Disusun Oleh :
T.A 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur patut kita naikan kepda Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatNya
saya dapat meneylesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Dalam penulisan dan
penyusunan makalah ini saya menyadari banyak kekurangan baik dalam teknis
penulisan maupun materi yang saya susun. Mengingat kemampuan saya yang masih
dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun
dari dosen dan rekan-rekan sekalian sangat dibutuhkan dalam penyempurnaan
makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengkajian ......................................................................................... 5
B. Diagnosa Keperawatan...................................................................... 7
C. Intervensi Keperawatan ..................................................................... 7
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 9
B. Saran .................................................................................................. 9
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masalah Ruangan khusus untuk anak dengan penyakit kritis atau pediatric
intensive care unit (PICU) merupakan ruangan khusus yang ditujukan untuk
anak yang menjalani perawatan medis yang lebih daripada anak yang lain
karena sebab tertentu. Mengkaji pada anak yang dirawat di ruang intensif,
anak stres setelah menjalani perawatan. Efek yang terjadi selama perawatan di
rumah sakit pada anak disebut efek hospitalisasi. Hospitalisasi pada anak
menyebabkan stres. Stres yang terjadi pada anak yang dirawat di ruang intensif
karena kondisi penyakit, trauma karena pengobatan, ataupun trauma karena
penyebab lain. Stres pada anak yang dirawat di rumah sakit tidak hanya
berlangsung saat anak dirawat di ruangan tetapi akan berdampak pada anak
setelah anak pulang ke rumah (post traumatic syndrom). Stres tidak hanya
dirasakan oleh anak yang dirawat tetapi orang tua yang menunggu anak juga
menalami stres. Penyebab stres pada orang tua dan anak selama dirawat di
ruang intensif adalah karena terhalang dengan teknologi medis. Orang tua
merasa stres bila merawat anak di ruang intensif karena kondisi anak terpasang
alat-alat yang modern, staf medis yang merawat anak diruangan dan
kehilangan peran sebagai orang tua.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui Definisi Gagal Napas
2. Mengetahui Etiologi Gagal Nafas
3. Patofisiologi Pada Askep Anak Dengan Gagal Nafas
4. Manifestasi Klinik Pada Askep Anak Dengan Gagal Nafas
5. Pemeriksaan Penunjang Pada Askep Anak Dengan Gagal Nafas
6. Mengetahui Asuhan Keperawatan Kritis Pada Anak Dengan Gagal Napas
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
2. Kerentangan terhadap infeksi
Bayi kecil mudah terkena infeksi berat seperti pneumonia, pada anak
kerentangan terhadap infeksi traktus respiratorius merupakan faktor
predisposisi gagal nafas.
3. Kelainan konginetal
Kelainan ini dapat mengenai semua bagian sistem pernafasan atau organ
lain yang berhubungan dengan alat pernafasan.
4. Faktor fisiologis dan metabolic
Kebutuhan oksigen dan tahanan jalan nafas pada bayi lebih besar daripada
dewasa. Bila terjadi infeksi, metabolisme akan meningkat mengakibatkan
kebutuhan oksigen meningkat. Kebutuhan oksigen tersebut di capai
dengan menaikkan usaha pernafasan, dengan akibat pertama adalah
kehilangan kalori dan air; Kedua dibutuhkan kontraksi otot pernafasan
yang sempurna. Karena pada bayi dan anak kadar glikogen rendah, maka
dengan cepat akan terjadi penimbunan asam organik sebagai hasil
metabolisme anaerib akibatnya terjadi asidosis.
3
pernafasan yang bertambah sehingga menimbulkan kelelahan dan timbulnya
asidosis.
Hipoksia dan hipercapnea akan menyebabkan ventilasi alveolus terganggu
sehingga terjadi depresi pernafasan, bila berlanjut akan menyebabkan
kegagalan pernafasan dan akirnya kematian.Hipoksemia akan menyebabkan
vasokontriksi pembuluh darah pulmonal yang menyebabkan tahanan alveolus
bertambah, akibatnya jantung akan bekerja lebih berat, beban jantung
bertambah dan akirnya menyebabkan gagal jantung. Akibat bertambahnya
aliran darah paru, hipoksemia yang mengakibatkan permiabilitas kapiler
bertambah, retensi CO2 yang mengakibatkan bronkokontriksi dan ‘metabolic
rate’ yang bertambah, terjadinya edema paru. Dengan terjadinya edema paru
juga terjadinya gangguan ventilasi dan oksigenisasi yang akhirnya dapat
menimbulkan gagal nafas.
D. Manifestasi Klinik Pada Askep Anak Dengan Gagal Nafas
1. Umum : kelelahan, berkeringat
2. Respirasi : wheezing, merintih, menurun/menghilangnya suara nafas,
cuping hidung retraksi, takipnea, bradipnea atau apnea, sianosis.
