Anda di halaman 1dari 39

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT MAKALAH

FAKULTAS KEDOKTERAN November 2017


UNIVERSITAS PATTIMURA

SURVEILANS EPIDEMIOLOGI

Oleh :
Eva Suryani Damamain
2010 – 83 - 042

Pembimbing
dr. Ritha Tahitu, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2017

KATA PENGANTAR

4
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas
kasih dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
ini dengan judul “Surveilans Epidemiologi” dengan baik.

Penulisan tugas makalah ini merupakan salah satu tugas kepaniteraan


klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas
Pattimura Ambon. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada
dokter pembimbing yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam
menyusun makalah ini, guna menambah pengetahuan dan kemampuan penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini, masih banyak


terdapat kekurangan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran sangatlah penulis
harapkan demi perbaikan makalah ini. Akhir kata, saya berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri maupun pembaca umumnya.

Ambon, November 2017

Penulis

DAFTAR ISI

5
HALAMAN JUDUL …………… i
KATA PENGANTAR .................... ii
DAFTAR ISI …………… iii
Pendahuluan …………… 1
Surveilans Epidemiologi …………… 4
Definisi Surveilans dan Epidemiologi …………… 4
Definisi Surveilans Epidemiologi …………… 5
Tujuan Surveilans ................... 8
Jenis – Jenis Surveilans …………… 10
Manfaat Surveilans Epidemiologi …………… 15
Langkah – Langkah Surveilans Epidemiologi …………… 16
Ruang Lingkupp Surveilans Epidemiologi …………… 19
Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini …………… 23
Kejadian Luar Biasa (KLB)
Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon …………… 25
Penyelidikan Epidemiologi Penyakit Yang Dapat …………… 27

Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)


Imunisasi …………… 34
Penutup …………… 40
DAFTAR PUSTAKA …………… 41

BAB I
PENDAHULUAN

6
Dalam disiplin Ilmu Epidemiologi, dikenal sebuah metode Surveilans

Epidemiologi yaitu sebuah rangkaian kegiatan mengumpulkan berbagai data atau

informasi dari kejadian penyakit secara teratur dan terus menerus untuk

menentukan beberapa tindakan yang diambil oleh petugas / pengambil kebijakan

dalam kesehatan. Surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan

interpretasi data secara terus menerus serta penyebaran informasi pada unit yang

membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan. Istilah Surveilans ini

(Surveillance) sebenarnya berasal dari bahasa prancis yang berarti mengamati

tentang sesuatu. Istilah ini awalnya dipakai dalam bidang penyelidikan atau

intelligent untuk memata – matai orang yang dicurigai, yang dapat

membahayakan. Surveilans kesehatan masyarakat awalnya hanya dikenal dalam

bidang epidemiologi, namun dengan berkembangnya berbaga macam teori dan

aplikasi diluar bidang epidemiologi, maka surveilans menjadi cabang ilmu

tersendiri yang diterapkan luas dalam kesehatan masyarakat. Surveilans sendiri

mencakup masalah borbiditas, mortalitas, masalah gizi, demografi, penyakit

menular, penyakit tidak menular, demografi, pelayanan kesehatan, kesehatan

kerja, dan beberapa factor resiko pada individu, keluarga, masyarakat dan

ligkungan sekitarnya. Demikian pula perkembangan Surveilans Epidemiologi

dimulai dengan surveilans penyakit menular, lalu meluas ke penyakit idak

menular, misalnya cacat bawaan, kekurangan gizi dan lain – lain. Bahkan baru

baru ini, surveilans epidemiologi digunakan untuk menilai, memonitor,

mengawasi dan merencanakan program – program kesehatan pada umumnya.1

7
Istilah Surveilans sudah dikenal oleh banyak orang, namun dalam

aplikasinya banyak orang mengangggap bahwa surveilans identik dengan

pengumpulan data dan penyelidikan kejadian luar biasa (KLB), hal inilah yang

menyebabkan aplikasi sistem surveilans di Indonesia belum berjalan optimal,

padahal sistem ini dibuat cukup baik untuk mengatasi masalah kesehatan.1,2

Surveilans epidemiologi pada umumnya digunakan untuk mengetahui dan

melengkapi gambaran epidemiologi dari suatu penyakit, untuk menentukan

penyakit mana yang di prioritaskan untuk diobati atau di berantas, untuk

meramalkan terjadinya wabah, untuk menilai dan memamntau pelaksanaan

program pemberantasan penyakit menular, dan program – program kesehatan

lainnya seperti program mengatasi kecelakaan, program kesehatan gigi, program

gizi, untuk mengetahui jangkauan dari pelayanan kesehatan.1,2

Jadi surveilans epidemiologi bukan hanya sekedar pengumpulan data dan

penyelidikan kejadian luar biasa saja tetapi kegunaan dari surveilans epidemiologi

lebih dari itu misalnya untuk mengetahui jangkauan dari pelayanan kesehatan,

untuk meramalkan terjadinya wabah dan masih banyak lagi manfaat dari

surveilans epidemiologi.1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

8
2.1 SURVEILANS EPIDEMIOLOGI

2.1.1 Definisi Surveilans dan Epidemiologi

Menurut WHO Surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan,

analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran

informasi kepada unit yang membutuhkan untuk diambil tindakan. Oleh karena

itu perlu dikembangkan suatu definisi surveilans epidemiologi yang lebih

mengedepankan analisis atau kajian epidemiologi serta pemanfaatan informasi

epidemiologi, tanpa melupakan pentingnya kegiatan pengumpulan dan

pengolahan data. Sehingga dalam sistem ini yang dimaksud dengan surveilans

epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus – menerus

terhadap penyakit atau masalah – massalah kesehtan dan kondisi yang

mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah –

masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan

secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan

penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggaran program kesehatan.3

