Anda di halaman 1dari 30

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,


karena atas anugerah-Nya kami mampu menyelesaikan tulisan ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Perilaku Organisasi. Tidak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
terlaksananya penulisan tulisan ini hingga bisa tersusun dengan baik.

Tulisan ini disusun berdasarkan pengetahuan yang kami peroleh


dari beberapa buku dan media elektronik dengan harapan agar pembaca
dapat memperluas pengetahuan tentang Keberagaman dalam Organisasi.

Kami sadar bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing kami meminta
masukannya demi perbaikan pembuatan tulisan penulis di masa
yang akan dating dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca
yang bersifat membangun.

Surakarta, 24 September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN UTAMA
KATA PENGANTAR ................................................................................ i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
BAB II PERSEPSI DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INDIVIDU
A. Pengertian Persepsi ...................................................................... 2
B. Persepsi Orang Membuat Penilaian Atas Orang Lain ................... 3
C. Hubungan Antara Persepsi dan Pengambilan Keputusan ............. 5
D. Pengambilan Keputusan Dalam Organisasi ................................... 6
E. Pengaruh Dalam Pengambilan Keputusan .................................... 8
F. Etika Dalam Pengambilan Keputusan .......................................... 12
G. Pengambilan Keputusan Kreatif dan Inovasi ............................... 13
BAB III KONSEP MOTIVASI
A. Pengertian Motivasi ...................................................................... 17
B. Teori-Teori Awal Mengenai Motivasi ............................................ 18
C. Teori-Teori Kontemporer Mengenai Motivasi ............................... 20
D. Mengintegrasikan Teori-Teori Motivasi Kontemporer ................... 27

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu cara dalam mengambil keputusan adalah dengan
mempergunakan perasaan dan persepsi. Perasaan disini bukan
berarti emosi, melainkan dengan mempertimbangkan dampak dari
suatu keputusan terhadap diri sendiri/ orang lain. Apakah
manfaatnya bagi diri sendiri/ orang lain (tanpa mempersyaratkan
terlebih dahulu bahwa hal tersebut haruslah logis).
Pengambilan keputusan atas dasar perasaan ini
berlandaskan pada nilai-nilai pribadi atau norma-norma dan bukan
mengacu pada tindakan yang dapat disebut emosionil. Apabila kita
mengambil keputusan berdasarkan perasaan, kita akan
mempertanyakan seberapa jauh kita pribadi akan melibatkan diri
secara langsung, seberapa jauh kita merasa turut bertanggung
jawab terhadap dampak atas keputusan yang kita ambil, baik
terhadap diri sendiri maupun orang lain. Mereka yang mempunyai
preferensi menggunakan perasaan dalam mengambil keputusan,
cenderung bersikap simpatik, bijaksana dan sangat menghargai
sesama. Banyak cara atau gaya dalam pengambilan keputusan.

1
BAB II
PERSEPSI DAN PENGAMBILAN
KEPUTUSAN INDIVIDU

A. Pengertian Persepsi
Persepsi (perception) adalah sebuah proses individu
mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan sensoris untuk
memberikan pengertian pada lingkungannya.
Persepsi penting bagi prilaku organisasi karena perilaku orang-
orang didasarkan pada persepsi mereka tentang apa realita yang
ada, bukan mengenai realita itu sendiri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
Sejumlah faktor membentuk dan kadang-kadang mengganggu
persepsi. Ketika anda melihat sebuah target, interpretasi anda
tentang apa yang anda lihat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi
anda, sikap, kepribadian motif, minat, pengalaman masa lampau dan
ekspektasi. Misalnya jika anda mengharapkan seorang petugas
polisi agar otoritas, anda mungkin menilainya demikian, tanpa
memandang sifat-sifat yang sebenarnya.
Karakteristik dari target juga mempengaruhi apa yang kita nilai.
Orang- orang yang berisik mungkin lebih disadari dari pada yang
pendiam. Demikian halnya juga terhadap orang yang menarik
maupun tidak. Oleh karena kita tidak melihat target dalam isolasi,
hubungan antara sebuah target dan latar belakang mempengaruhi
persepsi, bagaimana kecenderungan kita untuk mengelompokkan
hal- hal yang dekat dan mirip bersama- sama.
Konteks pun berpengaruh. Waktu saat kita melihat suatu objek
atau peristiwa dapat mempengaruhi perhatian kita, seperti lokasi,
cahaya, panas atau faktor-faktor situasional.

2
B. Persepsi Orang Membuat Penilaian Atas Orang Lain
Aplikasi konsep persepsi yang paling relevan terhadap perilaku
organisasi, persepsi orang, atau persepsi yang dibentuk orang
tentang satu sama lain.

TEORI ATRIBUSI
Teori Atribusi (attributior theory) menjelaskan cara-cara kita
menilai orang dengan berbeda, bergantung pada pengertian yang
kita atribusikan pada sebuah perilaku. Ini menyatakan bahwa ketika
kita mengamati perilaku seorang individu, kita mencoba menentukan
apakah itu disebabkan dari internal atau eksternal.
Penentuan itu terutama tergantung pada tiga faktor, yaitu :
1. Perbedaan
2. Konsensus
3. Konsistensi

Perilaku yang disebabkan internal adalah kendali perilaku


pribadi dari individu. Perilaku yang disebabkan eksternal adalah
situasi yang kita bayangkan, memaksa individu untuk melakukannya.
Contoh, jika salah satu pekerja anda datang terlambat, anda
akan mengatribusikannya pada bangun tidur kesiangan akibat pesta
malam yang ia adakan (ini atribusi internal). Tetapi jika anda
mengatribusikannya pada kecelakan mobil yang membuat macet (ini
atribusi eksternal).
Jika dimasukkan analisa ketiga faktor tadi, perbedaan,
konsensus dan konsistensi, adalah faktor perbedaan merujuk
apakah seorang individu menampilkan perilaku yang berbeda dalam
situasi yang berbeda, apakah pekerja yang datang terlambat hari ini
adalah mereka yang selalu mengingkari komitmen?Yang ingin kita
ketahui adalah apakah perilakunya tidak biasa. Jika “Ya” kita
memakai atribusi eksternal. Jika “Tidak” memakai atribusi internal.

