Dosen Pengampu:
Oleh
2016005002
PENDIDIKAN FISIKA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
LANDASAN TEORI
A. Deskripsi Teori
1. Pembelajaran fisika
Collete dan Chiappette menyatakan bahwa sains merupakan sebuah kumpulan
pengetahuan (a body of knowledge), cara berpikir (a way of thingking), cara
penyelidikan (a way of investigating). Fisika juga sebagai produk (a body of
knowledge) yaitu berupa kumpulan pengetahuan antara lain fakta, konsep, prinsip,
hukum dan teori. fisika sebagai sikap, dan fisika sebagai proses hendaknya berhasil
mengembangkan keterampilan proses sains pada diri peserta didik. Jenis keterampilan
yang termasuk adalah mengemati, merumuskan hipotesis, merencanakan penelitian
atau percobaan, mengidentifikasi variable, menarik kesimpulan dan
mengkomunikasikan hasil. Pemikiran-pemikiran para ilmuwan yang bergerak dalam
bidang fisika menggambarkan rasa ingin tahu dan rasa penasaran mereka yang sangat
besar, diiringi rasa percaya diri, sikap objektif, tanggung jawab, jujur, dapat bekerja
sama dan terbuka serta mau mendengarkan pendapat orang lain. Sikap-sikap seperti
itulah yang dimaknai sebagai hakikat fisika sebagai sikap atau a way of thinking
(Sitrisno, 2006: 1-9).
Fisika adalah ilmu yang mempelajari gejala alam secara keseluruhan. Seperti
materi, energi, fenomena atau kejadian alam baik yang bersifat makroskopis maupun
yang bersifat mikroskopis. Fisika juga menjadi dasar sebagai pengembangan ilmu dan
teknologi. Dimana kaitan antara fisika dan disiplin ilmu lain membentuk disiplin ilmu
yang baru, misalnya dengan ilmu astronomi membentuk ilmu astrofisika, dengan
biologi membentuk biofisika, dengan ilmu kesehatan membentuk fisika medis,
dengan ilmu bahan membentuk fisika material, dengan geologi membentuk geofisika.
Belajar adalah proses untuk memperoleh keterampilan, meningkatkan
keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian.
Pembelajaran fisika termasuk dari pelajaran ilmu alam. Ilmu alam secara klasik dibagi
menjadi dua bagian, pertama yaitu ilmu-ilmu fisik yang objeknya adalah zat, energi,
dan transformasi zat dan energi, kedua adalah ilmu-ilmu biologi yang objeknya adalah
makhluk hidup dan lingkungannya.
Dalam memilih model pembelajaran ada hal penting yang harus
dipertimbangkan oleh seseorang guru yaitu kemampuan proses didik dalam hal
memahami pelajaran. Dalam aplikasi pada pembelajaran fisika, peserta didik akan
mudah memahami konsep fisika bila guru memfasilitasi belajar dengan memberikan
pengalaman langsung pada peseta didik.
2. Hasil belajar Fisika
Woolfolk dan Nicolich (1984:161) mendifinisikan belajar sebagai perubahan
internal seseorang dalam pembentukan sesuatu yang baru atau potensi untuk
merespon sesuatu yang baru. Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses
dari suatu kegiatan bukan suatu hasil atau tujuan. Slavin (1991:98) menjelaskan
bahwa belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi pada seseorang yang
disebabkan oleh pengalaman. Menurut Hergenhahn dan Olson (1997:6-7)
menjelaskan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku atau potensi perilaku
yang relatif menetap yang dihasilkan dari suatu pengalaman dan bukan terkait dengan
kondisi tubuh yang sesaat. Pengertian di atas sepadan dengan Wittrock dalam Good
dan Brophy (1990:124) yang mendifinisikan belajar adalah proses yang diikuti oleh
perubahan yang relatif tetap dalam pengertian, sikap, pengetahuan, informasi,
kemampuan dan ketrampilan. Pengertian di atas lebih diperjelas oleh Kimble (1961)
dalam Hergenhahn dan Olson (1997:2) bahwa belajar adalah perubahan potensi
tingkah laku yang relatif tetap sebagai hasil dari latihan yang diperkuat. Dari berbagai
kajian tersebut disimpulkan bahwa terdapat 5 unsur di dalam hakikat belajar, yakni:
(1) potensi merespon (response potentiality), (2) perubahan tingkah laku (a change in
behavior), (3) yang relatif permanen (relatively permanent), (4) pengalaman atau
latihan (experience or practice), dan (5) penguatan (reinforcement). Zirmansyah
(1997:4) merujuk Tiberghein menjelaskan bahwa rendahnya pemahaman konsep-
konsep Fisika ternyata juga terjadi di negara-negara maju seperti Hasil belajar adalah
kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah menerima pengalaman belajar,
ditandai dengan adanya perubahan perilaku dari segi kemampuan berpikir,
keterampilan, sikap terhadap suatu objek: Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru,
yang semuanya itu disebabkan karena kurang dipahaminya konsep-konsep dan
prinsip-prinsip dasar Fisika dengan benar. Rendahnya daya serap siswa terhadap
konsep dan prinsip dasar Fisika sebenarnya dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti :
sistem dan metode penyampaian, alat-alat pembelajaran yang kurang, dan memang
karena pada dasarnya banyak konsep dan prinsip Fisika yang dirasakan sulit, abstrak
dan kompleks. Kurikulum berbasis kompetensi menjelaskan bahwa tujuan mata
pelajaran Fisika di SMA mencakup lima aspek. Kelima tujuan mata pelajaran, adalah
agar siswa memiliki: 1) sikap positif terhadap Fisika, 2) kemampuan untuk
menerapkan berbagai konsep dan prinsip Fisika, 3) kemampuan untuk menggunakan
sistem peralatan laboratorium, 4) terbentuknya sikap ilmiah, dan 5) kemampuan untuk
belajar di program pendidikan yang lebih tinggi (Kurikulum SMA 2001:11). Dalam
penelitian ini materi mata pelajaran Fisika difokuskan pada pokok bahasan yang
disajikan pada siswa SMA kelas II semester dua, yang mencakup:1) Listrik statis, 2)
Rangkaian Listrik Arus Searah, 3) Medan magnetik, dan 4) Induksi elektromagnetik.
Seorang siswa SMA dikatakan telah belajar Fisika, apabila pada diri siswa tersebut
terjadinya perubahan tingkah laku. Dalam konteks kegiatan pembelajaran, perubahan
tingkah laku siswa sesuai dengan yang direncanakan, relatif tetap, dan dapat diamati.
Berkaitan dengan kemampuan yang diperoleh sebagai hasil belajar, Bloom dkk.
dalam Ornstein (1990:235) memformulasikan klasifikasi belajar dalam tiga kawasan
yaitu: (1) kawasan kognitif (cognitive domain), (2) kawasan afektif (affective
domain), dan (3) kawasan psikomotor (psychomotor domain). Menurut Seifert
(1983:203), Kindsvatter dkk., (1996:161-162), serta Burden dan Byrd (1999:69-71),
Bloom memimpin pengembangan kemampuan sebagai hasil belajar kawasan kognitif,
meliputi: (1) pengetahuan (knowledge), (2) pemahaman (comprehension), (3)
penerapan (application), (4) Analisis (analysis), (5) sintesis (synthesis), dan (6)
evaluasi (evaluation).
3. Model pembelajaran Team Games Tournament (TGT)
Model pembelajaran kooperatif, peserta didik belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaborasi yang anggotanya 4-6 orang dengan
struktur kelompok heterogen. Tujuan kelompok dan tanggungjawab individu adalah
membuat peserta didik membantu satu sama lain untuk saling mendorong melakukan
usaha yang maksimal. Model pembelajaran TGT termasuk dalam model pembelajaran
kooperatif yang dikembangkan oleh David De Vries dan Keith Edwards. Materi TGT
pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di kelas. Pengajaran langsung
sepertinya sering dilakukan yang dipimpin oleh guru, tapi juga bisa memasukkan
presentasi audiovisual.
Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang kontennya relevan yang
dirancang untuk menguji pengetahuan peserta didik yang diperoleh dari presentasi di
kelas dan pelaksaan kerja tim. Game dimainkan di atas meja dengan tiga-empat orang
peserta didik, yang masing-masing mewakili tim yang berbeda.