Surveilans adalah kegiatan pengumpulan data yang sistematik dan

menghasilkan informasi epidemiologi untuk perencanaan, implementasi dan

penilaian pemberantasan penyakit. Surveilans berfungsi sebagai otak dan sistem

saraf untuk program pencegahan dan pemberantasan penyakit. 4

Epidemiologi adalah wabah penyakit terutama yang menular secara cepat

dan tak terduga pada suatu wilayah tertentu. Agar wabah tidak meluas

ekskalasinya maka diperlukan sistem monitoring untuk mengembangkan suatu

9
metode dalam menganalisis secara sistematik keadaan dan keberadaan suatu

penyakit dalam upaya untuk mengatasi dan menanggulangi secara cepat dan

terintegrasi. Untuk itu Departemen Kesehatan telah mengeluarkan keputusan

menteri.5

2.1.2 Definisi Surveilans Epidemiologi

Surveilans Epidemiologi adalah proses pengumpulan, analisis, dan

interpretasi data yang outcome-specific secara sistematik dan terus menerus yang

digunakan untuk perencanaan, implementasi, dan evaluasi praktik kesehatan

masyarakat. Keputusan Menteri kesehatan RI No 1116 tahun 2003, sistem

surveilens epidemiologi didefinisikan sebagai tatanan prosedur penyelenggara

surveilans epidemiologi yang terintegrasi antara unit – unti penyelengara

surveilans dengan laboratorium program kesehatan, meliputi tata hubungan

surveilans epidemiologi antar wilayah kabbupaten/kota, provinsi dan pusat.6

Kadang digunakan istilahh surveilans epidemiologi baik surveilans

kesehatan masyarakat maupun surveilans epidemiologi hakikatnya sama, sebab

menggunakan metode yang sama dan tujuan epidemiologi adlah untuk

mengendalikan masalah kesehatan masyarakat sehingga epidemiologi dikenal

sebagai sains inti kesehatan masyarakat (core science of public health). Ada

beberapa definisi surveilans eoidemiologi, diantaranya adalah :7

 Menurut The Cencters for Disease Control, surveilans kesehatan

masyarakat adalah The ongoing systematic collection, analysis and

interretation of health data essential to the planning, implementation and

10
evaluation of public health practice, closely integrated with the timly

dissemination of these data to those who need to know.

 Menurut Karyadi (1994), surveilans epidemiologi adalah pengumpulan

data epidemiologi yang akan digunakan sebagai dasar dari kegiatan –

kegiatan dalam bidang penangguangan penyakit, yaitu :

1. Perencanaan program pemberantasan penyakit. Mengenal

epidemiologi penyakit berarti mengenal masalah yang kita hadapi.

Dengan demikian suatu perencanaan program dapat diharapkan akan

berhasil dengan baik.

2. Evaluasi progam pemberantas penyakit. Bila kita tahu keadaan

penyakit sebelumnya ada program pemberantasannya dan kita

menentukan keadaan penyakit setelah program ini, maka kita dapat

mengukur dengan angka – angka keberhasilam dari program

pemberantasan penyakit tersebut.

3. Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah. Suatu sistem

surveilans yang efektif harus peka terhadap perubahan – perubahan

pola penyakit disuatu daerah tertentu. Setiap kecenderungan

peningkatan insidens, perlu secepatnya dapat diperkirakan dan setiap

kejadian luar biasa (KLB) secepatnya dapat diketahui. Dengan

menikian suatu peningkatan insidens atau perluasan wilayah suatu

KLB dapat dicegah.

11
 Menurut nur Nasry Noor (1997), Surveilans epidemiologi adalah

pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek

penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu

masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan

penanggulangannya.

 Surveilans epidemiologi yang terjemahan dari epidemiologi ialah

pekerjaan praktis yang utama dari “ahli epidemiologi”. Perkembangan

surveilans epidemiologi di muli denga surveilans penyakit menular, yang

meluas ke penyakit tidak menular, saat ini surveilans epidemiologi

digunkan untuk menilai, monitor, mengawasi, dan merencanakan program

– program kesehatan pada umumnya.

 Dalam epidemiologi telah lama dipakai istilah “Surveilans”. Mula mula

arti yang diberikan adalah suatu masam observasi terhadap seseorang atau

orang – orang yang disangka menderita suatu penyakit menular dengan

cara mengadakan berbagai pengawasan medis, tanpa mengawasi

kebebasan gerak dari orang yang bersangkutan.

 Surveilans epidemiologi adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan,

analisis, interpretasi dan informasi data kesehatan secara sistematik dan

terus menerus untuk sistem kegiatan kegunaan.

 Surveilans epidemiologi adalah kegiatan yang terus – menerus, distribusi

dan kecenderungan ppenyakit melalui sistematik pengumpulan data,

12
konsolidasi dan evaluasi laporan morbiditas dan mortalitas juga dara –

data lain yang sesuai (Langmuir 1963).

 Surveilans epidemiologi adalah pengamatan yang terus – menerus atas

distribusi, dan kecenderungan suatu penyakit melalui pengumpulan data

yang sistematis agar dapat ditentukan penanggulangannya yang secepat –

cepatnya (Gunawan 2007).

2.1.3 Tujuan Surveilans

Hakikatnya tujuan surveilans adalah memadukan intervensi kesehatan.

Karena itu sifat dari masalah kesehata masyarakat menentukan desain dan

implementasi sistem surveilans. Tujuan surveilans epidemiologi untuk menilai

suatu kesehatan masyarakat, menentukan priortas kesehatan masyarakat, evaluasi

program dan menyelenggarakan riset. Beberapa komponen komponen utama dari

proses surveilans epidemiologi yaitu pengumpulan data, engolahan dan penyajian

data, analisis dan interpretasi data pelaporan, penyebarluasan informasi dan

umpan balik.7

Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah

kesehatan populasi, sehingga penyakit dan factor resiko dapat dideteksi dini dan

dapat dilakukan respon pelayanan kesehatan dengan lebih efektif.

