Bab 1 V
Bab 1 V
Bab 1 V
Analisis data
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu
faktor. Data dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) pada selang kepercayaan
95%. Apabila terdapat perbedaan maka analisis data dilanjutkan dengan uji
Duncan menggunakan program Xl-stat.
Parameter darah
Total Eritrosit
Eritrosit merupakan salah satu parameter gambaran darah yang diamati
dalam penelitian ini dan hasil pengukurannya ditampilkan pada Gambar 6 dan
Lampiran 9.
Berdasarkan Gambar 6 terlihat bahwa pada minggu pertama jumlah
eritrosit ikan masih sama pada setiap perlakuan sebesar 1,14±0,00 (x106 sel/ml),
kemudian terjadi peningkatan pada hari ke-30 (setelah 30 hari pemberian
probiotik, prebiotik, sinbiotik). Kenaikan ini berlanjut sampai hari ke-31, dan
mengalami penurunan pada hari ke 34 (tiga hari setelah uji tantang dengan
menggunakan bakteri A.hydrophila), kemudian mengalami kenaikan kembali pada
hari ke 36 dan 38 kecuali pada K+.
18
Gambar 6. Total eritrosit (x106 sel/ml) darah ikan uji pada berbagai perlakuan
Pada hari ke-30 terjadi peningkatan eritrosit pada semua perlakuan,
dengan nilai tertinggi terjadi pada perlakuan sinbiotik sebesar 2,33±0,10 (x106
sel/ml) disusul oleh perlakuan probiotik, prebiotik, K+ dan K- dengan masing –
masing nilai eritrosit sebesar 2,14±0,12 (x106 sel/ml) ; 2,11±0,03 (x106 sel/ml);
1,95±0,04(x106 sel/m) dan 1,91±0,06 (x106 sel/ml). Berdasarkan uji lanjut
Duncan diketahui bahwa pada hari ke-30 terdapat beda nyata antara sinbiotik,
prebiotik dan probiotik dengan K+ dan K-. Tingginya nilai eritrosit pada
perlakuan sinbiotik diduga disebabkan oleh adanya asupan oligosakarida (FOS
dan GOS) yang dirombak oleh probiotik menjadi asam lemak rantai pendek
sebagai tambahan nutrisi bagi ikan. Delgado et al., (2011) menyatakan bahwa
probiotik dan prebiotik merupakan bagian dari imunonutrition disamping asam
lemak omega 3, asam amino (arginine, tourine, glutamine, cysteine), serta
mikronutrien (selenium, zinc). Berdasarkan hal tersebut diduga terjadi
peningkatan kualitas nutrisi sehingga mempengaruhi jumlah eritrosit pada ikan
yang memperoleh perlakuan sinbiotik.
Kumar et al., (2013) menyatakan bahwa eritrosit sebagai bagian terbesar
dari sel darah memiliki jumlah bervariasi, berkisar antara (1.05-3.0)x106 sel/ml.
Rata-rata eritrosit pada berbagai perlakuan memiliki nilai bervariasi namun
berada pada kisaran normal untuk ikan.
Eritrosit terus menurun pada hari ke-34 pada empat perlakuan kecuali pada
K(-) sebesar 2,17±0,06 (x106 sel/ml), hal ini terjadi karena pada K(-) tidak
dilakukan penyuntikan dengan A.hydrophila. Nilai eritrosit pada perlakuan
sinbiotik, probiotik, prebiotik serta K(+) masing-masing adalah sebesar 2,20±0,01
(x106 sel/ml); 1,94±0,02 (x106 sel/ml), 1,94±0,02 (x106 sel/ml) serta 1,79±0,07
(x106 sel/ml). Penurunan nilai eritrosit diduga disebabkan produk ekstraseluler
yang dihasilkan oleh A.hydrophila, seperti aerolysin, α- dan β-haemolysin,
enterotoksin, protease, haemaglutinin serta adhesin (Rey et al., 2009). Produk ini
berkaitan dengan tingkat virulensi dari bakteri tersebut.
19
Hemoglobin
Hemoglobin (Hb) merupakan bagian dari eritrosit yang memiliki
kemampuan mengangkut oksigen untuk diedarkan ke seluruh tubuh. Kadar
hemoglobin selama penelitian ditampilkan dalam Gambar 7 dan Lampiran 10.