Turnamen adalah sebuah struktur di mana game berlangsung. Biasanya
langsung pada akhir minggu atau akhir unit, setelah guru diberikan presentasi di
kelass dan tim melaksanakan kerja kelompok. Pada turnamen pertama guru menujuk
peserta didik untuk berada di meja turnamen, sebelumnya pada meja pertama sudah
ada 3 siswa berprestasi tinggi, pada meja kedua juga ada 3 siswa, dan begitupun pada
meja ketiga. Semua siswa pada kelompoknya masing-masing sangat berkontribusi
terhadap skor tim secara maksimal dan mereka juga melakukan yang terbaik. Ilustrasi
hubungan antar tim dan meja turnamen seperti pada gambar di bawah ini
Tim A
Tim B Tim C
Setelah turnamen pertama, peserta didik akan bertukar meja sesuai dengan
kemampuan mereka pada turnamen terakhir. Pemenang pada setiap meja akan naik
dan pindah ke meja berikutnya yang lebih tinggi, skor tertinggi kedua tetap tinggal di
meja dan skor yang rendah akan di turunkan. Jika pada awalnya peserta didik sudah
salah ditempatkan, untuk seterusnya mereka akan dinaikkan atau diturunkan sampai
mencapai tingkat yang sesungguhnya. Tim yang mendapat skor rata-rata mencapai
tingkat kriteria tertentu akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang
lain.
Sintaks model pembelajaran kooperatif tipe TGT yaitu penyajian dalam kelas,
belajar kelompok, game, turnamen dan pemberian penghargaan kepada kelompok yang
mencapai kriteria tertentu. Pembelajaran dengan menggunakan kooperatif tipe TGT akan
memberikan peluang besar bagi peserta didik yang aktivitas belajaranya rendah, siswa
dapat bertanya dengan teman sekelompoknya tentang materi yang belum dimengerti.
Kooperatif tipe TGT juga akan memberikan semangat kepada peserta didik agar
semangat belajar karena peserta didik akan berusaha semaksimal mungkin untuk
meningkatkan aktivitasnya untuk bertanya kepada guru jika belum memahami materi
pelajaran yang diberikan. Di dalam jalannya pertandingan juga akan memacu semangat
peserta didik untuk menjadikan kelompoknya menjadi kelompok terbaik.
D. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka dapat dikemukakan pengajuan hipotesis
yaitu ”Jika model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dilakukan dengan
langkah-langkah yang benar, maka dapat meningkatkan hasil belajar fisika ditinjau dari
keaktifan siswa kelas XI SMA Negeri”.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis dari penelitian ini merupakan penelitian desain eksperimental semu (Quasi
Eksperimental Design). Desain eksperimental semu melakukan suatu cara untuk
membandingkan kelompok. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat
berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi
pelaksanaan eksperimen. Quasi Eksperimental Design merupakan metode penelitian
untuk melihat hubungan sebab-akibat yaitu perlakuan yang diberikan terhadap variabel
bebas (x), untuk melihat hasilnya pada variabel terikat (y).
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah kemampuan kognitif siswa dalam
mata pelajaran fisika.
a) Definisi Operasional : Kemampuan kognitif kecenderungan prestasi siswa
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe teams games tournament (TGT)
ditinjau dari keaktifan siswa.
b) Skala Pengukuran : Interval 37.
c) Indikator : Nilai hasil tes mata pelajaran Fisika.
2. Variabel Bebas
Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
a) Model Pembelajaran Kooperatif 1)
1) Definisi Operasional: Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model
pembelajaran dimana siswa belajar bersama dalam sebuah kelompok belajar
dan anggota dalam kelompok bekerja secara bersama-sama untuk mencapai
tujuan yang sama yang telah ditetapkan sebelumnya. Kelompok belajar
tersebut beranggotakan 4-6 siswa yang heterogen dan saling mendiskusikan
masalah-masalah yang sulit dan saling membantu antar anggota kelompok
untuk mencapai ketuntasan materi pelajaran.
2) Skala Pengukuran : Nominal, dengan 2 kategori, yaitu
a) Model pembelajaran konvesional.
b) Model pembelajaran kooperatif tipe TGT.
c) Motivasi Belajar
3) Definisi Operasional : dorongan dari dalam diri individu yang terlihat dari
keaktifan siswa di kelas untuk berprestasi.
4) Skala Pengukuran : Nominal, dengan 2 kategori, yaitu
a) Motivasi Belajar kategori tinggi
b) Motivasi Belajar kategori rendah
5) Indikator
a) Motivasi Belajar kategori tinggi, nilai rata-rata gabungan
b) Motivasi Belajar kategori rendah, nilai ≤ rata-rata gabungan
(suharsimi Arikunto, 2006:264)
D. Desain Penelitian
Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu factorial design.
