Anda di halaman 1dari 20

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

TEAMS GAMES TOURNAMENT TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA


DITUNJAU DARI KEAKTIFAN SISWA KELAS XI SMA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Seminar Pendidikan Fisika

Dosen Pengampu:

Dra. Hj. Hidayati, M.Pd

Oleh

Nurjanah Al Mukharomah Sulkhan

2016005002

PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Fisika merupakan ilmu yang memiliki sifat abstraksi, empiris, dan matematis.
Sudah menjadi pendapat umum bagi sebagian besar siswa bahwa mata pelajaran fisika itu
sering dianggap sulit dan menjadi hal yang menakutkan bagi siswa. Anggapan itu
mengakibatkan kurang terbentuknya sikap positif terhadap mata pelajaran fisika, dimana
merasa tertarik untuk mempelajari fisika lebih lanjut sehingga dapat dirasakan
keampuhan fisika dalam menjelaskan berbagai peristiwa alam, keindahan dan keteraturan
alam serta penerapan fisika dalam teknologi.
Keberhasilan kegiatan belajar mengajar dipengaruhi oleh faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa seperti
keadaan jasmani, sifat, intelegensi, bakat, minat dan motivasi siswa. Sedangkan faktor
eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa seperti keadaan keluarga,
kurikulum, metode pengajaran, disiplin sekolah serta sarana dan prasarana belajar.
Pembelajaran tidak hanya monoton dilakukan dengan metode ceramah atau
belajar secara sendiri-sendiri yang hanya berpegang teguh pada buku paket karena hal itu
dapat membuat siswa cepat bosan. Terdapat berbagai pola yang dapat meningkatkan
kemampuan afektif siswa dan kemampuan kognitif siswa yaitu dengan metode dan media
pembelajarn yang bervariasi seperti diskusi, eksperimen, demonstrasi dan juga model
pembelajaran lain misalnya model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran
kooperatif adalah model pembelajaran ini dapat memacu kerja sama dan saling membantu
dalam belajar sehingga prestasi siswa dapat meningkat dan dapat mengurangi rasa bosan
siswa dalam pembelajaran fisika.
Memasuki abad informasi dan komunikasi dibidang pendidikan, bangsa
Indonesia memiliki tantangan yang beragam. Kebijakan Depertemen Pendidikan Nasional
untuk menentukan Standar Nasioanal Pendidikan merupakan tuntutan yang harus segera
dirumuskan. Sekolah sebagai salah satu Lembaga pendidikan formal harus mampu
mendeskripsikan kekuatan dan kelemahannya untuk memenuhi standar proses
pembelajaran. Proses pembelajaran yang diselenggarakan sekolah mampu menumbuhkan
kegiatan belajar siswa secara aktif, kreatif dan mandiri. Belajar secara aktif, kreatif dan
mandiri merupakan kekuatan utama yang harus dimiliki setiap generasi muda bangsa
Indonesia untuk mengejar ketertinggalan dibidang sains dan teknologi dari bangsa lain.
Sikap kreatif dan mandiri dibidang sains dan teknologi harus dirancang dan
dikembangkan sejak anak memasuki jenjang pendidikan sekolah lanjutan.
Data empiric hasil belajar siswa SMA di Daerah Istimewa Yogyakarta rayon
kota Yogyakarta untuk mata pelajaran Fisika masih memprihatinkan. Laporan EBTANAS
SMA dan Madrasah Aliyah (MA). Ditinjau dari nilai rata-ratanya, diantara keenam mata
pelajaran lain yang di-EBTANAS-kan, nilai mata pelajaran Fisika merupakan nilai
terendah kedua setelah Matematika. Untuk itu perlu diupayakan penggunaan model
pembelajaran kooperatif yang mampu memacu peningkatan pemahaman siswa terhadap
hakikat Fisika. Pemahaman siswa dalam belajar Fisika akan meningkat, bila siswa dalam
belajar dapat berpartisipasi aktif,. Konsep belajar demikian dapat diakomodasi, jika
kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif.
Model pembelajaran koopertif yang dimaksud adalah model pembelajaran
kooperatif tipe teams games tournament (TGT). Tipe TGT dilakukan dengan cara diskusi
kelompok yang diikuti dengan turnamen atau pertandingan yang dapat memacu keaktifan
dan kerja sama antar anggota kelompok sehingga prestasi siswa dapat meningkat.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan judul dan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka perlu
melakukan identifikasi masalah yang mungkin muncul. Adapun identifikasi masalahnya
sebagai berikut:
1. Anggapan siswa terhadap mata pelajaran fisika itu sulit.
2. Motivasi masih rendah.
3. Metode pembelajaran yang monoton akan menyebabkan siswa cepat bosan dan sulit
memahami materi yang disampaikan oleh pengajar.
C. Rumusan Masalah
