Anda di halaman 1dari 2

Pendidikan Benteng Disintegrasi

Oleh : A. Hari Pamuji, S.Pd.SD*)

KETIKA kita mengengok sejarah, sebenarnya bukanlah hal yang asing di telinga bahwa
disintegrasi bangsa menjadi ancaman yang laur biasa. Bagaimana kalau kita melihat ke belakang,
ada Daerah Istimewa Aceh, Timor Timur, dan Papua yang seolah-olah tak luput dari isu
disintegrasi bangsa.

Isu itu bukanlah isapan jempol, bagaimana kelompok-kelompok tertentu dengan gerakan dan
propagandanya sudah sangat mengancam keutuhan Negara kita. Lalu bagaimana dengan kita
sebagai pendidik? Apakah pendidikan bisa menjadi sebuah solusi disintegrasi bangsa?

Ruang lingkup kurikulum pendidikan kita sebenarnya sudah menanamkan karakter-karakter


bangsa yang sangat luar biasa. Ketika pendidikan karakter bangsa yang sudah melekat pada
sistem pendidikan sudah dilaksanakan dengan baik, maka harapan besar pemerintah adalah
terciptanya generasi yang mempunyai karakter positif. Namun itu tidaklah mudah.

Menitikberatkan pendidikan pada pendidikan akhlak menjadi sangat penting untuk


membentuk generasi emas yang mempunyai sikap nasionalisme. Selain itu pendidikan juga harus
mampu menciptakan generasi yang memiliki empati sosial yang besar terhadap sesama. Dengan
memulai empati terhadap orang lain, maka sedikit demi sedikit akan timbul sikap-sikap social
lainnya termasuk di dalamnya adalah mencintai negara sendiri.

Prinsip kerukunan dan prinsip hormat sangat penting ditanamkan pada anak-anak. Agar
generasi Indonesia emas pada saatnya nanti akan tercipta sebagai generasi yang hidup dalam
kedamaian dan saling menghormati. Prinsip kerukunan bertujuan untuk mempertahankan
masyarakat dalam keadaan yang harmonis. Rukun memiliki arti berada dalam keadaan yang
selaras, tenang dan tentram, tanpa perselisihan dan pertentangan. Adapun prinsip hormat adalah
untuk menciptakan keselarasan dan peran sosial dalam masayarakat. Ketika hal tersebut melekat
pada siswa, maka sebenarnya salah satu hal kecil yang bersampak pada persatuan Bangsa.

Seperti halnya dulu ketika rumusan Pancasila dicetuskan, banyak kalangan yang pro dan
kontra terhadap sila pertama yaitu Ketuhanan dengan menjalankan syariat Islam. Namun dengan
sikap mengedepankan keutuhan bangsa, secara luar biasa forum menganti konsep sila pertama
dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal itu sebenarnya adalah adanya sikap nasionalisme yang
tentu saja untuk menjaga disintegrasi bangsa., dan masih banyak lagi keragaman. engingat
bahwa Negara kita adalah Negara yang mempunyai keragaman dari segala aspek, baik budaya,
agama, suku., dan msih banyak lagi keragaman lainnya. Nah, sikap-sikap itulah yang perlu kita
tanamkan pada anak didik kita yang mengedepankan kepentingan bersama di atas kepentingan
pribadi atau golongan.

Apakah alokasi Pendidikan Kewarganegaraan itu sudah cukup untuk siswa? Jawabannya
tentu tidak. Karena dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran saja sangat sulit untuk menanamkan
konsep-konsep bagaimana nasionalisme dan sikap cinta terhadap tanah air. Salah satu cara
adalah bagimana guru sebagai fasilitator mampu menyisipkan konsep-konsep kecintaan terhadap
tanah air dalam setiap pembelajaran. Dengan menyajikan sejarah tokoh-tokoh pejuang masa
lampau bisa menjadi salah satu solusi.

Kegiatan pembiasaan juga hal yang efektif membentuk karakter anak untuk lebih
mencintai tanah air. Kegiatan ini sebenarnya sudah biasa dilakukan misalnya dengan
menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya ketika dimulainya pembelajaran. Kemudian
ketika jam istirahat kita putarkan lagu-lagu perjuangan.

Itu sebenarnya hal yang sangat mudah dilakukan, namun kadang kita sebagai pendidik
belum maksimal dalam melakukan hal tersebut. Ketika konsep berbangsa dan bernegara dengan
pengamalan Pancasila itu benar-benar terwujud secara baik. Maka anak didik kita akan sadar
bahwa perbedaan itu indah dalam bingkai persatuan dan kesatuan bangsa. Harapan tersebut
tentunya menjadi sebuah impian indah untuk direalisasikan dalam kehidupan yang nyata. Jika
anak didik kita memiliki jati diri Pancasila, niscaya persatuan akan semakin terjaga yang
dampaknya tentu pada keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. *)Penulis adalah guru
SDN 1 Pakuncen Kecamatan Bobotsari.

Anda mungkin juga menyukai