Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH FISIOLOGI NUTRISI

UJI KUALITAS PAKAN SECARA FISIK, KIMIA, DAN BIOLOGI

DISUSUN OLEH:
AZKI AFIDATI PUTRI ANFA
(1410422025)

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini, konsumsi pangan asal ternak menjadi kebutuhan bagi setiap individu di dunia.
Secara umum, pangan asal ternak menyediakan 17% energi dan 35% protein dari
kebutuhan manusia. Mengutip dari Achmadi (2007), bahwasannya pada 25 tahun
mendatang permintaan protein asal produk ternak akan meningkat dua kali lipat dari
permintaan sekarang. Peningkatan protein asal produk ternak secara global ini harus
diikuti oleh peningkatan produksi pakan untuk memenuhi kebutuhan produktivitas ternak.
Menurut data FAO, total produksi pakan seluruh dunia pada tahun 2005 adalah 625 juta
ton. Pada tahun 2030, kebutuhan biji-bijian untuk pangan akan meningkat 45%, dan
kebutuhan biji-bijian untuk pakan akan meningkat sampai 60% dari produksi pakan tahun
2005.
Pakan memiliki peranan penting sebagai sumber energi untuk pemeliharaan
tubuh, pertumbuhan dan perkembangbiakan. Tingginya permintaan pangan asal ternak ini
juga harus diimbangi dengan kualitas pakan ternak itu sendiri. Nutrisi yang terkandung
dalam pakan harus benar-benar terkontrol dan memenuhi kebutuhan dari ternak tersebut.
Pemberian pakan yang sesuai akan menghindarkan ternak dari berbagai serangan
penyakit, khususnya penyakit nutrisi. Maka, aspek mutu pakan menjadi fokus utama dari
masyarakat industri pakan, mengingat pakan berperanan penting dalam menentukan
kuantitas dan kualitas produk pangan asal ternak. Diperlukan berbagai pengujian untuk
menentukan kualitas pakan ternak tersebut. Secara garis besar penentuan kualitas dapat
dilakukan secara fisik, kimia dan biologis.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan, maka beberapa masalah
yang dapat penulis rumuskan dan akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan pakan ?
2. Bagaimana pengujian kualitas pakan secara fisik, kimia, dan biologi ?
BAB II
ISI