1. Sejauh mana kecenderungan prestasi siswa menggunakan pembelajaran kooperatif
tipe teams games tournament (TGT) ditinjau dari keaktifan siswa?
2. Sejauh mana kecenderungan prestasi siswa tanpa menggunakan pembelajaran
kooperatif tipe teams games tournament (TGT) ditinjau dari keaktifan siswa?
3. Adakah perbedaan prestasi belajar yang menggunakan TGT dan tanpa TGT ditinjau
dari keaktifan siswa?
D. Tujuan
1. Mengetahui sejauh mana kecenderungan prestasi siswa menggunakan pembelajaran
kooperatif tipe teams games tournament (TGT) ditinjau dari keaktifan siswa.
2. Mengetahui Sejauh mana kecenderungan prestasi siswa menggunakan pembelajaran
kooperatif tipe teams games tournament (TGT) ditinjau dari keaktifan siswa.
3. Untuk mengetahui Adakah perbedaan prestasi belajar yang menggunakan TGT dan
tanpa TGT ditinjau dari keaktifan siswa.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Deskripsi Teori
1. Pembelajaran fisika
Collete dan Chiappette menyatakan bahwa sains merupakan sebuah kumpulan
pengetahuan (a body of knowledge), cara berpikir (a way of thingking), cara
penyelidikan (a way of investigating). Fisika juga sebagai produk (a body of
knowledge) yaitu berupa kumpulan pengetahuan antara lain fakta, konsep, prinsip,
hukum dan teori. fisika sebagai sikap, dan fisika sebagai proses hendaknya berhasil
mengembangkan keterampilan proses sains pada diri peserta didik. Jenis keterampilan
yang termasuk adalah mengemati, merumuskan hipotesis, merencanakan penelitian
atau percobaan, mengidentifikasi variable, menarik kesimpulan dan
mengkomunikasikan hasil. Pemikiran-pemikiran para ilmuwan yang bergerak dalam
bidang fisika menggambarkan rasa ingin tahu dan rasa penasaran mereka yang sangat
besar, diiringi rasa percaya diri, sikap objektif, tanggung jawab, jujur, dapat bekerja
sama dan terbuka serta mau mendengarkan pendapat orang lain. Sikap-sikap seperti
itulah yang dimaknai sebagai hakikat fisika sebagai sikap atau a way of thinking
(Sitrisno, 2006: 1-9).
Fisika adalah ilmu yang mempelajari gejala alam secara keseluruhan. Seperti
materi, energi, fenomena atau kejadian alam baik yang bersifat makroskopis maupun
yang bersifat mikroskopis. Fisika juga menjadi dasar sebagai pengembangan ilmu dan
teknologi. Dimana kaitan antara fisika dan disiplin ilmu lain membentuk disiplin ilmu
yang baru, misalnya dengan ilmu astronomi membentuk ilmu astrofisika, dengan
biologi membentuk biofisika, dengan ilmu kesehatan membentuk fisika medis,
dengan ilmu bahan membentuk fisika material, dengan geologi membentuk geofisika.
Belajar adalah proses untuk memperoleh keterampilan, meningkatkan
keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian.
Pembelajaran fisika termasuk dari pelajaran ilmu alam. Ilmu alam secara klasik dibagi
menjadi dua bagian, pertama yaitu ilmu-ilmu fisik yang objeknya adalah zat, energi,
dan transformasi zat dan energi, kedua adalah ilmu-ilmu biologi yang objeknya adalah
makhluk hidup dan lingkungannya.
Dalam memilih model pembelajaran ada hal penting yang harus
dipertimbangkan oleh seseorang guru yaitu kemampuan proses didik dalam hal
memahami pelajaran. Dalam aplikasi pada pembelajaran fisika, peserta didik akan
mudah memahami konsep fisika bila guru memfasilitasi belajar dengan memberikan
pengalaman langsung pada peseta didik.
2. Hasil belajar Fisika
Woolfolk dan Nicolich (1984:161) mendifinisikan belajar sebagai perubahan
internal seseorang dalam pembentukan sesuatu yang baru atau potensi untuk
merespon sesuatu yang baru. Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses
dari suatu kegiatan bukan suatu hasil atau tujuan. Slavin (1991:98) menjelaskan
bahwa belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi pada seseorang yang
disebabkan oleh pengalaman. Menurut Hergenhahn dan Olson (1997:6-7)
menjelaskan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku atau potensi perilaku
yang relatif menetap yang dihasilkan dari suatu pengalaman dan bukan terkait dengan
kondisi tubuh yang sesaat. Pengertian di atas sepadan dengan Wittrock dalam Good
dan Brophy (1990:124) yang mendifinisikan belajar adalah proses yang diikuti oleh
perubahan yang relatif tetap dalam pengertian, sikap, pengetahuan, informasi,
kemampuan dan ketrampilan. Pengertian di atas lebih diperjelas oleh Kimble (1961)
dalam Hergenhahn dan Olson (1997:2) bahwa belajar adalah perubahan potensi
tingkah laku yang relatif tetap sebagai hasil dari latihan yang diperkuat. Dari berbagai