Tujuan Khusus Surveilans : 8,9,10

1. Memonitoring kecenderungan penyakit

13
2. Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit untuk mendeteksi

dini outbreak

3. Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit pada

populasi

4. Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan,

implementasi, monitoring dan evaluasi program kesehata.

5. Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan

6. Mengidentifikasi kebutuhan Riset

Adapun Tujuan lain untuk :

1. Untuk memantau kecenderungan penyakit

2. Untuk mendeteksi dan prediksi terjadinya KLB dari sebuah penyakit

3. Memantau kemajuan program pemberantasan

4. Menyediakan informasi untuk perencanaan pembangunan pelayanan

kesehatan

5. Memperkirakan besarnya suatu kesakitan atau kematian yang

berhubungan dengan masalah yang sedang diamati

6. Bisa digunakan sebagai dasar penelitian untuk menentukan suatu

tindakan penanggulangan atau pencegahan penyakit

14
7. Mengidentifikasi faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian

suatu penyakit

8. Memungkinkan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap

tindakan penanggulangan

9. Mengawali upaya untuk meningkatkan tindakan – tindakan praktek

klinis oleh petugas kesehatan yang terlibat dalam sistem surveilans.

Dalam menjalankan kegiatan surveilans epidemiologi, diperlukan

keterpaduan satu sama lain, untuk itu ditetapkan sebuah atribut ata

pedoman dalam pelaksanaannya.

2.1.4 Jenis -- Jenis Surveilans

Dikenal beberapa jenis surveilans antara lain :

a. Surveilans Individu

Surveilans individu (individual surveillance) mendeteksi dan

memonitor individu-individu yang mengalami kontak dengan penyakit

serius, misalnya pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam kuning, sifilis.

Surveilans individu memungkinkan dilakukannya isolasi institusional

segera terhadap kontak, sehingga penyakit yang dicurigai dapat

dikendalikan. Sebagai contoh, karantina merupakan isolasi institusional

yang membatasi gerak dan aktivitas orang-orang atau binatang yang sehat

tetapi telah terpapar oleh suatu kasus penyakit menular selama periode

menular. Tujuan karantina adalah mencegah transmisi penyakit selama

masa inkubasi seandainya terjadi infeksi.8 Isolasi institusional pernah

15
digunakan kembali ketika timbul AIDS 1980an dan SARS. Dikenal dua

jenis karantina, yaitu:

1. Karantina total; Karantina total membatasi kebebasan gerak semua

orang yang terpapar penyakit menular selama masa inkubasi, untuk

mencegah kontak dengan orang yang tak terpapar.

2. Karantina parsial. Karantina parsial membatasi kebebasan gerak

kontak secara selektif, berdasarkan perbedaan tingkat kerawanan dan

tingkat bahaya transmisi penyakit. Contoh, anak sekolah diliburkan

untuk mencegah penularan penyakit campak, sedang orang dewasa

diperkenankan terus bekerja. Satuan tentara yang ditugaskan pada pos

tertentu dicutikan, sedang di pospos lainnya tetap bekerja.

b. Surveilans Penyakit

Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan

terus-menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit,

melalui pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-

laporan penyakit dan kematian, serta data relevan lainnya. Jadi fokus

perhatian surveilans penyakit adalah penyakit, bukan individu. Di banyak

negara, pendekatan surveilans penyakit biasanya didukung melalui

program vertikal (pusat-daerah). Contoh, program surveilans tuberkulosis,

program surveilans malaria. Beberapa dari sistem surveilans vertikal dapat

berfungsi efektif, tetapi tidak sedikit yang tidak terpelihara dengan baik

dan akhirnya kolaps, karena pemerintah kekurangan biaya. Banyak

16
program surveilans penyakit vertikal yang berlangsung paralel antara satu

penyakit dengan penyakit lainnya, menggunakan fungsi penunjang

masing-masing, mengeluarkan biaya untuk sumberdaya masingmasing,

dan memberikan informasi duplikatif, sehingga mengakibatkan

inefisiensi.7

c. Surveilans Sindromik

Syndromic surveillance (multiple disease surveillance) melakukan

pengawasan terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala) penyakit,

bukan masing-masing penyakit. Surveilans sindromik mengandalkan

deteksi indikator-indikator kesehatan individual maupun populasi yang

bisa diamati sebelum konfirmasi diagnosis. Surveilans sindromik

mengamati indikator-indikator individu sakit, seperti pola perilaku, gejala-

gejala, tanda, atau temuan laboratorium, yang dapat ditelusuri dari aneka

sumber, sebelum diperoleh konfirmasi laboratorium tentang suatu

penyakit. Surveilans sindromik dapat dikembangkan pada level lokal,

regional, maupun nasional. Sebagai contoh, Centers for Disease Control

and Prevention (CDC) menerapkan kegiatan surveilans sindromik berskala

nasional terhadap penyakit-penyakit yang mirip influenza (flu-like

illnesses) berdasarkan laporan berkala praktik dokter di AS. Dalam

surveilans tersebut, para dokter yang berpartisipasi melakukan skrining

pasien berdasarkan definisi kasus sederhana (demam dan batuk atau sakit

tenggorok) dan membuat laporan mingguan tentang jumlah kasus, jumlah

kunjungan menurut kelompok umur dan jenis kelamin, dan jumlah total

17
kasus yang teramati. Surveilans tersebut berguna untuk memonitor aneka

penyakit yang menyerupai influenza, termasuk flu burung, dan antraks,

sehingga dapat memberikan peringatan dini dan dapat digunakan sebagai

instrumen untuk memonitor krisis yang tengah berlangsung.11 Suatu sistem

yang mengandalkan laporan semua kasus penyakit tertentu dari fasilitas

kesehatan, laboratorium, atau anggota komunitas, pada lokasi tertentu,

disebut surveilans sentinel. Pelaporan sampel melalui sistem surveilans

sentinel merupakan cara yang baik untuk memonitor masalah kesehatan

dengan menggunakan sumber daya yang terbatas.