2.1 Pakan
Pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan, disenangi, dapat dicerna sebagian atau
seluruhnya, dapat diabsorbsi dan bermanfaat bagi ternak (Kamal, 1994). Pakan memiliki
peranan penting bagi ternak, baik untuk pertumbuhan ternak muda maupun untuk
mempertahankan hidup dan menghasilkan produk (susu, anak, daging) serta tenaga bagi
ternak dewasa. Fungsi lain dari pakan adalah untuk memelihara daya tahan tubuh dan
kesehatan. Agar ternak tumbuh sesuai dengan yang diharapkan, jenis pakan yang
diberikan pada ternak harus bermutu baik dan dalam jumlah cukup. Pakan yang sering
diberikan pada ternak kerja antara lain berupa: hijauan dan konsentrat (makanan penguat)
(Sihombing, 2017).
Proses pembuatan pakan diawali dengan pembelian bahan baku (purchasing),
penerimaan bahan baku (receiving), pengawasan mutu (quality control), proses
(processing), penggudangan (warehousing), bongkar muat (loading and transportation)
dan pemasaran (marketing). Mutu pakan meliputi sifat fisik, kimia, dan apabila perlu
dilakukan uji biologis. Perlunya dilakuan uji kualitas bahan pakan ini dikarenakan Bahan
baku sering terkontaminasi atau sengaja dicampur dengan benda-benda asing dapat
menurunkan kualitas sehingga perlu dilakukan pengujian secara fisik untuk menentukan
kemurnian bahan. Penurunan kualitas bahan baku dapat terjadi karena penanganan,
pengolahan atau penyimpanan yang kurang tepat. Kerusakan dapat terjadi karena
serangan jamur akibat kadar air yang tinggi, ketengikan dan serangan serangga
(Sihombing, 2017).
2.2 Pengujian Kualitas Pakan
2.2.1 Uji Fisik
Pegujian secara fisik mudah dilakukan dan tidak terlalu membutuhkan biaya yang
banyak. Pengujian sifat fisik pada pakan, dalam hal ini pelet ikan, meliputi kekerasan
pelet, stabilitas pelet dalam air, kecepatan tenggelam pelet, serta kadar kehalusan
(Mujiman, 1985). Dikutip dari Aslamsyah (2017), bahwasannya uji fisik meliputi
beberapa tingkatan, yaitu :
1) Tingkat homogenitas
Uji ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keseragaman ukuran partikel bahan
penyusun pakan. Pakan buatan berkualitas baik apabila mempunyai ukuran partikel bahan
baku yang halus, seragam, dan homogenitas tinggi. Adapun metode yang dapat digunakan
untuk uji tingkat homogenitas yaitu disediakan pakan sebanyak 5g kemudian digerus
sampai pecah. Kemudian diayak dengan menggunakan siknet ukuran 0,5 sampai
0,063mm. Tingkat homogenitas dihitung dalam persentasi pakan yang berukuran di
bawah 0,5mm. Menurut Asmawi (1983), sifat-sifat fisik partikel ditentukan oleh asal
bahan dan proses pengolahannya. Salah satunya adalah ukuran partikel serta distribusi
ukuran.
2) Tingkat kehalusan
Selain ukuran partikel, kadar kehalusan juga sangat perlu diperhatikan, hal ini
disebabkan karena mutu fisik terutama pada pelet ikan sebagian besar ditentukan oleh
kehalusan bahannya. Semakin halus bahannya, maka semakin stabil pelet berada di dalam
air, sehingga tidak cepat rapuh atau pecah berantakan (Asmawi, 1983). Metode yang
digunakan untuk pengujian tingkat kehalusan adalah sama dengan pengujian tingkat
homogenitas, yakni disediakan pakan sebanyak 5g kemudian digerus sampai pecah.
Kemudian diayak dengan menggunakan siknet ukuran 0,5 sampai 0,063mm. Tingkat
homogenitas dihitung dalam persentasi pakan yang berukuran di bawah 0,5mm.
3) Tingkat kekerasan
Pakan buatan sebaiknya memiliki karakteristik fisik yang kompak dan kering,
sehingga ketika dimasukkan dalam air, pakan menjadi lunak tetapi tidak hancur. Metode
yang dapat digunakan untuk melakukan pengujian tingkat kekerasan ini adalah dengan
memasukkan 2 g pakan ke dalam pipa paralon dengan tinggi 1 m. kemudian pakan dijatuhi
beban anak timbangan dengan berat 500 g. Pakan yang telah dijatuhi beban kemudian
diayak menggunakan siknet ukuran 0,5 sampai 0,063 mm. Tingkat kekerasan dihitung
dalam persentasi pakan yang tidak hancur dengan menggunakan ayakan berbagai ukuran.
4) Stabilitas dalam air (water stability)
Menurut Mujiman (1985), stabilitas pelet ikan di dalam air minimal harus
mencapai waktu sepuluh menit agar pelet tidak terbuang percuma karena hancur dalam
air, yang akhirnya dapat menyebabkan pencemaran air oleh pakan dan akan
membahayakan kelangsungan hidup ikan.
Metode untuk pengujian stabilitas dalam air meliputi :
 Uji Kecepatan Pecah
Pengujian ini dapat diamati secara visual. Kemudian, memasukkan pakan sebanyak
10 batang ke dalam gelas beaker yang diisi 1 L air, pengamatan dilakukan setiap 5
menit untuk mengetahui pakan sudah lembek atau belum. Pengamatan dilanjutkan
sampai pakan pecah atau hancur.
 Uji Dispersi Padatan
Dispersi padatan diamati dengan menggunakan metode Balazs (1973). Pakan
sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam kotak kasa berukuran 10 x 10 cm dengan pori-
pori sekitar 1 mm, selanjutnya direndam dalam aquarium. Setelah 4 jam pakan yang
masih tersangkut dalam kotak kasa dikeringkan beserta kotak kasa dalam oven pada
suhu 105οC selama 10 jam. Selanjutnya didinginkan dalam deksikator, lalu timbang
sampai berat konstan. Menghitung dispersi padatan menggunakan formula:
Berat kering pakan akhir
Dispersi padatan (%)= x100
Berat kering pakan awal