kajian tersebut disimpulkan bahwa terdapat 5 unsur di dalam hakikat belajar, yakni:
(1) potensi merespon (response potentiality), (2) perubahan tingkah laku (a change in
behavior), (3) yang relatif permanen (relatively permanent), (4) pengalaman atau
latihan (experience or practice), dan (5) penguatan (reinforcement). Zirmansyah
(1997:4) merujuk Tiberghein menjelaskan bahwa rendahnya pemahaman konsep-
konsep Fisika ternyata juga terjadi di negara-negara maju seperti Hasil belajar adalah
kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah menerima pengalaman belajar,
ditandai dengan adanya perubahan perilaku dari segi kemampuan berpikir,
keterampilan, sikap terhadap suatu objek: Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru,
yang semuanya itu disebabkan karena kurang dipahaminya konsep-konsep dan
prinsip-prinsip dasar Fisika dengan benar. Rendahnya daya serap siswa terhadap
konsep dan prinsip dasar Fisika sebenarnya dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti :
sistem dan metode penyampaian, alat-alat pembelajaran yang kurang, dan memang
karena pada dasarnya banyak konsep dan prinsip Fisika yang dirasakan sulit, abstrak
dan kompleks. Kurikulum berbasis kompetensi menjelaskan bahwa tujuan mata
pelajaran Fisika di SMA mencakup lima aspek. Kelima tujuan mata pelajaran, adalah
agar siswa memiliki: 1) sikap positif terhadap Fisika, 2) kemampuan untuk
menerapkan berbagai konsep dan prinsip Fisika, 3) kemampuan untuk menggunakan
sistem peralatan laboratorium, 4) terbentuknya sikap ilmiah, dan 5) kemampuan untuk
belajar di program pendidikan yang lebih tinggi (Kurikulum SMA 2001:11). Dalam
penelitian ini materi mata pelajaran Fisika difokuskan pada pokok bahasan yang
disajikan pada siswa SMA kelas II semester dua, yang mencakup:1) Listrik statis, 2)
Rangkaian Listrik Arus Searah, 3) Medan magnetik, dan 4) Induksi elektromagnetik.
Seorang siswa SMA dikatakan telah belajar Fisika, apabila pada diri siswa tersebut
terjadinya perubahan tingkah laku. Dalam konteks kegiatan pembelajaran, perubahan
tingkah laku siswa sesuai dengan yang direncanakan, relatif tetap, dan dapat diamati.
Berkaitan dengan kemampuan yang diperoleh sebagai hasil belajar, Bloom dkk.
dalam Ornstein (1990:235) memformulasikan klasifikasi belajar dalam tiga kawasan
yaitu: (1) kawasan kognitif (cognitive domain), (2) kawasan afektif (affective
domain), dan (3) kawasan psikomotor (psychomotor domain). Menurut Seifert
(1983:203), Kindsvatter dkk., (1996:161-162), serta Burden dan Byrd (1999:69-71),
Bloom memimpin pengembangan kemampuan sebagai hasil belajar kawasan kognitif,
meliputi: (1) pengetahuan (knowledge), (2) pemahaman (comprehension), (3)
penerapan (application), (4) Analisis (analysis), (5) sintesis (synthesis), dan (6)
evaluasi (evaluation).
3. Model pembelajaran Team Games Tournament (TGT)
Model pembelajaran kooperatif, peserta didik belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaborasi yang anggotanya 4-6 orang dengan
struktur kelompok heterogen. Tujuan kelompok dan tanggungjawab individu adalah
membuat peserta didik membantu satu sama lain untuk saling mendorong melakukan
usaha yang maksimal. Model pembelajaran TGT termasuk dalam model pembelajaran
kooperatif yang dikembangkan oleh David De Vries dan Keith Edwards. Materi TGT
pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di kelas. Pengajaran langsung
sepertinya sering dilakukan yang dipimpin oleh guru, tapi juga bisa memasukkan
presentasi audiovisual.
Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang kontennya relevan yang
dirancang untuk menguji pengetahuan peserta didik yang diperoleh dari presentasi di
kelas dan pelaksaan kerja tim. Game dimainkan di atas meja dengan tiga-empat orang
peserta didik, yang masing-masing mewakili tim yang berbeda.
Turnamen adalah sebuah struktur di mana game berlangsung. Biasanya
langsung pada akhir minggu atau akhir unit, setelah guru diberikan presentasi di
kelass dan tim melaksanakan kerja kelompok. Pada turnamen pertama guru menujuk
peserta didik untuk berada di meja turnamen, sebelumnya pada meja pertama sudah
ada 3 siswa berprestasi tinggi, pada meja kedua juga ada 3 siswa, dan begitupun pada
meja ketiga. Semua siswa pada kelompoknya masing-masing sangat berkontribusi
terhadap skor tim secara maksimal dan mereka juga melakukan yang terbaik. Ilustrasi
hubungan antar tim dan meja turnamen seperti pada gambar di bawah ini