Hematokrit
Hematokrit merupakan nilai perbandingan antara jumlah eritrosit dengan
plasma darah. Hasil perhitungan hematokrit ditampilkan pada Gambar 8 dan
Lampiran 11.
terraenovae). Perlakuan K(-) yang merupakan kontrol negatif memiliki pola nilai
hematokrit yang stabil dibandingkan perlakuan lainnya, hal ini karena pada
kontrol negatif tidak dilakukan penyuntikan A.hydrophila sehingga tidak terjadi
respon tubuh akibat infeksi.
Total leukosit
Ikan-ikan teleostei memiliki respon imun bawaan dan respon imun adaptif.
Sel darah putih atau leukosit merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh ikan
yang bersifat non-spesifik termasuk di dalamnya monosit, granulosit dan sel-sel
cytotoxic non-spesifik (Fraser et al., 2012). Hasil pengukuran nilai total leukosit
dapat dilihat pada Gambar 9 dan lampiran 12.
Gambar 9. Total leukosit (x106 sel/ml) darah ikan uji pada berbagai perlakuan
Leukosit total darah ikan uji pada awal pengukuran menunjukkan nilai
yang sama yaitu 0,93±0,00. Peningkatan leukosit terjadi mulai hari ke-30 disemua
perlakuan, dan hasil uji Duncan menunjukkan bahwa terdapat beda nyata antara
sinbiotik dan prebiotik dengan kontrol. Hari ke-34 memberikan nilai leukosit
tertinggi disemua perlakuan, dengan masing-masing nilai untuk sinbiotik,
prebiotik, probiotik, K(-) serta K(+) adalah 2,05±0,04 (x106 sel/ml);
2,00±0,03(x106 sel/ml) ; 1,87±0,01 (x106 sel/ml); 1,86±0,02 (x106 sel/ml) serta
1,51±0,04 (x106 sel/ml). Hasil uji Duncan menunjukkan beda nyata antara
sinbiotik serta prebiotik dengan K(+). Nilai leukosit pada hari ke-36 menunjukkan
bahwa perlakuan Sin berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, hal ini
menunjukkan bahwa leukosit ikan uji pada perlakuan Sin lebih cepat kembali
pada kondisi pemulihan dibandingkan perlakuan lainnya.
Peningkatan nilai leukosit pada perlakuan sinbiotik dan prebiotik di hari
ke-34 menunjukkan adanya upaya ikan untuk mengatasi infeksi A.hydrophila
yang ditandai dengan peningkatan jumlah sistem pertahanan tubuh non-
spesifiknya yakni leukosit. Hal ini sesuai dengan Rawling et al., (2012) yang
menyatakan bahwa leukosit memegang peranan penting dalam sistem imun
bawaan ikan dan tingkat keberadaannya dapat dijadikan sebagai bio-indiakator
status kesehatan ikan.
22
Nilai leukosit mengalami penurunan mulai hari ke-36, namun dari hasil uji
Duncan terlihat bahwa nilai perlakuan sinbiotik sebesar 1,78 ±0,02 (x106 sel/ml)
berbeda nyata dengan perlakuan prebiotik, probiotik, K(-) dan K(+) yang masing-
masing memiliki nilai leukosit sebesar 1,66±0,04 (x106 sel/ml); 1,55±0,03 (x106
sel/ml); 1,52±0,06 (x106 sel/ml)serta 1,51±0,05 (x106 sel/ml).
Perlakuan sinbiotik dan prebiotik menunjukkan nilai yang tinggi
dibandingkan tiga perlakuan lainnya, hal ini diduga karena asupan FOS dan GOS
mampu mendukung proses imunomodulatory pada tubuh inang, sehingga
pengembalian kondisi tubuh atau recovery ke keadaan homeostatis dapat
berlangsung lebih baik (Gambar 10).
Diferensial Leukosit
Parameter diferensial leukosit yang diamati pada penelitian ini meliputi
monosit, limfosit, serta neutrofil. Nilai yang diperoleh reltif bervariasi pada
setiap perlakuan.