 Uji Dispersi Nutrien


Pengurangan kadar nutrien awal dan setelah dilakukan perendaman beberapa waktu.
Pakan yang berkualitas baik apabila nilai dispersinya tidak lebih dari 10% .
Kandungan nutrien pakan akhir
Dispersi padatan (%)= x100
Kandungan nutrien pakan awal
 Daya Apung
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan pakan
dari permukaan air hingga ke dasar media pemeliharaan. Pakan terapung cocok untuk
ikan yang mempunyai kebiasaan mencari makanan dipermukaan perairan, sedangkan
pakan yang teggelam lebih tepat untuk ikan yang biasa hidup didasar perairan.
 Kecepatan Tenggelam Uji
Kecepatan tenggelam dilakukan dengan mengukur lama waktu yang dibutuhkan
pakan bergerak dari permukaan air hingga ke dasar media pemeliharaan. Pakan
sebanyak 5 batang dimasukkan kedalam gelas beaker dengan ketinggian dasar wadah
20 cm dari permukaan air. Stopwatch dijalankan tepat pada saat pakan dijatuhkan ke
permukaan air. Kecepatan tenggelam adalah jarak di bagi waktu pakan sampai berada
didasar gelas ukur.
 Berat Jenis
Pakan buatan harus mempunyai berat jenis lebih besar dari berat jenis media tetapi
harus lebih kecil dari berat jenis tanah dasar kolam atau tambak. Agar pakan yang
tenggelam tidak terbenam dalam lumpur.
 Ukuran Pakan
Uji ukuran pakan berkaitan dengan jumlah butiran pakan yang tersedia per satuan
bobot pakan atau luas kolam. Semakin kecil ukuran pakan maka semakin banyak
jumlah butiran yang tersedia pada bobot pakan atau luasan kolam yang sama.
 Uji Daya Pikat
Dilakukan dengan menghitung berapa waktu yang yang dibutuhkan kultivan
mendekati atau mengkonsumsi (awal) pakan uji. Stopwatch dijalankan saat pakan
berada didalam media pemeliharaan pada jarak tertentu dari kultivan.
 Daya Lezat Pakan
Dilakukan dengan mengukur jumlah pakan yang dikonsumsi udang per bobot tubuh
dalam sehari
2.2.2 Uji Kimiawi
Umumnya dalam penentuan bahan makanan ternak secara kimia masih
menggunakan metode analisa proksimat (Weende) yang telah dikembangkan mulai 100
tahun lalu. Metode ini tetap merupakan dasar penentuan kualitas yang banyak digunakan
di dunia peternakan. Bahan makanan dibagi dalam 6 fraksi terdiri dari kadar air, abu,
protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N).
Walaupun perkembangan teknologi dalam analisa kimia sudah sedemikian maju, namun
analisa tersebut merupakan analisa kelanjutan atau perluasan dari analisa proksimat ini
(Tim Laboratorium, 2012).
1) Analisis Proksimat
Tujuan dari analisasi proksimat adalah untuk mengetahui persentase nutrien dalam
pakan berdasarkan sifat kimianya, diantaranya kadar air, protein, lemak, serat, bahan
ekstrak tanpa nitrogen (BETN) (Aslamsyah, 2017). Henneberg dan Stohmann dari
Weende Experiment Station di Jerman membagi pakan menjadi 6 (enam) fraksi, yaitu :
kadar air, abu, protein, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-
N). Pembagian zat makanan ini kemudian dikenal sebagai Skema Proksimat. Untuk
melakukan analisa proksimat bahan harus bentuk tepung dengan ukuran maksimum 1 mm.