3
Jika setiap orang menghadapi situasi yang sama, memberikan
respons yang sama, kita dapat mengatakan perilaku ini menunjukan
Konsensus. Jika Perilaku pekerja yang terlambat memenuhi kriteria
jika semua pekerja yang menempuh rute yang sama juga terlambat.
Dari sebuah persepktif atribusi, jika konsensunya tinggi, anda
mungkin memberikan atribusi eksternal pada keterlambatan pekerja
itu. Sedangkan jika pekerja lain yang menempuh rute yang sama
datang tepat waktu maka anda akan mendistribusikan
keterlambatannya sebagai penyebab internal.
Terakhir, seorang pengamat mencari konsistensi dalam
tindakan seseorang. Semakin konsisten perilakunya, semakin
mungkin kita mengatribusikannya pada penyebab internal.
Teori atribusi meringkas elemn-elemen penting dalam tindakan
seseorang. Hal ini menyatakan pada kita bahwa jika seorang
pekerja, misalnya Katelyn, umumnya tingkat kinerja yang sama pada
tugas-tugas lain sebagaimana yang ia mengerjakan tugasnya
sekarang (perbedaan yang rendah), pekerjaan lainnya sering kali
memiliki kinerja berbeda, bisa lebih baik atau lebih buruk,
dibandingkan dengan Katelyn pada tugas itu (konsesus rendah), dan
kinerja Katelyn atas tugas sekarang konsisten sepanjang waktu
(konsistensi tinggi), siapapun yang menilai pekerjaan Katelyn
mungkin akan menganggap bahwa ia sangat bertanggung jawab
atas kinerja tugasnya (atribusi internal).
Salah satu temuan dari riset teori atribusi adalah bahwa
kesalahan atau bias mengganggu atribusi. Ketika kita membuat
penilaian tentang perilaku orang lain, kita cenderung meremehkan
pengaruh faktor-faktor eksternal dan melebihkan pengaruh faktor-
faktor internal atau pribadi.

4
Kesalahan atribusi fundamental ini dapat menjelaskan
mengapa seorang manajer penjualan cenderung mengatribusikan
buruknya kinerja agen penjualnya pada kemalasan dibandingkan
pada lini prduk inovatif kompetitor. Individu dan oerganisasi juga
cenderung mengatribusikan kesuksesan mereka pada faktor-faktor
internal seperti kemauan atau usaha, tetapi menyalahkan kegagalan
pada faktor-faktor eksternal seperti ketidakberuntungan atau rekan
kerja yang tidak produktif. Orang-orang juga cenderung
mengatribusikan informasi-informasi ambigu seperti pujian bagus,
menerima umpan balik positif dan menolak umpan balik negatif.
Bias Pelayanan Diri (self serving bias) kecenderungan individu
untuk mengatribusikan kesuksesan mereka pada faktor-faktor
internal seperti kemampuan atau usaha, tetapi menyalahkan
kegagalan pada faktor- faktor eksternal.

C. Hubungan Antara Persepsi dan Pengambilan Keputusan


Individual
Setiap individu yang mengambil keputusan, merupakan pilihan
yang dibuat dari dua atau lebih alternatif. Manajer puncak
menentukan sasaran organisasi mereka, produk atau jasa apa yang
akan ditawarkan, cara terbaik apa untuk mendanai operasional, atau
dimana lokasi sebuah pabrik manufaktur baru. Manajer level
menengah dan level rendah menetapkan jadwal produksi, memilih
pekerja-pekerja baru, dan menentukan bagaimana alokasi kenaikan
gaji. Oleh karena itu pengambilan keputusan individu merupakan
bagian penting dari perilaku organisasi. Tetapi cara individu
mengambil keputusan dan kualitas pilihannya sangat dipengaruhi
oleh persepsi mereka.

5
Pengambilan keputusan terjadi sebagai reaksi atas masalah
yaitu sebuah perbedaan antara situasi sekarang dan yang
diinginkan, yang mengharuskan kita mempertimbangkan alternatif-
alternatif tindakan.
Setiap keputusan kita membutuhkan untuk menginterpretasi
dan mengevaluasi informasi. Kita umumnya menerima data dari
banyak sumber yang perlu kita saring, proses dan interpretasi. Kita
juga perlu mengembangkan alternatif dan mengevaluasi kekuatan
dan kelemahannya. Sekali lagi, proses perseptual kita akan
mempengaruhi hasil akhir. Selama proses pengambilan keputusan,
kesalahan perseptual sering kali muncul sehingga dapat
membiaskan analisis dan kesimpulan.

D. Pengambilan Keputusan Dalam Organisasi


Sekolah bisnis melatih mahasiswa untuk mengikuti model
pengambilan keputusan rasional. Saat model memiliki kelayakan,
mereka tidak selalu menjelaskan bagaimana orang mengambil
keputusan. Perilaku organisasi memperbaiki cara kita mengambil
keputusan dalam organisasi dengan mengatasi kesalahan
pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan dalam organisasi dapat dikelompokan
menjadi Model Rasional, Rasionalitas Terbatas dan Intuisi.

a. Rasional
Rasional (rational) dikarakterisasikan dengan mengambil
pilihan yang konsisten, memaksimalkan nilai dalam batasan-
batasan spesifik. Dalam perilaku organisasi ada dua konsep
dalam pengambilan keputusan yang umumnya diterima oleh
masing- masing individu untuk membuat determinasi pengambilan
keputusan rasional, rasional terbatas dan instuisi.