Monosit
Monosit merupakan parameter mononuklear disamping makrofag yang
berhubungan dengan sistem imun non-spesifik pada proses fagositik dan bekerja
sama dengan komponen imun lainnya seperti neutrofil, mast sel, makrofag, B
lymposit, T lymposit, interleukin (Lv-yun, 2013). Hasil dari perhitungan monosit
ditampilkan pada Gambar 11 dan Lampiran 13.
23
Gambar 11. Nilai monosit darah ikan uji pada berbagai perlakuan
Limfosit
Limfosit merupakan sel yang berfungsi mengenali berbagai antigen, baik
intraselular maupun ekstraselular. Sel ini berperan utama dalam sistem imun
spesifik Hasil perhitungan limfosit ditampilkan pada Gambar 12 dan Lampiran
14.
24
Fraser et al., (2012) menyatakan bahwa pada ikan salmon sel–B umumnya
banyak ditemukan di ginjal, darah dan limpa; yang berperan dalam produksi
antibodi dan fagositik. Pohlenz et al., (2012) menyatakan bahwa perbanyakan
limfosit ditentukan oleh keberadaan asam amino, dan limfosit berperan dalam
diferensiasi plasma sel dan sintetis imunoglobulin.
Berbeda dengan monosit, limfosit tidak bersifat fagositik tetapi berperan
penting dalam pembentukan antibodi (Bratawidjaja, 2006). Pernyataan ini
merupakan penjelasan dari data pada berbagai perlakuan, bahwa nilai terendah
terjadi pada waktu setelah uji tantang. Diduga pada kondisi ini yang bekerja
secara dominan adalah monosit sehingga differensiasi leukosit yang terjadi
didominasi oleh monosit sehingga jumlah limfosit relatif berkurang. Pada hari ke-
36 dan ke-38, dianggap merupakan kondisi pemulihan yang sebelumnya telah
dijelaskan dan hal ini terlihat dari nilai limfosit yang meningkat, karena pada
kondisi tersebut sel mulai membentuk antibodi agar ikan lebih tahan dari infeksi
A. hydrophila berikutnya.
Neutrofil
Granulosit merupakan bagian dari leukosit dan diketahui terdiri dari 3 tipe,
yakni neutrofil, eosinofil dan basofil. Neutrofil dan eonisofil adalah yang umum
ditemui dalam banyak spesies ikan sedangan basofil jarang ditemui. Neutrofil
adalah sel fagositik pertama yang tiba di lokasi infeksi dan beperan dalam
pembunuhan serta degradasi mikroorganisme sebagaimana yang dilakukan dalam
penyembuhan luka (Fraser et al., 2012). Hasil pengukuran neutrofil ditampilkan
pada Gambar 13 dan Lampiran 15.
belum terjadi infeksi sehingga populasi neutrofil disimpan untuk keadaan darurat
di dalam jaringan limfoid dari ginjal.
Neutrofil berperan dalam masalah fagositik sel patogen sebagaimana yang
dilakukan oleh monosit (Giri et al., 2012) namun demikian sel neutrofil bergerak
lebih cepat dari monosit, dan sampai di daerah infeksi dalam 2-4 jam. Pada saat
inilah sel pertahanan fagositik didominasi oleh neutrofil, tetapi beberapa jam
kemudian (7-8 jam) sel yang mendominasi adalah monosit (Iwama, 1996).
Lebih lanjut Baratawidjaja (2006) menyatakan bahwa sel neutrofil hanya
berada dalam sirkulasi darah kurang dari 48 jam sebelum bermigrasi dan
berpindah sangat cepat ke daerah infeksi. Ketika terjadi rangsangan akibat
terjadinya peradangan atau inflamasi, sel akan bermigrasi ke aliran darah dan
kemudian masuk ke dalam luka inflamasi. Bakteri patogen selanjutnya akan
difagosit oleh sel tersebut untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam fagosom yang
di dalamnya terdapat enzim hydrolase, mieloperoksidase dan lisozim yang akan
melisis dan mencerna bakteri patogen tersebut.
Neutrofil merupakan jenis leukosit yang pertama meninggalkan pembuluh
darah karena mengandung vakuola yang berisi enzim dan digunakan untuk
menghancurkan organisma yang dimakannya. Dušan et al., (2006) menyatakan
bahwa pemberian immunomodulator berupa β-Glucan pada ikan fathead minnows
(Pimephales promelas Rafinesque, 1820) meningkatkan fungsi neutrofil.