Bahan berkadar air tinggi misalnya rumput segar perlu diketahui dahulu berat awal
(segar), berat setelah penjemuran/pengeringan oven 70oC agar dapat dihitung komposisi
zat makanan dari rumput dalam keadaan segar dan kering matahari.
 Analisa Air
Analisis kadar air bahan menggunakan oven dengan temperatur sedikit di atas
temperatur didih air yaitu 105oC. Sampel dimasukan ke dalam oven beberapa waktu
sehingga tercapai berat tetap. Kadar air adalah selisih berat awal dan akhir dalam satuan
persen. Umumnya pakan yang telah mengalami pengeringan matahari/oven 70oC masih
mengandung kadar air. Dari analisis ini akan diperoleh kadar bahan kering (bahan yang
sudah bebas air atau uap air) dengan cara 100% dikurangi dengan kadar air (Tim
Laboratorium, 2012). Sebagaimana menurut Amrullah (2002), bahwa persentase
penyusutan bobot itu mungkin terdiri atas kehilangan air, senyawa organik yang mudah
menguap, dan kehilangan air asal dekomposisi senyawa organik.
 Analisa Abu
Abu adalah bagian dari sisa pembakaran dalam tanur dengan temperatur 400-
600oC yang terdiri atas zat-zat anorganik atau mineral. Dari abu ini dapat dilanjutkan
untuk mengetahui kadar mineral (Tim Laboratorium, 2012). Menurut Tilman
et.al.,(1993), bahwa kada abu dipengaruhi oleh umur tanaman dan kandungan unsur hara
yang diserap terutama mineral. Semakin tua umur tanaman, maka semakin rendah kadar
abunya. Amrullah (2002), menambahkan bahwa mayoritas abu terdiri dari silika yang
tidak mempunyai nilai gizi bagi ternak atau hewan.
 Analisa Protein Kasar
Pengertian protein kasar adalah semua zat yang mengandung nitrogen. Diketahui
bahwa dalam protein rata-rata mengandung nitrogen 10% (kisaran 13-19%). Metode yang
sering digunakan dalam analisa protein adalah metode Kjeldhal yang melalui proses
destruksi, destialsi, titrasi dan perhitungan. Dalam analisis ini yang dianalisis adalah unsur
nitrogen bahan, sehingga hasilnya harus dikalikan dengan faktor protein untuk
memperoleh nilai protein kasarnya. Apabila diketahui secara tepat macam pakan yang
dianalisis misal air susu maka faktor proteinnya adalah 6.38, tetapi secara umum biasanya
menggunakan 6.25.
 Analisa Lemak Kasar
Metode yang digunakan antara lain extraksi soxhlet dengan pelarut lemak
petroleum ether. Analisis lemak dipergunakan istilah lemak kasar karena dalam analisis
ini yang diperoleh adalah suatu zat yang larut dalam proses ekstraksi dengan
menggunakan pelarut organik antara lain ether, petroleum ether atau chloroform.
Kemungkinan yang terlarut dalam pelarut organik ini bukan hanya lemak tetapi juga
antara lain : glyserida, chlorophyl, asam lemak terbang, cholesterol, lechitin dan lain-lain
dimana zat-zat tersebut tidak termasuk zat makanan tetapi terlarut dalam pelarut lemak
(Tim Laboratorium, 2012).
 Analisa Serat Kasar
Serat kasar mempunyai pengertian sebagai fraksi dari karbohidrat yang tidak larut
dalam basa dan asam encer setelah pendidihan masing-masing 30 menit. Termasuk dalam