6
Dalam keputusan rasional mengikuti enam langkah model
pengambilan keputusan ;
1. Definisi Masalah
2. Identifikasi kriteria keputusan
3. Alokasikan bobot pada kriteria itu
4. Kembangkanlah alternatif-alternatif
5. Evaluasi alternatif-alternatif itu
6. Pilihlah alternatif terbaik

b. Rasionalitas Terbatas
Rasionalitas terbatas (bounded rationality) sebuah proses
pengambilan keputusan dengan membangun model yang
disederhanakan yang mengeluarkan fitur-fitur esensial dari
masalah tanpa menangkap semua kompleksitasnya.
Kemampuan terbatas kita dalam memproses informasi
membuat tidak mungkin untuk mengasimilasikan semua informasi
yang diperlukan untuk optimalisasi.
Kebanyakan orang merespons masalah yang kompleks
dengan menguranginya sampai level yang mereka siap mengerti.
Banyak masalah tidak memiliki solusi yang optimal sehingga
kebanyakan orang memutuskan untuk mengejar tindakan yang
memenuhi persyaratan minimum.
Oleh karena pikiran manusia tidak dapat memformulasikan
dan memecahkan masalah-masalah kompleks dengan
rasionalitas penuh. Berusaha untuk selalu puas tidaklah selalu
buruk, sebuah proses sederhana lebih sering menjadi masuk akal
dari pada model pengambilan keputusan rasional tradisonal.

7
c. Intuisi
Intuisi mungkin cara yang paling tidak rasional dalam
mengambil keputusan adalah pengambilan keputusan intuitif,
sebuah proses tanpa sadar yang diciptakan dari pengalaman yang
diperoleh. Pengambilan keputusan intuitif diluar pikiran sadar,
berpegang pada asosiasi holistis atau kaitan antara potongan –
potongan informasi yang tidak sama cepat, dan secara efektif
dibebankan, berarti melibatkan emosi.
Saat intuisi tidak rasional, ia tidak selalu salah. Tidak juga ia
selalu melawan analisis rasional keduanya dapat melengkapi satu
sama lain. Apakah intuisi membantu pengambilan keputusan yang
efektif ? para peneliti berpendapat, tetapi sebagian besar dari
mereka meragukannya, dikarenakan intuisi sulit diukur dan
dianalis.

E. Pengaruh Dalam Pengambilan Keputusan: Perbedaan Individu


dan Batasan Organisasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi bagaimana orang mengambil
keputusan dan tingkat di mana mereka rentan pada kesalahan serta
bias. Kita mendiskukan perbedaan-perbedaan individual dan
batasan-batasan organisasi.

a. Perbedaan Individu
Pengambilan keputusan dalam praktiknya dikarakterisasikan
oleh batasan-batasan rasionalitas, bias dan kesalahan umum
serta penggunaan instuisi. Perbedaan-perbedaan individu juga
menciptakan deviasi dari model rasional, yang terdiri dari:

8
1. Kepribadian
Riset tentang kepribadian dan pengambilan keputusan
menyatakan kepribadian mempengaruhi keputusan kita.
 Pertama riset menyatakan bahwa orang-orang yang
berjuang dalam pencapaiannya lebih mungkin
mengeskalasi komitmennya, sedangkan orang-orang
yang patuh lebih tidak mungkin.
 Kedua, individu yang mengejar pencapaian tampaknya
lebih rentan pada bias retrospeksi, mungkin karena
mereka perlu menjustifikasi tindakannya. Kita belum
memiliki bukti mengenai apakah orang-orang yang
patuh kebal pada bias ini.
Orang-orang dengan harga diri tinggi sangat termotivasi
untuk mempertahankannya, sehingga mereka menggunakan
bias pemenuhan diri untuk mempertahankannya. Mereka
menyalahkan orang lain atas kegagalanya, tetapi mengambil
kredit atas kesuksesan.

2. Jenis Kelamin
Riset atas kontemplasi menawarkan pandangan
mengenai perbedaan jenis kelamin dalam pengambilan
keputusan. Kontemplasi bermakna berefleksi dalam waktu
yang lama. Dari sisi pengambilan keputusan, itu berarti
terlalu memikirkan masalah.

3. Kemampuan Mental
Kita tahu orang-orang dengan level kemampuan mental
yang lebih tinggi mampu memproses informasi lebih cepat,
memecahkan masalah lebih akurat, dan belajar lebih cepat,
sehingga anda mungkin mengekspektasikan mereka juga
lebih sedikit berisiko salah mengambil keputusan umum.

9
4. Perbedaan Budaya
Model rasional tidak membuat pengakuan atas
perbedaan budaya, oleh karena itu, kita perlu mengakui
bahwa latar belakang budaya dari pembuat keputusan dapat
mempengaruhi dengan signifikan pilihan masalah, keadaan
analisis, pentingnya logika, rasionalitas dan apakah
keputusan organisasi seharusnya dibuat secara antokrat
oleh seorang manajer atau secara kolektif dalam kelompok.
Beberapa budaya menekankan pemecahan masalah,
sedangkan yang lainnya fokus pada menerima situasi
sebagaimana adanya. Oleh karena manajer yang
memecahkan masalah percaya pada mereka mampu dan
harus mengubah situasi sesuai kepentingan mereka.

b. Batasan Organisasi
Organisasi dapat membatasi pengambilan keputusan,
menciptakan deviasi dari model rasional. Misalnya, manajer
membentuk keputusan untuk merefleksikan eveluasi kinerja dan
sistim imbalan organisasi, untuk memenuhi peraturan baku dan
untuk memenuhi batasan – batasan waktu organisasi.
1. Evaluasi Kerja
Manajer dipengaruhi oleh kriteria yang menjadi dasar
mereka dievaluasi. Jika seorang manajer divisi percaya
bahwa kinerja pabrik yang berada di bawah tanggung
jawabnya beroperasi terbaik ketika ia tidak mendengar hal
negatif, kita akan mendapati manejer pabriknya bekerja
menghabiskan banyak waktu untuk memastikan tidak ada
informasi negatif yang sampai padanya.

10
2. Sistem Imbalan
Sistim imbalan organisasi mempengaruhi pengambilan
keputusan dengan menyarankan pilihan apa yang memiliki
pembayaran pribadi lebih baik. Jika organisasi menghargai
penghindaran resiko, manajer lebih mungkin untuk
mengambil keputusan konservatif. Eksekutif ini menjadi ahli
dalam menghindari isu-isu dan menyerahkan keputusan-
keputusan kontroversial pada komite.