Tim A

A-1 A-2 A-3 A-4


Tinggi Sedang Sedang Rendah

Meja Meja Meja Meja


Turnamen 1 Turnamen 2 Turnamen 3 Turnamen 4

B-1 B-2 B-3 B-4 C-1 C-2 C-3 C-4

Tinggi Sedang Sedang Rendah Tinggi Sedang Sedang Rendah

Tim B Tim C

Gambar 1. Hubungan antara tim dan meja

Setelah turnamen pertama, peserta didik akan bertukar meja sesuai dengan
kemampuan mereka pada turnamen terakhir. Pemenang pada setiap meja akan naik
dan pindah ke meja berikutnya yang lebih tinggi, skor tertinggi kedua tetap tinggal di
meja dan skor yang rendah akan di turunkan. Jika pada awalnya peserta didik sudah
salah ditempatkan, untuk seterusnya mereka akan dinaikkan atau diturunkan sampai
mencapai tingkat yang sesungguhnya. Tim yang mendapat skor rata-rata mencapai
tingkat kriteria tertentu akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang
lain.

Kelebihan dan kekurangan metode Teams Games Tournamest (TGT) adalah:

a. Kelebihan metode Teams Games Tournament, antara lain:


1) Dapat memperluas wawasan siswa.
2) Dapat merangsang kreativitas siswa dalam memunculkan ide dalam
memecahkan suatu masalah.
3) Dapat mengembangkan sikap menghargai pendapat orang lain dan bekerja
sama.
4) Dapat menumbuhkanpartisipasi siswa menjadi lebih aktif.
b. Kekurangan metode Teams Games Tournament (TGT) yaitu :
1) Kemungkin besar permainan akan dikuasai oleh siswa yang suka berbicara
atau ingin menonjolkan diri.
2) Tidak dapat dipakai pada kelompok yang besar.
3) Peserta mendapat informasi yang terbatas.
4) Menyerap waktu yang cukup banyak.
5) Tidak semua guru memahami cara siswa melakukan permainan.
6) Ruangan kelas menjadi ramai dan mengganggu ruangan lain.
B. Kajian Penelitian Yang Relevan
Peneliti mengutip salah satu contoh penelitian yang dilakukan dengan model
pembelajaran Kooperatif Teams Games Tournament (TGT) yang bersumber dari
Aminatun Khasanah, (2011). Peningkatan motvasi belajar dengan menggunakan model
pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) terhadap prestasi belajar fisika ditinjau
dari keaktifan siswa kelas XI di SMA Negeri. Dari hasil penelitiannya bahwa dengan
belajar menggunakan model pembelajaran yang variatif dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa. Dengan pembelajaran teams games tournament dapat meningkatkan hasil
belajar yang optimal.
C. Kerangka Berpikir
Model Pembelajaran Team Games Tournament (TGT) termasuk model
pembelajaran yang dikembangkan oleh David De Vries dan Keith Edward. Tanggung
jawab membuat peserta didik membantu satu sama lain dan saling mendorong melakukan
usaha maksimal. Apabila nilai peserta didik cukup baik sebagai kelompok, dan kelompok
hanya akan berhasil dengan memastikan bahwa semua anggotanya telah mempelajari
materinya.

