Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Blok Tumbuh Kembang dan Geriatri adalah Blok XXI pada Semester 7
dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan
pembelajaran untuk menghadapi kasus yang sebenarnya pada kesempatan
yang akan datang. Pada kesempatan kali ini akan memaparkan kasus Tn. S,
usia 78 tahun, seorang pensiunan guru datang ke IGD RSMP dibawa oleh
keluraganya karena sejak 1 hari tampak bicara meracau terutama malam
hari. Menurut keluarga, saat diajak berbicara, Tn. S tidak menjawab sesuai
dengan pertanyaan dan terkadang tampak mengantuk. Lima hari yang lalu,
Tn. S mengalami batuk dengan dahak yang sulit dikeluarkan disertai dengan
nafsu makan menurun, demam ada namun tidak terlalu tinggi. Tn. S hanya
terbaring ditempat tidur sejak 4 hari yang lalu. Sejak 3 bulan yang lalu, Tn.
S menderita stroke namun masih bisa berjalan dengan alat bantu.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan dari sistem
pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di Fakultas
Kedokteran Muhammadiyah.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan
metode analisis dan pembelajaran kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial


Tutor : dr. Vina Pramayastri
Moderator : Tasya Dwi Vayari
Notulen : Alifah Dimar Ramadhina
Sekretaris : Putri Oktaria
Waktu : Selasa, 1 Oktober 2019
Pukul 08.00 – 10.00 WIB

The Rule of Tutorial : 1. Menonaktifkan ponsel atau mengkondisikan


ponsel dalam keadaan diam
2. Mengacungkan tangan saat akan mengajukan
argumen.
3. Izin saat akan keluar ruangan

2.2 Skenario
“ Cobaan di Kala Senja “
Tn. S, usia 78 tahun, seorang pensiunan guru datang ke IGD RSMP
dibawa oleh keluraganya karena sejak 1 hari tampak bicara meracau terutama
malam hari. Menurut keluarga, saat diajak berbicara, Tn. S tidak menjawab
sesuai dengan pertanyaan dan terkadang tampak mengantuk. Lima hari yang
lalu, Tn. S mengalami batuk dengan dahak yang sulit dikeluarkan disertai
dengan nafsu makan menurun, demam ada namun tidak terlalu tinggi. Tn. S
hanya terbaring ditempat tidur sejak 4 hari yang lalu. Sejak 3 bulan yang lalu,
Tn. S menderita stroke namun masih bisa berjalan dengan alat bantu.
Satu tahun terakhir, Tn. S sering mengeluh BAK tidak lampias dan
didiagnosis Dokter mengalami pembesaran prostat. Dokter menyarankan
untuk dilakukan operasi, namun Tn. S menolak. Enam bulan terakhir, Tn. S
sering mengeluh BAK keluar sendiri sehingga celana Tn. S sering basah. Tn.
S berobat ke dokter spesialis urologi dan mendapatkan obat prostat. Setelah

2
rutin minum obat, keluhan berkurang namun Tn. S masih menggunakan popok
dewasa pada malam hari.
Riwayat penyakit dahulu : Menurut keluarga, Tn. S tidak mengalami batuk
lama dan riwayat sering berkeringat malam. Tn. S menderita hipertensi sejak 5
tahun yang lalu, kontrol tidak teratur, minum obat Candesartan 1x8 mg.

Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : tampak gelisah
Vital sign : TD : 160/90 mmHg, RR : 28x/menit, Temp : 37,2 oC, Nadi :
110x/menit reguler
Pemeriksaan khusus :
Kepala : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks : simetris, retraksi tidak ada, batas jantung kiri 3 jari mid clavicula
sinistra ICS V dan terdengar ronki basah kasar dibasal paru kanan, slem (+),
turgor kulit menurun.
Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan supra pubik (-)
Pelvis : tampak kemerahan pada kulit area lumbosakral
Genital : RT pool atas tidak teraba, tidak berbenjol-benjol
Ekstremitas : kekuatan motorik ekstremitas kiri lemah (4)
Pemeriksaan Laboratorium :
Hb : 11 gr% Leukosit : 20.000/mm3
Diff : 0/0/0/78/20/2, LED : 20
Urin rutin : leukosit (-), eritrosit (-)
Kimia darah : Gula Darah sewaktu 100 mg/dl, ureum 40 mg/dl, creatinin
0,8 mg/dl, asam urat 4 mg/dl

3
2.3 Klarifikasi istilah

No Istilah Keterangan
1 Hipertensi Atau darah tinggi adalah penyakit
kelainan jantung dan pembuluh darah
yang ditandai dengan peningkatan tekanan
darah
2 Candesartan Suatu antagonis reseptor angiotensin II
digunakan dalam pengobatan hipertensi
dan diberikan per-oral
3 Dahak (Sputum) bahan yang dikeluarkan lewat
mulut, berasal dari trakhea, bronkhus, dan
paru-paru
4 Batuk Respon alami tubuh sebagai sistem
pertahanan untuk mengeluarkan zat dan
partikel dari dalam saluran pernafasan
serta mencegah benda asing masuk ke
saluran nafas bawah
5 BAK tidak lampias (Inkontensia) tidak mampu
mengendalikan fungsi eksretorik
6 Bicara meracau Berbicara tidak karuan dan mengeluarkan
bunyi secara berulang-ulang tanpa
mempunyai arti khusus.
7 Prostat Kelenjar yang mengelilingi leher kandung
kemih dan uretra pada laki-laki

4
2.4 Identifikasi masalah
1. Tn. S, usia 78 tahun, seorang pensiunan guru datang ke IGD RSMP
dibawa oleh keluraganya karena sejak 1 hari tampak bicara meracau
terutama malam hari. Menurut keluarga, saat diajak berbicara, Tn. S
tidak menjawab sesuai dengan pertanyaan dan terkadang tampak
mengantuk.
2. Lima hari yang lalu, Tn. S mengalami batuk dengan dahak yang sulit
dikeluarkan disertai dengan nafsu makan menurun, demam ada namun
tidak terlalu tinggi. Tn. S hanya terbaring ditempat tidur sejak 4 hari yang
lalu. Sejak 3 bulan yang lalu, Tn. S menderita stroke namun masih bisa
berjalan dengan alat bantu.
3. Satu tahun terakhir, Tn. S sering mengeluh BAK tidak lampias dan
didiagnosis Dokter mengalami pembesaran prostat. Dokter menyarankan
untuk dilakukan operasi, namun Tn. S menolak. Enam bulan terakhir, Tn.
S sering mengeluh BAK keluar sendiri sehingga celana Tn. S sering
basah. Tn. S berobat ke dokter spesialis urologi dan mendapatkan obat
prostat. Setelah rutin minum obat, keluhan berkurang namun Tn. S masih
menggunakan popok dewasa pada malam hari.
4. Riwayat penyakit dahulu : Menurut keluarga, Tn. S tidak mengalami
batuk lama dan riwayat sering berkeringat malam. Tn. S menderita
hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, kontrol tidak teratur, minum obat
Candesartan 1x8 mg.
5. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : tampak gelisah
Vital sign : TD : 160/90 mmHg, RR : 28x/menit, Temp : 37,2 oC, Nadi :
110x/menit reguler
Pemeriksaan khusus :
Kepala : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks : simetris, retraksi tidak ada, batas jantung kiri 3 jari mid
clavicula sinistra ICS V dan terdengar ronki basah kasar dibasal paru
kanan, slem (+), turgor kulit menurun.

5
Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan supra
pubik (-)
Pelvis : tampak kemerahan pada kulit area lumbosakral
Genital : RT pool atas tidak teraba, tidak berbenjol-benjol
Ekstremitas : kekuatan motorik ekstremitas kiri lemah (4)
6. Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 11 gr% Leukosit : 20.000/mm3
Diff : 0/0/0/78/20/2, LED : 20
Urin rutin : leukosit (-), eritrosit (-)
Kimia darah : Gula Darah sewaktu 100 mg/dl, ureum 40 mg/dl, creatinin
0,8 mg/dl, asam urat 4 mg/dl
7. Pemeriksaan MMSE (Mini Mental Scale Examination) : 3/30, ADL:0
8. Pemeriksaan Rontgen thoraks:

6
2.5 Analisis masalah
1. Tn. S, usia 78 tahun, seorang pensiunan guru datang ke IGD RSMP
dibawa oleh keluarganya karena sejak 1 hari tampak bicara meracau
terutama malam hari. Menurut keluarga, saat diajak berbicara, Tn. S
tidak menjawab sesuai dengan pertanyaan dan terkadang tampak
mengantuk.
a. Apa Organ terlibat pada kasus (Otak) ?
Jawab :
ANATOMI

1. Pembuluh Darah Otak

Sirkulasi darah ke otak ada sirkulasi anterior dan sirkulasi


posterior. Sirkulasi anterior adalah arteri karotis komunis dengan
cabang distalnya yaitu arteri karotis internal, arteri serebri media
dan arteri serebri anterior. Sirkulasi posterior adalah arteri
vertebrobasilar yang berasal dari arteri vertebralis kanan dan kiri
dan kemudian bersatu menjadi arteri basilaris dan seluruh
percabangannya termasuk cabang akhirnya yaitu arteri serebri
Ada tiga sirkulasi yang membentuk sirkulus Willisi di otak.
Ketiga sirkulasi tersebut adalah :
1) sirkulasi anterior terdiri dari arteri serebri media, arteri
serebri anterior dan arteri komunikans anterior yang
menghubungkan kedua arteri serebri anterior,
2) sirkulasi posterior yang terdiri dari arteri serebri posterior,
dan
3) arteri komunikans posterior yang menghubungkan arteri
serebri media dengan arteri serebri posterior.

Kegunaan dari sirkulus Willisi ini adalah untuk proteksi


terjaminnya pasokan darah ke otak, apabila terjadi sumbatan di salah
satu cabang. Contohnya bila terjadi sumbatan parsial pada proksimal
dari arteri serebri anterior kanan, maka arteri serebri kanan ini akan
menerima darah dari arteri karotis komunis lewat arteri serebri
anterior kiri dan arteri komunikans anterior

7
Gambar 1. Sirkulus Willisi
(Williams, 2008)
Arteri serebri anterior memperdarahi daerah medial hemisfer
serebri, lobus frontal bagian superior dan lobus parietal bagian
superior. Arteri serebri media memperdarahi daerah frontal inferior,
parietal inferolateral dan lobus temporal bagian lateral.
Arteri serebri posterior memperdarahi lobus oksipital dan lobus
temporal bagian medial Batang otak diperdarahi secara eksklusif dari
sirkulasi posterior. Medula oblongata menerima darah dari arteri
vertebralis melalui arteri perforating medial dan lateral, sedangkan
pons dan midbrain (mesensefalon) menerima darah dari arteri
basilaris lewat cabangnya yaitu arteri perforating lateral dan
medial.Serebelum mendapat darah dari tiga pembuluh darah
serebelar yaitu:
1) arteri serebelar posterior inferior (Posterior Inferior Cerebellar
Artery / PICA) yang merupakan akhir dari cabang arteri
vertebralis,
2) arteri serebelar anterior inferior (Anterior Inferior Cerebellar
Artery / AICA) yang merupakan cabang pertama dari arteri
basilaris,
3) arteri serebelar superior (Superior Cerebellar Artery / SCA)
yang merupakan cabang akhir dari arteri basilaris.