komponen serat kasar ini adalah campuran hemisellulosa, sellulosa dan lignin yang tidak
larut. Dalam analisa ini diperoleh fraksi lignin, sellulosa dan hemisellulosa yang justru
perlu diketahui komposisinya khusus untuk hijauan makanan ternak atau umumnya pakan
berserat. Untuk memperoleh data yang lebih akurat tentang fraksi lignin dan sellulosa
dapat dilakukan analisa lain yang lebih spesifik dengan metode analisa serat Van Soest
(Tim Laboratorium, 2012). Menurut Barry (2004), bahwa indikator dari daya cerna dan
bulkiness suatu bahan pakan adalah kandungan serat kasar. Kandungan serat kasar yang
tinggi dalam bahan pakan akan menurunkan koefisiensi cerna dalam bahan pakan tersebut
karena serat kasar mengandung bagian yang sukar untuk dicerna.
 Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen (Beta-N)
Untuk memperoleh beta-N adalah dengan cara perhitungan :
100% - (Air + Abu + Protein Kasar + Lemak Kasar + Serat Kasar)%
Dalam fraksi ini termasuk karbohidrat yang umumnya mudah tercerna antara lain pati dan
gula (Tim Laboratorium, 2012).
 Penyajian Data Analisa Proksimat
Dalam menyajikan data komposisi zat makanan dari analisa proximat dapat
dilakukan dalam komposisi persen berdasarkan segar (dikembalikan dengan menghitung
berat awal segar), kering matahari (untuk ransum dan butiran/bijian serta limbah
industrinya) dan berdasarkan bahan kering. Data berdasarkan bahan kering ini
dipergunakan untuk membandingkan kualitas antar bahan makanan ternak. Manfaat lain
dari komposisi data proximat adalah untuk menduga koefesien cerna (berdasarkan rumus
Schneider) dan menghitung TDN berdasarkan NRC (Tim Laboratorium, 2012).
2) Analisis nutrien
Analisis nutrient merupakan analisis yang dilakukan untuk menentukan persentase
nutrien esensial berdasarkan analisis kimia. Komponen nutrien yang diuji seperti asam
amino, asam lemak, mineral, vitamin. Metode pengukuran seperti Thin Layer
Chromatography (TLC), Gas Liquid Chromatography (GLC),High Performance Liquid
Chromatography (TLC).
3) Pengujian kimia
Dilakukan untuk mengukur kualitas bahan baku pakan, yaitu menentukan kualitas
protein berdasarkan kemampuan cerna (kemudahan cerna oleh protease); kualitas lemak
berasarkan ketengikan hidrolitik dan oksidatif; berdasarkan kandungan antinutrisi, seperti
gossypol, glucosinolates; asam fitat, pengujian kandungan racun dalam bahan baku pakan
4) Skor kimia
Salah satu evaluasi untuk membandingkan kandungan asam amino yang terdapat
dalam protein bahan baku pakan dengan protein telur. Semakin dekat jenis dan jumlah
asam amino dalam bahan baku pakan dengan jenis dan jumlah asam amino dalam protein
telur berarti semakin baik kualitas bahan baku tersebut. Menurut Block & Mitchell,
kualitas protein ditentukan oleh asam -asam amino yang relatif paling kekurangan. Di sini
protein standar yaitu protein telur. Dengan membandingkan tiap-tiap asam amino dari
bahan tersebut kita akan mendekati asam amino yang paling defisien.
Aa dalam protein bahan baku pakan (g)
Skor Kimia= x100
Aa dalam protein telur (g)