Sintaks model pembelajaran kooperatif tipe TGT yaitu penyajian dalam kelas,
belajar kelompok, game, turnamen dan pemberian penghargaan kepada kelompok yang
mencapai kriteria tertentu. Pembelajaran dengan menggunakan kooperatif tipe TGT akan
memberikan peluang besar bagi peserta didik yang aktivitas belajaranya rendah, siswa
dapat bertanya dengan teman sekelompoknya tentang materi yang belum dimengerti.
Kooperatif tipe TGT juga akan memberikan semangat kepada peserta didik agar
semangat belajar karena peserta didik akan berusaha semaksimal mungkin untuk
meningkatkan aktivitasnya untuk bertanya kepada guru jika belum memahami materi
pelajaran yang diberikan. Di dalam jalannya pertandingan juga akan memacu semangat
peserta didik untuk menjadikan kelompoknya menjadi kelompok terbaik.

D. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka dapat dikemukakan pengajuan hipotesis
yaitu ”Jika model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dilakukan dengan
langkah-langkah yang benar, maka dapat meningkatkan hasil belajar fisika ditinjau dari
keaktifan siswa kelas XI SMA Negeri”.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu


Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada tanggal 11 juni sampai 30 juni
2019. Adapun yang digunakan sebagai tempat penelitian adalah SMA Negeri Yogyakarta.
B. Jenis Penelitian

Jenis dari penelitian ini merupakan penelitian desain eksperimental semu (Quasi
Eksperimental Design). Desain eksperimental semu melakukan suatu cara untuk
membandingkan kelompok. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat
berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi
pelaksanaan eksperimen. Quasi Eksperimental Design merupakan metode penelitian
untuk melihat hubungan sebab-akibat yaitu perlakuan yang diberikan terhadap variabel
bebas (x), untuk melihat hasilnya pada variabel terikat (y).

C. Variabel Penelitian

1. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah kemampuan kognitif siswa dalam
mata pelajaran fisika.
a) Definisi Operasional : Kemampuan kognitif kecenderungan prestasi siswa
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe teams games tournament (TGT)
ditinjau dari keaktifan siswa.
b) Skala Pengukuran : Interval 37.
c) Indikator : Nilai hasil tes mata pelajaran Fisika.
2. Variabel Bebas
Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
a) Model Pembelajaran Kooperatif 1)
1) Definisi Operasional: Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model
pembelajaran dimana siswa belajar bersama dalam sebuah kelompok belajar
dan anggota dalam kelompok bekerja secara bersama-sama untuk mencapai
tujuan yang sama yang telah ditetapkan sebelumnya. Kelompok belajar
tersebut beranggotakan 4-6 siswa yang heterogen dan saling mendiskusikan
masalah-masalah yang sulit dan saling membantu antar anggota kelompok
untuk mencapai ketuntasan materi pelajaran.
2) Skala Pengukuran : Nominal, dengan 2 kategori, yaitu
a) Model pembelajaran konvesional.
b) Model pembelajaran kooperatif tipe TGT.
c) Motivasi Belajar
3) Definisi Operasional : dorongan dari dalam diri individu yang terlihat dari
keaktifan siswa di kelas untuk berprestasi.
4) Skala Pengukuran : Nominal, dengan 2 kategori, yaitu
a) Motivasi Belajar kategori tinggi
b) Motivasi Belajar kategori rendah
5) Indikator
a) Motivasi Belajar kategori tinggi, nilai  rata-rata gabungan
b) Motivasi Belajar kategori rendah, nilai ≤ rata-rata gabungan
(suharsimi Arikunto, 2006:264)
D. Desain Penelitian

Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu factorial design.
Bentuk desain eksperimen ini merupakan modifikasi dari true eksperiment design yaitu
dengan memperhatikan kemungkinan adanya variabel moderator yang memengaruhi
perlakuan (variabel independen) terhadap hasil (variabel dependen). Maka factorial
design digunakan karena adanya variabel moderator.

E. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri Yogyakarta
tahun ajar 2018/2019 sebanyak 100 orang terdiri dari 2 kelas.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
dokumentasi dan teknik tes, yang meliputi :
1. Teknik Dokumentasi Dalam penelitian ini teknik dokumentasi digunakan untuk
mengetahui keadaan awal siswa kedua kelompok, yaitu diambil dari nilai Ulangan
harian Fisika siswa tahun pelajaran 2018/2019.
2. Teknik Tes adalah teknik pengambilan data dengan menggunakan tes setelah semua
materi diberikan. Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif siswa
yang berupa tes objektif dengan lima alternatif jawaban
G. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan guna memperoleh data hasil pengamatan.
Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi guru.
Lembar observasi guru digunakan untuk pengamatan aktivitas guru selama kegiatan
pembelajaran. Observasi dilakukan untuk mengetahui proses pelaksanaan
pembelajaran menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TGT ditinjau dari
keaktifan siswa. Hasil pengamatan ditulis pada lembar observasi yang telah
dipersiapkan.
2. Angket motivasi belajar siswa
Menurut Suharsimi Arikunto (2010:194) angket adalah sejumlah
pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden
dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Sedangkan
menurut Sugiyono (2011:199) kuesioner/angket merupakan teknik pengumpulan
data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk dijawab. Dalam penelitian ini digunakan angket
tertutup dengan skala likert berisi berbagai pernyataan yang dapat menggali
informasi tentang motivasi siswa terhadap proses pembelajaran yang dilakukan
menggunakan pembelajaran kooperatif TGT ditinjau dari keaktifan siswa.
3. Soal Pretest dan posttest
Soal pretest dan posttest dibuat berdasarkan analisis kurikulum mata
pelajaran Teori Pemesinan. Berdasarkan hasil analisis terhadap materi dihasilkan
kisi-kisi soal untuk Pretestposttest. Soal dibuat dalam tipe pilihan ganda dengan 4
alternatif jawaban. Soal pretest-posttest digunakan untuk mengetahui dampak
pembelajaran menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam pembelajaran
yang dilakukan apakah dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran
tersebut.
H. Uji Coba Instrumen
Uji coba instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji terpakai,
artinya instrument diuji dengan menggunakan secara langsung kepada sampel untuk
mendapatkan data penelitian.
Berdasarkan data penilaian tersebut, kemudian dilakukan uji validitas dan uji
reliabilitas terhadap instrument penelitian yang digunakan.
1. Validitas Instrument
Validitas instrument dilakukan untuk mendapat instrument yang valid dan
reliabel.
1. Uji Validitas Butir Soal
Uji validitas butir soal merupakan suatu ukuran yang menunjukkan
tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen
yang valid mempunyai validitas tinggi, sebaliknya instrumen yang tidak
valid berarti memiliki validitas rendah.
Sebagaimana dikutip oleh Arikunto, Anderson dan kawan-kawan
menyatakan “ A test is valid if it measures what it purpose to measure”.
Atau jika diartikan sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut
mengukur apa yang seharusnya diukur.
Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur validitasnya
adalah dengan rumus korelasi product moment dengan angka kasar, yaitu:
𝑛 ∑ 𝑋𝑌 − (∑ 𝑋) (∑ 𝑌)
𝑟𝑥𝑦 =
√{𝑛 ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)2 }{𝑛 ∑ 𝑌 2 − (∑ 𝑌)2 }
Keterangan :
rxy : korelasi antara variabel X dan variabel Y
n : banyak siswa
X : skor butir soal
Y : skor total

Uji validitas instrument dilakukan dengan membandingkan hasil


perhitungan di atas dengan 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf signifikansi 5%, dengan
ketentuan bahwa jika 𝑟𝑥𝑦 sama atau lebih besar dari 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka soal
tersebut dinyatakan valid.