3. Peraturan Baku
David seorang manajer sif di restoran Taco Bell di San
Antonio, Texas, menjelaskan batasan-batasan yang
dihadapinya dalam pekerjaannya, “ Saya menerima
peraturan-peraturan yang mencakup hampir setiap
keputusan yang saya buat, dari bagaimana membuat burrito
sampai seberapa sering saya perlu membersihkan toilet.
Pekerjaan saya tidak muncul dengan banyak kebebasan
memilih” Situasi David tidaklah unik. Semua kecuali sangat
sedikit, organisasi membuat peraturan dan kebijakan untuk
memprogram keputusan dan mengarahkan individu
bertindak sesuai yang diharapkan. Dalam melakukan hal
demikian, mereka membatasi pilihan-pilihan keputusan.
4. Batasan Waktu Akibat Sistem
Hampir semua keputusan penting muncul dengan
tenggat waktu eksplisit. Sebuah laporan tentang
pengembangan produk baru bisa saja harus siap untuk
ditinjau komite eksekutif tanggal pertama bulan itu. Kondisi-
kondisi demikian sering membuat sulit, jika tidak mungkin
bagi manajer untuk memperoleh semua informasi sebelum
mengambil keputusan.

11
5. Contoh historis
Keputusan tidak dibuat dalam ruang vakum, mereka
memiliki sebuah konteks. Keputusan-keputusan individu
merupakan poin-poin dalam arus pilihan yang dibuat di masa
lampau seperti hantu yang membuntuti dan membatasi
pilihan-pilihan sekarang. Merupakan rahasia umum bahwa
penentu terbesar dari ukuran dari anggaran tahun ini adalah
anggaran tahun lalu. Pilihan-pilihan yang dibuat hari ini
sebagian besar merupakan hasil dari pilihan-pilihan yang
dibuat bertahun-tahun.

F. Etika Dalam Pengambilan Keputusan.


Pertimbangan etis harusnya menjadi kriteria dalam semua
pengambilan keputusan dalam organisasi.
Ada tiga cara untuk membingkai keputusan secara etis, yaitu:
a. Utilitarianisme
Mengusulkan pengambilan keputusan hanya berdasarkan
outcome/keluaran, idealnya untuk memberikan yang paling baik
dalam jumlah yang paling besar. Pandangan ini mendominasi
pengambilan keputusan bisnis. Ia konsisten dengan sasaran
seperti efisiensi, produktivitas dan laba tinggi.

b. Membuat Keputusan Konsisten


Dengan kebebasan dan hak-hak fundamental, seperti yang
tercantum dalam Piagam Hak Azazi. Sebuah penekanan pada
hak dalam pengambilan keputusan berarti menghormati dan
melindungi hak-hak asasi individu, seperti hak atas privasi,
kebebasan berbicara dan proses yang pantas. Kriteria ini
melindungi whistle blower (ketika mereka mengungkapkan
praktik tidak etis organisasi pada pers atau agen pemerintah,
menggunakan hak kebebasan berbicara).

12
c. Menanamkan dan Mendorong Aturan-Aturan
Dengan adil dan netral untuk memastikan keadilan atau distribusi
yang merata atas manfaat dan biaya. Anggota serikat umumnya
memihak pandangan ini. Adil membayar orang dengan upah
yang sama untuk pekerjaan yang sama tanpa memandang
perbedaan kinerja dan menggunakan senioritas sebagai penentu
utama dalam keputusan PHK.

Setiap kriteria memiliki keuntungan dan kewajiban. Sebuah


fokus pada utilitarianisme mendorong efisiensi dan produktivitas,
tetapi dapat menyerempet hak-hak beberapa individu, khususnya
mereka dengan representasi minoritas. Penggunaan hak melindungi
individu dari cidera dan konsisten dengan kebebasan dan privasi,
tetapi dapat menciptakan lingkungan legalistik yang mengurangi
produktivitas dan efisiensi. Sebuah fokus pada keadilan melindungi
kepentingan yang kurang diwakilkan dan kurang berkuasa, tetapi
dapat mendorong rasa kepemilikan yang mengurangi pengambilan
resiko, inovasi dan produktivitas.
Riset etika perilaku menekankan pentingnya budaya pada
pengambilan keputusan etis. Ada beberapa standar global untuk
pengambilan keputusan etis, yang kontras antara yang Asia dan
Barat. Apa yang etis dalam satu budaya bisa saja tidak etis dalam
budaya lain.

G. Pengambilan Keputusan Kreatif dan Inovasi Dalam Organisasi


Meskipun model pengambilan keputusan rasional akan sering
memperbaiki keputusan, seorang pengambil keputusan juga
membutuhkan kreativitas, kemampuan untuk menghasilkan ide-ide,
yang inovatif dan berguna.

13
Kreativitas membuat pengambil keputusan untuk secara penuh
menilai dan memahami masalah, termasuk melihat masalah yang
tidak dapat dilihat orang lain.
Model tiga tahap dari kreativitas dalam organisasi. Inti dari
model itu adalah perilaku kreatif, yang memiliki sebab (prediktor dari
perilaku kreatif) dan efek (hasil dari perilaku kreatif).

a. Perilaku Kreatif
Perilaku Kreatif terjadi dalam empat langkah yaitu,
1. Formulasi Masalah
Formulasi Masalah (problem formulation) tahapan perilaku
kreatif dimana kita mengindentifikasi sebuah masalah atau
peluang yang membutuhkan sebuah solusi yang belum
diketahui.

2. Pengumpulan Informasi.
Pengumpulan informasi adalah tahapan perilaku kreatif
ketika solusi-solusi yang mungkin atas masalah
diinkubasikan dalam pikiran individu.

3. Pemunculan Ide
Pemunculan ide adalah proses perilaku kreatif dimana kita
mengembangkan solusi – solusi yang mungkin atas sebuah
masalah dari informasi dan pengetahuan yang relevan.
Semakin meningkat, pemunculan ide bersifat kolaboratif.