d. Surveilans Berbasis Laboratorium

Surveilans berbasis laboartorium digunakan untuk mendeteksi dan

menonitor penyakit infeksi. Sebagai contoh, pada penyakit yang ditularkan

melalui makanan seperti salmonellosis, penggunaan sebuah laboratorium

sentral untuk mendeteksi strain bakteri tertentu memungkinkan deteksi

outbreak penyakit dengan lebih segera dan lengkap daripada sistem yang

mengandalkan pelaporan sindroma dari klinik-klinik.7

e. Surveilans terpadu

Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan

memadukan semua kegiatan surveilans di suatu wilayah yurisdiksi

(negara/ provinsi/ kabupaten/ kota) sebagai sebuah pelayanan publik

bersama. Surveilans terpadu menggunakan struktur, proses, dan personalia

yang sama, melakukan fungsi mengumpulkan informasi yang diperlukan

18
untuk tujuan pengendalian penyakit. Kendatipun pendekatan surveilans

terpadu tetap memperhatikan perbedaan kebutuhan data khusus

penyakitpenyakit tertentu.7

Karakteristik pendekatan surveilans terpadu: 3

 Memandang surveilans sebagai pelayanan bersama (common

services);

 Menggunakan pendekatan solusi majemuk;

 Menggunakan pendekatan fungsional, bukan struktural;

 Melakukan sinergi antara fungsi inti surveilans (yakni, pengumpulan,

pelaporan, analisis data, tanggapan) dan fungsi pendukung surveilans

(yakni, pelatihan dan supervisi, penguatan laboratorium, komunikasi,

manajemen sumber daya);

 Mendekatkan fungsi surveilans dengan pengendalian penyakit.

Meskipun menggunakan pendekatan terpadu, surveilans terpadu tetap

memandang penyakit yang berbeda memiliki kebutuhan surveilans

yang berbeda.

f. Surveilans Kesehatan Masyarakat Global

Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern, migrasi

manusia dan binatang serta organisme, memudahkan transmisi penyakit

infeksi lintas negara. Konsekunsinya, masalah-masalah yang dihadapi

19
negara-negara berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan

bergayut. Timbulnya epidemi global (pandemi) khususnya menuntut

dikembangkannya jejaring yang terpadu di seluruh dunia, yang

manyatukan para praktisi kesehatan, peneliti, pemerintah, dan organisasi

internasional untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan surveilans yang

melintasi batas-batas negara. Ancaman aneka penyakit menular merebak

pada skala global, baik penyakit-penyakit lama yang muncul kembali (re-

emerging diseases), maupun penyakit-penyakit yang baru muncul

(newemergingdiseases), seperti HIV/AIDS, flu burung, dan SARS.

Agenda surveilans global yang komprehensif melibatkan aktor-aktor baru,

termasuk pemangku kepentingan pertahanan keamanan dan ekonomi.

2.1.5 Manfaat Surveilans Epidemiologi

Keuntungan dari kegiatan surveilans epidemiologi disini dapat juga

diartikan sebagai kegunaan surveilans epidemiologi, yaitu dapat menjelaskan pola

peyakit yang sedang berlangsung yang dapat dikaitkan dengan tindakan –

tindakan atau intervensi kesehatan masyarakat. Dalam rangaka menguraikan pola

kejadian penyakit yang sedang beralngsung, sebagai contoh kegiatan yang

dilakukan adalah sebagai berikut : 12

1. Deteksi perubahan akut dari penyakit yang terjadi dan distribusinya

2. Identifikasi dan perhitungan trend dan pola penyakit

3. Identifikasi faktor resiko dan penyebab lainnya, seperti vector yang dapat

menyebabkan sakit di kemudian hari.

20
4. Deteksi perubahan pelayanan kesehatan yang terjadi

5. Dapat melakukan monitoring kecenderungan penyakit endemis

6. Dapat mempelajari riwayat alamiah penyakit dan epidemiologi penyakit,

khususnya untuk mendeteks KLB atau wabah.

Melalui pemahaman riwayat penyakit, dapat bermanfaat sebagai berikut :

1. Membantu mnyususn hipotesis untuk dasar pengambilan keputusan dalam

intervensi kesehatan masyarakat

2. Membantu untuk mengidentifikasi penyakit untuk keperluan penelitian

epidemiologi

3. Mengevaluasi program – program pencegahan dan pengendalian penyakit

4. Memberikan informasi dan data dasar untuk memproyeksi kebutuhan

pelayanan kesehatan dimasa mendatang

2.1.6 Langkah Surveilans Epidemiologi

Langkah – langkah dalam surveilans sangat dibutuhkan agar kita

mendapatkan hasil yang diinginkan dan tepat penggunaannya. Terdapat beberapa

langkah – langkah dalam surveilans epidemiologi antara lain yaitu : 15

1. Perencanaan Surveilans

Perencanaan kegiatan surveilans dimulai dengan membuat kerangka

kegiatan surveilans yaitu dengan penetapan tujuan surveilans, dilanjutkan

dengan penentuan definisi kasus, perencanaan perolehan data, teknik

21
pengumpulan data, teknik analisis dan mekanisme penyebarluasan

informasi.