8
Basal ganglia diperdarahi oleh arteri lentikulostriata kecil
percabangan dari arteri serebri media. Talamus diperdarahi oleh
arteri perforating thalamogeniculata yang merupakan cabang dari
arteri serebri posterior. Genu kapsula internal diperdarahi oleh arteri
lenticulostriata anteromedial atau disebut juga rekuren arteri
Heubneur.

(Snell, 2009)

2. Sel Neuron Korteks Serebri

Korteks serebri mengandung dua jenis neuron utama, yaitu


neuron proyeksi eksitasi (sel piramidalis) dan sel non piramidalis (sel
granular atau interneuron) sebagai penghambat serta cenderung
membuat hubungan lokal dibandingkan jarak jauh (Baehr, 2005).
Neuron piramidalis merupakan neuron eksitasi, mencakup 60-85%
dari total populasi neuron neokorteks, menggunakan glutamat
sebagai neurotansmiternya. Sisanya 15-40% disebut sel non
piramidalis, dimana neurotransmiter primer yang digunakan adalah
GABA yang bersifat inhibisi. Sekitar 25-30% neuron kortikal
GABAergik juga mengekspresikan satu atau beberapa neuropeptida
berupa substansi P, vasoactive intestinal polypeptide (VIP),
cholecystokinin (CCK), neuropeptide Y (NPY), somatotropin-
release-inhibiting factor (SRIF), corticotropin-releasing factor (CRF)
dan tachykinin (TK). Sel piramidalis lapisan kortek kelima
membentuk jaras proyeksi yang berjalan melalui substansia alba
subkortikalis dan kapsula interna ke thalamus, striatum, nuklei
batang otak, dan medulla spinalis. Serabut asosiasi dan komisura
masing-masing berjalan ke area kortikal ipsilateral dan kontralateral
lainny (Baehr, 2005; Nieuwenhuys, 2008).

1. Area Kortikal
a. Lobus Oksipitalis Lobus oksipitalis menempati bagian
paling posterior dari hemisfer serebri pada permukaan
lateral, medial dan basal. Pada lobus oksipitalis dikenal

9
daerahdaerah fungsional seperti korteks area penglihatan
primer (area 17) dan korteks area asosiasi penglihatan (area
18 dan 19) (Baehr, 2005; Duus, 2007; Mendoza, 2008;
Nieuwenhuys, 2008).
b. Lobus Parietalis
Lobus parietalis dapat dibagi menjadi 4 bagian yaitu girus
postsentralis, lobulus parietalis superior, lobulus parietalis
inferior, dan operkulum parietalis. (Baehr, 2005; Campbell,
2005; Duus, 2007; Guyton, 2000; Nieuwenhuys, 2008).
Brodmann membagi lobus parietalis menjadi 9 area
sitoarsitektonik yaitu area 1, 2, 3, 5, 7, 31, 39, 40, dan 43.
Berdasarkan hubungan fungsional lobus parietalis, struktur
ini dibagi menjadi empat bagian yaitu korteks
somatosensorik dan vestibular, korteks parietalis inferior,
intermedia, dan superior. Area operkulum dapat dibedakan
menjadi empat area berdasarkan sitoarsitektonik yang
diistilahkan OP1-4, dimana OP4 dan OP3 berhubungan
dengan area Brodmann 43 (Nieuwenhuys, 2008).

Girus Angularis (Area Integrasi) dan Girus Supramarginalis


(Area Ideomotor) Korteks parietal polimodal inferior
menempati lobulus parietal inferior terdiri dari girus
angularis dan supramarginalis. Seperti dijelaskan
sebelumnya, perluasan area Brodmann 39 dan 40
berhubungan dengan masing-masing girus angularis dan
girus supramarginalis. Area bicara Wernicke meluas untuk
jarak yang tidak tertentukan sepanjang lobulus parietal
inferior. Pusat regio ini menempati lempeng temporal kiri
dibelakang girus transversal Heschl dan bagian posterior
dari girus temporal superior kiri. Kerusakan pada area ini
memberikan gambaran afasia reseptif atau afasia Wernicke,
menunjukkan defisit dalam pemahaman baik dalam bahasa
tulis maupun lisan. Serat asosiasi panjang menghubungkan

10
regio Wernicke via fasikulus longitudinal superior lengan
anterior dengan regio premotor dari lobus frontal mencakup
regio bahasa Broca pada girus frontal inferior. Girus
angularis dihubungkan dengan area visual baik jalur dorsal
(MST) maupun jalur ventral (korteks infratemporal),
lobulus parietal superior bagian medial, area okulomotor
intraparietal LIP, area temporal polisensoris superior STP,
dan dengan area limbik singulatum posterior, regio
retrosplenial dan parahipokampus. Hubungan frontal girus
angularis berhubungan dengan bagian anterior dari korteks
premotor dorsal, area 8ª dan area prefrontal 45 dan 46
(Nieuwenhuys,2008). Terdapat bukti yang menyatakan
girus angularis berperan dalam gerakan tangan dengan
panduan visual. Hubungan girus supramarginalis yang
paling nampak adalah dengan area somatosensoris S1,S2
dan area 5, lobulus parietal superior bagian medial, korteks
vestibuler, area singulatum anterior 24, area motorik
suplementer, korteks premotorik ventral dan area sekitar 44
serta area prefrontal 45 dan 46.

c. Lobus Temporalis

Brodmann membagi korteks yang menutupi lobus temporal


menjadi delapan area sitoarsitektonik yaitu area 41, 42, 22,
21, 20, 36, 37, dan 38 (Baehr, 2005). Area Brodmann 41
yang merupakan area pendengaran primer terletak pada
permukaan operkular lobus temporalis. (Nieuwenhuys,
2008). Area 42 terletak langsung posterior dari area 41.
Area 22, 21, dan 20 yang ditandai oleh Brodmann sebagai
area temporalis superior, media, dan inferior,
mengindikasikan bahwa area-area tersebut berhubungan
dengan girus-girus yang namanya serupa. Area 20 meluas
ke basal pada girus oksipitotemporal lateral anterior. Area

11
36 terletak pada permukaan medial lobus temporalis. Area
ini dikelilingi pada superior oleh sulkus rhina dan sulkus
kolateral dan bagian inferior oleh area 20. Area 37
menempati lobus temporalis bagian posterior, meluas
sepanjang permukaan lateral dan basomedial. Area 38
menutupi kutub temporalis (Mendoza, 2008; Nieuwenhuys,
2008). Lobus temporalis dibagi menjadi 5 regio fungsional
(Nieuwenhuys, 2008) yaitu korteks pendengaran
primer,korteks pendengaran asosiasi, mencakup regio
Wernicke, korteks penglihatan asosiasi temporal,korteks
temporal polimodal superior,korteks temporopolar.

Gangguan proyeksi pendengaran, penglihatan atau taktil


menuju area Wernicke menyebabkan terjadinya tuli kata,
aleksia murni, dan afasia taktil. Kerusakan pada area
Wernicke akan menimbulkan afasia Wernicke atau afasia
reseptif (Mendoza, 2008).

d. Lobus Frontal

Lobus frontal terdiri dari 14 area yaitu area granular, area


disgranular dan area granular (Snell,2009). Korteks frontal
dapat dibedakan menjadi dua domain fungsional yang besar
yaitu korteks motorik dan korteks prefrontal (asosiasi).
Korteks motorik berada di depan sulkus sentralis dan
meluas sepanjang permukaan medial hemisfer. Korteks
prefrontal menempati regio yang luas yang berada di rostral
korteks motorik presentralis. Korteks motorik dibedakan
menjadi korteks motorik primer (M1) dan korteks motorik
non primer (Nieuwenhuys,2008).

12
3. Pusat Bicara Motorik Broca

Area bicara Broca terletak pada girus frontal inferior bagian operkulum
dan triangularis hemisfer dominan (umumnya hemisfer kiri). Secara luas
diterima bahwa area 44 dan 45 Brodmann memiliki gambaran
sitoarsitektonik berkaitan dengan area Broca. Kedua area ini mengandung
lapisan inner granular tipis yang tidak jelas sehingga diklasifikasikan
sebagai lapisan disgranular. Lokasi dan perluasan area 44 dan 45
bervariasi diantara subjek. Suatu studi kuantitatif yang melibatkan sepuluh
otak yang berbeda menunjukkan bahwa walaupun volume area 44
bervariasi antara subyek, volume area ini lebih besar pada hemisfer kiri
dibandingkan sisi kanannya pada kesepuluh otak tersebut. Area 45 tidak
menunjukkan perbedaan interhemisfer. Kerusakan pada regio Broca secara
umum dapat menimbulkan afasia motorik. Afasia ini yang juga dikenal
dengan istilah afasia ekspresif atau afasia Broca terdiri dari kumpulan
gangguan berbahasa yang mencakup nonfluen, bicara yang memerlukan
usaha, gangguan repetisi dan komprehensif yang relatif tidak terganggu.
Nonfluen berbeda dengan tidak bicara secara spontan, jarang bicara atau
bicara lambat, namun digambarkan dengan pengurangan atau kehilangan
gramatik dan pengurangan jumlah huruf dalam setiap ucapan. Area bicara
Broca anterior berhubungan dengan area bicara Wernicke posterior dan
memberikan serat proyeksi menuju korteks motorik primer. Serat yang
menghubungkan area Broca dan Wernicke mengikuti dua rute yang
berbeda, jalur dorsal dan ventral (Nieuwenhuys, 2008).

Serat yang melalui jalur dorsal melewati region Wernicke bagian


dorsal, melengkung sepanjang sulkus lateral bagian posterior, dan
kemudian berjalan ke arah rostral dibawah area supramarginalis dan
somatosensoris pada operculum parietal untuk mencapai area Broca. Serat-
serat ini membentuk bagian yang dinamakan fasikulus arkuatum misalnya
lengan anterior dari fasikulus longitudinalis superior (Nieuwenhuys,2008).