2. Uji Reliabilitas Instrument


Konsep mengenai reliabilitas atau reliabel dapat diartikan sebagai
kepercayaan bahwa suatu soal dapat tetap memberikan data yang sesuai
dengan kenyataan. Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur
reliabilitas suatu tes yang berbentuk uraian adalah dengan menggunakan
rumus Alpha, yaitu:

𝑘 ∑ 𝑠𝑖2
𝑟11 = ( ) (1 − 2 )
𝑘−1 𝑠𝑡

Keterangan :
𝑟11 = koefisien reliabilitas
k = banyak butir soal (item)
∑ si2 = jumlah varians skor tiap-tiap item
st2 = varians skor total
3. Uji tingkat kesukaran butir soal
Uji tingkat kesukaran butir soal bertujuan untuk mengetahui bobot
soal yang sesuai dengan kriteria perangkat soal yang diharuskan untuk
mengukur tingkat kesukaran. Untuk mengetahui tingkat kesukaran tiap
butir soal digunakan rumus sebagai berikut:

𝐵
𝑃=
𝐽𝑆

Keterangan :
P = indeks kesukaran
B = jumlah skor yang diperoleh
JS = jumlah skor maksimum
Klasifikasi indeks kesukaran :
IK : 0,70 – 1,00 = mudah
0,30 – 0,70 = sedang
0,00 – 0,30 = sukar
4. Uji daya pembeda
Uji daya pembeda soal bertujuan untuk mengetahui kemampuan
soal dalam membedakan kemampuan siswa. Untuk mengetahui daya
pembeda tiap butir soal digunakan rumus berikut:
𝐵𝐴 𝐵𝐵
𝐷𝑃 = −
𝐽𝐴 𝐽𝐵
Keterangan :
DP : daya pembeda
BA : jumlah skor kelompok atas
BB : jumlah skor kelompok bawah
JA : jumlah skor maksimum kelompok atas yang seharusnya
JB : jumlah skor maksimum kelompok bawah yang seharusnya
Klasifikasi daya pembeda:
DP : 0,70 -1,00 = baik sekali
0,40 -0,70 = baik
0,20 – 0,40 = cukup
0,00 – 0,20 = jelek
I. Hipotesis
Ada perbedaan prestasi belajar yang menggunakan TGT dan tanpa TGT ditinjau
dari keaktifan siswa.

J. Teknik Analisis Data


Dalam penelitian ini teknik analisis data dibagi menjadi dua tahap. Tahap
pertama adalah melakukan anlisis guna menentukan jenis analisis apakah yang akan
digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Sedangkan tahapmkedua dari analisis data
adalah menguji hipotesis yang telah di ajukan.
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan deskriptif mengenai subjek
penelitian berdasarkan data yang variable dan diperoleh dari kelompok subjeknya di
teliti dan tidak di masukkan untuk pengajuan hipotesis (Sumadi Surabyata,
2007:59).
Analisis data adalah suatu cara yang digunakan peneliti untuk melakukan penelitian.
Selanjutnya data tersebut digunakan untuk mempresentasikan hasil kesimpulan yang
di ambil dari tujuan penelitian.
Analisis deskriptif dihitung dengan cara membandingkan nilai rata-rata dari setiap
variable dengan kriteria kurva normal. Menurut (Anas Sudijono, 2012:29) kriteria
tersebut adalah sebagai berikut.
Dengan p > 0,05
(M + 1,5 SD) ≤ 𝑋̅ ≤ skor maksimal ideal = sangat tinggi
(M + 1,5 SD) ≤ 𝑋̅ < (M + 1,5 SD) = tinggi
(M - 1,5 SD) ≤ 𝑋̅ < (M + 1,5 SD) = sedang
(M - 1,5 SD) ≤ 𝑋̅ < (M - 1,5 SD) = rendah
Skor minimal ideal 𝑋̅ < (M - 1,5 SD) = sangat rendah
Keterangan :
M = 0,5 x (skor maksimal ideal + skor minimal ideal)
SD = 0,167 x (skor maksimal ideal + skor minimal ideal)
Analisis data ini dimaksudkan untuk mendapatkan data hasil penelitian yang
valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Kelebihan analisis statistic ini yaitu,
bersifat objektif, tepat, teliti dan sebagainya untuk menguji hipotesis. Sebelum data
di analisis dengan uji-t, dilakukan persyaratan analisis dengan menggunakan uji
normalitas dan uji homoginetis varians.
2. Uji prasyarat analisis
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data sampel berasal dari
populasi yang berdistribusi normal. Uji normalitas yang digunakan adalah Uji
Liliefors.
𝐿 = 𝑀𝑎𝑥 |𝐹(𝑍𝑖 ) − 𝑆(𝑍𝑖 )|
Keterangan :
L = harga mutlak terbesar
𝐹(𝑍𝑖 ) = peluang angka baku
𝑆(𝑍𝑖 ) = proporsi angka baku