Bentuk desain eksperimen ini merupakan modifikasi dari true eksperiment design yaitu
dengan memperhatikan kemungkinan adanya variabel moderator yang memengaruhi
perlakuan (variabel independen) terhadap hasil (variabel dependen). Maka factorial
design digunakan karena adanya variabel moderator.
E. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri Yogyakarta
tahun ajar 2018/2019 sebanyak 100 orang terdiri dari 2 kelas.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
dokumentasi dan teknik tes, yang meliputi :
1. Teknik Dokumentasi Dalam penelitian ini teknik dokumentasi digunakan untuk
mengetahui keadaan awal siswa kedua kelompok, yaitu diambil dari nilai Ulangan
harian Fisika siswa tahun pelajaran 2018/2019.
2. Teknik Tes adalah teknik pengambilan data dengan menggunakan tes setelah semua
materi diberikan. Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif siswa
yang berupa tes objektif dengan lima alternatif jawaban
G. Instrumen Penelitian
1. Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan guna memperoleh data hasil pengamatan.
Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi guru.
Lembar observasi guru digunakan untuk pengamatan aktivitas guru selama kegiatan
pembelajaran. Observasi dilakukan untuk mengetahui proses pelaksanaan
pembelajaran menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TGT ditinjau dari
keaktifan siswa. Hasil pengamatan ditulis pada lembar observasi yang telah
dipersiapkan.
2. Angket motivasi belajar siswa
Menurut Suharsimi Arikunto (2010:194) angket adalah sejumlah
pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden
dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Sedangkan
menurut Sugiyono (2011:199) kuesioner/angket merupakan teknik pengumpulan
data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk dijawab. Dalam penelitian ini digunakan angket
tertutup dengan skala likert berisi berbagai pernyataan yang dapat menggali
informasi tentang motivasi siswa terhadap proses pembelajaran yang dilakukan
menggunakan pembelajaran kooperatif TGT ditinjau dari keaktifan siswa.
3. Soal Pretest dan posttest
Soal pretest dan posttest dibuat berdasarkan analisis kurikulum mata
pelajaran Teori Pemesinan. Berdasarkan hasil analisis terhadap materi dihasilkan
kisi-kisi soal untuk Pretestposttest. Soal dibuat dalam tipe pilihan ganda dengan 4
alternatif jawaban. Soal pretest-posttest digunakan untuk mengetahui dampak
pembelajaran menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam pembelajaran
yang dilakukan apakah dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran
tersebut.
H. Uji Coba Instrumen
Uji coba instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji terpakai,
artinya instrument diuji dengan menggunakan secara langsung kepada sampel untuk
mendapatkan data penelitian.
Berdasarkan data penilaian tersebut, kemudian dilakukan uji validitas dan uji
reliabilitas terhadap instrument penelitian yang digunakan.
1. Validitas Instrument
Validitas instrument dilakukan untuk mendapat instrument yang valid dan
reliabel.
1. Uji Validitas Butir Soal
Uji validitas butir soal merupakan suatu ukuran yang menunjukkan
tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen
yang valid mempunyai validitas tinggi, sebaliknya instrumen yang tidak
valid berarti memiliki validitas rendah.
Sebagaimana dikutip oleh Arikunto, Anderson dan kawan-kawan
menyatakan “ A test is valid if it measures what it purpose to measure”.
Atau jika diartikan sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut
mengukur apa yang seharusnya diukur.
Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur validitasnya
adalah dengan rumus korelasi product moment dengan angka kasar, yaitu:
𝑛 ∑ 𝑋𝑌 − (∑ 𝑋) (∑ 𝑌)
𝑟𝑥𝑦 =
√{𝑛 ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)2 }{𝑛 ∑ 𝑌 2 − (∑ 𝑌)2 }
Keterangan :
rxy : korelasi antara variabel X dan variabel Y
n : banyak siswa
X : skor butir soal
Y : skor total
𝑘 ∑ 𝑠𝑖2
𝑟11 = ( ) (1 − 2 )
𝑘−1 𝑠𝑡
Keterangan :
𝑟11 = koefisien reliabilitas
k = banyak butir soal (item)
∑ si2 = jumlah varians skor tiap-tiap item
st2 = varians skor total
3. Uji tingkat kesukaran butir soal
Uji tingkat kesukaran butir soal bertujuan untuk mengetahui bobot
soal yang sesuai dengan kriteria perangkat soal yang diharuskan untuk
mengukur tingkat kesukaran. Untuk mengetahui tingkat kesukaran tiap
butir soal digunakan rumus sebagai berikut:
𝐵
𝑃=
𝐽𝑆
Keterangan :
P = indeks kesukaran
B = jumlah skor yang diperoleh
JS = jumlah skor maksimum
Klasifikasi indeks kesukaran :
IK : 0,70 – 1,00 = mudah
0,30 – 0,70 = sedang
0,00 – 0,30 = sukar
4. Uji daya pembeda
Uji daya pembeda soal bertujuan untuk mengetahui kemampuan
soal dalam membedakan kemampuan siswa. Untuk mengetahui daya
pembeda tiap butir soal digunakan rumus berikut:
𝐵𝐴 𝐵𝐵
𝐷𝑃 = −
𝐽𝐴 𝐽𝐵
Keterangan :
DP : daya pembeda
BA : jumlah skor kelompok atas
BB : jumlah skor kelompok bawah
JA : jumlah skor maksimum kelompok atas yang seharusnya
JB : jumlah skor maksimum kelompok bawah yang seharusnya
Klasifikasi daya pembeda:
DP : 0,70 -1,00 = baik sekali
0,40 -0,70 = baik
0,20 – 0,40 = cukup
0,00 – 0,20 = jelek
I. Hipotesis
Ada perbedaan prestasi belajar yang menggunakan TGT dan tanpa TGT ditinjau
dari keaktifan siswa.
Dengan
𝑋𝑖 −𝑋̅ ∑𝑛 𝑖
𝑖=𝑛
𝑍= , 𝐹(𝑍𝑖 ) = 𝑃(𝑍 ≤ 𝑍𝑖 ), 𝑑𝑎𝑛 𝑆(𝑍𝑖 ) =
𝑆 𝑛
Keterangan :
𝑋𝑖 = data tunggal
𝑋̅ = rata-rata tunggal
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data sampel berasal dari
populasi yang variansnya sama. Uji homogenitas yang digunakan adalah Uji
Fisher dengan rumus :
𝑆𝑏2 𝑛 ∑ 𝑥𝑖2 − (∑ 𝑥𝑖 )2
2
𝐹= 2 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑆 =
𝑆𝑘 𝑛(𝑛 − 1)
Keterangan
F : nilai Uji F
𝑆𝑏2 : varians terbesar
𝑆𝑘2 : varians terkecil
Adapun hipotesi dari uji hoogenitas dengan menggunakan uji Fisher ini adalah:
𝐻0 diterima jika 𝐹ℎ < 𝐹𝑡, artinya kedua sampel mempunyai varian yang
homogeny dan 𝐻0 ditolak jika 𝐹ℎ > 𝐹𝑡 , artinya kedua sampel mempunyai
varian yang tidak homogen.
c. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan yang signifikan
pemahaman konsep fisika antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan
model pembelajaran kooperatif tipe TGT ditinjau dari keaktifan siswa dan siswa
yang tidak menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT ditinjau dari
keaktifan siswa.
Peneliti menggunakan uji anacova untuk menguji efektivitas perlakuan yang
diberikan. Kelompok perlakuan diharapkan memiliki perubahan terkait
perlakuan yang diberikan disbanding dengan kelompok yang tidak mendapatkan
perlakuan (kelompok kontrol). Peniliti menekankan pada perbandingan antar
rerata kedua kelompok tersebut setelah perlakuan diberikan. Dengan demikian
yang diutamakan dalam pengujian adalah Uji Komparasi.
Menghitung F residu
RKresAnt
F= RKresDal
Dimana:
F = Frekuensi signifikan
RKresAnt = Varian Residu Antar Kelompok
RKresDal = Varian Residu Dalam Kelompok
Melakukan uji signifikan dengan jalan membandingkan antara harga F empiric
dengan harga F teoritik. Jika F empiric < F teoritik maka tidak signifikan dan
sebaliknya apabila F empiric < F teoritik maka tidak signifikan atau tidak ada
perubahan yang signifikan antar variabel-variabel penelitian. Dalam penelitian
ini pengujian hipotesis menggunakan rumus kovariant (ancova).
DAFTAR PUSTAKA
Lie, A.(2002). Cooperation Learning: Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-
Ruang Kelas. Jakarta:Grasindo.
Slavin, R. E. (2010). Cooperative learning: Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.
Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berbasis Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Silberman, Melvin. 2006. Active Learning. Penerbit Nusa Media. Bandung.
Sudjana. 1996. Metode Statistika. Bandung: Tarsito