2. Pengumpulan data

Pengumpulan data merupakan awal dari rangkaian kegiatan untuk

memproses data selanjutnya. Data yang dikumpulkan memuat informmasi

epidemiologi yang dilaksanakan secara teratur dan terus – menerus dan

dikumpulkan tepat waktu. Pengumpulan data dapat bersifat pasif yang

bersumber dari rumah sakit, puskesmas dan lain – lain, maupun aktif yang

diperoleh dari kegiatan survey.

Pengumpulan data diperlukan sistem pencatatan dan pelaporan

yang baik. Secara umum pencatatan di puskesmas adalah hasil kegiatan

kunjungan pasien dan kegiatan luar gedung. Sedangkan pelaporan dibuat

dengan merekapitulasi data hasil pencatatan dengan menggunakan

formulir tertentu, misalnya form W1 kejadian luar biasa (KLB), form W2

(laporan mingguan) dan lain – lain.

3. Pengolahan dan Penyajian Data

Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan dalam

bentuk tabel, grafik, chart. Penggunaan computer sangan diperlukan untuk

mempermudah dalam pengolahan data diantaranya dengan menggunakan

program (software).

4. Analisis Data

22
Analisis merupakan langkah penting dalam surveilans epidemiologi

karena akan dipergunakan untuk perencanaan, monitoring dan evaluasi

serta tindakan pencegahan dan penanggulangan penyakit. Kegiatan ini

menghasilkan ukuran – ukuran epidemiologi seperti rate, proporsi, rasio

dan lain – lain untuk megetahui situasi, estimasi dan prediksi penyakit.

Data yang sudah diperoleh selanjutnya dianalisis dengan

membandingkan data bulanan atau tahun – tahun sebelumnya, sehingga

diketahui ada peningkatan atau penurunan dan mecari hubungan penyebab

penyakit dengan faktor – faktor yang berhubunga.

5. Penyebarluasan informasi

Penyebarluasan informasi dapat dilakukan ketingkat atas maupun ke

bawah. Dalam rangka kerjasama lintas sektoral instansi instansi lain yang

terkait dan masyarakt juga menjadi sasaran kegiatan ini.

6. Umpan Balik

Kegiatan umpan balik dilakukan secara rutin biasanya setiap bulan saat

menerima laporan setelah diolah dan dianalisa melakukan umpan balik

kepada unit kesehatan yang melakukan laporan dengan tujuan agar yang

mengirim laporan mengetahui bahwa laporannyya telah diterima dan

sekaligus mengoreksi dan member petunjuk tentang laporan yang diterima

dan sekaligus mengoreksi dan member petunjuk tentang laporan yang

diterima. Kemudian mengadakan umpan balik laporan berikutnya akan

tepat waktu dan benar pengisihannya.

23
7. Investigasi penyakit

Setelah pengambilan keputusan perlunya mengambil tindakan maka

terlebih dahulu dilakukan penyelidikan epidemiologi penyakit. Dengan

investigator nembawa cklis atau format pengisian tentang masalah

kesehatan yang terjadi dalam hal ini adalah penyakit. Setelah melakukan

investigasi penyelidikan kemudian disimpulkan bahwa benar – benar

terjadi kejadian luar biasa (KLB) yang perlu mengambil tindakan atau

sebaliknya.

8. Tindakan Penanggulangan

Tidakan penanggulangan yang dilakukan melalui pengobatan segera pada

penderita yang sakit, melakukan rujukan penderita yang tergolong berat,

melakukan penyuluhan mengenai penyaki atau menghindari penyakit

tersebut, melakukan gerakan kebersihan lingkungan untuk memutuskan

mata rantai penularan.

9. Evaluasi Data Sistem Surveilans

Program surveilans sebaiknya dinilai secara periodik untuk dapat

dilakukan evaluasi manfaat kegiatan surveilans.

2.1.7 Ruang Lingkup Surveilans Epidemiologi

Ruang lingkup surveilans epidemiologi meliputi : 6,12

1. Surveilans Epidemiologi Penyakit menular

24
Merupakan analisis terus – menerus dan sistematis terhadap penyakit

menular dan faktor resiko untuk mendukung upaya pemberantasan

penyakit menular.

Ruang lingkupnya antara lain :

 Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi(PD3I)\

 AFP

 Penyakit potensial wabah atau KLB penyakit menular dan keracunan

 Penyakit DBD.DCC

 Malaria

 Penyakir zoonosis, antraks, rabies, leptospirosis

 Penyakit filariasis

 Penyakit tuberculosis

 Penyakit diare, tifus, cacingan dan lainya

 Penyakit Kusta

 Penyakit HIV/AIDS

 Penyakit menular seksual

 Penyakit pneumonia, termasuk penyakit pneumonia akut berat

(termasuk SARS).

2. Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular

25
Merupakan analisis terus – menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak

menular dan faktor resiko untuk mendukung upaya pembberantasan

penyakit tidak menular. Ruang lingkupnya antara lain :

 Hipertensi, stroke dan penyakit jantung koroner (PJK)

 Diabetes mellitus

 Neoplasma

 Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)

 Gangguan mental

 Masalah kesehatan akibat kecelakaan.

3. Surveilans epidemiologi kesehatan lingkungan dan perilaku

Merupakan analisis terus – menerus dan sistematis terhadap penyakit dan

faktor resiko untuk mendukung program penyehatan lingkungan.

Ruang lingkupnya antara lain :

 Sarana air bersih

 Tempat – tempat umum

 Pemukiman dan lingkungan perumahan

 Limbah indusri, rumah sakit dan lainnya

 Vector penyakit

 Kesehatan dan keselamatan kerja

26
 Rumah sakit dan sarana yayasan kesehatan, termasuk infeksi
nasokomial.

4. Surveilans epidemiologi masalah kesehatan

Merupakan analisis terus – menerus dan sistematis terhadap masalah

kesehatan dan faktor resiko untuk mendukung program – program

kesehatan tertentu.

