Anda di halaman 1dari 9

Terlibat Tawuran yang Tewaskan 1 Siswa, 3 Pelajar SMK

Diamankan Polisi

KOMPAS.com/IKA FITRIANA

MAGELANG, KOMPAS.com - Tiga orang pelajar diamankan aparat Polres Magelang,


Jawa Tengah, karena diduga terlibat tawuran antarpelajar hingga menyebabkan seorang
korban tewas.

Ketiganya adalah Lorensius Raymundo (18), Indra Prajaya (19), dan N alias Peyek (17).
Mereka merupakan pelajar sebuah SMK swasta di Kota Magelang.

"Ketiganya masih pelajar, sudah kami tetapkan sebagai tersangka," jelas Kepala Polres
Magelang AKBP Yudianto Adhi Nugroho, dalam gelar perkara, Jumat (1/2/2019).

Yudi menjelaskan tiga pelajar kelas XII itu diketahui terlibat dalam aksi tawuran antarpelajar
yang terjadi di Dusun Kadipiro, Desa Mungkid, Kabupaten Magelang, Kamis (31/1/2019)
lalu.

Akibat aksi tersebut seorang pelajar atas nama Narsul Aziz (17), pelajar SMK swasta di
Kabupaten Magelang, tewas akibat tikaman senjata tajam.

Selain itu, empat orang lainnya mengalami luka-luka dan masih dirawat intensif di sejumlah
rumah sakit di Kabupaten Magelang dan Kota Magelang.

"Dari hasil rekaman video, olah TKP, juga pengakuan tersangka, mereka yang membacok
dan menusuk korban sehingga menyebabkan korban meninggal dunia," ungkap Yudi.
Kelompok PKN Analisis Tawuran: Calvin (02), Felicia (07), Jonathan (11), Mary (14),
Shafira (17)
Yudi menegaskan, tersangka akan dijerat pasal 80 ayat 3 UU nomor 35/2014 tentang
Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman pidana penjara maksimal 15 tahun penjara
atau denda Rp 3 miliar.

Saat ini, pihaknya masih melakukan pengembangan guna mengungkap kemungkinan adanya
tersangka lainnya.

"Salah satu tersangka, N, masih di bawah umur sehingga akan kami proses cepat sesuai
ketentuan. Kami juga masih kembangkan terkait kemungkinan adanya tersangka lain.
Sementara 30 pelajar yang terlibat sudah kami periksa sebagai saksi," kata Yudi.

Dipicu saling ejek

Menurut Yudi, tawuran antarpelajar itu dipicu karena saling ejek di media sosial. Puluhan
pelajar dari kedua SMK itu kemudian berencana untuk saling serang, termasuk melibatkan
para alumni mereka.

Para pelajar itu bahkan telah menyiapkan senjata tajam masing-masing, seperti modifikasi gir
sepeda motor, golok, celurit, hingga seng yang ditajamkan. Puluhan senjata tajam itu dan
sepeda motor kini telah diamankan polisi sebagai barang bukti.

"Tawuran ini sudah dipersiapkan mereka, saat berdatangan ke lokasi pun tidak bergerombol
supaya tidak ketahuan polisi. Sampai di lokasi di tengah sawah mereka membunyikan
patasan dan terjadilah tawuran," papar Yudi.

Lebih lanjut, 2 tersangka yakni Lorensius dan Indra, sebelumnya pernah diamankan polisi
karena kasus yang sama. Rupanya hukuman peringatan tidak menyebabkan mereka jera.

Oleh karena itu Yudi berharap peran aktif serta semua pihak, tidak hanya polisi tapi juga
orangtua, sekolah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam menangani persoalan tawuran
antarpelajar.

Kelompok 1
1. Kejadian ini dimulai pada tanggal 31 januari 2019, kurang lebih pukul 4 sore.
Kejadian ini terjadi setelah sekolah smk Ma’arif mengadakan uji coba UNBK, hal ini
dipicu oleh kedua sekolah yang saling mengejek alumni mereka, sehingga tawuran
pun tidak terhindarkan lagi. Tawuran ini melibatkan 30 orang, termasuk alumni.
Kesepuluh orang ini membawa senjata tajam, seperti parit dan sebagainya. Dari
kejadian ini ada 1 korban jiwa yaitu nazrul azis kelas 12.
2. Masalah ini tidak terlalu luas disebarkan di indonesia. Berita ini dipublikasi oleh
berita online dengan data-data informasi yang kurang lengkap. Menurut kami, ada
beberapa alasan mengapa kasus ini tidak disebar luaskan :
A. Kasus ini tidak terlalu besar dan parah dibandingkan kasus kasus yang pernah
terjadi di indonesia. Biasanya tawuran yangg parah melibatkan 100 orang dan
memakan korban jiwa lebih dari 5 orang.