Aktivitas fagositik
Aktivitas fagositik merupakan kegiatan sel-sel fagosit melakukan
fagositosis dalam sistem imun non spesifik seluler yang melibatkan sel
mononuklear (monosit, makrofag) dan polimorfonuklear. Pada proses ini terjadi
mekanisma pengenalan, penangkapan serta degradasi patogen (Iwama, 1996).
Makrofag berperan penting dalam sistem pertahanan sel non-spesifik (Liu et al.,
2012), dan pada kondisi tertentu sel monosit dapat berubah menjadi bentuk
makrofag.
Proses fagositik diikuti oleh tingginya molekul oksigen reaktif dari
aktivitas mikroorganisme seperti superoksida anion (-O2), hidrogen peroksida
(H2O2), dan hidroksil radikal (OH) (Giri et al., 2012). Hasil perhitungan aktivitas
fagositik ditampilkan dalam Gambar 14 dan lampiran 16.
27
Gambar 14. Nilai aktivitas fagositik darah ikan uji pada berbagai perlakuan
Aktivitas fagositik pada awal pengamatan menunjukkan nilai yang sama
disemua perlakuan yaitu sebesar 70,00±0,00. Nilai ini mengalami peningkatan
pada hari ke-30, dan dari hasil uji Duncan diketahui bahwa terdapat beda nyata
antara perlakuan sinbiotik serta prebiotik dengan kontrol, yaitu masing-masing
sebesar 83,33±2,31; 82,00±6,93 serta 72,33±3,79. Nilai ini terus naik sampai hari
ke-34 untuk empat perlakuan kcuali K(-). Hal ini disebabkan pada perlakuan
K(-) tidak terjadi aktivitas fagosistik terhadap A.hydrophila, karena pada saat uji
tantang dilakukan penyuntikan dengan phospat buffer saline (PBS). Tingginya
nilai aktivitas fagositik pada hari ke-34 sejalan dengan kenaikan pada nilai
leukosit pada hari pengamatan yang sama juga memiliki nilai yang tertinggi.
Aktivitas fagositik secara umum mengalami penurunan mulai hari ke-36 sampai
ke 38 pada semua perlakuan.
Perlakuan sinbiotik pada hari ke-30 dan ke-31 menunjukkan adanya
perbedaan nilai dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena pada saat proses
degradasi patogen dalam aktivitas fagositik berlangsung, terjadi tambahan H2O2
produksi L.brevis, yang merupakan salah satu komponen dari mekanisma
penghancuran bakteri melalui ketersediaan oksigen dan menghasilkan reaktif
oksigen.
L.brevis memiliki kemampuan untuk menghasilkan NADH oksidase
(Findrik et al., 2008) yang merupakan enzim pembentuk H2O2. Skema
pembentukan NADH oksidase ditampilkan pada Gambar 15.
28
Gambar 16. Nilai tingkat kelangsungan hidup ikan uji pada berbagai perlakuan
Hasil analisis keragaman (p<0.05) terhadap kelangsungan hidup
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan. Uji lanjut
Duncan menunjukkan bahwa perbedaan yang terjadi adalah antara perlakuan
K(+) dengan seluruh perlakuan yang lain (K(-), Pro, Pre dan Sin), sedangkan
29
antar perlakuan yang lain tidak berbeda satu sama lain mengingat tidak ada
kematian yang terjadi pada perlakuan-perlakuan tersebut.
Data kelangsungan hidup menunjukkan bahwa L.brevis mampu
menghambat pertumbuhan dari A. hydrophila dengan cara menghasilkan H2O2,
dan hal ini sejalan dengan hasil yang diperoleh dari uji antagonistik Selain itu
diduga probiotik berkompetisi nutrisi dengan bakteri patogen yang ada pada usus
ikan sehingga pertumbuhan bakteri patogen tersebut terhambat. Pada perlakuan
Pre diperkirakan tertekannya pertumbuhan A.hydrophila pada perlakuan ini adalah
akibat adanya bakteri alami yang bersifat menguntungkan yang mampu
memanfaatkan asupan FOS dan GOS yang diberikan. Oleh karena itu jumlah
populasi bakteri menguntungkan yang ada dalam tubuh ikan uji diperkirakan
meningkat sehingga mampu menekan pertumbuhan dari A. hydrophila.
