivitas fagositik
Aktivitas fagositik merupakan kegiatan sel-sel fagosit melakukan
fagositosis dalam sistem imun non spesifik seluler yang melibatkan sel
mononuklear (monosit, makrofag) dan polimorfonuklear. Pada proses ini terjadi
mekanisma pengenalan, penangkapan serta degradasi patogen (Iwama, 1996).
Makrofag berperan penting dalam sistem pertahanan sel non-spesifik (Liu et al.,
2012), dan pada kondisi tertentu sel monosit dapat berubah menjadi bentuk
makrofag.
Proses fagositik diikuti oleh tingginya molekul oksigen reaktif dari
aktivitas mikroorganisme seperti superoksida anion (-O2), hidrogen peroksida
(H2O2), dan hidroksil radikal (OH) (Giri et al., 2012). Hasil perhitungan aktivitas
fagositik ditampilkan dalam Gambar 14 dan lampiran 16.
27

Gambar 14. Nilai aktivitas fagositik darah ikan uji pada berbagai perlakuan
Aktivitas fagositik pada awal pengamatan menunjukkan nilai yang sama
disemua perlakuan yaitu sebesar 70,00±0,00. Nilai ini mengalami peningkatan
pada hari ke-30, dan dari hasil uji Duncan diketahui bahwa terdapat beda nyata
antara perlakuan sinbiotik serta prebiotik dengan kontrol, yaitu masing-masing
sebesar 83,33±2,31; 82,00±6,93 serta 72,33±3,79. Nilai ini terus naik sampai hari
ke-34 untuk empat perlakuan kcuali K(-). Hal ini disebabkan pada perlakuan
K(-) tidak terjadi aktivitas fagosistik terhadap A.hydrophila, karena pada saat uji
tantang dilakukan penyuntikan dengan phospat buffer saline (PBS). Tingginya
nilai aktivitas fagositik pada hari ke-34 sejalan dengan kenaikan pada nilai
leukosit pada hari pengamatan yang sama juga memiliki nilai yang tertinggi.
Aktivitas fagositik secara umum mengalami penurunan mulai hari ke-36 sampai
ke 38 pada semua perlakuan.
Perlakuan sinbiotik pada hari ke-30 dan ke-31 menunjukkan adanya
perbedaan nilai dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena pada saat proses
degradasi patogen dalam aktivitas fagositik berlangsung, terjadi tambahan H2O2
produksi L.brevis, yang merupakan salah satu komponen dari mekanisma
penghancuran bakteri melalui ketersediaan oksigen dan menghasilkan reaktif
oksigen.
L.brevis memiliki kemampuan untuk menghasilkan NADH oksidase
(Findrik et al., 2008) yang merupakan enzim pembentuk H2O2. Skema
pembentukan NADH oksidase ditampilkan pada Gambar 15.
28

Gambar 15. Proses pembentukan NADH oleh L.brevis


(Findrik et al., 2008)
Nilai aktivitas fagositik mulai menurun pada hari ke 36 sampai 38, dan
kondisi ini sejalan dengan menurunnya nilai leukosit pada hari pengamatan yang
sama. Hal ini diduga terjadi karena proses aktivitas fagositik sudah memberikan
hasil berupa pemusnahan bakteri A.hydrophila, remodelling jaringan, inflamasi
serta peningkatan sistem imun spesifik (Iwama, 1996).

Tingkat Kelangsungan hidup


Pengamatan tingkat kelangsungan hidup dilakukan mulai awal penelitian
sampai uji tantang dan mulai dari uji tantang sampai penelitian berakhir. Dari
data tersebut diketahui bahwa sebelum dilakukan uji tantang tidak ada ikan uji
yang mengalami kematian sehingga tingkat kelangsungan hidup seluruh perlakuan
dan ulangan adalah 100%. Setelah dilakukan uji tantang, data kelangsungan
hidup ditampilkan pada Gambar 16 dan Lampiran 17.