Kelompok PKN Analisis Tawuran: Calvin (02), Felicia (07), Jonathan (11), Mary (14),
Shafira (17)
B. Rakyat indonesia sudah menganggap tawuran itu hal yang biasa. Hal ini
dikarenakan mindset dari masyarakat yang terlalu sering diperdengarkan
dengan kasus kasus tawuran yang tiidak parah, sehingga kasus kasus seperti
ini tidak lagi menjadi headline berita, karena sudah sering terjadi.

3. Menurut kelompok kami,


Pemerintah harus menangani kasus kasus seperti ini. Pelajar adalah generasi
penerus bangsa. Memang semua manusia tidak luput dari kesalahan. Pemerintah
wajib mencegah dan melindungi masa depan bangsa dengan mencegahnya terjadi
lagi. Menurut kami, masyarakat harus lebih bertanggung jawab dengan tugasnya.
Walupun masyarakat tidak bisa mengamankan, tetapi masyarakat bisa lebih aktif
dalam mencegahnya. Masyarakat bisa berkontribusi dengan melaporkan kepada polda
jika ada gerakan gerakan yang mencurigakan. Menurut kami, kementrian pendidikan
pun ikiut bertanggung jawab. Hal-hal seperti tawuran bisa dicegah jika proses ajar
mengajar melibatkan pendidikan moral yang tinggi, yang diajarkan dalam bentuk
tindakan, bukan sekedar teori. Terkadang kenakalam remaja seperti ini bisa terjadi
karena mereka salah mencontoh dan merasa pelanggatannya merupakan hal yang
biasa dilakukan.

4. Pasal 80 ayat 3 UU nomor 35/2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman


hukuman pidana penjara maksimal 15 tahun penjara atau denda Rp 3 miliar.

Pasal 76C UU 35/2014 yang berbunyi:


Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan,
atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.

Sementara, sanksi bagi orang yang melanggar pasal di atas (pelaku


kekerasan/peganiayaan) ditentukan dalam Pasal 80 UU 35/2014:

(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak
Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka
berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
(3) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati,
maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
(4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat apabila yang melakukan
penganiayaan tersebut Orang Tuanya.
Kelompok PKN Analisis Tawuran: Calvin (02), Felicia (07), Jonathan (11), Mary (14),
Shafira (17)
5. Menurut kelompok kami,
Untuk masalah pelaksanaan, tingkat daerah sudah cukup untuk menghentikan
dan mencegah tawuran. Kekuatan polda sudah cukup untuk mengamankan keadaan
tawuran. Tapi untuk perencanaan kebijakan pencegahan dan pengamanan, menurut
kami pemerintah pusat harus ikut ambil bagian dalam peram ini. KPAI, kementrian
pendidikan harus ikut ambil bagian secara aktif. Kementrian pendidikan harus
membuat sistem pendidikan yang secara efektif memasukan dan mengimplementasikan
nilai nilai moral. Pendidikan BK pun harus semakin digencarkan. Selain itu, menurut
kami, penyetaraan pendidikan pun penting dilakukan. Kebanyakan tawuran terjadi
karena masalah masalah yang membawa nama sekolah mereka. Kasus diatas terjadi
karena kedua pihak merasa sekolah mereka memiliki kualitas yang paling baik
Penyetaaraan pendidikan serta penyuluhan bahwa setiap sekolah pasti memiliki
kelebiyan dan kekuramgan sendiri akan efektif mencegah tawuran. Selain itu
penyuluhan tentang tawuran penting dilakukan, agar siswa tahu bahwa tawuran itu
tidak ada gunanya. KPAI juga terkadang perlu lebih kritis lagi dalam membela anak
yang mengikuti tawuran. Menurut kami, memang pembelaan pperlu dilakukan untuk
memperbaiki mental dari seorang anak. Kita tahu bahwa biasanya anak yang
menhalami tawuran, biasanya adalah anak yang menhalami kekerasan fsisik maupun
menyal di rumahnya. Pembelaam ini perlu dilakukan. Tetapi terkadang KPAI
menanggapi kasus ini terlalu ekstrem, mereka membela anak yang melakukan tawuran,
dengan mengatakan mereka adalah korban. Ya, mereka memang korban, tapi KPAI
harus bisa mengingat bahwa anak ini bisa menjadi korban karena ia ikut tawuran, dan
menjadi korban adalah konsekuensi jelas dari mengikuti tawuran

Kelompok II
1. - Pasal 170 KUHP
(1) Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan
kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama
lima tahun enam bulan.