4. Evaluasi Ide
Evaluasi Ide adalah proses perilaku kreatif dimana kita
mengevaluasi solusi-solusi potensial untuk mengidentifikasi
yang terbaik.

14
b. Penyebab Perilaku Kreatif
1. Potensi Kreatif
Kecerdasan berhubungan dengan kreativitas. Orang-
orang cerdas lebih kreatif karena mereka lebih baik dalam
memecahkan masalah yang kompleks. Meskipun demikian
individu-individu cerdas bisa juga lebih kreatif karena mereka
memiliki memori kerja yang lebih besar, yaitu mereka dapat
mengingat lebih banyak informasi yang berhubungan dengan
tugas di tangan.
Keahlian adalah pondasi dari semua pekerjaan kreatif
dan oleh karena itu merupakan alat prediksi tunggal paling
penting dari potensi kreatif. Potensi bagi kreativitas
ditingkatkan ketika individu memiliki kemampuan,
pengetahuan, kecakapan dan keahlian yang sama dengan
bidang yang dijalaninya.

2. Lingkungan Kreatif
Kebanyakan dari kita memiliki potensi kreatif yang dapat
kita pelajari untuk diterapkan, tetapi sepenting apa pun
potensi kreatif, tidaklah cukup jika hanya sendirian saja.
Pertama yang paling penting adalah motivasi. Jika anda
tidak termotivasi untuk menjadi kreatif, tidak mungkin anda
akan menjadi kreatif.
Kepemimpinan yang baik juga berpengaruh pada
kreativitas. Sebuah studi mengungkapkan bahwa ketika
pemimpin berprilaku menghukum dan tidak mendukung, tim
itu kurang kreatif. Disisi lain ketika pemimpin mendorong,
menjalankan unitnya secara transparan dan memacu
pengembangan pekerjaanya, individu yang diawasinya akan
lebih kreatif.

15
3. Keluaran dari kreatif (Inovasi)
Tahapan akhir dari model kreativitas kita adalah hasil.
Perilaku kreatif tidak selalu menghasilkan hasil kreatif atau
inovatif. Seorang pekerja mungkin menghasilkan sebuah ide
kreatif dan tidak pernah membagikannya. Manajemen
mungkin menolak sebuah solusi yang kreatif. Tim mungkin
membatasi perilaku kreatif dengan mengisolasikan mereka
yang mengusulkan ide-ide berbeda. Satu studi menunjukan
bahwa kebanyakan orang memiliki bias terhadap menerima
ide-ide kreatif karena ide-ide menciptakan ketidakpastian.
Ketika orang-orang merasa tidak pasti, kemampuannya
untuk melihat suatu ide sebagai sesuatu yang kreatif diblok.
Keluaran dari kreatif (creative outcome) sebagai ide-ide
atau solusi-solusi yang dinilai baru dan berguna oleh
pemangku kepentingan yang relevan. Pembaruan itu sendiri
tidak menghasilkan sebuah hasil kreatif jika tidak berguna.
Oleh karena itu, solusi yang aneh hanya kreatif ketika ia
membantu memecahkan masalah. Kegunaan dari solusi
mungkin dibuktikan sendiri, atau mungkin dianggap sukses
oleh pemangku kepentingan sebelum kesuksesan nyata
diketahui.
Satu fakta penting ide-ide kreatif tidak
mengimplementasikan diri mereka sendiri,
mentranslasikannya menjadi hasil-hasil kreatif adalah
sebuah proses sosial yang membutuhkan utilisasi konsep-
konsep lain yang dibahas, termasuk kekuasaan dan politik,
kepemimpinan dan inovasi.

16
BAB III
KONSEP MOTIVASI

A. Pengertian Motivasi
Motivasi adalah kesediaan melakukan usaha guna mencapai
sasaran organisasi, yang dikondisikan oleh individu. Motivasi sebagai
proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang
individu untuk mencapai tujuannya. Motivasi secara umum berkaitan
dengan usaha mencapai tujuan apa pun, fokus dipersempit menjadi
tujuan-tujuan organisasional untuk mencerminkan minat terhadap perilaku
yang berhubungan dengan pekerjaan. Ada tiga unsur kunci dalam definisi
itu: upaya, sasaran organiasi, dan kebutuhan.
Unsur upaya merupakan ukuran intensitas atau dorongan. Seseorang
yang termotivasi, untuk dia berusaha keras. Tetapi tingkat upaya yang
tinggi tidak selalu menghasilkan kinerja yang mengutungkan organisasi.
Kebutuhan, mengacu ke keadaan batin yang membuat hasil-hasil tertentu
tanpak menarik. Kebutuhan yang tidak terpuaskan menciptakan
ketegangan yang merangsang dorongan di dalam diri seseorang.
Dorongan itu menimbulkan perilaku pencarian untuk menemukan sasaran
tertentu yang, jika tercapai, akan memuaskan kebutuhan itu dan
menurunkan ketegangan tadi.
Kita dapat mengatakan bahwa karyawan-karyawan yang termotivasi itu
berada dalam keadaan tegang. Semakin besar ketegangan itu, semakin
tinggi tingkat usahanya. Jika usaha itu menghasilkan pemuasan
kebutuhan, maka usaha itu menurunkan ketegangan. Karena kita
berminat pada perilaku kerja, usaha yang menurunkan ketegangan ini
harus pula diarahkan ke sasaran perusahaan. Oleh karena itu, yang
melekat pada definisi kita mengenai motivasi ialah persyartan bahwa
kebutuhan individu tadi cocok dan konsisten dengan sasaran organisasi
tersebut.