Gambar 16. Nilai tingkat kelangsungan hidup ikan uji pada berbagai perlakuan
Hasil analisis keragaman (p<0.05) terhadap kelangsungan hidup
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan. Uji lanjut
Duncan menunjukkan bahwa perbedaan yang terjadi adalah antara perlakuan
K(+) dengan seluruh perlakuan yang lain (K(-), Pro, Pre dan Sin), sedangkan
29

antar perlakuan yang lain tidak berbeda satu sama lain mengingat tidak ada
kematian yang terjadi pada perlakuan-perlakuan tersebut.
Data kelangsungan hidup menunjukkan bahwa L.brevis mampu
menghambat pertumbuhan dari A. hydrophila dengan cara menghasilkan H2O2,
dan hal ini sejalan dengan hasil yang diperoleh dari uji antagonistik Selain itu
diduga probiotik berkompetisi nutrisi dengan bakteri patogen yang ada pada usus
ikan sehingga pertumbuhan bakteri patogen tersebut terhambat. Pada perlakuan
Pre diperkirakan tertekannya pertumbuhan A.hydrophila pada perlakuan ini adalah
akibat adanya bakteri alami yang bersifat menguntungkan yang mampu
memanfaatkan asupan FOS dan GOS yang diberikan. Oleh karena itu jumlah
populasi bakteri menguntungkan yang ada dalam tubuh ikan uji diperkirakan
meningkat sehingga mampu menekan pertumbuhan dari A. hydrophila.
Akibatnya populasi A. hydrophila tersebut tidak sampai mengakibatkan kematian
ikan.
Narges et al., (2012) menyatakan bahwa penambahan FOS sebanyak 2-
3% pada pakan caspian roach (Rutilus rutilus) meningkatkan kelangsungan hidup
ikan uji. Sejalan dengan hal tersebut, Barbara et al., (2008) mengemukakan pada
penambahan mannanoligosaccharide (MOS), fructooligosaccharide (FOS) dan
galactooligosaccharide (GOS) dengan masing-masing dosis 1% pada pakan
atlantic salmon (Salmo salar) memberikan tingkat kelangsungan hidup sebesar
100%.
Bücker et al., (2011) menyatakan bahwa serangan bakteri A.hydrophila
menyebabkan infeksi dan nekrosis pada ikan, hal ini tampak dari ikan yang mati
pada perlakuan K(+). Seluruh ikan mati mengalami hemoragic dan nekrosis pada
beberapa bagian tubuhnya (Gambar 17). Nekrosis, peradangan dan tukak
merupakan respon lanjutan dari infeksi bakteri setelah sebelumnya mengalami
hiperemi sebagai sebagai respon atau gejala klinis awal. Hiperemi sendiri terjadi
akibat adanya mobilisasi leukosit sebagai bentuk perlawanan akibat adanya
serangan bakteri patogen.

Gambar 17. Hemoragic pada ikan uji (ditandai lingkaran)

Laju pertumbuhan harian


Hasil pengamatan pertumbuhan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
antar perlakuan Sin dengan perlakuan lain. Perlakuan Pre dan Pro tidak berbeda
nyata dan antara perlakuan K(+) dan K(-) tidak berbeda nyata. Data pertumbuhan
harian ditampilkan pada Gambar 18 dan Lampiran 18.
30

Gambar 18. Nilai laju pertumbuhan harian ikan uji berdasarkan bobot
Berdasarkan uji lanjut (p<0.05) dapat dilihat bahwa perlakuan Sin
memiliki nilai pertumbuhan harian tertinggi sebesar 3,370±0,14. Perlakuan
prebiotik, probiotik, K(+) dan K(-) masing-masing sebesar 3,047±0,10;
3.001±0,20; 2,578±0,13 serta 2,505±0,07. Putra (2010) menyatakan bahwa
pemberian sinbiotik oligosakarida dan bakteri NP5 melalui pakan pada ikan nila,
memberikan nilai pertumbuhan tertinggi serta berbeda nyata dengan kontrol.
Keberadaan bakteri probiotik dalam saluran pencernaan sangat
menguntungkan bagi ikan karena bakteri tersebut akan menyumbangkan
exogenous enzim seperti amilase, lipase dan protease pada sistem pencernaan ikan
(Narges et al., 2012). Diperkirakan akan ada dua hal yang terjadi dengan adanya
sumbangan enzim ini, pertama sistem pencernaan ikan menjadi lebih efektif
sehingga pembelanjaan energi (expenditure energy) untuk proses pencernaan
menjadi lebih sedikit sehingga selisih energi yang seharusnya dikeluarkan untuk
pembelanjaan tersebut dapat digunakan untuk pertumbuhan. Hal kedua adalah
tubuh ikan akan lebih sedikit menghabiskan energi untuk proses sintesis enzim
sehingga energi tersebut dapat lebih dimanfaatkan untuk proses pertumbuhan.
Narges et al., (2012) menyatakan bahwa penambahan FOS sebanyak 2-3% pada
pakan larva caspian roach memberikan tingkat pertumbuhan yang tinggi, serta
berbeda nyata dengan kontrol.
Perhitungan pertumbuhan harian berdasarkan panjang dimaksudkan untuk
melihat apakah pola pertumbuhan yang terjadi pada ikan uji hanya sampai kepada
bobot ataukah sudah ke arah pertumbuhan panjang.Hasil perhitungan
pertumbuhan harian berdasarkan panjang ditampilkan dalam Gambar 19 dan
Lampiran 19.
31