13
Gambar 2. Model klasik atau Wernicke-Geschwind untuk sirkuit yang
berhubungan dengan produksi dan pemahaman bahasa. A1, primary
auditory area; arcf, arcuate fasciculus; B, Broca‟s speech region; M1,
primary motor cortex; S1, primary somatosensory cortex; V1, primary
visual cortex; W, Wernicke‟s speech region (Nieuwenhuys,2008)

 Pada kasus kemungkinan terjadi afasia global (kerusakan pada


area brocha dan wernick)

b. Apa makna Tn.S datang ke IGD RSMP dibawa oleh keluarganya


karena sejak 1 hari tampak bicara meracau terutama malam hari?
Jawab :
Maknanya Tn. S mengalami delirium. Delirium adalah suatu reaksi
organik akut dengan gangguan utama adanya kesadaran berkabut
(clouding of consciousness), yg disertai dengan gangguan atensi,
orientasi, memori, persepsi, delusi, kegelisahan & agitasi.

14
c. Apa makna menurut keluarga keluarga, saat diajak berbicara, Tn. S
tidak menjawab sesuai dengan pertanyaan dan terkadang tampak
mengantuk?
Jawab :
Jadi, makna menurut keluarga, saat diajak berbicara, Tn. S tidak
menjawab sesuai dengan pertanyaan dan terkadang tampak
mengantuk yaitu Tn. S mengalami Delerium.

d. Apa hubungan usia dengan keluhan ?


Jawab :
Usia merupakan faktor presdiposisi terjadinya keluhan pada Tn. S,
yaitu Tn. S sejak 1 hari ini tampak bicara meracau terutama malam
hari. Menurut keluarga, saat diajak berbicara, Tn. S tidak menjawab
sesuai dengan pertanyaan dan terkadang tampak mengantuk. Dimana
keluhan yang dialami oleh Tn.S ini merupakan tanda terjadinya
Sindrom Delirium Akut.

Sintesis :
Delirium adalah diagnosis klinis, gangguan otak difus yang
dikarasteristikkan dengan variasi kognitif dan gangguan tingkah
laku. Delirium ditandai oleh gangguan kesadaran, biasanya terlihat
bersamaan dengan fungsi gangguan kognitif secara global. Kelainan
mood, persepsi dan perilaku adalah gejala psikiatrik yang umum;
tremor, asteriksis, nistagmus, inkoordinasi dan inkontinensia urin
merupakan gejala neurologis yang umum. Biasanya delirium
mempunyai onset yang mendadak (beberapa jam atau hari),
perjalanan yang singkat dan berfluktuasi dan perbaikan yang cepat
jika faktor penyebab diidentifikasi dan dihilangkan. Tetapi masing-
masing ciri karakteristik tersebut dapat bervariasi pada pasien
individual.Delirium dapat terjadi pada berbagai tingkat usia namun
tersering pada usia diatas 60 tahun. Menggigau merupakan gejala
sementara dan dapat berfluktuasi intensitasnya, kebanyakan kasus

15
dapat sembuh dalam waktu 4 minggu atau kurang. Akan tetapi jika
delirium dengan fluktuasi yang menetap lebih dari 6 bulan sangat
jarang dan dapat menjadi progresif kearah demensia.

Faktor predisposisi terjadinya delirium, antara lain :

 Usia : > 60 tahun


 Kerusakan otak
 Riwayat delirium
 Ketergantungan alkohol
 Diabetes
 Kanker
 Gangguan panca indera
 Malnutrisi
 Alkohol, obat-obatan dan bahan beracun
 Efek toksik dari pengobatan
 Kadar elektrolit, garam dan mineral (misalnya kalsium, natrium
atau magnesium) yang tidak normal akibat pengobatan,
dehidrasi atau penyakit tertentu
 Infeksi Akut disertai demam
 Hidrosefalus bertekanan normal, yaitu suatu keadaan dimana
cairan yang membantali otak tidak diserap sebagaimana
mestinya dan menekan otak
 Hematoma subdural, yaitu pengumpulan darah di bawah
tengkorak yang dapat menekan otak
 Meningitis, ensefalitis, sifilis (penyakit infeksi yang menyerang
otak)
 Kekurangan tiamin dan vitamin B12
 Hipotiroidisme maupun hipotiroidisme
 Tumor otak (beberapa diantaranya kadang menyebabkan
linglung dan gangguan ingatan)
 Patah tulang panggul dan tulang-tulang panjang
 Fungsi jantung atau paru-paru yang buruk dan menyebabkan
rendahnya kadar oksigen atau tingginya kadar karbon dioksida
di dalam darah
 Stroke
(American Psychiatric Association Diagnostik dan Statistik
Manual of Mental Disorders. 2000 ).

16
e. Bagaiamana kriteria usia geriatri?
Jawab :
Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah
seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia
merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki
tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan
lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau
proses penuaan.

Batasan-batasan usia lanjut


Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda.
 Menurut World Health Organitation (WHO) lansia meliputi :
a) Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59
tahun
b) Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun.
c) Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun.
d) Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun

 Berbeda dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI


(2006) pengelompokkan lansia menjadi :

a) Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang


menampakkan kematangan jiwa (usia 55-59 tahun).
b) Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai
memasuki masa usia lanjut dini (usia 60-64 tahun)
c) Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit
degeneratif (usia >65 tahun)

17
f. Apa etiologi dari delirium?
Jawab :
Delirium merupakan fenomena kompleks, multifaktorial, dan
mempengaruhi berbagai bagian sistem saraf pusat. Hingga saat ini,
patofisiologi terjadinya delirium masih belum diketahui dengan jelas.
Setidaknya ada enam mekanisme yang diperkirakan terlibat, yaitu :

1. Neuroinflamasi
Inflamasi perifer (akibat infeksi, operasi, atau trauma) dapat
menginduksi sel parenkim otak untuk melepaskan sitokin inflamasi.
Akibatnya, terjadi disfungsi neuron dan sinaps. Pada pasien delirium,
ditemukan peningkatan kadar CRP, IL-6, TNF-α, IL-1RA, IL-10,
dan IL-8.

2. Neuronal Aging
Proses penuaan menyebabkan berbagai perubahan pada otak, yaitu
penurunan aliran darah dan densitas vaskular; berkurangnya neuron;
perubahan pada sistem transduksi sinyal; serta perubahan
neurotransmiter pengatur stres (stress-regulating neurotransmitters).
Perubahan ini dapat menyebabkan defisit kognitif, termasuk
delirium. Hipotesis ini juga menjelaskan kerentanan kelompok lansia
mengalami delirium saat mengalami distres.

3. Stres Oksidatif
Distres pada tubuh (misalnya: infeksi, sakit berat, atau kerusakan
jaringan) akan meningkatkan konsumsi oksigen sehingga
ketersediaan oksigen dalam darah menurun. Tubuh melakukan
kompensasi dengan menurunkan metabolisme oksidatif di otak.
Akibatnya, terjadi disfungsi otak yang menimbulkan gejala delirium.
Kondisi ini juga memicu terbentuknya oksigen dan nitrogen reaktif
yang memperparah kerusakan jaringan otak. Kerusakan ini bersifat
menetap dan menyebabkan komplikasi berupa penurunan kognitif
permanen.

18
4. Perubahan Neurotransmiter
Hipotesis ini menyatakan bahwa delirium disebabkan oleh
ketidakseimbangan neurotransmiter, terutama asetilkolin dan
dopamin.

a) Asetilkolin
Kadar asetilkolin ditemukan menurun pada pasien delirium. Kadar
ini kembali normal setelah pasien tidak lagi delirium. Selain itu,
obat-obatan antikolinergik (penghambat asetilkolin) terbukti dapat
menyebabkan delirium.
b) Dopamin
Dopamin dan asetilkolin memiliki hubungan resiprokal
(berlawanan). Terjadi peningkatan kadar dopamin pada delirium.
Pemberian obat golongan penghambat dopamin juga dapat
mengurangi gejala delirium..

5. Neuroendokrin
Hipotesis ini menyatakan bahwa delirium merupakan reaksi stres
akut akibat kadar kortisol yang tinggi. Hormon ini berhubungan
dengan peningkatan sitokin proinflamasi di otak dan kerusakan
neuron. Hipotesis neuroendokrin juga menjelaskan timbulnya
delirium pada pasien yang mendapat glukokortikoid eksogen.

6. Disregulasi Diurnal
Gangguan siklus sirkadian dapat memengaruhi kualitas dan fisiologi
tidur. Kekurangan tidur dapat memicu munculnya delirium, defisit
memori, dan psikosis.

(Inouye, 2014; Alagiakrishnan, 2017).

19
2. Lima hari yang lalu, Tn. S mengalami batuk dengan dahak yang sulit
dikeluarkan disertai dengan nafsu makan menurun, demam ada namun
tidak terlalu tinggi. Tn. S hanya terbaring ditempat tidur sejak 4 hari
yang lalu. Sejak 3 bulan yang lalu, Tn. S menderita stroke namun
masih bisa berjalan dengan alat bantu.

a. Apa makna 5 hari yang lalu, Tn. S mengalami batuk dengan dahak
yang sulit dikeluarkan disertai dengan nafsu makan menurun,
demam ada namun tidak terlalu tinggi?
Jawab :
Maknanya adalah kemungkinan Tn.S mengalami infeksi pada
saluran pernapasan bagian bawah (pneumonia), sehingga
mengakibatkan terjadinya penurunan nafsu makan dan kejadian
demam yang dikarenakan pelepasan komplemen serta sitokin
proinflamasi (Boedhi, 2015).

b. Bagaimana patofisiologi batuk dengan dahak yang sulit dikeluarkan


disertai dengan nafsu makan menurun, demam ada namun tidak
terlalu tinggi ?
Jawab :
 Batuk dengan dahak dan demam tidak terlalu tinggi
Mikroorganisme masuk → MO berada di saluran
pernapasan → MO menempel pada mukosa salura nnafas
→ MO yang berada di saluran pernapasan atas menyebar
dan berkolonisasi → terjadi aspirasi ke saluran napas
bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme di parenkim
paru → aktivasi makrofag (fagositosis) → mengeluarkan
TNFα , IL-1, IL-6 → menginduksi prostalglandin →
meningkatkan termostat di hipotalamus → meningkatkan
set point → suhu tubuh meningkat → demam yang tidak
terlalu tinggi (Price dan Wilson, 2012).

20
 Nafsu makan menurun
Pada lansia terdapat berbagai perubahan morfologik
karena proses degeneratif, perubahan yang bersifat
degeneratif ini bersifat anatomik dan fungsional. Pada lansia ,
sistem gastro-intestinal mulai dari gigi sampai anus terjadi
perubahan morfologik degeneratif, antara lain perubahan
atrofik pada rahang, pada mukos, kelenjar, dan otot-otot
pencernaan. Berbagai perubahan morfologik akan
menyebabkan perubahan fungsional sampai perubahan
patologik diantaranya perubahan nafsu makan (Martono,
2009).

c. Apa makna Tn.S terbaring terbaring ditempat tidur sejak 4 hari yang
lalu ?
Jawab :
Maknanya Tn. S mengalami imobilisasi atau gangguan pada
aktivitas dasar sehari-hari (ADL). Imobilisasi adalah
ketidakmampuan seseorang menggerakkan badannya secara leluasa.

d. Apa kemungkinan kelianan yang dialami Tn.S? (Sindrom Geriatri)


Jawab :
Kemungkinan sindrom geriatri yang dialami Tn.S adalah immobility,
infection, incontinence urin.
Masalah-masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda
dari orang dewasa, yang sering disebut dengan sindroma geriatri
yaitu kumpulan gejala-gejala mengenai kesehatan yang sering
dikeluhkan oleh para lanjut usia dan atau keluarganya (istilah 14 I),
yaitu (Kemenkes RI, 2018):
 Immobility (kurang bergerak)
Keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari atau lebih.