17
B. Teori-Teori Awal Mengenai Motivasi

1. Teori Hierarki Kebutuhan

Teori dari Abraham Maslow ini membuat hipotesis bahwa di dalam


setiap manusia terdapat hierarki 5 kebutuhan :

a. Fisiologis, meliputi kelaparan, kehausan, tempat tinggal dan


kebutuhan fisik lainnya

b. Rasa aman, meliputi keamanan dan perlindungan dari bahaya fisik


dan emosional

c. Sosial, meliputi kasih sayang, persahabatan dan rasa memiliki

d. Penghargaan, terdiri dari faktor internal misalnya rasa harga diri,


kemandirian dan faktor eksternal misalnya sttus, pengakuan dan
perhatian

e. Aktualisasi diri yaitu dorongan yang mampu membentuk seseorang


untuk menjadi apa, meliputi pertumbuhan, pencapaian dan
pemenuhan diri

Maslow memisahakan lima kebutuhan ke dalam urutan paling


rendah dan tinggi. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling
rendah, dimana kebutuhan ini sebagian besar dapat dipuaskan secara
eksternal. Jika kebutuhan paling rendah terpenuhi, maka kebutuhan
berikutnya menjadi dominan.

2. Teori X dan Teori Y

Douglas McGregor mengusulkan 2 sudut pandang yang berbeda


mengenai manusia yaitu Teori X (negatif) dan Teori Y (positif). Teori X
mengasumsikan bahwa para pekerja tidak suka bekerja, malas, tidak
menyukai tanggung jawab dan harus dipaksa untuk mengerjakan.

18
Sedangkan Teori Y mengasumsikan bahwa para pekerja suka
bekerja, kreatif, mencari tanggung jawab, dan dapat menyodorkan diri
sendiri dalam melakukan pekerjaanya.

3. Teori Dua-Faktor

Teori Dua Faktor (Two-Factor Theory)adalah suatu teori yang


mengaitkan faktor-faktor intrinsik dengan kepuasan kerja dan
menghubungkan faktor ekstrinsik dengan ketidakpuasan kerja. Teori ini
juga dinamakan Teori Motivasi Murni (Motivation-Hygiene Theory).

Faktor Murni (Hygiene Factor) merupakan fakor yang ketika


memadai dalam pekerjaan, akan mampu menenangkan pekerja. Ketika
faktor-faktor ini memadai, pekerja tidak akan puas.

Teori yang dikemukakan oleh Hertzberg ini belum didukung dengan


baik dalam litelatur memiliki banyak kritik diantaranya :

a. Metodologi hertzberg terbatas karena bergantung pada laporan


pribadi

b. Keandalan metodologi hertzberg dipertanyakan

c. Tidak keseluruhan ukuran kepuasan dimanfaatkan

d. Hertzberg berpendapat bahwa terdapat hbungan antara kepuasan


dan produktivitas

4. Teori Kebutuhan McClelland

Teori ini menyatakan bahwa pencapaian, kekuasaan, dan afiliasi


adalah tiga kebutuhan yang penting dan dapat membentu dalam
menjelaskan motivasi. Teori Kebutuhan Mcclelland dikembangkan oleh
David McClelland dan rekan-rekan dengan melihat 3 kebutuhan :

a. Kebutuhan akan pencapaian (nAch) adalah dorongan untuk


berprestasi, utuk pencapaian yang berhubungan dengan
serangkaian dengan serangkaian standar

19
b. Kebutuhan akan kekuasaan (nPow) adalah kebutuhan untuk
membuat orang lain berperilaku dengan cara yang tidak akan
dilakukan tanpa dirinya

c. Kebutuhan akan afiliasi (nAff) adalah keinginan untuk hubungan


yang penuh persahabatan dan interpersonal yang dekat.

Diantara teori-teori awal mengenai motivasi, McClelland memiliki


dukungan riset terbaik. Namun, teori ini memiliki efek kurang praktis
dibanding yang lain.

C. Teori-Teori Kontemporer Mengenai Motivasi

1. Teori Penentuan Nasib Sendiri

Teori ini berpendapat bahwa motivasi seseorang untuk melakukan


suatu aktivitas akan lebih besar apabila ia termotivasi secara intrinsik
untuk melakukan aktivitas tersebut karena ia akan lebih
menikmatinya,daripada ia termotivasi secara ekstrinsik sehingga aktivitas
yang dilakukannya berubah menjadi sebuah kewajiban.

Selain itu teori evaluasi kognitif juga berpendapat bahwa imbalan


secara ekstrinsik akan mengurangi motivasi intrinsik dari seseorang untuk
melakukan suatu tugas atau aktivitas,apabila imbalan tersebut terkesan
seperti pengendalian.Dengan adanya imbalan ekstrinsik membuat orang-
orang terdorong melakukan sesuatu karena suatu keharusan yang belum
tentu diimbangi dengan keinginan dari dalam dirinya untuk melakukan hal
tersebut.

Namun sebuah studi menjelaskan secara lebih luas tentang teori


evaluasi kognitif, bagaimana imbalan ekstrinsik meningkatkan motivasi.
Dalam situasi tertentu,imbalan ekstrinsik akan meningkatkan
motivasi,misalnya imbalan ekstrinsik seperti pujian atau umpan balik atas

20
kompetensi akan meningkatkan motivasi intrinsik dari pekerja untuk
bekerja lebih giat.

Teori kesesuaian diri merupakan pengembangan dari teori


penentuan nasib sendiri. Kesesuaian diri adalah ketika seseorang memiliki
alasan yang kuat dalam mengejar tujuannya yang sesuai dengan minat
intrinsik mereka. Ketika seseorang memilki minat intrinsik dalam mengejar
tujuannya,orang tersebut memilki kesempatan lebih besar untuk meraih
tujuannya dan cenderung lebih bahagia,karena ia menikmati proses
perjuangan untuk meraih tujuan tersebut sehingga tidak terasa terbebani.
Sedangkan orang yang mengejar tujuan atas alasan ekstrinsik
(uang,status,atau mendapat keuntungan lainnya) cenderung akan kurang
bahagia ketika mampu meraih tujuan tersebut,karena bisa jadi proses
untuk meraih tujuan tersebut kurang bermaknan bagi mereka,

2. Keterlibatan Pada Pekerjaan

Keterlibatan pada pekerjaan adalah ketika seorang pekerja terlibat


secara fisik,kognitif, dan energi emosional dalam kinerjanya terhadap
suatu pekerjaan. Keterlibatan pada pekerjaan memilki hubungan positif
dengan hasil kerja. Hasil penelitian Gallup membuktikan bahwa sebuah
perusahaan yang memilki pekerja dengan tingkat keterlibatan pekerjaan
yan tinggi memilki keberhasilan yang tinggi pula,hal itu disebabkan oleh
tingginya keterlibatan pekerjaan karyawan sehingga hasil kerja yang
dicapai juga baik. Hal hal yang mendorong seseorang untuk terlibat dalam
pekerjaannya adalah:

a. Keyakinan atas manfaat yang akan mereka dapat dari keterlibatan


dalam pekerjaan tersebut,

b. Kesesuaian antara nilai individu dengan nilai organisasi,

c. Perilaku kepemimpinan yang memotivasi pekerja itu sendiri.