(2) Yang bersalah diancam:


1. dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika ia dengan sengaja
menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka;

2. dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan
luka berat; 3. dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika kekerasan
mengakibatkan maut.

(3) Pasal 89 tidak diterapkan.

- Pasal 351 KUHP

(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribulima ratus rupiah,

Kelompok PKN Analisis Tawuran: Calvin (02), Felicia (07), Jonathan (11), Mary (14),
Shafira (17)
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun.

(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

- Pasal 358 KUHP


Mereka yang sengaja turut serta dalam penyerangan atau perkelahian di mana terlibat
beberapa orang, selain tanggung jawab masing-masing terhadap apa yang khusus
dilakukan olehnya, diancam:

1. dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan, jika akibat
penyerangan atau perkelahian itu ada yang luka-luka berat;

2. dengan pidana penjara paling lama empat tahun, jika akibatnya ada yang mati.

- UNDANG-UNDANG NOMOR 12/DRT/1951


Pasal 2

(1) Barangsiapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima,


mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai,
membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya,
menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan
dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag,
steek of stoot wapen), dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sepuluh
tahun.

- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia


Pasal 9 ayat (1)
Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf
kehidupannya

Pasal 33 ayat (1)


Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang
kejam, tidak manusiawi, merendahkan

ayat (2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan
nyawa

- UU nomor 3 tahun 1997pasal 24 ayat (1)

Pasal 24

(1)Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah:

a.mengembalikan kepada orang tua, wali, orangtua asuh;

Kelompok PKN Analisis Tawuran: Calvin (02), Felicia (07), Jonathan (11), Mary (14),
Shafira (17)
b.Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan,pembinaan, dan latihan
kerja; atau

c.menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial kemasyarakatan


yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.
Jawaban No 2
2. Hak Untuk Hidup, yaitu terdapat pada Pasal 9 ayat (1). Dalam konteks kasus ini, para
siswa yang melakukan tawuran, secara konseptual jelas melanggar UU ini bilamana
mereka bertindak anarkis dan atau berusaha menghilangkan nyawa seseorang.

Hak Atas rasa Aman,Yaitu terdapat dalam Pasal 33 ayat (1). Bagaimanapun juga,
perbuatan tawuran selalu membuat rasa tidak aman terhadap orang lain, terlebih lagi
kepada korban dan orang yang tidak terlibat. Karena sejatinya, definisi sifat perbuatan
tawuran merupakan sinkron dengan isi pasal 33 ayat (1) tersebut, yaitu perbuatan
tawuran merupakan perbuatan yang menyiksa secara kejam dan berdampak negatif
terhadap mental dan fisik bagi korban dan pihak yang bertikai.

Derajat dan martabat kemanusiaannya, yaitu terkandung dalam pasal 33 ayat (2).

Untuk pasal - pasal dari KUHP, disebukan bahwa pelanggaran pada tindakan
tondakannkekerasan tersebut akan dikenakan berbagai hukuman. Walaupun tidak
secara langsung disebutkan bahwa yang dimaksud adalah perilaku tawuran, namun
perilaku - perilaku yang disebutkan termasuk dalam kegiatan tawuran.

Untuk kerugian yang disebabkan, kebanyakan terjadi karena kurang tegasnya


penegakan hukum terhadap pelanggaran tersebut. Sehingga masih sering terjadi
tawuran. Dan variasi kebijakan yang diberikan juga kurang sehingga hukuman tang
diberikan kadang terlihat tidak cocok unuk perilaku tawuran yang dilakukan. Menurut
kami, banyak juga pasal-pasal contohnya pasal 9 ayat 1 ( setiap orang berhak
mempertahankan kehidupannya ) yang sering tidak diperhatikan detail-detailnya.
Contohnya adalah ketika ada korban jiwa di dalam tawuran, maka tentu saja polisi
akan mencari siapa yang bertanggung jawab atas kematian korban. Sebenarnya perlu
diingat bahwa dengan menghukum pelaku yang melukai korban sebenarnya telah
melanggar pasal 9 ayat 1. Dalam tawuran perlu diingat bahwa keadaanya adalah
“melukai atau dilukai” bentuk penyerangan yang dilakukan adalah upaya
perlindungan diri.