21
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah,
kekakuan otot, ketidakseimbangan, masalah psikologis,
depresi atau demensia.
Komplikasi yang timbul adalah luka di bagian yang
mengalami penekanan terus menerus timbul lecet bahkan
infeksi, kelemahan otot, kontraktur/kekakuan otot dan sendi,
infeksi paru-paru dan saluran kemih, konstipasi dan lain-lain.
Penanganan : latihan fisik, perubahan posisi secara teratur,
menggunakan kasur anti dekubitus, monitor asupan cairan
dan makanan yang berserat.
 Instability (Instabilitas dan Jatuh)
Penyebab jatuh misalnya kecelakaan seperti terpeleset,
sinkop/kehilangan kesadaran mendadak, dizzines/vertigo,
hipotensi orthostatik, proses penyakit dan lain-lain.
Dipengaruhi oleh faktor intrinsik (faktor risiko yang ada pada
pasien misalnya kekakuan sendi, kelemahan otot, gangguan
pendengaran,penglihatan, gangguan keseimbangan, penyakit
misalnya hipertensi, DM, jantung,dll ) dan faktor risiko
ekstrinsik (faktor yang terdapat di lingkungan misalnya alas
kaki tidak sesuai, lantai licin, jalan tidak rata, penerangan
kurang, benda-benda dilantai yang membuat terpeleset dll).
Akibat yang ditimbulkan akibat jatuh berupa cedera kepala,
cedera jaringan lunak, sampai patah tulang yang bisa
menimbulkan imobilisasi.
Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah
instabilitas dan riwayat jatuh adalah: mengobati berbagai
kondisi yang mendasari instabilitas dan jatuh, memberikan
terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan cara berjalan,
penguatan otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang sesuai,
serta mengubah lingkungan agar lebih aman seperti
pencahayaan yang cukup, pegangan, lantai yang tidak licin.

22
 Incontinence Urin dan Alvi (Beser BAB dan BAK)
Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang
tidak dikehendaki dalam jumlah dan frekuensi tertentu
sehingga menimbulkan masalah sosial dan atau kesehatan.
Inkontinensia urin akut terjadi secara mendadak dapat diobati
bila penyakit yang mendasarinya diatasi misalnya
infeksisaluran kemih, gangguan kesadaran, obat-obatan,
masalah psikologik dan skibala.
Inkontinesia urin yang menetap di bedakan atas: tipe urgensi
yaitu keinginan berkemih yang tidak bisa ditahan penyebanya
overaktifitas/kerja otot detrusor karena hilangnya kontrol
neurologis, terapi dengan obat-obatan antimuskarinik
prognosis baik, tipe stres kerena kegagalan mekanisme
sfingter/katup saluran kencing untuk menutup ketika ada
peningkatan tekanan intra abdomen mendadak seperti bersin,
batuk, tertawa terapi dengan latihan otot dasar panggul
prognosis baik, tipe overflow yaitu menggelembungnya
kandung kemih melebihi volume normal, post void residu >
100 cc terapi tergantung penyebab misalnya atasi
sumbatan/retensi urin..
Inkontinensia alvi/fekal sebagai perjalanan spontan atau
ketidakmampuan untuk mengendalikan pembuangan feses
melalui anus, penyebab cedera panggul, operasi anus/rektum,
prolaps rektum, tumor dll.
Pada inkontinensia urin ntuk menghindari sering mengompol
pasien sering mengurangi minum yang menyebabkan terjadi
dehidrasi.
 Intelectual Impairement (Gangguan Intelektual Seperti
Demensia dan Delirium)
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori
didapat yang disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak

23
berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran sehingga
mempengaruhi aktifitas kerja dan sosial secara bermakna.
Demensia tidak hanya masalah pada memori. Demensia
mencakup berkurangnya kemampuan untuk mengenal,
berpikir, menyimpan atau mengingat pengalaman yang lalu
dan juga kehilangan pola sentuh, pasien menjadi perasa, dan
terganggunya aktivitas.
Faktor risiko : hipertensi, DM, gangguan jantung, PPOK dan
obesitas.
Sindroma derilium akut adalah sindroma mental organik yang
ditandai dengan gangguan kesadaran dan atensi serta
perubahan kognitif atau gangguan persepsi yang timbul
dalam jangka pendek dan berfluktuasi.
Gejalanya: gangguan kognitif global berupa gangguan
memori jangka pendek, gangguan persepsi (halusinasi, ilusi),
gangguan proses pikir (disorientasi waktu, tempat, orang),
komunikasi tidak relevan, pasien mengomel, ide pembicaraan
melompat-lompat, gangguan siklus tidur.
 Infection (infeksi)
Pada lanjut usia terdapat beberapa penyakit sekaligus,
menurunnya daya tahan/imunitas terhadap infeksi,
menurunnya daya komunikasipada lanjut usia sehingga
sulit/jarang mengeluh, sulitnya mengenal tanda infeksi secara
dini.
Ciri utama pada semua penyakit infeksi biasanya ditandai
dengan meningkatnya temperatur badan, dan hal ini sering
tidak dijumpai pada usia lanjut, malah suhu badan yang
rendah lebih sering dijumpai.
Keluhan dan gejala infeksi semakin tidak khas antara lain
berupa konfusi/delirium sampai koma, adanya penurunan
nafsu makan tiba-tiba, badan menjadi lemas, dan adanya
perubahan tingkah laku sering terjadi pada pasien usia lanjut.

24
 Impairement of hearing, vision and smell (gangguan
pendengaran, penglihatandan penciuman)
Gangguan pendengaran sangat umum ditemui pada lanjut
usia dan menyebabkan pasien sulit untuk diajak komunikasi
Penatalaksanaan untuk gangguan pendengaran pada geriatri
adalah dengan cara memasangkan alat bantu dengar atau
dengan tindakan bedah berupa implantasi koklea.
Gangguan penglihatan bisa disebabkan gangguan refraksi,
katarak atau komplikasi dari penyakit lain misalnya DM, HT
dll, penatalaksanaan dengan memakai alat bantu kacamata
atan dengan operasi pada katarak.
 Isolation (Depression)
Isolation (terisolasi) / depresi, penyebab utama depresi pada
lanjut usia adalah kehilangan seseorang yang disayangi,
pasangan hidup, anak, bahkan binatang peliharaan.
Selain itu kecenderungan untuk menarik diri dari lingkungan,
menyebabkan dirinya terisolasi dan menjadi depresi.
Keluarga yang mulai mengacuhkan karena merasa direpotkan
menyebabkan pasien akan merasa hidup sendiri dan menjadi
depresi. Beberapa orang dapat melakukan usaha bunuh diri
akibat depresi yang berkepajangan.
 Inanition (malnutrisi)
Asupan makanan berkurang sekitar 25% pada usia 40-70
tahun. Anoreksia dipengaruhi oleh faktor fisiologis
(perubahan rasa kecap, pembauan, sulit mengunyah,
gangguan usus dll), psikologis (depresi dan demensia) dan
sosial (hidup dan makan sendiri) yang berpengaruh pada
nafsu makan dan asupan makanan.
 Impecunity (Tidak punya penghasilan)
Dengan semakin bertambahnya usia maka kemampuan fisik
dan mental akan berkurang secara berlahan-lahan, yang
menyebabkan ketidakmampuan tubuh dalam mengerjakan

25
atau menyelesaikan pekerjaan sehingga tidak dapat
memberikan penghasilan.
Usia pensiun dimana sebagian dari lansia hanya
mengandalkan hidup dari tunjangan hari tuanya.
Selain masalah finansial, pensiun juga berarti kehilangan
teman sejawat, berarti interaksi sosial pun berkurang
memudahkan seorang lansia mengalami depresi.
 Iatrogenic (penyakit karena pemakaian obat-obatan)
Lansia sering menderita penyakit lebih dari satu jenis
sehingga membutuhkan obat yang lebih banyak, apalagi
sebagian lansia sering menggunakan obat dalam jangka
waktu yang lama tanpa pengawasan dokter sehingga dapat
menimbulkan penyakit.
Akibat yang ditimbulkan antara lain efek samping dan efek
dari interaksi obat-obat tersebut yang dapat mengancam jiwa.
 Insomnia (Sulit tidur)
Dapat terjadi karena masalah-masalah dalam hidup yang
menyebabkan seorang lansia menjadi depresi. Selain itu
beberapa penyakit juga dapat menyebabkan insomnia seperti
diabetes melitus dan gangguan kelenjar thyroid, gangguan di
otak juga dapat menyebabkan insomnia. Jam tidur yang
sudah berubah juga dapat menjadi penyebabnya.
Berbagai keluhan gangguan tidur yang sering dilaporkan oleh
lansia yaitu sulit untuk masuk kedalam proses tidur, tidurnya
tidak dalam dan mudah terbangun, jika terbangun sulit untuk
tidur kembali, terbangun dini hari, lesu setelah bangun di pagi
hari.
Agar bisa tidur : hindari olahraga 3-4 jam sebelum tidur,
santai mendekati waktu tidur, hindari rokok waktu tidur,
hindari minum minuman berkafein saat sore hari, batasi
asupan cairan setelah jam makan malam ada nokturia, batasi
tidur siang 30 menit atau kurang, hindari menggunakan

26
tempat tidur untuk menonton tv, menulis tagihan dan
membaca.
 Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh)
Daya tahan tubuh menurun bisa disebabkan oleh proses
menua disertai penurunan fungsi organ tubuh, juga
disebabkan penyakit yang diderita, penggunaan obat-
obatan,keadaan gizi yang menurun.
 Impotence (Gangguan seksual)
Impotensi/ ketidakmampuan melakukan aktivitas seksual
pada usia lanjut terutama disebabkan oleh gangguan organik
seperti gangguan hormon, syaraf, dan pembuluh darah dan
juga depresi
 Impaction (sulit buang air besar)
Faktor yang mempengaruhi: kurangnya gerak fisik, makanan
yang kurang mengandung serat, kurang minum, akibat obat-
obat tertentu dan lain-lain.
Akibatnya pengosongan usus menjadi sulit atau isi usus
menjadi tertahan, kotoran dalam usus menjadi keras dan
kering dan pada keadaan yang berat dapat terjadi
penyumbatan didalam usus dan perut menjadi sakit.