5) Indespensable amino acids index (IAAI)


Penentuan indeks asam amino penting adalah cara penentuan kualitas bahan baku
pakan berdasarkan rasio antara masing-masing asam amino essensial yang terdapat dalam
bahan baku dan asam amino essensial dalam putih telur. Pengujiannya lebih kompleks
dibandingkan dengan skor kimia, namun hasil yang diperoleh lebih akurat.
Arg (bb) + His (bb) + . . . . . . . . . . . . . . . + Val (bb)
IAAI= x100
Arg (bb) + His (bb) + . . . . . . . . . . . . . . . + Val (bb)

6) Essential Amino Acid Index (EAAI)


Oser mengembangkan pendapat Block dan Mitchell, ia berpendapat bahwa
seharusnya dalam menentukan kualitas protein tidak saja asam amino esensial yang paling
defisien yang harus diperhatikan tapi seluruh asam amino esensial dari bahan tersebut
harus dipertimbangkan. Juga dipakai sebagai protein standar adalah protein telur.

10 100a 100b 100c 100n


EAAI= √ x x x……x
ae be ce ne

Keterangan:
a – n = % asam amino dari protein yang dinilai
ae – ne= % asam amino dari protein telur

2.2.3 Uji Biologis


Setelah melakukan pengujian secara fisik dan secara kimiawi perlu juga dilakukan
lainnya yaitu pengujian secara Biologis. Pengujian biologis sangat penting terutama untuk
milihat nilai Konversi Pakan (Feed Conversion Ratio). Nilai ini sebenarnya tidak
merupakan angka mutlak, karena tidak hanya ditentukan oleh kualitas, tetapi juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti jenis, ukuran ikan, kepadatan, kualitas air dll.
Semakin kecil nilai konversi pakan, semakin baik kualitas pakan, karena akan semakin
ekonomis. Untuk mengetahui nilai konversi pakan perlu dilakukan dilakukan pengujian
lapangan pada berbagai tipe percobaan (Sutikno, 2011).
1) Tingkat kelangsungan hidup (TKH)
𝑁𝑡
TKH= x100%
𝑁𝑜
Keterangan:
Sr = tingkat kelangsungan hidup ikan uji (%)
Nt = jumlah ikan uji yang hidup pada akhir penelitian (ekor)
No = jumlah ikan uji yang hidup pada awal penelitian (ekor)
Supito dan Djunaidah (1998) menyatakan bahwa jaring yang kotor dapat
menyebabkan pernafasan ikan terganggu dan ikan akan menjadi stress yang berakibat
timbulnya kematian. Suwirya (2002), mengatakan bahwa budidaya intensif yang
menggunakan pakan buatan akan mengakibatkan terjadinya penambahan unsur-unsur
seperti fosfor, nitrogen, karbon serta bahan organik yang dihasilkan pakan yang terbuang
dan kotoran ikan (feses dan ekresi) yang dapat mempengaruhi kualitas air
2) Pertumbuhan mutlak
Pertumbuhan ikan uji yang diamati dinyatakan dalam pertumbuhan mutlak dan
laju pertumbuhan harian. Pertumbuhan mutlak ikan dinyatakan dalam pertambahan bobot
mutlak ikan.
G = Wt – W0