Namun dengan adanya kebijakan - kebijakan ini, maka masyarakat juga sudah
terlindungi, karena tindakan yang merugikan masyarakat dapat dikurangi. Sehingga
tujuan dibuatnya kebijakan ini untuk menjaga keamanan dan ketentraman masyarakat
sudah terpenuhi.

Kelompok PKN Analisis Tawuran: Calvin (02), Felicia (07), Jonathan (11), Mary (14),
Shafira (17)
Kelompok III
1) Kebijakan yang diyakini dapat mengatasi masalah.
Menurut kelompok kami, kebijakan ini membutuhkan peran
kepolisian. Kepolisian RI mengkaji data melalui survey atau angket ke
tiap-tiap sekolah yang ada mengenai tingkat tawuran yang ada di sekolah
masing-masing. Setelah data tersebut didapatkan, Polisi melakukan rekap
data dan menentukan titik-titik kritis (Lokasi) tawuran biasanya terjadi.
Setelah itu, pihak kepolisian RI menempatkan personil mereka ke tempat-
tempat yang telah ditandai dari angket yang telah didata, semakin rawan
tempat tersebut terjadi tawuran, personil Polri yang ditempatkan semakin
banyak, begitu pula sebaliknya.
Polisi pun melakukan pengawasan secara langsung maupun tidak
langsung. Dalam konteks langsung, polisi melakukan pengawasan / Razia
rutin tiap hari-hari libur, atau hari tawuran pelajar sering terjadi.
Pengawasan tidak langsung bisa dilakukan dengan memantau media sosial
dari siswa-siswi sekolah yang sering melakukan tawuran dengan
memantau percakapan dengan desah-desus bisa terjadi aksi tawuran.
Apabila seorang pelajar tertangkap menjalani tawuran tersebut, polisi bisa
memberikan tindakan tegas berupa penangkapan para pelajar yang ikut
tawuran, dan diproses ke pengadilan anak.
2) Keuntungan dari kebijakan tersebut.
1. Tingkat tawuran pelajar semakin minimal
Mengingat dari kebijakan kelompok kami bahwa, dilakukan
pengawasan secara eksplisit maupun implisit, tingkat tawuran pelajar
cenderung menurun. Semua area kritis dan rencana dari tawuran tiap-
tiap sekolah sudah didata oleh polisi, sehingga kurang mungkin bagi
para pelajar untuk melakukan tawuran, karena sudah ada penyiagaan
secara antisipasi oleh polisi dalam menindaklanjuti masalah ini.
2. Dengan tingginya pengawasan dari piihak kepolisian, masyarakat pasti
merasa lebih aman. Hal ini akan membuat tugas polri dapat terlaksana
sebagaimana mestinya.
3. Sosial media yang marak digunakan oleh remaja, membuat pendekatan
yang dilakukan pemerintah tepat sasaran dan efektif. Dalam era
globalisasi ini, banyak sekali tawuran yang terjadi karena masalah-
masalah yang dipacu di dalam sosial media. Masalah ini semakin parah
karena di dalam sosial media, terkadang banyak detail-detail yang
terlewatkan. Dengan pemerintah semakin aktif menggunakan sosial
media sebagai media pengawasan, kami yakin kasus tawuran serta
Kelompok PKN Analisis Tawuran: Calvin (02), Felicia (07), Jonathan (11), Mary (14),
Shafira (17)
kasus-kasus oenyalahgunaan sosial media lainnya akan menurun
drastis.
3) Kebijakan tersebut tidak melanggar peraturan perundang-
undangan.
Pasal 170 KUHP, dalam terjemahan oleh Tim Penerjemah BPHN,
berbunyi sebagai berikut,
(1) Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama
menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Yang bersalah diancam :
1. dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika ia dengan sengaja
menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan
mengakibatkan luka-luka;
2. dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika kekerasan
mengakibatkan luka berat;
Pasal 358 KUHP merupakan salah satu pasal dalam Buku II Bab XX
tentang “Penganiayaan”. Ini berbeda dengan penempatan Pasal 170 KUHP
dalam Buku II Bab V “Kejahatan terhadap Ketertiban Umum”.
Pasal 358 KUHP, menurut terjemahan Tim Penerjemah BPHN,
menentukan bahwa, Mereka yang sengaja turut serta dalam penyerangan atau
perkelahian di mana terlibat beberapa orang, selain tanggung jawab masing-
masing terhadap apa yang khusus dilakukan olehnya, diancam :
1. dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan, jika