3. Satu tahun terakhir, Tn. S sering mengeluh BAK tidak lampias dan
didiagnosis Dokter mengalami pembesaran prostat. Dokter
menyarankan untuk dilakukan operasi, namun Tn. S menolak. Enam
bulan terakhir, Tn. S sering mengeluh BAK keluar sendiri sehingga
celana Tn. S sering basah. Tn. S berobat ke dokter spesialis urologi
dan mendapatkan obat prostat. Setelah rutin minum obat, keluhan
berkurang namun Tn. S masih menggunakan popok dewasa pada
malam hari.

27
a. Apa makna satu tahun terakhir, tahun terakhir, Tn. S sering
mengeluh BAK tidak lampias dan didiagnosis Dokter mengalami
pembesaran prostat ?
Jawab :
Makna Tn. S sering mengeluh BAK tidak lampias dan didiagnosis
dokter mengalami pembesaran prostat hal ini menandakan bahwa
Tn. S mengalami inkontinensia urin disebabkan oleh BPH yang
dialaminya. Terdapat obstruksi pada leher kandung kemih karena
pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra
prostatika dan menghambat aliran urin .

Sintesis:
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra
prostatika dan menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine,
buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomi
buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya
selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada
buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau LUTS yang dahulu dikenal
dengan gejala prostatismus (Purnomo, 2012).

Dimana penyebab keluhan BAK tidak lampias itu karena oleh


beberapa etiologi sebagai berikut :

1. Infeksi saluran kemih.


Keluhan ini biasanya disertai dengan nyeri saat buang air
kecil, buang air kecil tidak lampias, atau buang air kecil yang
sering namun hanya sedikit-sedikit.

28
2. Gangguan pada persarafan.
Gangguan pada persarafan kandung kemih dapat menyebabkan
gangguan buang air kecil. Hal ini biasanya terjadi pada pasien
dengan riwayat stroke.
3. Overactive Bladder (OAB).
OAB ditandai dengan berkemih minimal 3x dalam semalam
dan jumlah berkemih mencapai minimal 8x/hari, urinary
urgency (keinginan untuk segera berkemih), dan urinary
incontinence (tidak dapat menahan berkemih). OAB sendiri
memang lebih sering terjadi pada wanita. Faktor risikonya
adalah sering melahirkan dan berat badan berlebih.
4. Pembesaran Prostat
(Purnomo, 2012).

b. Apa dampak apabila tidak dilakukan operasi pada prostat?


Jawab :
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang
mneyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan
menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko
urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan
iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria
menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme yang
menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat menyebabkan
pyelonefritis

(Sjamsuhidajat,2005)

c. Apa makna enam bulan terakhir, Tn. S sering mengeluh BAK


keluar sendiri sehingga celana Tn. S sering basah?
Jawab :
Makna enam bulan terakhir, Tn. S sering mengeluh BAK keluar
sendiri sehingga celana Tn. S sering basah yaitu Tn. S mengalami
inkontinensia overflow.

29
d. Bagaimana perubahan anatomi dan fisiologi traktus urinarius?
Jawab :

Vesica urinaria  fungsi Perubahan morfologis


kontraktil tidak efektif lagi
 Trabekulasi ↑
& mudah terbentuk
 Fibrosis ↑
trabekulasi sampai
 Saraf autonom ↓
divertikel  akibat dari
 Pembentukan divertikula
peningkatan fibrosis &
Perubahan fisiologis
kandungan kolagen

 Kapasitas ↓
 Kemampuan menahan kencing ↓
 Kontraksi involunter ↑
 Volume residu pasca berkemih
 Pengosongan kandung kemih yang
tidak sempurna
 Berkurangnya konsentrasi faktor
antiadheren protein Tamm-Horsfall.

e. Bagaiamana patofisiologi dari inkontenensia?


Jawab :
 Faktor risiko (hormone terkait usia, stress oksidatif, iskemik
akibat gangguan pembuluh darah hiperplasia prostat
penyempitan uretra prostatika BAK tidaka lampias.

 Faktor risiko (perubahan anatomi organ kemih, melemahnya


otot dasar panggul) peningkatan fibrosis dan kandungan
kolagen pada dinding kandung kemih fungsi kontraksi
dari kandung kemih tidak efektif inkontinensia

 Riwayat BPH obstruksi aliran urin dari kandung kemih


> kehilangan tonus otot kandung kemih saat kandung

30
kemih penuu otot gagal berkontraksi inkontinensia
overflow.

f. Apa saja klasifikasi dari Inkontenensia?


Jawab :
Berdasarkan sifat reversibilitasnya inkontinensia urin dapat
dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1. Inkontinensia urin akut (Transient incontinence) :
Inkontinensia urin ini terjadi secara mendadak, terjadi kurang
dari 6 bulan dan biasanya berkaitan dengan kondisi sakit akut
atau problem iatrogenic dimana menghilang jika kondisi akut
teratasi. Penyebabnya dikenal dengan akronim DIAPPERS
yaitu : delirium, infeksi dan inflamasi, atrophic vaginitis,
psikologi dan pharmacology, excessive urin production
(produksi urin yang berlebihan), restriksi mobilitas dan stool
impaction (impaksi feses).
2. Inkontinensia urin kronik (Persisten) : Inkontinensia urin ini
tidak berkaitan dengan kondisi akut dan berlangsung lama
(lebih dari 6 bulan). Ada 2 penyebab kelainan mendasar yang
melatar belakangi Inkontinensia urin kronik (persisten) yaitu :
menurunnya kapasitas kandung kemih akibat hiperaktif dan
karena kegagalan pengosongan kandung kemih akibat
lemahnya kontraksi otot detrusor. Inkontinensia urin kronik
ini dikelompokkan lagi menjadi beberapa tipe (stress, urge,
overflow, mixed). Berikut ini adalah penjelasan dari masing-
masing tipe Inkontinensia urin kronik atau persisten :
 Inkontinensia urin tipe stress : Inkontinensia urin ini
terjadi apabila urin secara tidak terkontrol keluar akibat
peningkatan tekanan di dalam perut, melemahnya otot
dasar panggul, operasi dan penurunan estrogen. Gejalanya
antara lain kencing sewaktu batuk, mengedan, tertawa,
bersin, berlari, atau hal lain yang meningkatkan tekanan
pada rongga perut. Pengobatan dapat dilakukan tanpa

31
operasi (misalnya dengan Kegel exercises, dan beberapa
jenis obat-obatan), maupun dengan operasi. Inkontinesia
urin tipe stress dapat dibedakan dalam 4 jenis yaitu14:
1. Tipe 0 :pasien mengeluh kebocoran urin tetapi tidak
dapat dibuktikan melalui pemeriksaan
2. Tipe 1 :IU terjadi pada pemeriksaan dengan manuver
stress dan adanya sedikit penurunan uretra pada leher
vesika urinaria
3. Tipe 2 :IU terjadi pada pemeriksaan dengan penurunan
uretra pada leher vesika urinaria 2 cm atau lebih.
4. Tipe 3 :uretra terbuka dan area leher kandung kemih
tanpa kontraksi kandung kemih. Leher uretra dapat
menjadi fibrotik (riwayat trauma atau bedah
sebelumnya) dengan gangguan neurologic atau
keduanya. Tipe ini disebut juga defisiensi sfingter
intrinsik.
 Inkontinensia urin tipe urgensi : timbul pada keadaan otot
detrusor kandung kemih yang tidak stabil, yang mana otot
ini bereaksi secara berlebihan. Inkontinensia urin ini
ditandai dengan ketidak mampuan menunda berkemih
setelah sensasi berkemih muncul. Manifestasinya dapat
berupa perasaan ingin kencing yang mendadak ( urge ),
kencing berulang kali ( frekuensi ) dan kencing di malam
hari ( nokturia ). c) Inkontinensia urin tipe overflow : pada
keadaan ini urin mengalir keluar akibat isinya yang sudah
terlalu banyak di dalam kandung kemih, umumnya akibat
otot detrusor kandung kemih yang lemah. Biasanya hal ini
dijumpai pada gangguan saraf akibat penyakit diabetes,
cedera pada sumsum tulang belakang, atau saluran kencing
yang tersumbat. Gejalanya berupa rasa tidak puas setelah
kencing (merasa urin masih tersisa di dalam kandung
kemih), urin yang keluar sedikit dan pancarannya lemah.

32
Inkontinensia tipe overflow ini paling banyak terjadi pada
pria dan jarang terjadi pada wanita.
 Inkontinensia tipe fungsional: ditandai dengan keluarnya
urin secara dini, akibat ketidakmampuan mencapai tempat
berkemih karena gangguan fisik atau kognitif maupun
macam-macam hambatan situasi/lingkungan yang lain,
sebelum siap untuk berkemih. Faktor-faktor psikologi
seperti marah, depresi juga dapat menyebabkan
inkontinensia tipe fungsional ini. Biasanya juga terjadi pada
demensia berat, gangguan mobilitas, dan gangguan
neurologic.
 Inkontinensia urin tipe overflow : keadaan ini urin
mengalir keluar dengan akibat isinya yang sudah terlalu
banyak di dalam kandung kemih, pada umumnya akibat
otot detrusor kandung kemih yang lemah. Biasanya hal ini
bisa dijumpai pada gangguan saraf akibat dari penyakit
diabetes, cedera pada sumsum tulang belakang, dan saluran
kencing yang tersumbut. Gejalanya berupa rasanya tidak
puas setelah kencing (merasa urin masih tersisa di dalam
kandung kemih), urin yang keluar sedikit dan pancarannya
lemah
 Inkontinensia tipe campuran (Mixed) : merupakan
kombinasi dari setiap jenis inkontinensia urin di atas.
Kombinasi yangpaling umum adalah tipe campuran
inkontinensia tipe stress dan tipe urgensi atau tipe stress dan
tipe fungsional.

( Griebling ,2009).

33
g. Apa kemungkinan penyebab BAK keluar sendiri ?
Jawab :
Penyebab sulit menahan BAK (Boedhi, Darmojo, R. 2015):
 Kelainan urologik : misalnya radang, batu, tumor,
divertikel
 Kelainan neurologik : stroke, trauma pada medulla
spinalis, Sindroma Parkinson, demensia dan lain-lain.
 Obat-obatan (iatrogenik) : obat penghambat prostaglandin dan
obat penghambat kasium.
 Kelainan anatomik atau adanya tekanan

h. Apa makna setelah rutin minum obat, keluhan berkurang namun


Tn. S masih menggunakan popok dewasa pada malam hari ?
Jawab :
Keluhan berkurang karena prostat sudah mulai mengecil,
sedangkan masih menggunakan popok dewasa merupakan
neurogenical gallbladder yang lama kelamaan dapat menjadi
inkontinensia

i. Apa kemungkinan obat yang diberikan?