Ruang lingkupnya antara lain :

 Surveilans gizi dan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG)

 Gizi mikro (kekurangan yodium, anemia zat besi KVA)

 Gizi lebih

 Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) termasuk kesehatan reproduksi


(kespro)

 Penyalagunahan NAPZA

 Penggunaan sediaan farmasi, obat – obatan tradisional, bahan


kosmetika serta peralatan

 Kualitas makanan dan bahan tambahan makanan.

5. Surveilans epidemiologi kesehatan matra

Merupak analisis terus – menerus dan sistematis terhadap masalah

kesehatan dan faktor resiko untuk upaya mendukung program kesehatan

matra.

Ruang lingkupnya anatara lain :

27
 Kesehatan haji

 Kesehatan pelabuhan dan lintas batass perbatasan

 Bencana dana masalah social

 Kesehatan matra laut dan udara

 Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit dan keracunan.

2.1.8 Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar

Biasa (KLB)

Menurut PERMENKES RI No 82 thaun 2014 Kejadian Luar Biasa (KLB)

adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang

bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah yang dapat menjurus kepada

terjadinya wabah.12

Suatu daerah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB, apabila memenuhi

salah satu kriteria sebagai berikut merurut PERMENKES RI No 1502 Tahun

2010: 13

1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada

atau tidak dikenal pada suatu daerah.

2. Peningkatan kejadian kesakitan terus – menerus selama 3 kurun waktu

dalam jam, hari atau minggu berturut –turut menurut jenis penyakitnya

3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan

periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut

jenis penyakitnya

28
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 bulan menunjukan kenaikan

dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata – rata per bulan dalam

tahun sebelumnya

5. Rata – rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 tahun

menunjukan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata – rata

jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya

6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam Kurun

waktu tertentu menunjukan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan dengan

angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun

waktu yang sama

7. Angka proporsi penyakit (Proportional rate) penderita baru pada satu

periode menunjukan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode

sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.

Gambar 1: Kejadian Luar Biasa (KLB) Campak Di Provinsi Maluku14

29
Tabel 1: Kejadian Luar Biasa Campak Tahun 2014 di Provinsi Maluku14

2.1.8.1 Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon

Sistem kewaspadaaan dini dan respon meliputi :15

1. Unit Surveilans kabupaten/kota

Unit Surveilans Kabupaten/Kota harus melakukan pemeriksaan

setiap minggu terhadap seluruh laporan penyakit yang telah dientri dalam

sistem aplikasi. Apabila ditemukan alart atau sinyal peringatan terhadap

suatu penyakit maka petugas kabupaten/kota menghubungi petugas

puskesmas untuk melakukan klarifikasi terhadap sinyal tersebut.

Apabila hasil klarifikasi benar menunjukan sebagai KLB maka

selanjutnya petugas surveilans kabupaten/kota menghubungi petugas

laboratorium untuk mengambil spesimen dan memeriksa spesimen

30
tersebut. Apabila Laboratorium Propinsi tidak memiliki kemampuan

dalam melakukan pemeriksaan spesimen tertentu maka dapat meminta

bantuan Laboratorium Rujukan Nasional.

2. Melaksanakan Investigasi Pendahuluan

Langkah pertama investigasi KLB adalah untuk melakukan

konfirmasi KLB dan melihat besarnya masalah KLB tersebut. Tim

propinsi dan kabupaten/kota akan bergabung dengan petugas dari

Puskesmas dan memulai investigasi dan menemukan kasus secara aktif.

Setiap KLB diinvestigasi dengan menggunakan format PE KLB khusus

sesuai dengan penyakitnya . Bila tidak tersedia format PE KLB khusus

penyakit tertentu dapat menggunakan format PE KLB Umum.

Semua informasi tentang kasus KLB tersebut dicatat dalam

program spreed sheet (program microsoft excel). Kemudian melakukan

ana lisa data diprogram seperti Epi Info atau Epi Data untuk menghasilkan

analisis deskriptif menurut waktu, tempat dan orang.

Pada saat yang sama respon tim sebaiknya melakukan:

 Rencana pengambilan sample klinis dan lingkungan.

 Formulasi hipotesis mengenai sumber pajanan dan cara penularan.

 Tes hipotesis

 Menulis laporan dan rekomendasi.

31
2.1.9 Penyelidikan Epidemiologi Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan

Imunisasi (PD3I)

Penyakit – penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi antara lain

sebagai berikut :15

1. Tetanus Neonatorum

Tetanus neonatorum disebabkan oleh basil Clostridium tetani, yang

masuk ke tubuh melalui luka. Penyakit ini menginfeksi bayi baru lahir

yang salah satunya disebabkan oleh pemotongan tali pusat dengan alat

yang tidak steril. Kasus tetanus neonatorum banyak ditemukan di negara

berkembang khususnya negara dengan cakupan persalinan oleh tenaga

kesehatan yang rendah.

Pada tahun 2015, dilaporkan terdapat 53 kasus dari 13 provinsi

dengan jumlah meninggal 27 kasus atau CFR 50,9%. Dibandingkan tahun

2014, terjadi penurunan baik jumlah kasus maupun CFR-nya, yaitu 84

kasus dari 15 provinsi dengan CFR sebesar 64,3%. Gambaran kasus

menurut faktor risiko penolong persalinan, 33 kasus (62%) ditolong oleh

penolong persalinan tradisional, misalnya dukun. Menurut cara perawatan

tali pusat, hanya 6 kasus (11%) yang dirawat menggunakan

alkohol/iodium, sedangkan yang lain menggunakan cara tradisional, lain-

lain dan tidak diketahui. Menurut alat yang digunakan untuk pemotongan

tali pusat, 22 kasus (42%) menggunakan gunting 12 kasus (59%)

menggunakan bambu dan sisanya menggunakan alat lain atau tidak

32
diketahui. Menurut status imunisasi sebanyak 32 kasus (60%) terjadi pada

kelompok yang tidak diimunisasi.