Gambar 19. Nilai pertumbuhan ikan uji berdasarkan panjang


Berdasarkan analisis keragaman yang telah dilakukan diketahui bahwa
pertumbuhan harian panjang pun menunjukkan hasil beda nyata (p<0.05) antar
perlakuan dan uji lanjut pun menunjukkan hasil yang sama dengan pertumbuhan
harian bobot dimana perlakuan Sin menampilkan hasil tertinggi dengan nilai
sebesar (3,80±0,35). Adapun nilai perlakuan lainnya Pre sebesar (3,13±0,50), Pro
(3,03±0,25), K(+) (2,10±0,44) serta K(-) (2,07±0,21). Diduga berbagai
kemungkinan mengapa hal ini terjadi sama dengan apa yang terjadi pada
pertumbuhan berat, baik pada penambahan exogenous enzim maupun
penambahan nutrisi dari probiotik.

Feed Conversion Ratio (FCR)


Hasil pengamatan FCR menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata
antara perlakuan Sin, Pre dan Pro dengan kontrol. Data FCR ditampilkan pada
Gambar 20 dan Lampiran 20.

Gambar 20. Nilai FCR ikan uji pada berbagai perlakuan


32

Probiotik, prebiotik dan sinbiotik mampu menurunkan nilai FCR


dibandingkan perlakuan K(+) dan K(-). Hal ini diduga terjadi karena pada
perlakuan pro, pre dan sin sinbiotik, populasi bakteri yang menguntungkan di
dalam usus ikan uji mengalami peningkatan baik karena adanya asupan L.brevis,
ataupun asupan FOS serta GOS yang dimanfaatkan oleh bakteri indigenous,
sehingga enzim (protease, amilase, lipase) yang dihasilkan oleh bakteri tersebut
akan bertambah dan akhirnya mampu mendukung sistem pencernaan (Morelli et
al., 2003) dan (Narges et al., 2012).
Furné et al., (2005) menyatakan bahwa enzim protease, lipase dan amilase
pada ikan adriatic sturgeon ( Acipenser naccarii) dan Rainbow
trout (Oncorhynchus mykiss) sangat mempengaruhi mekanisma pencernaan.
Keberadaan enzim-enzim ini mengkatalis proses perombakan protein, lemak serta
karbohidrat dalam tubuh ikan. Eksogeneous enzim akan mengkatalis
makromolekul menjadi molekul yang lebih sederhana, seperti protein menjadi
asam amino, polisakarida menjadi glukosa, serta lemak menjadi asam lemak.
Molekul yang sudah sederhana ini diangkut ke sitoplasma sehingga dapat menjadi
sumber energi atau senyawa pemula dalam sintesis komponen sel.
Putra (2010) menyampaikan hasil yang sama pada pemberian probiotik
dan prebiotik di ikan nila dapat meningkatkan aktivitas enzim amilase dan
protease, sehingga nilai kecernaan ikan terhadap protein dan karbohidrat secara
langsung akan meningkat. Nilai kecernaan menggambarkan banyaknya nutrisi
yang dapat diserap ikan dari pakan (NRC,1993), dan berkorelasi dengan tingkat
efisiensi terhadap pakan dan pertumbuhan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
bahwa perlakuan sinbiotik memiliki nilai pertumbuhan tertinggi serta FCR yang
terbaik.

Kualitas air
Parameter kualitas air yang diamati pada penelitian ini adalah oksigen
terlarut, suhu, pH serta NH3. Pengukuran kualitas air dilakukan pada awal, tengah
dan akhir penelitian. Data hasil pengamatan ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kisaran parameter kualitas air selama pelaksanaan penelitian.

Parameter
Perlakuan
Oksigen
Suhu (oC) pH NH3 (ppm)
(ppm)

K(+) 5.0 - 5.2 28 6.9 -7.0 0.009 - 0.010


K(-) 4.9 - 5.2 28 6.9 -7.0 0.009 - 0.010
Pro 5.0 - 5.2 28 7.0 0.009 - 0.010
Pre 4.9 - 5.2 28 6.9 -7.0 0.009 - 0.010
Sin 4.8 - 5.2 28 7.0 0.009 - 0.010

Data kualitas air selama penelitian berada pada kisaran yang sesuai dengan
kriteria SNI 01-6483.5-2002. Hal ini menunjukkan bahwa parameter kualitas air

Anda mungkin juga menyukai