Jawab :
Untuk mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen
dinamik penyebab obstruksi intravesika dengan obat-obatan
penghambat adrenergik-α (adrenergic α-blocker) dan mengurangi
volume prostat sebagai komponen statik dengan cara menurunkan
kadar hormon testosteron/dihidrotestosteron melalui penghambat
5α-reduktase.
1) Penghambat reseptor α-adrenergik
 Fenoksibenzamin, yaitu penghambat alfa yang tidak
selektif yang ternyata mampu memperbaiki laju pancaran
miksi dan mengurangi keluhan miksi (Purnomo, 2012).
Fenoksibenzamin mengikat reseptor alfa secara kovalen,

34
yang menimbulkan penyekatan irreversibel berjangka
lama (14−48 jam atau lebih lama). Obat ini cukup selektif
terhadap reseptor α1, tetapi lebih lemah dari prasozin.
Obat ini juga menghambat ambilan kembali norepinefrin
yang dilepas oleh ujung saraf presinaptik adrenergik.
Fenoksibenzamin menyekat reseptor histamin (H1),
asetilkolin, dan serotonin seperti halnya reseptor α
(Katzung, 2012). Obat ini diserap per oral, walaupun
biovailabilitasnya rendah dan sifat kinetiknya tidak
diketahui dengan baik. Biasanya obat ini diberikan per
oral, dimulai dengan dosis rendah sebesar 10−20 mg/hari
yang dapat dinaikkan sampai mencapai efek yang
diinginkan. Dosis kurang dari 100 mg/hari biasanya sudah
cukup untuk menyekat reseptor alfa secara adekuat
(Katzung, 2012). Banyak efek samping yang ditimbulkan
terutama hipotensi postural dan takikardi. Sumbatan
hidung dan hambatan ejakulasi dapat pula terjadi. Karena
fenoksibenzamin memasuki sistem saraf pusat, obat ini
akan menimbulkan efek sentral yang kurang spesifik
seperti kelemahan, sedasi, dan mual. Obat ini dapat
menimbulkan tumor pada binatang, tetapi implikasi
klinisnya belum diketahui (Katzung, 2012).
 Prasozin merupakan suatu piperazinyl quinazoline yang
efektif pada penanganan hipertensi. Obat ini sangat
selektif terhadap reseptor α1 dan 1000 kali kurang kuat
pada reseptor α2. Hal ini dapat menjelaskan sebagian
mengenai ketiadaan relatif takikardi pada pemberian
prasozin dibandingkan dengan pemberian fentolamin dan
fenoksibenzamin. Prasozin melemaskan otot polos arteri
dan vena serta otot polos di prostat akibat penyekatan
reseptor α1 (Katzung, 2012).

35
 Tamsulosin adalah suatu antagonis kompetitif α1 dengan
struktur yang agak berbeda dari struktur kebanyakan
penyekat α1. Biovailabilitasnya tinggi dan memiliki waktu
paruh yang lama sekitar 9−15 jam. Obat ini dimetabolisme
secara ekstensif di hati. Tamsulosin memiliki afinitas yang
lebih tinggi terhadap reseptor α1A dan α1D dibandingkan
dengan subtipe α1B. Percobaan mengindikasikan bahwa
tamsulosin memiliki potensi yang lebih besar dalam
menghambat kontraksi otot polos prostat versus otot polos
vaskular dibandingkan dengan antagonis selektif α1 lain.
Selain itu, dibandingkan dengan antagonis lainnya,
tamsulosin memiliki efek yang lebih kecil terhadap
tekanan darah pasien pada kondisi berdiri (Katzung,
2012).

2) Penghambat 5α-reduktase (5-ARI)

Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan


dihidrotestosteron (DHT) dari testosteron yang dikatalis oleh
enzim 5α-reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya kadar
DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel prostat
menurun. Preparat yang tersedia mula-mula adalah
finasteride, yang menghambat 5α-reduktase tipe 2.
Dilaporkan bahwa pemberian obat ini 5mg sehari yang
diberikan sekali setelah enam bulan mampu menyebabkan
penurunan prostat hingga 28%. Hal ini memperbaiki keluhan
miksi dan pancaran miksi (Purnomo, 2012).

36
4. Riwayat penyakit dahulu : Menurut keluarga, Tn. S tidak mengalami
batuk lama dan riwayat sering berkeringat malam. Tn. S menderita
hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, kontrol tidak teratur, minum obat
Candesartan 1x8 mg.
a. Apa makna riwayat penyakit dahulu Menurut keluarga, Tn. S tidak
mengalami batuk lama dan riwayat sering berkeringat malam ?
Jawab :
Maknanya adalah untuk menyingkirkan diagnosis banding dari TB
paru.

b. Apa makna Tn. S menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu,


kontrol tidak teratur, minum obat Candesartan 1x8 mg ?
Jawab :
 Maknanya Hipertensi merupakan penyakit yang diderita oleh
Tn S dan penyebab terjadinya stroke yang dialaminya, dan
dipengaruhi oleh faktor pencetus yaitu kontrol yang tidak
teratur.
 Makna minum obat Candesartan yaitu menunjukan bahwa
Tn.S memiliki riwayat dan menggunakan obat antihipertensi
sampai saat ini.

Sintesis :

Candesartan adalah obat antihipertensi. Candesartan merupakan


salah satu obat golongan angiotensin II receptor blockers (ARB).
Candesartan bekerja dengan cara menghambat pengikatan
angiotensin II ke reseptor AT1 pada jaringan tubuh (misalnya pada
otot polos vascular, ataupun pada kelenjar adrenal), hal ini
mengakibatkan blokade vasokonstriksi dan pelepasan aldosterone.
Onset dari obat ini sekitar 2 – 3 jam. Obat ini memiliki durasi kerja
yang lebih atau sama dengan 24 jam. Diserap oleh saluran
pencernaan tubuh. Dan di ekskresikan melalui urin dan empedu
(sebagai unchanged drug dan melabolitnya tidak aktif).

(Katzung, 2012).

37
c. Apa hubungan hipertensi dengan keluhan?
Jawab :
Hubungan hipertensi dengan keluhan yang dialami oleh Tn.S yaitu
sebagai faktor presdiposisi terjadinya keluhan.

Renin > angiotensin I diubah oleh angiotensin I Converting


Enzyme (ACE) > angiotensin II > Stimulasi sekresi aldosteron dari
korteks adrenal > peningkatan volume darah > peningkatan
tekanan darah (Hipertensi)\

d. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik Candesartan?


Jawab :
FARMAKOKINETIK
 Absorsi : setelah pemberian oral, bioavailabilitas candesartan
adalah sebesar 15% hingga 40%. Setelah konsumsi tablet,
konsentrasi serum puncak (Cmax) tercapai setelah 3-4 jam.
Makanan tidak mempengaruhi bioavailabilitas candesartan
setelah pemberian kandesartan.
 Distribusi : volume distribusi kandesartan adalah 0,13 L/kg.
candesartan sangat terikat pada protein plasma (> 99%).
Pasien diabetic nefropati dengan proteinuria, dan mengalami
penurunan kadar protein plasma, beresiko efek toksik apabila
diberikan dengan dosis tinggi.
 Metabolisme : kandesartan dengan cepat dan lengkap
diaktifasi melalui hidrolisis ester selama absorpsi dan saluran
pencernaan. Candesartan mengalami metabolism minor di
hati oleh O-deethylation menjadi bentuk metabolit tidak
aktif. Penelitian secara in vitro menunjukan bahwa sitokrom
P450 isoenzim CYP 2C9 terlibat dalam biotransformasi
candesartan menjadi metabolit tidak aktif.
 Eksresi : total klirens plasma candesartan adalah 0,37 mL /
menit / kg, dengan klirens ginjal 0, 19 mL / menit / kg.

38
candesartan terutama diekskresikan tidak berubah dalam urin
dan feses (melalui empedu). Ekskresi renal candesartan
menurun seiring dengan menurunnya fungsi ginjal. Hal ini
menyebabkan perpanjangan waktu paruh obat. Karena ARB
dapat meningkatkan konsentrasi kalium dalam darah,
menggabungkan candesartan dengan obat lain yang dapat
meningkatkan konsentrasi kalium dalam darah, seperti
hydrodiuril (Dyazide), spironolakton (adactone), dan
suplemen kalium, dapat menyebabkan peningkatan
berbahaya pada kalium darah. Menggabungkan candesartan
atau ARB lain dengan obat anti-inflammatory drugs
(INSIDE) pada pasien yang sudah lanjut usia, volume cairan
kurang (termasuk yang pada terapi diuretik), atau dengan
fungsi ginjal yang buruk dapat mengakibatkan penurunan
fungsi ginjal, termasuk gagal ginjal. Efek ini biasanya
reversible.

FARMAKODINAMIKA
Candesartan menghambat efek angiotensin II tergantung pada
dosis. Setelah pemberian 1 minggu dosis 8 mg candesartan satu
kali sehari, efek inhibisinya adalah sekitar 90% pada konsentrasi
puncak, dengan inhibisi yang masih bertahan 50% selama 24 jam.
Konsentrasi plasma angiotensin I dan angiotensin II dan Plasma
Rennin Activity (PRA), meningkat tergantung dari dosis setelah
pemberian oral dan pengulangan dosis candesartan pada subjek
sehat, hipertensi, dan gagal jantung.
Aktivitas ACE tidak berubah pada subjek sehat setelah
pemberian candesartan berulang. Pemberian dosis candesartan satu
kali sehari sampai 16 mg pada subjek sehat tidak mempengaruhi
konsentrasi aldosteron plasma, tetapi menurunkan konsentrasi
plasma aldosteron ketika diberikan pada dosis 32 mg pada pasien

39
hipertensi. Disamping efek candesartan terhadap sekresi
aldosteron, sedikit efek terhadap natrium serum juga ditemukan.
1. Hipertensi
Uji multiple dosis pada pasien hipertensi, tidak ada perubahan
yang signifikan secara klinik dalam fungsi metabolic, termasuk
tingkat kolesterol dari 161 pasien diabetes tipe 2 dan
hipertensi, tidak terjadi perubahan kadar HbA1c.
2. Heart failure
Pada pasien gagal jantung, pemberian candesartan lebih besar
atau sama dengan 8 mg menurunkan tahanan vaskuler sistemik
dan tekanan kapiler pulmonary.
(Katzung, 2012).

5. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : tampak gelisah
Vital sign : TD : 160/90 mmHg, RR : 28x/menit, Temp : 37,2 oC, Nadi :
110x/menit reguler
Pemeriksaan khusus :
Kepala : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks : simetris, retraksi tidak ada, batas jantung kiri 3 jari mid
clavicula sinistra ICS V dan terdengar ronki basah kasar dibasal paru
kanan, slem (+), turgor kulit menurun.
Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan supra
pubik (-)
Pelvis : tampak kemerahan pada kulit area lumbosakral
Genital : RT pool atas tidak teraba, tidak berbenjol-benjol
Ekstremitas : kekuatan motorik ekstremitas kiri lemah (4)

a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan khusus?


Jawab :
Nilai normal Interpretasi
Tampak gelisah Compos Mentis Delirium

40
TD: 160/90 mmHg TD: Sistolik (120) Hipertensi
Diastolik (80)
RR = 28x/menit RR: 16-26 x/ menit Takipnea
Temp = 37,2 ˚ C Temp: 36,5˚- 37,2˚ C Normal
Nadi = 110 x/menit HR: 60-100 x/menit Takikardi
Kepala: konjungtiva tidak Normal
anemis,sklera tidak ikterik
Thoraks: simetris, retraksi tidak Cardiomegali,
ada, batas jantung kiri 3 jari mid Abnormal
clavicula sinistra ICS V dan Menandakan
terdengar ronki basah kasar adanya
dibasal paru kanan, slem (+), peningkatan
turgor kulit menurun. mukus sebagai
salah satu tanda
infeksi
Abdomen: datar, lemas, hepar Normal
dan lien tidak teraba, nyeri tekan
supra pubik (-)
Genital: RT pool atas tidak Tidak ada
teraba, tidak berbenjol-benjol prostatitis ataupun
Ca Prostat
Ekstremitas : Hemiparesis
kekuatan motorik ekstremitas
kiri lemah (4)

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik dan


Pemeriksaan Khusus?
Jawab :
 Hipertensi dan Hemiparesis
Secara umum pembuluh darah sedang sampai besar pada usia
lanjut sudah mengalami berbagai perubahan, terjadi penebalan

41
tunika intima dan tunika media yang pada akhirnya akan
menyebabkan kelenturan pembuluh darah tepi meningkat. Hal
inilah yang akan menyebabkan peningkatan tekanan darah
(hipertensi), Takikardi > tidak terkontrol > gangguan vaskositas
darah dalam pembuluh darah > plak aterosklerosis > stroke >
hemiparesis (Darmojo , B. 2015).

 Ronki basah di basal paru kanan dan takipnea


Mikroorganisme masuk → MO berada di saluran pernapasan →
MO menempel pada mukosa salura nnafas → MO yang berada di
saluran pernapasan atas menyebar dan berkolonisasi → terjadi
aspirasi ke saluran napas bawah→ ketika udara masuk suara
dihasilkan saat udara dipaksa untuk melewati saluran bronkus yang
dipersempit oleh adanya cairan, mukus, atau pus atau dapat juga
terjadi dengan cara membuka alveolus yang sebelumnya tidak
mengembang → ronki basah di basal paru kanan dan takipnea

6. Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 11 gr% Leukosit : 20.000/mm3
Diff : 0/0/0/78/20/2, LED : 20
Urin rutin : leukosit (-), eritrosit (-)
Kimia darah : Gula Darah sewaktu 100 mg/dl, ureum 40 mg/dl,
creatinin 0,8 mg/dl, asam urat 4 mg/dl

a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan Laboratorium?


Jawab :

Pemeriksaan Kasus Normal Interpretasi


Hb 11 g% 12-16 g% Normal
Leukosit 20.000/mm3 5000-10.000 Leukositosis
Basofil : 0-1 Eosinofil
Diff Count 0/0/0/78/20/2
Eosinofil : 1-3 menurun

42
Batang : 2-6 Netrofil segmen
Segmen : 40-70 meningkat: Shift
Limfosit : 20-40 to the right 
Monosit : 2-8 infeksi
Urin rutin:
Leukosit (-) 0-4 Normal
Eritrosit (-) 0-3 Normal
GDS 100 mg/dl <200 Normal
Ureum 40 mg/dl 20-40 mg/dl Normal
b. B Creatinin 0,8 mg/dl 0,5-1,5 mg/dl Normal
a Asam Urat 4 mg/dl 2-6 mg/dl Normal
g
aiamana mekanisme abnormal dari pemeriksaan Laboratorium ?
Jawab :
Penurunan fungsi dan jumlah mikrosilia serta penurunan refleks
batuk > mikroorganisme masuk melalui inhalasi> kolonisasi
(hidung, orofaring) > reaksi inflamasi dan pertahanan tubuh
(menghasilkan mukus)> leukositosis, LED meningkat,, shift to the
right.

7. Pemeriksaan MMSE: 3/30, ADL : 0


a. Apa interpretasi dari pemeriksaan MMSE?
Jawab:
Metode Skor Interpretasi
Single cutoff < 24 Abnormal
Range <21 Meningkatkan kemungkinan menderita
>25 demensia
Menurunkan kemungkinan menderita
demensia
Pendidikan 21 Abnormal untuk pendidikan kelas 8
< 23 Abnormal untuk pendidikan SMA
< 24 Abnormal untuk pendidikan kuliah

43
Keparahan 24-30 Tidak ada pelemahan kognitif
18-23 Pelemahan kognitif ringan
0-17 Pelemahan kognitif berat

Menurut tingkat keparahan, Tn.S mengalami kelainan kognitif


berat.

b. Bagaimana cara pemeriksaan MMSE?


Jawab:

Item Tes Nilai Nilai


maksimal
ORIENTASI
1. Sekarang (tahun), (musim), (bulan), 5 ---
(tanggal), hari apa?
2. Kita berada dimana? (negara), (propinsi), 5 ---
(kota), (rumah sakit), (lantai/kamar)
REGISTRASI
3. Sebutkan 3 buah nama benda ( Apel, 3 ---
Meja, Koin), tiap benda 1 detik, pasien
disuruh mengulangi ketiga nama benda
tadi. Nilai 1 untuk tiap nama benda yang
benar. Ulangi sampai pasien dapat
menyebutkan dengan benar dan catat
jumlah pengulangan
ATENSI DAN KALKULASI
4. Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap 5 ---
jawaban yang benar. Hentikan setelah 5
jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik
kata “ WAHYU” (nilai diberi pada huruf
yang benar sebelum kesalahan; misalnya
uyahw=2 nilai)
MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
5. Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama 3 ---
benda di atas
BAHASA
6. Pasien disuruh menyebutkan nama benda 2 ---
yang ditunjukkan ( pensil, buku)
7. Pasien disuruh mengulang kata-kata:” 1 ---
namun”, “ tanpa”, “ bila”

44
8. Pasien disuruh melakukan perintah: “ 3 ---
Ambil kertas ini dengan tangan anda,
lipatlah menjadi dua dan letakkan di
lantai”.
9. Pasien disuruh membaca dan melakukan 1 ---
perintah “Pejamkanlah mata anda”
10. Pasien disuruh menulis dengan spontan 1 ---
11. Pasien disuruh menggambar bentuk di 1 ---
bawah ini

Total 30 ---
c. A
pa interpretasi dari ADL : 0 ?
Jawab:
Interpretasi hasil Indeks Barthel:
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan Ringan
9-11 : Ketergantungan Sedang
5-8 : Ketergantungan Berat
0-4 : Ketergantungan Total

Interpretasi Indeks Katz :


Point : 13 – 17 : Mandiri
Point : 0 – 12 : Ketergantungan

Menurut interpretasi indeks Barthel ADL Tn. S mengalami


ketergantungan total dan menurut indeks katz ADL Tn. S
mengalami ketergantungan.

8. Pemeriksaan Rontgen Thorak :

45
a. Bagaimana Interpretasi dari pemeriksaan rontgen thorak ?
Jawab :
Tampak perselubungan pada basal pulmo dextra.

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan rontgen thorak?


Jawab :
Faktor Resiko ( Pneumonia)> infeksi pada parenkim paru > sekresi
dari sel goblet > gambaran perselubungan pada basal pulmo dextra

9. Bagaimana Cara mendiagnosis pada kasus ini ?


Jawab :
Anamnesis
Sejak 1 hari tampak bicara meracau terutama malam hari. Menurut
keluarga, saat diajak berbicara, Tn. S tidak menjawab sesuai dengan
pertanyaan dan terkadang tampak mengantuk. Mengalami batuk dengan
dahak yang sulit dikeluarkan disertai dengan nafsu makan menurun,
demam ada namun tidak terlalu tinggi. Tn. S hanya terbaring ditempat
tidur sejak 4 hari yang lalu. Sejak 3 bulan yang lalu, Tn. S menderita
stroke namun masih bisa berjalan dengan alat bantu.Tn. S sering
mengeluh BAK tidak lampias dan didiagnosis Dokter mengalami
pembesaran prostat. Tn. S sering mengeluh BAK keluar sendiri
sehingga celana Tn. S sering basah. Tn. S menderita hipertensi sejak 5
tahun yang lalu, kontrol tidak teratur.
Pemeriksaan Fisik
Hipertensi, Batas jantung kiri 3 jari mid clavicula sinistra ICS V dan
terdengar ronki basah kasar dibasal paru kanan, slem (+), turgor kulit
menurun, tampak kemerahan pada kulit area lumbosakral, kekuatan
motorik ekstremitas kiri lemah (4)
Pemeriksaan Laboratorium
Shift to the right, leukositotis, peningkatan LED

46
10. Bagaimana Differential Diagnosis pada kasus ini ?
Jawab :
1) Delirium dan sindrom geriatric
2) Inkontinensia urin tipe overflow
3) Pneumonia
4) Meningitis
5) DM
6) Imobilisasi
Tipe campuran Tipe urgensia Tipe stress Tipe overflow
Urin keluar Ada keinginan Ada keinginan Tekanan Vesika urinaria
pada saat untuk kencing ( untuk kencing
intraabdomen mencapai kapasitas
tidak mampu (tidak mampu
menunda ) > 8X menunda)> 8X meningkat maksimum tetapi
sehari (tipe sehari
(batuk, bersin, tidak dapat keluar
urgensi) dan
tekanan mengangkat beban) semuanya
intraabdomen
meningkat
(batuk, bersin,
mengangkat
beban) (tipe
stress)
Menopause Faktor risiko Faktor risiko Faktor risiko -
Terdapat Paling banyak Non neurogenik:  Prolaps  Menurunnya
pada tipe urgensi dan  Inflamasi atau
hiermobilitas kontraksi kandung
stress iritasi pada
kandung kemih uretra kemih sekunder
 Proses menua:
 Perubahan posisi akibat obat-obatan
kelemahan otot
dasar panggul uretra dan yang merelaksasi
 Idiopatik otot detrusor
kandung kemih
Non neurogenik:  Defisiensi kandung kemih
 Ssp yang
instrinsik sfingter  Denervasi pada
menghambat
kontraksi ( kongenital) detrusor akibat
kandung kemih
 Denervasi akibat kelainan
 Kelainan
neurologik obat peghambat neurologis yang
akibat lesi mempengaruhi
adrenergic
suprapontin

47
(stroke,parkins alfa,trauma inervasi kandung
on)
bedah,radiasi kemih
 Trauma
medulla  Predisposisi :  Obstruksi aliran
spinalis
obesitas,batuk urin akibat
 Obat-obatan
 Kelainan kronik,trauma pembesaran
metabolic perineal,melahirk prostat, impaksi
seperti
hipoksemia an feses. Striktur
dan enselopati pervaginam,terapi uretra akibat
radiasi keganasan agonis adrenergic
alfa.
 Obstruksi
anatomic pada
perempuan
prolapspelvis dan
distorsi uretra
 Neuropati diabetes
mellitus

11. Pemeriksaan penunjang pada kasus ini?


Jawab :
USG traktus urogenital: menilai derajat BPH, EKG, geriatric depression
scale, mini nutritional assessment (MNA), CT Scan otak, kultur darah
untuk menilai bakteri pneumonia.