21
3. Teori Penetapan Tujuan

Teori ini berpendapat bahwa tujuan yang spesifik dan sulit,serta


adanya umpan balik, akan memotivasi seseorang untuk meningkatkan
kinerjanya. Dengan adanya tujuan,akan menuntun para pekerja untuk
menentukan hal apa yang perlu mereka lakukan dan seberapa besar
usaha yang diperlukan dalam mencapai tujuan tersebut.

Tujuan yang spesifik dan sulit akan meningkatkan kinerja


karena,tujuan yang spesifik menghasilkan output yang lebih tinggi
daripada ketika tujuan tersebut digeneralisasikan. Kemudian tujuan yang
sulit akan memotivasi pekerja untuk meningkatkan kinerjanya,hal itu
disebabkan oleh :

Karena pekerjaan tersebut menantang sehingga pekerja


meningkatkan perhatian dan fokus terhadap pekerjaan tersebut,

a. Pekerja harus meningkatkan energi dan bekerja keras demi


tercapainya tujuan tersebut,

b. Pekerja harus mampu bertahan demi tercapainya tujuan,

c. Pekerja terdorong untuk mencari strategi yang efektif dalam


menyelesaikan pekerjaannya.

Umpan balik atas kemajuan yang pekerja lakukan dalam mencapai


tujuan,juga akan meningkatkan kinerja para pekerja itu sendiri. Umpan
balik ini akan menuntun perilaku pekerja. Umpan balik yang berasal dari
dalam diri sendiri akan lebih kuat daripada umpan balik yang berassal dari
eksternal. Terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi hubungan
antara tujuan dan kinerja, yaitu :

a. Komitmen tujuan

b. Karateristik tugas

c. Budaya nasional

22
Seorang yang memilki komitmen terhadap tujuannya pasti
berusaha untuk mencapai tujuan tersebut,dimana komitmen tersebut akan
berpengaruh secara kuat terhadap kinerja dari orang itu sendiri.

Para peneliti mengungkapkan bahwa setiap orang memilki cara


yang berbeda dalam mengatur pikiran dan menentukan perilaku mereka
dalam mencapai tujuan,terdapat 2 kategori yaitu

a. Fokus Promosi

Seseorang yang termasuk dalam kategori fokus promosi,akan


mengupayakan kemajuan dan pencapaian ,serta pendekatan kondisi yang
mendorong mereka untuk lebih dekat dengan tujuan yang hendak dicapai.

b. Fokus Pencegahan

Seseorang akan berupaya untuk memenuhi tugas dan


kewajiban,serta menghindari kondisi yang menjauhkan mereka dengan
tujuan yang hendak dicapai.

Dalam mengimplementasikan penetapan tujuan salah satu cara


mengimplementasikan penetapan tujuan adalah dengan manajemen
berdasarkan tujuan (MBO). Manajemen berdasarkan tujuan menekankan
penetapan tujuan secara partisipatif,dapat diukur,dan dapat diverifikasi.
MBO menerjemahkan tujuan organisasi secara keseluruhan ke dalam
tujuan yang lebih spesifik lagi dalam level divisi,departemen,dan individu.
MBO mampu bergerak dari level atas ke bawah maupun
sebaliknya,sehingga mampu menghubungkan tujuan antar level.

4. Teori Efikasi Diri

Teori efikasi diri (self-eficacy theory) juga dikenal sebagai teori


kognitif sosial, atau teori pembelajaran sosial, mengacu pada suatu
keyakinan individu bahwa diamampu untuk melaksanakan tugas. Empat
cara untuk meningkatkan efikasi diri, adalah:

a. Kemahiran dalam melaksanakan

23
Kemahiran dalam melaksanakan: memperoleh pengalaman yang relevan
dengan tugas atau pekerjan.

b. Pemodelan yang dilakukan

Pemodelan yang dilakukan: menjadi lebih percaya diri karena Anda


melihat seseorang yang lain mengerjakan tugasnya.

c. Bujukan secara lisan

Bujukan secara lisan: menjadi semakin percaya diri karena seseorang


meyakinkan Anda memiliki keahlian yang diperlukan untuk mencapai
kesuksesan.

d. Stimulasi

Stimulasi dapat meningkatkan efeksi diri.

5. Teori Penguatan

Teori penguatan (reinforcement theory) adalah mengambil susut


pandang bahwa behavioristic, menyatakan kondisi penguatan prilaku.
Teori pengondisian prilaku, mungkin merupakan komponen yang paling
relevan dari teori penguatan bagi manajemen, menyatakan bahwa orang-
orang akan belajar untuk berprilaku agar bisa mendapatkan sesuatu yang
mereka inginkan atau menghindari sesuatu yang tidak mereka inginkan.

Behaviorisme (behaviorism) adalah suatu teori yang berpendapat


bahwa prilaku akan mengikui stimulus dalam sustu hal yang secara relatif
tidak terpikirkan.

Teori pembelajaran sosial (social-learning theory) adalah suatu


pandangan yang dapat kita pelajari, baik melalui observasi dan
pengalaman secara langsung.