akibat penyerangan atau perkelahian itu ada yang luka-luka berat;
2. dengan pidana penjara paling lama empat tahun, jika akibatnya ada
yang mati.
Dalam Pasal 170 KUHP, terdapat unsur dengan terang-terangan dan
dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang.
Hal itu sesuai dengan kebijakan kelompok kami, karena dalam kebijakan
kelompok kami, kami melakukan tindakan antisipasi terhadap kekerasan dari
tindakan tawuran ini yang dilakukan secara publik dimana tindakan ini
dilakukan secara berkelompok dan bersifat kekerasan terhadap orang.
Dalam Pasal 358 KUHP, terdapat unsur “turut serta”. Unsur “Turut
serta” serta di sini adalah dalam arti yang luas, yaitu setiap bentuk keikut sertaan
dalam penyerangan atau perkelahian. Perlu diperhatikan bahwa dalam
penerapan pasal ini kehendak orangorang tersebut yang harus dibuktikan adalah
kehendak untuk bergabung (turut serta dalam arti yang luas, bukan hanya seperti
yang diaksud pada pasal 55 dst) dalam penyerangan/perkelahian itu. Apa
motifnya untuk bergabung dinilai tersendiri, dalam arti jika penggabungannya
itu sambil melakukan tindak pidana lainnya.
Unsur mengenai “penyerangan” dan “perkelahian”. Jika akibat
penyerangan atau perkelahian itu ada yang luka-luka berat, atau jika akibatnya
ada yang mati. Orang yang terlibat dalam penyerangan atau perkelahian hanya
dapat dituntut berdasarkan Pasal 358 KUHP apabila sebagai akibat penyerangan
atau perkelahian itu ada orang yang luka berat atau mati. Sekalipun ada
penyerangan dan perkelahian tetapi pada akhirnya tidak ada yang luka berat
atau mati sebagai akibatnya, maka pasal ini juga tidak dapat diterapkan.
Dalam penuntutan terhadap tawuran berdasarkan Pasal 170 KUHP,
mungkin ada yang dituntut sebagai pelaku dan ada yang dituntut sebagai turut
Kelompok PKN Analisis Tawuran: Calvin (02), Felicia (07), Jonathan (11), Mary (14),
Shafira (17)
serta (Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP), dan kemungkinan pula peristiwa tawuran
itu memiliki penganjur/pembujuk sehingga dapat dituntut dengan
mengaitkannya dengan ketentuan dengan penganjur/pembujuk (Pasal 55 ayat
(1) ke 2 KUHP). Demikian pula penuntutan berdasarkan Pasal 358 KUHP perlu
menyertakan pasal tentang penyertaan. Mereka yang dikenakan Pasal 358
KUHP semuanya berkedudukan sebagai turut serta melakukan (medepleger)
karena bukan mereka yang langsung mengakibatkan orang luka berat atau mati,
tetapi semua bertanggungjawab sebagai turut serta.

4) Tingkat atau Lembaga pemerintah manakah yang bertanggung


jawab menjalankan kebijakan yang diusulkan.
Polri Divisi Hubungan Masyarakat (Div Humas), dengan pimpinan Irjen Pol M. Iqbal.
Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:

1. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;


2. menegakkan hukum; dan
3. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud, Kepolisian Negara
Republik Indonesia bertugas:

1. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap


kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
2. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran
hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan
peraturan perundang-undangan;
3. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
4. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan
hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan
bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud Kepolisian Negara
Republik Indonesia secara umum berwenang:

1. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat


mengganggu ketertiban umum;
2. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa;
Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan
lainnya berwenang:

1. memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan


masyarakat lainnya;
2. memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan
senjata tajam;

Kelompok PKN Analisis Tawuran: Calvin (02), Felicia (07), Jonathan (11), Mary (14),
Shafira (17)

Anda mungkin juga menyukai