12. Bagaimana working diagnosis kasus ini ?


Jawab :
Delirium + Sindrom Geriatri (infeksi pneumonia, imobilisasi, dan
inkontenensia urin tipe overflow) et causa degeneratif.

13. Bagaimana tatalaksana pada kasus ini?


Jawab :
Tatalaksana pada kasus yang dapat diberikan, yaitu :

48
1. Farmakologi
 Pneumonia
Eritomisin dan kuinolon. Dosis 250-500 mg/6 jam diberikan 7-10
hari
 Inkontinensia urin
Untuk tipe overflow: kolinergik agonis: Bethanechol dosis 10-30
mg.
 Delirium
Yang sering dipakai adalah Haloperidol melalui jalur oral maupun
parenteral. Dosis nya 0,5-1,0 mg per oral atau intramuscular
maupun intravena (IM/IV); titrasi dilakukan 2-5 mg tiap satu jam
sampai total kebutuhan sehari sebesar 10 mg terpenuhi.
 BPH
Rujuk untuk di lakukan tindakan operasi untuk mengurangi
obstruksi.

2. Nonfarmakologi
a) Blader training jika sudah operasi BPH
b) Stimulasi fungsi kognitif
c) Olahraga ringan
d) Psikoterapi

Preventif (Usia 50-75 tahun):


a. Lanjutkan optimalisasi nutrisi sehat.
b. Lakukan olahraga sedapat mungkin : aerobik dan resistif.
c. Hindari pemaparan zat toksik: obat berbahaya, sinar matahari
berlebihan dan lingkungan berbahaya.
d. Jalani pemeriksaan kesehatan periodik: tingkatkan konsentrasi pada
penatalaksanaan masalah kesehatan kronis dengan penekananpada
pencegahan komplikasi (misalnya hipertensi, dislipoproteinemia,
diabetes, deteksi dan pengobatan kanker secara dini).

49
e. Pertahankan status imunisasi : vaksinasi tahunan terhadap influenza
dan vaksin tetanus dan pneumokokal sekali setelah usia 65 tahun)
f. Wanita : lakukan mamogram tahunan, tangani menopause cara
optimal; pertimbangkan terapi sulih hormon, suplemen kalsium,
vitamin D untuk cegah osteoporosis.
Pria: selidiki gejala-gejala pembesaran prostat. Lakukan
pemeriksaan colok dubur, periksa PSA kalau terdapat peningkatan
risiko.
g. Pendidikan berkelanjutan, termasuk pendidikan kesehatan.
h. Tetap lakukan kegiatan sosial, rundingkan transisi pensiun dengan
baik dengan perencanaan dan pikiran ke depan yang baik (termasuk
rencana bersama pasangan untuk perubahan gaya hidup, keuangan
dan hubungan sosial yang terjadi
 Inkontinensia urin
Metoda pengobatan inkontinensia urin ada tiga:
a. Teknik latihan perilaku (Behavorial trainang), yang
mempelajari dan mempraktekkan cara-cara untuk mengontrol
kandung kemih dan otot-otot sfingter dengan cara latihan
kandung kemih (bladder training), cara latihan otot dasar
panggul (pelvic floor exercise). Lebih dari separuh penderita
inkontinensia tertolong dengan cara ini, tanpa risiko pengobatan
yang terjadi.
b. Obat-obatan, banyak obat-obat yang tersedia, dan 77 %
penderita menunjukkan perbaikan yang jelas, bahkan sekitar
44% sembuh.
c. Pembedahan, 76 – 92 % penderita yang membutuhkan operasi
dapat disembuhkan .
Mengingat tingginya tingkat keberhasilan dari dari latihan otot dasar
panggul, maka pada kasus ini pasien disarankan untuk melakukan
latihan tersebut.
(Boedhi, 2015).

50
14. Apa komplikasi yang dapat terjadi pada kasus ini?
Jawab :
Depresi, penurunan kualitas hidup
 Ulkus dekubitus, Kelembapan yang disebabkan inkontinensia urin
dapat menyebabkan jaringan kulit mudah terkena pergesekan,
perobekan jaringan, dan maserasi yang akan menjadi ulkus
dekubitus.
 Infeksi saluran kemih, penutupan uretra yang tidak sempurna dan
higienis yang buruk pada pasien inkontinensia dapat meneybabkan
terjadinya ISK.
 Sepsis, jika infeksi dari ulkus dekubitus ataupun ISK tidak ditangani
dengan cepat dapat berujung Sepsis.
 Gagal ginjal, Jika sepsis tidak segera diobati dapat menyebabkan
multiorgan dysfunction salah satu organ yang terkena dampaknya
adalah ginjal.

15. Bagaimana prognosis pada kasus ini?


Jawab :
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

16. Bagaimana KDU pada kasus ini?


Jawab :
 Delirium: 3A
Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan
awal, dan merujuk.
3A. Bukan gawat darurat
“ Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan
memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat
darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling

51
tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga
mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan”.

 Inkontinensia urin dan BPH : 2


2 mampu mendiagnosis dan merujuk

“Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap


penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan”.

 Pneumonia: 4A
Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan
penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan
penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas. 4A.
Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter.

(Konsil Kedokteran Indonesia, 2012).

17. Bagaimana NNI pada kasus ini?


Jawab :
Riwayat dari Usamah ibn Syuraik R.a, berkata, “Ada beberapa
orang Arab bertanya kepada Rasulullah Saw.:”Wahai Rasulullah,
apakah kami harus mengobati (penyakit kami), Rasulullah menjawab,
“Obatilah. Wahai hamba-hamba Allah lekaslah kalian berobat,
karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan satu penyakit,
diriwayat lain disebutkan, beberapa penyakit. Kecuali diturunkan pula
obat penawarnya Kecuali satu yang tidak bisa diobati lagi”, mereka
pun bertanya,”Apakah itu wahai Rasul?”, Rasulullah pun menjawab,
“Penyakit Tua”(H.R At-Turmudzi)

52
2.6 Kesimpulan
Tn. S usia 78 tahun datang dengan keluhan bicara meracau terutama malam
hari, batuk dengan dahak sulit keluar, demam tidak terlalu tinggi, dan
gangguan BAK karena mengalami delerium dan sindroma geriatri (infeksi
pneumonia, imobilisasi, dan inkontenensia urin tipe overflow) et causa
degeneratif.

2.7 Kerangka Konsep

Faktor Risiko

Usia, Jenis Infeksi


Hipertensi
Kelamin pneumonia

Demam dan Arteriosklerotik


BPH
batuk dahak pem. Darah otak
sulit keluar

Inkotinensia urin tipe Imobilisasi Stroke


Delirium
overflow

Sindrom Geriatri

53
DAFTAR PUSTAKA

Alagiakrishnan, Delirium, , 2017.J. R. Maldonado, Am J. Geriatri Psychiatry,


2013, 21 (12) 1190-1222. (diakses 2 Oktober 2019) Diunduh dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24206937

American Psychiatric Association Diagnostik dan Statistik Manual of Mental


Disorders. 2000. Washington, DC: American Psychiatric Association
Baehr, M., Frotscher, M. 2005. Duus’ Topical Diagnosis in Neurology. 4th ed.
Thieme: New York. pp 350-353.

Boedhi, Darmojo, R. 2015. Buku Ajar Geriatri ( Ilmu Kesehatan Usia Lanjut)
Edisi Ke-5. Jakarta : FKUI.
Campbell, W. W. 2013. DeJong’s The Neurologic Examination, 7 th ed.
Lippincott Williams & Wilkins: Philadelphia.

Depkes RI. 2006. Pedoman Pembinaan Kesehatan Jiwa Usia Lanjut bagi Petugas
Kesehatan. Jakarta: Depkes.
Duus, P. 2007. Diagnosis Topik Neurologi. Edisi IV. Penerbit Buku Kedokteran
EGC; Jakarta. Hal.263-294.

Grieblig, T.L. 2009. Urinary Incontienence in the Elderly. Clinics in Geriatric


Medicine. 25, Issue 3:447. (diakses 2 Oktober 2019). Diunduh dari
https://doi.org/10.1016/j.cger.2009.06.004
Guyton, Hall. 2013. Textbook of Medical Physiology, 12th ed. Pp 1068-1275.

Inouye, R. G. J.2014. Delirium In Elderly People. 383 (9920) 911- 922. (diakses
2 Oktober 2019). Diunduh dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pmc4120864/

Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia.


Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.

54
Katzung, Bertram G. 2012. Basic and Clinical Pharmacology. 10th ed. McGraw-
Hill Medical.
Kemenkes RI. 2018. Masalah Kesehatan pada Lansia. (diakses 2 Oktober 2019).
Diunduh dari http://www.yankes.kemkes.go.id/read-masalah-kesehatan-
pada-lansia-4884.html
Martono, H. (2009). Geriatri (Ilmu Kesehatan Lanjut Usia). Jakarta: Balai
Penerbit; FKUI.
Mendoza, J., Foundas, A.L. 2008. Clinical Neuroanatomy : a Neurobehavioral
Approach. USA: Springer).

Nieuwenhuys et al. 2008. The Human Central Nervous System. 4th ed. Springer:
Germany. Pp 20- 22.

Price, S. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.

Purnomo.2012. Dasar- Dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto.

Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta: EGC.

Snell Richard S. 2009. Neuroanatomi Klinik. Penerbit Buku Kedokteran EGC:


Jakarta. Hal 292-303.

Williams P.L. 2008. Gray’s Anatomy : The Anatomical Basis of Medicine and
Surgery. Ed 40th. British Edition.

World Health Organization. 2004. The World Health Organization Quality of Life
(WHOQOL)–BREF. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2019 dari
http://www.who.int/substance_abuse/research_tools/en/indonesian_whoqo
l.pdf Edition.USA : John Wiley & Sons.

55
56

Anda mungkin juga menyukai