Dengan

𝑋𝑖 −𝑋̅ ∑𝑛 𝑖
𝑖=𝑛
𝑍= , 𝐹(𝑍𝑖 ) = 𝑃(𝑍 ≤ 𝑍𝑖 ), 𝑑𝑎𝑛 𝑆(𝑍𝑖 ) =
𝑆 𝑛

Keterangan :

𝑋𝑖 = data tunggal

𝑋̅ = rata-rata tunggal

𝑆 = simpangan baku dan tunggal

Interprestasikan L yang didapat dengan membandingkannya pada nilai 𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 .

Jika 𝐿0 < 𝐿𝑡 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal


Jika 𝐿0 ≥ 𝐿𝑡 : sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data sampel berasal dari
populasi yang variansnya sama. Uji homogenitas yang digunakan adalah Uji
Fisher dengan rumus :
𝑆𝑏2 𝑛 ∑ 𝑥𝑖2 − (∑ 𝑥𝑖 )2
2
𝐹= 2 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑆 =
𝑆𝑘 𝑛(𝑛 − 1)
Keterangan
F : nilai Uji F
𝑆𝑏2 : varians terbesar
𝑆𝑘2 : varians terkecil

Adapun hipotesi dari uji hoogenitas dengan menggunakan uji Fisher ini adalah:

𝐻0 = varians sampel homogeny

𝐻𝑎 = varians sampel tidak homogeny

Kriteria pengujian untuk uji homogenitas adalah :

𝐻0 diterima jika 𝐹ℎ < 𝐹𝑡, artinya kedua sampel mempunyai varian yang
homogeny dan 𝐻0 ditolak jika 𝐹ℎ > 𝐹𝑡 , artinya kedua sampel mempunyai
varian yang tidak homogen.

c. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan yang signifikan
pemahaman konsep fisika antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan
model pembelajaran kooperatif tipe TGT ditinjau dari keaktifan siswa dan siswa
yang tidak menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT ditinjau dari
keaktifan siswa.
Peneliti menggunakan uji anacova untuk menguji efektivitas perlakuan yang
diberikan. Kelompok perlakuan diharapkan memiliki perubahan terkait
perlakuan yang diberikan disbanding dengan kelompok yang tidak mendapatkan
perlakuan (kelompok kontrol). Peniliti menekankan pada perbandingan antar
rerata kedua kelompok tersebut setelah perlakuan diberikan. Dengan demikian
yang diutamakan dalam pengujian adalah Uji Komparasi.
Menghitung F residu
RKresAnt
F= RKresDal

Dimana:
F = Frekuensi signifikan
RKresAnt = Varian Residu Antar Kelompok
RKresDal = Varian Residu Dalam Kelompok
Melakukan uji signifikan dengan jalan membandingkan antara harga F empiric
dengan harga F teoritik. Jika F empiric < F teoritik maka tidak signifikan dan
sebaliknya apabila F empiric < F teoritik maka tidak signifikan atau tidak ada
perubahan yang signifikan antar variabel-variabel penelitian. Dalam penelitian
ini pengujian hipotesis menggunakan rumus kovariant (ancova).
DAFTAR PUSTAKA
Lie, A.(2002). Cooperation Learning: Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-
Ruang Kelas. Jakarta:Grasindo.
Slavin, R. E. (2010). Cooperative learning: Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.
Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berbasis Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Silberman, Melvin. 2006. Active Learning. Penerbit Nusa Media. Bandung.
Sudjana. 1996. Metode Statistika. Bandung: Tarsito

Anda mungkin juga menyukai