24
Empat proses yang menentukan pengaruh pada individu, adalah:

a. Proses atensi

b. Proses retensi

c. Proses reproduksi pengerak

d. Proses penguatan

6. Teori Keadilan/Keadilan Organisasi

Teori keadilan (equity theory) adalah suatu teori yang menyatakan


bahwa perbandingan individu mengenai input dan hasil pekerjaan mereka
dan berespon untuk menghilangkan ketidakadilan. Didasarkan pada teori
keadilan, para pekerja yang mengangap sebagai ketidakadilan akan
melakukan salah satu dari enam pilihan berikut :

a. Mengubah input

Mengubah input- melakukan sedikit upaya jika bergaji rendah atau


upaya lebi jika bergaji tinggi.

b. Mengubah hasil

Mengubah hasil- para individu dibayar denganmenggunakan


dasarhasil kerja dapat meningkatkan gaji mereka dengan memproduksi
kualitas unit yang lebih banyak dengan mutu yang lebih rendah.

c. Mengubah persepsi sendiri

Mengubah persepsi sendiri- “Saya biasa berfikir bahwa saya telah


bekerja dengan kecepatan yang sedang, tetapi sekarang saya menyadari
bahwa saya telah bekerja lebih keras dari orang lain.”

d. Mengubah persepsi orang lain

Mengubah persepsi orang lain- “Pekerjaan Mike tidak seperti yang


saya pikirkan.”

25
e. Pilih pembicara yang berbeda

Pilih pembicara yang berbeda- “Saya tidak memperoleh sebanyak


kakak ipar saya, tetapi saya melakukan dengan jauh lebih baik dari pada
yang Ayah saya lakukan ketika dia seumur saya.”

f. Meninggalkan bidang

Meninggalkan bidang- keluar dari pekerjan

Keadilan organisasi (organizational justice) adalah persepsi


keseluruhan mengenai apa itu keadilan ditempat kerja, terdiri atas
keadilan distributif, prosedural, informasional, dan interpersonal.

a. Keadilan distributif (distributive justice), yaitu Keadilan yang


dirasakan baik jumlah maupun alokasi penghargaan di antara para
individu.

b. Keadilan procedural (procedural justice), yaitu Keadilan yang


dirasakan pada proses yang digunakan untuk menentukan
distribusi penghargaan.

c. Keadilan informasional (informational justice), yaitu Keadilan di


mana pekerja diberikan penjelasan yang jujur dari setiap
keputusan.

d. Keadilan interpersonal (interpersonal justice), yaitu Keadilan di


mana pekerja diperlakukan dengan rasa hormat dan bermartabat.

7. Teori Ekspektansi

Teori Ekspektansi (expectancy theory) yang dikemukakan Victor


Vroom menunjukkan bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan kita
untuk bertindak dalam cara tertentu bergantung pada kekuatan
ekspektansi kita mengenai hasil yang diberikan dan ketertarikannya.

26
Dalam hal yang lebih praktis, teori ekspektansi mengatakan bahwa
para pekerja akan termotivasi untuk mengeluarkan tingkat usaha yang
lebih tinggi ketika mereka yakin bahwa usaha tersebut akan menghasilkan
penilaian kinerja yang baik; penilaian yang baik akan menghasilkan
imbalan organisasi, seperti kenaikan gaji atau imbalan secara intrinsik,
tentu imbalan tersebut akan memuaskan tujuan pribadi para pekerja. Oleh
karena itu, teori tersebut berfokus pada tiga hubungan, seperti pada
tampilan berikut ini:

a. Hubungan upaya-kinerja. Kemungkinan yang dirasakan oleh


individu yang mengeluarkan sejumlah usaha akan menghasilkan
kinerja.

b. Hubungan kinerja-imbalan. Keadaan yang mana individu tersebut


yakin bahwa bekerja pada tingkat tertentu akan menghasilkan
pencapaian yang diinginkan.

c. Hubungan imbalan-tujuan pribadi. Keadaan yang mana imbalan


organisasional akan memuaskan tujuan pribadi atau kebutuhan dan
daya tarik atas imbalan yang potensial bagi individu tersebut.

D. Mengintegrasikan Teori-Teori Motivasi Kontemporer

Dimulai dengan peluang, yang bisa membantu atau menghalangi


usaha-usaha individual. Peluang berhubungan dengan tujuan seorang
individu, yang mengarahkan pada suatu perilaku. Teori ekspektansi
memprediksi bahwa para pekerja akan mengeluarkan tingkat usaha yang
tinggi apabila mereka merasa bahwa ada hubungan yang kuat antara
upaya dan kinerja, kinerja dan imbalan, serta imbalan dan pemenuhan
tujuan pribadi. Setiap hubungan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.
Agar upaya dapat menghasilkan kinerja yang baik, individu harus memiliki
kemampuan yang dibutuhkan untuk bekerja dan sistem penilaian kinerja
tersebut dianggap adil dan objektif.

27
Hubungan kinerja-imbalan akan mejadi kuat ketika individu merasa
bahwa kinerja yang diberikan imbalan. Apabila teori evaluasi kognitif
benar-benar valid di tempat kerja yang aktual, kita bisa memprediksi
bahwa imbalan atas kinerja akan mengurangi motivasi intrinsik individu.
Hubungan terakhir dalam teori ekspektansi ialah hubungan imbalan-
tujuan. Motivasi akan tinggi jika imbalan atas kinerja yang tinggi mampu
memenuhi kebutuhan dominan yang konsisten dengan tujuan-tujuan
individu.

Pengintegrasian teori-teori kontemporer mempertimbangkan


motivasi pencapaian, desain pekerjaan, penguatan, dan teori keadilan
/keadilan organisasi. Individu yang berprestasi tinggi tidak termotivasi oleh
penilaian kinerja organisasi atau imbalan organisasi, sehingga terjadi
lompatan ke tujuan pribadi dengan nAch yang tinggi. Teori penguatan
mengakui bahwa imbalan organisasi menguatkan kinerja individu. Individu
akan menilai keuntungan dari hasil mereka bila dibandingkan dengan apa
yang diterima individu lain. Namun berkaitan juga dengan bagaimana
mereka diperlakukan ketika individu merasa kecewa dengan imbalan
mereka, mereka cenderung sensitif dengan keadilan prosedur yang
digunakan dan imbalan yang diberikan kepada mereka oleh atasan
mereka.

28

Anda mungkin juga menyukai