2. Campak

Penyakit campak disebabkan oleh virus campak golongan

Paramyxovirus. Penularan dapat terjadi melalui udara yang telah

terkontaminasi oleh droplet (ludah) orang yang telah terinfeksi. Sebagian

besar kasus campak menyerang anak-anak usia pra sekolah dan usia SD.

Jika seseorang pernah menderita campak, maka dia akan mendapatkan

kekebalan terhadap penyakit tersebut seumur hidupnya.

Pada tahun 2015, dilaporkan terdapat 8.185 kasus campak, lebih

rendah dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 12.943 kasus. Jumlah kasus

meninggal sebanyak 1 kasus, yang terjadi di Provinsi Jambi. Incidence

Rate (IR) campak pada tahun 2015 sebesar 3,20 per 100.000 penduduk,

menurun dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 5,13 per 100.000

penduduk. Kondisi di atas dengan catatan data tahun 2015 dari 7 provinsi

belum tersedia.

Incidence Rate (IR) campak menurut provinsi. Nusa Tenggara

Barat, Aceh, dan Riau merupakan provinsi dengan IR campak terendah.

Sedangkan Sulawesi Tengah, Jambi dan Papua merupakan provinsi dengan

IR campak tertinggi.

33
Gambar 2: Incidence Rate (IR) Campak Per 100.000 Penduduk Menurut PProvinsi di
Indonesia Tahun 20154

Menurut kelompok umur, proporsi kasus campak terbesar terdapat

pada kelompok umur 5-9 tahun dan kelompok umur 1-4 tahun dengan

proporsi masing-masing sebesar 32,2% dan 25,4%. Namun jika dihitung

rata-rata umur tunggal, kasus campak pada bayi <1 tahun merupakan

kasus yang tertinggi, yaitu sebanyak 778 kasus (9,5%).

Gambar 3: Proporsi Kasus Campak Per 100.000 Penduduk Menurut Kelompok Umur di
Indonesia Tahun 20154

34
Campak dinyatakan sebagai KLB apabila terdapat 5 atau lebih kasus

klinis dalam waktu 4 minggu berturut-turut yang terjadi secara mengelompok

dan dibuktikan adanya hubungan epidemiologis. Pada tahun 2015, jumlah

KLB campak yang terjadi sebanyak 68 KLB dengan jumlah kasus sebanyak

831 kasus, menurun dibandingkan tahun 2013 dengan 173 KLB dan jumlah

kasus sebanyak 2.104 kasus. Frekuensi KLB campak tertinggi terjadi di Papua

sebanyak 14 kejadian dengan 335 kasus. Diikuti Kalimantan Barat sebanyak

10 KLB dan Sumatera Barat 8 KLB. Tidak ada kasus yang meninggal pada

KLB campak selama tahun 2015.

3. Difteri

Penyakit difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium

diphtheria yang menyerang sistem pernapasan bagian atas. Penyakit difteri

pada umumnya menyerang anak-anak usia 1-10 tahun. Jumlah kasus

difteri pada tahun 2015 sebanyak 252 kasus dengan jumlah kasus

meninggal sebanyak 5 kasus sehingga CFR difteri sebesar 1,98%. Dari 13

provinsi yang melaporkan adanya kasus difteri, kasus tertinggi terjadi di

Sumatera Barat dengan 110 kasus dan Jawa Timur sebanyak 67 kasus.

Terjadi peningkatan kasus yang besar di Provinsi Sumatera Barat (KLB)

dibandingkan tahun 2014 yang hanya sejumlah 9 kasus. Untuk itu telah

dilaksanakan Outbreak Respons Imunization (ORI). Sedangkan jumlah

kasus difteri di Jawa Timur telah menunjukkan penurunan dibandingkan

35
tahun 2014 (396 kasus) dan 2013 (610 kasus). Dari seluruh kasus difteri,

sebesar 37% tidak mendapatkan vaksinasi.

Gambar 4: Proporsi Kasus Difteri Menurut Kelompok Umur di Indonesia Tahun 20154

Gambaran kasus menurut kelompok umur pada tahun 2015

menunjukkan jumlah distribusi kasus tertinggi terjadi pada kelompok

umur 5-9 tahun dan 1-4 tahun. Kelompok umur ≥ 14 tahun memiliki

rentang usia yang panjang dibanding kelompok umur lainnya sehingga

meskipun proporsinya besar, jika dihitung per umur tunggal, kelompok ini

memiliki jumlah kasus yang rendah.

4. Polio dan AFP (acute flaccid Paralysis/Lumpuh layu Akut)

Polio disebabkan oleh infeksi virus yang menyerang sistem syaraf,

utamanya menyerang anak balita dan menular terutama melalui fekal-oral.

Polio ditandai dengan gejala awal demam, lelah, sakit kepala, mual, kaku

di leher, serta sakit di tungkai dan lengan. Pada 1 dari 200 infeksi

menyebabkan kelumpuhan permanen (biasanya pada tungkai), dan 5-10%

dari yang menderita kelumpuhan meninggal karena kelumpuhan pada otot-

36
otot pernafasan. Indonesia telah berhasil mendapatkan sertifikasi bebas

polio bersama negara-negara

South East Asia Region (SEARO) pada tanggal 27 Maret 2014. Saat

ini tinggal 2 negara, yaitu Afghanistan dan Pakistan yang masih endemik

polio. Setelah Indonesia dinyatakan bebas polio, bukan berarti Indonesia

menurunkan upaya imunisasi dan surveilens AFP, upaya pencegahan harus

terus ditingkatkan hingga seluruh dunia benar-benar terbebas dari polio

Surveilans AFP adalah pengamatan yang dilakukan terhadap semua kasus

lumpu layuh akut (AFP) pada anak usia < 15 tahun, yang merupakan

kelompok yang rentan terhadap penyakit polio, dalam upaya untuk

menemukan adanya transmisi virus polio liar.