3. Kardiovaskuler: bradikardia atau takikardia hebat, hipotensi/hipertensi,
pulsus paroksus 12 mmHg, henti jantung.
4. Serebral : gelisah, iritabilitas, sakit kepala, kekacauan mental, kesadaran
menurun, kejang, koma.
4
5
BAB III
6
4. Batuk: kaji karakteristik batuk (produktif/kering) kapan waktu terjadinya
batuk
(hanya malam hari/setiap waktu), frekuensi batuk yang berkaitan dengan
aktivitas dan suhu.
5. Wheezing: kapan terjadinya wheezing; saat inspirasi/ekspirasi, apakah
memanjang, terjadi secara tiba-tiba/berlahan-lahan.
6. Sianosis: catat distribusi sianosis (periperal, daerah bibir, wajah), derajat,
durasi, keterkaitan dengan aktivitas.
7. Nyeri dada: terjadi pada anak – anak catat lokasi, penyebaran ke
leher/abdomen, dalam/dangkal.
8. Sputum: pasien anak – anak dapat mengeluarkan sputum pada bayi
diperlukan section untuk mendapatka sempel, catat volume, warna, bau,
viskositas.
9. Adanya pernafasan yang buruk berhubungan dengan infeksi pernafasan.
10. Kaji tanda terjadinya hypoxia
11. Hypotensi/hypertensi
12. Dyspnea
13. Bradikardi
14. Sianosis : perifer / sentral
15. Somnolen
16. Stupor
17. Coma
7
B. Diagnosa keperawatan dan Intervensi keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan suplay oksigen, perubahan aliran
darah ke pulmonal.
Kriteria hasil : Anak menunjukkan peningkatan kapasitas ventilasi dan
pertukaran gas.
Intervensi :
a. Beri posisi yang dapat memaksimalkan ekspansi paru; tinggikan
kepala selama tidak ada kontraindikasi, cek secara teratur posisi klien.
b. Pertahankan jalan nafas tetap terbuka, hindari hyperektensi leher
gunakan ‘sniffing’ posisi, anjurkan anak untuk mengeluarkan sputum.
c. Beri bantuan oksigen
d. Jika perlu pertahankan anak tetap puasa
e. Kaji warna kulit
f. Observasi usaha nafas : Observasi pergerakan dada, kembang kempis
dada dan penggunaan otot bantu pernafasan
g. Monitor BGA
2. Resiko tinggi terjadi kematian b/d obstruksi jalan nafas
Kriteria hasil : Anak dapat bernafas, jalan nafas terbuka.
Intervensi :
a. Singkirkan penghalang (sekret) yang dapat menghalangi pertukaran
udara (jika mungkin)
b. Hindari situasi yang dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas atau
aktivitas yang memerlukan kebutuhan oksigen yang berlebihan.
c. Siapkan peralatan emergensi
d. Lakukan managemen emergensi jalan nafas (RJP) sesuai prosedur
3. Gangguan proses keluarga b/d krisis situasi (penyakit serius pada anak)
Kriteria hasil : Keluarga menunjukkan paham tentang penyakit anak dan
dapat menggunakan koping yang efektif.
Intervensi :
a. Beri informasi kepada keluarga tentang proses penyakit pada anaknya
b. Terangkan tentang prosedur dan terapi yang diberikan
8
c. Beri informasi tentang kondisi anak
d. Anjurkan untuk mengekpresikan perasaan keluarga khususnya tentang
kondisi dan prognosis anak
e. Susun suport sistem keluarga
4. Intoleransi aktivitas b/d distress pernafasan
Kriteria hasil : anak mampu melakukan aktivitas tanpa merasa kelelahan.
Intervensi :
a. Kaji tingkat kemampuan aktivitas anak
b. Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang
c. Atur posisi anak seseuai kebutuhan
d. Berikan periode istirahat dan hindari hal – hal yang melelahkan anak.
9
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan
pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak
mampu memenuhi metabolisme tubuh.
Pengenalan dini gagal nafas sulit diketahui secara klinis, pemeriksaan
laboratorium yang terpenting untuk membantu diagnosa gagal nafas ialah
pemeriksaan analisa gas darah untuk mengetahui keadaan oksigenasi, ventilasi
dan keseimbangan asam basa, saturasi O2 dan pH darah. Pada pemeriksaan
BGA pada gagal nafas akan didapat hipoksemia, hiperkapnia, asidosis
(respiratorik atau metabolik).
B. KESIMPULAN
Dalam penulisan masih terdapat banyak kekurangan dan kata-kata yang
kurang dipahami oleh karena itu kritik yang membangu dari pembaca sangat
diperlukan untuk lebih menyempurnakan makalah ini.
10
DAFTAR PUSTAKA
11