Wt – Wo
Pertumbuhan relatif = x100
W0
ln Wt – ln Wo
g = 𝑥100
t
Keterangan:
G = pertumbuhan mutlak individu (gram)
g = laju pertumbuhan harian individu (%)
Wt = bobot rata-rata ikan uji pada akhir penelitian (gram)
Wo = bobot rata-rata ikan uji pada awal penelitian (gram)
t = lamanya penelitian (hari)
Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar,
adapaun faktor dalam meliputi sifat keturunan, ketahanan terhadap penyakit dan
kemampuan dalam memanfaatkan makanan, sedangkan faktor luar meliputi sifat fisika,
kimia dan biologi perairan. Faktor makanan dan suhu perairan merupakan faktor luar yang
utama yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan. Pertumbuhan ikan dapat terjadi jika
jumlah makanan yang dimakan melebihi kebutuhan untuk pemeliharaan tubuhnya
(Arofah, 1991).
3) Rasio konversi pakan
Semakin kecil nilai yang dihasilkan kualitas pakan semakin baik.
Jumlah pakan yang dikonsumsi
RKP=
Pertambahan bobot
4) Rasio efisiensi pakan
Semakin besar nilai yang dihasilkan kualitas pakan semakin baik. Secara khusus
dapat digunakan untuk mengukur rasio efisien protein (jumlah pakan yang dikonsumsi
adalah jumlah protein yang dikonsumsi).
Pertambahan bobot
REP=
Jumlah pakan yang dikonsumsi
Atau,
(Wt + Wd) − Wo
EP= 𝑥100
F
Dimana :
EP = efisiensi pakan (%)
Wo = bobot ikan uji pada awal penelitian (g)
Wt = bobot ikan uji pada waktu t (g)
Wd = bobot ikan uji yang mati selama penelitian (g)
F = bobot pakan yang dikonsumsi selama penelitian(g)
5) Koefisien pencernaan
Nilai kecernaan dikenal 2 macam, yaitu kecernaan total/semu (apparent
digestibility) dan kecernaan murni (true digestibility).
 Kecernaan total/semu (apparent digestibility), yaitu semua komponen dalam feses
dianggap berasal dari makanan yang dikonsumsi. Kecernaan ini adalah cara
pengukuran dengan metode langsung.
I − F
DA= 𝑥100
I
Dimana :
DA = kecernaan total/semu (%)
Wo = jumlah pakan yang dikonsumsi yang dapat dinyatakan dalam gram nutrien atau
dalam satuan energi
F = jumlah feses yang dihasilkan setelah ikan mengkonsumsi pakan sebesar I
 Kecernaan murni (true digestibility), yaitu hanya komponen feses yang berasal dari
makanan yang diperhitungkan, sedangkan komponen feses yang bersifat endigen
(berasal dari tubuh ikan itu sendiri) tidak diikut sertakan dalam perhitungan. Cara ini
sangat sulit dilakukan.
I – (F – FE)
DT= 𝑥100
I
Dimana :
DA = kecernaan murni (%)
Wo = jumlah pakan yang dikonsumsi
F = jumlah feses yang dihasilkan
FE = Jumlah komponen feses yang bersifat endogen (dapat berasal dari bakteri, enzim,
mukus dll).
 Pengukuran Kecernaan dengan metode tidak langsung, yaitu dengan menggunakan
indikator. Beberapa bahan yang digunakan adalah : hydrolisis resistant organic matter
(HROM) bahan dasar yang resisten terhadap hidrolisis dengan bahan dasar selulosa
dan khitin, silika, serat kasar, Hydrolisis resistant ash atau acid insoluble ash (AIA),
chromium oxide (Cr2O3).
1 - a’ b'
Kecernaan (%) = x x100
a b
Keterangan :
a’ = nutrien dalam feses (%)
a = nutrien dalam pakan (%)
b’ = indikator dalam feses (%)
b = indikator dalam pakan (%)
Koefisien pencernaan
6) Carcas deposition (CD)
Carcas deposition adalah penentuan jumlah pakan yang telah diserap oleh tubuh ikan
kandungan nutrien karkas akhir -kandungan nutrien karkas awal
CD =
nutrien pakan selama penelitian
7) Nilai biologis
Nilai biologi adalah untuk menentukan persentase nitrogen yang telah diserap oleh
tubuh dengan cara mengukur buangan nitrogen. Pakan yang tidak dicerna dengan baik
menyebabkan jumlah nitrogen yang diserap oleh tubuh juga relatif lebih rendah
sehingga nilai biologisnya juga rendah
Npakan – (Nfeses + Nurin + Ninsang)
NB = 𝑥100%
Npakan
8) Net protein utilization (NPU)
Penggunaan protein bersih (Net protein utilization) adalah pertambahan protein dalam
tubuh berdasarkan jumlah protein yang diserap oleh ikan.
kandungan protein ikan akhir-kandungan protein ikan awal
CD = x100%
protein dalam pakan x koefisien kecernaan protein