Surveilans AFP merupakan indikator sensitivitas deteksi virus

polio liar. Surveilans AFP juga penting untuk dokumentasi tidak adanya

virus polio liar untuk sertifikasi bebas polio. Non polio AFP adalah kasus

lumpuh layuh akut yang diduga kasus polio sampai dibuktikan dengan

pemeriksaan laboratorium bukan kasus polio. Kementerian Kesehatan

menetapkan non polio AFP rate minimal 2/100.000 populasi anak usia

<15 tahun. Pada tahun 2015, secara nasional non polio AFP rate sebesar

1,93/100.000 populasi anak <15 tahun yang berarti belum mencapai

standar minimal penemuan.

37
Gambar 5: Non Polio AFP Rate Per 100.000 Anak <15 Tahun di Indonesia tahun 20154

Dari 34 provinsi 16 di antaranya (47%) telah mencapai target non

polio AFP rate ≥2 per 100.000 penduduk kurang dari 15 tahun pada tahun

2015, 17 provinsi masih <2 dan 1 provinsi yaitu Papua Barat belum

menyampaikan laporannya. Setiap kasus AFP yang ditemukan dalam kegiatan

intensifikasi surveilans, akan dilakukan pemeriksaan spesimen tinja untuk

mengetahui ada tidaknya virus polio liar.

Untuk itu diperlukan spesimen adekuat yang sesuai dengan

persyaratan yaitu diambil ≤14 hari setelah kelumpuhan dan suhu spesimen

0°C - 8°C sampai di laboratorium. Standar spesimen adekuat yaitu ≥ 80%.

Pada tahun 2015 spesimen adekuat di Indonesia sebesar 87,5%. Dengan

demikian spesimen adekuat secara nasional telah sesuai standar. Sebanyak 20

provinsi (58,8%) telah mencapai standar spesimen adekuat pada tahun 2015,

13 provinsi belum mencapai standar dan 1 provinsi yaitu Papua Barat belum

menyampaikan laporan.

38
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

39
 Surveilans kesehatan masyarakat adalah proses pengumpulan data kesehatan

yang mencakup tidak saja pengumpulan informasi secara sistematik, tetapi

juga melibatkan analisis, interpretasi, penyebaran, dan penggunaan informasi

kesehatan

 Dikenal beberapa jenis surveilans: Surveilans Individu, surveilan penyakit,

surveilans sinromik dan lain - lain

 Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah

kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini

dan dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif

DAFTAR PUSTAKA

1. Wuryanto MA. Surveilans penyakit demam berdarah dengue (DBD) dan

permasalahannya di kota semarang tahun 2008. ISBN. 2010; 13(3)

40
2. Erme MA, Quade TC. Epidemiologic Surveillance. AKK. 1013; 2(2)

3. Notoatmodjo S. Ilmu kesehatan masyarakat (prinsip – prinsip dasar). Rineka

Cipta: Jakarta; 2005

4. Departement Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan menteri kesehatan

republik Indonesia nomor 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang pedoman

penyelenggaraan sistem surveilans epidemiologi penyakit menular dan tidak

menular. Jakarta; 2004

5. Departement Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan menteri kesehatan

republik Indonesia nomor 1116/Menkes/VIII/2003 tentang pedoman

penyelenggara sistem surveilans epidemiologi kesehatan. Jakarta; 2003

6. Susanti W, Fitria A, Pangestu RA, Rezky RM. Surveilans epidemiologi studi

kasus di puskesmass A dan puskesmas B. Universitas Lambung Mangkurat:

Banjarbaru; 2015

7. Last JM. A dictionary of epidemiology. New York: Oxford University

Press,Inc; 2001

8. John Hopkins University. Disaster epidemiology. Baltimore, MD: The jogns

Hopkins and IFRC public health guide for emergencies; 2006

9. Giesecke J. Modern infectious disease epidemiology. London: Arnold; 2002

10. Mandl KD, Overhage M, Wagner MM, Lober WB, Sebastiani P, Mostaharii F,

et all. Implementing syndromic surveillance: A practical guide informend by

the early experience. J Am Med Inform Assoc. 2004; 11: 141 – 150

41
11. Masrochah S. Sistem informasi surveilans epidemiologi sebagai pendukung

kewaspadaan dini kejadian luar biasa (KLB) penyakit di dinas kesehatan kota

semarang. Universitas Diponegoro: Semarang; 2006

12. Departement Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan menteri kementerian

kesehatan nomor 82 tahun 2014 tentang penanggulangan penyakit menular.

Kementerian Kesehatan. Jakarta; 2014

13. Departement Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan menteri kementerian

kesehatan nomor 1501 tahun 2010 tentang jenis penyakit tertentu yang dapat

menimbulkan wabah dan upaya penanggulangannya. Kementerian Kesehatan.

Jakarta; 2010

14. Dinas Kesehatan Provinsi Maluku. Profil dinas kesehatan Provinsi Maluku

Tahun 2011. 2012

15. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman kewaspadaan dini dan

respon. Kementerian Kesehatan Jakarta; 2013

16. Departement Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan menteri kementerian

kesehatan nomor 12 tahun 2017 tentang penyelenggaraan imunisasi.

Kementerian Kesehatan. Jakarta; 2017

42

Anda mungkin juga menyukai