Akibatnya populasi A. hydrophila tersebut tidak sampai mengakibatkan kematian
ikan.
Narges et al., (2012) menyatakan bahwa penambahan FOS sebanyak 2-
3% pada pakan caspian roach (Rutilus rutilus) meningkatkan kelangsungan hidup
ikan uji. Sejalan dengan hal tersebut, Barbara et al., (2008) mengemukakan pada
penambahan mannanoligosaccharide (MOS), fructooligosaccharide (FOS) dan
galactooligosaccharide (GOS) dengan masing-masing dosis 1% pada pakan
atlantic salmon (Salmo salar) memberikan tingkat kelangsungan hidup sebesar
100%.
Bücker et al., (2011) menyatakan bahwa serangan bakteri A.hydrophila
menyebabkan infeksi dan nekrosis pada ikan, hal ini tampak dari ikan yang mati
pada perlakuan K(+). Seluruh ikan mati mengalami hemoragic dan nekrosis pada
beberapa bagian tubuhnya (Gambar 17). Nekrosis, peradangan dan tukak
merupakan respon lanjutan dari infeksi bakteri setelah sebelumnya mengalami
hiperemi sebagai sebagai respon atau gejala klinis awal. Hiperemi sendiri terjadi
akibat adanya mobilisasi leukosit sebagai bentuk perlawanan akibat adanya
serangan bakteri patogen.
Gambar 18. Nilai laju pertumbuhan harian ikan uji berdasarkan bobot
Berdasarkan uji lanjut (p<0.05) dapat dilihat bahwa perlakuan Sin
memiliki nilai pertumbuhan harian tertinggi sebesar 3,370±0,14. Perlakuan
prebiotik, probiotik, K(+) dan K(-) masing-masing sebesar 3,047±0,10;
3.001±0,20; 2,578±0,13 serta 2,505±0,07. Putra (2010) menyatakan bahwa
pemberian sinbiotik oligosakarida dan bakteri NP5 melalui pakan pada ikan nila,
memberikan nilai pertumbuhan tertinggi serta berbeda nyata dengan kontrol.
Keberadaan bakteri probiotik dalam saluran pencernaan sangat
menguntungkan bagi ikan karena bakteri tersebut akan menyumbangkan
exogenous enzim seperti amilase, lipase dan protease pada sistem pencernaan ikan
(Narges et al., 2012). Diperkirakan akan ada dua hal yang terjadi dengan adanya
sumbangan enzim ini, pertama sistem pencernaan ikan menjadi lebih efektif
sehingga pembelanjaan energi (expenditure energy) untuk proses pencernaan
menjadi lebih sedikit sehingga selisih energi yang seharusnya dikeluarkan untuk
pembelanjaan tersebut dapat digunakan untuk pertumbuhan. Hal kedua adalah
tubuh ikan akan lebih sedikit menghabiskan energi untuk proses sintesis enzim
sehingga energi tersebut dapat lebih dimanfaatkan untuk proses pertumbuhan.
Narges et al., (2012) menyatakan bahwa penambahan FOS sebanyak 2-3% pada
pakan larva caspian roach memberikan tingkat pertumbuhan yang tinggi, serta
berbeda nyata dengan kontrol.
Perhitungan pertumbuhan harian berdasarkan panjang dimaksudkan untuk
melihat apakah pola pertumbuhan yang terjadi pada ikan uji hanya sampai kepada
bobot ataukah sudah ke arah pertumbuhan panjang.Hasil perhitungan
pertumbuhan harian berdasarkan panjang ditampilkan dalam Gambar 19 dan
Lampiran 19.
31
Kualitas air
Parameter kualitas air yang diamati pada penelitian ini adalah oksigen
terlarut, suhu, pH serta NH3. Pengukuran kualitas air dilakukan pada awal, tengah
dan akhir penelitian. Data hasil pengamatan ditampilkan pada Tabel 2.
Parameter
Perlakuan
Oksigen
Suhu (oC) pH NH3 (ppm)
(ppm)
Data kualitas air selama penelitian berada pada kisaran yang sesuai dengan
kriteria SNI 01-6483.5-2002. Hal ini menunjukkan bahwa parameter kualitas air