9) Evaluasi energi pakan


Pengujian pakan berdasarkan energi yang dapat diserap oleh tubuh, didasarkan bahwa
energi pakan terbagi dua energi tidak tercerna dan energi tercerna. Energi tercerna
digunakan untuk cost of living dan pertambahan bobot badan. Energi pakan dapat
diketahui dengan melakukan pengukuran pertambahan bobot badan, laju konsumsi
oksigen atau aktivitas metabolisme. Besarnya energi pakan yang diserap oleh tubuh
adalah selisih energi dalam pakan dengan energi yang terbuang.
10) Pengukuran lain
Untuk menentukan kualitas pakan udang dapat dilihat pada warna tubuh udang. Udang
dengan warna kehitam-hitaman lebih disukai konsumen sehingga harganya mahal.
Pakan yang yang dapat menghasilkan warna demikian dianggap pakan yang
berkualitas baik.
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari materi diatas adalah :
1. Pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan, disenangi, dapat dicerna
sebagian atau seluruhnya, dapat diabsorbsi dan bermanfaat bagi ternak.
2. Penentuan kualitas dapat dilakukan secara fisik, kimia dan biologis.
3. Pengujian kualitas pakan secara fisika meliputi, tingkat homogenitas, tingkat
kehalusan, tingkat kekerasan, dan stabilitas dalam air (water stability).
4. Pengujian kualitas pakan secara kimiawi meliputi analisis Proksimat, analisis
nutrien, pengujian kimia, skor kimia, indespensable amino acids index (IAAI), dan
essential Amino Acid Index (EAAI).
5. Pengujian kualitas pakan secara biologis meliputi, tingkat kelangsungan hidup
(TKH), pertumbuhan mutlak, rasio konversi pakan, rasio efisiensi pakan, koefisien
pencernaan , carcas deposition (CD), nilai biologis, net protein utilization (NPU)
, evaluasi energi pakan, dan pengukuran lain.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah apabila terdapat kesalahan terkhusus pada
literature yang dikutip dalam makalah ini dimohonkan untuk diperbaiki.
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, J. 2007. Kualitas pakan ternak yang baik dan aman untuk mendukung kesuksesan usaha
peternakan. Disajikan dalam Pertemuan Koordinasi Peternak Menengah/Besar,
Pabrik Pakan / Distributor Obat, Pengawas Mutu Pakan dan Dinas Terkait yang
Menangani Fungsi Peternakan di Jawa Tengah. Balai Pengujian Mutu Pakan
Ternak Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian. Ungaran.
Amrullah, I.K. 2002. Seri Beternak Mandiri Nutrisi Ayam Broiler. Satu Gunungbudi. Bogor.
Arofah, Y.H. 1991. Pengaruh Jumlah Pakan dan Frekuensi Pemberian Pakan yang Berbeda
terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Kakap Putih (Lates
calcalifer). Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang.
Aslamsyah, S. 2017. Pengujian Kualitas Bahan Baku Dan Pakan. http://oldlms.unhas.ac.id
(diakses pada 05 Maret 2017).
Asmawi, S. 1983. Pemeliharaan Ikan dalam Karamba. PT. Gramedia. Jakarta.
Barry. 2004. Nutrisi Ternak. UGM Press. Yogyakarta.
Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak Fakultas Peternakan. UGM. Yogyakarta.
Mujiman, A. 1985. Makanan Ikan. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sihombing, A. 2017. Metode Uji Kualitas Bahan Pakan. http://www.bptu-sembawa.net (diakses
pada 05 Maret 2017).
Supito, K., dan I.S. Djunaidah. 1998. Kaji Pendahuluan Pembesaran Ikan Kerapu Macan
(Epinephelus fuscoguttatus) di Tambak. Prosiding Perikanan Pantai, Bali.
Sutikno, E. 2011. Pembuatan Pakan Buatan Ikan Bandeng. Pusat Penyuluhan Kelautan Dan
Perikanan Badan Pengembangan SDM Kelautan Dan Perikanan Kementerian
Kelautan Dan Perikanan.
Suwirya, K. 2002. Pakan dalam Budidaya Laut. Kumpulan Makalah Seminar Pengembangan
Teknolgi Budidaya Kerapu. Balai Budidaya Laut Lampung.
Tilman, A.D., H. Hartadi, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekotjo. 1993. Tabel Komposisi
Pakan Untuk Indonesia. UGM Press. Yogyakarta.
Tim Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan. 2012. Pengetahuan Bahan Makanan Ternak. CV.
Nutri Sejahtera. IPB Bogor.

Anda mungkin juga menyukai