OLEH:
Kelompok I
2. Epidemiologi
Stroke merupakan satu masalah kesehatan yang besar dalam kehidupan modern
saat ini. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena
serangan stroke, sekitar 2,5% atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan
maupun berat. Jumlah penderita stroke cenderung meningkat setiap tahun , bukan
hanya menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia
muda dan produktif. Sroke, dapat menyerang setiap usia, bertambahnya usia, makin
tinggi usia seseorang ,makin tinggi kemungkinan terkena serangan srtoke.
Di Indonesia, belum ada data epidemiologis srtoke yang lengkap, tetapi proporsi
penderita sroke dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Hal ini terlihat dari laporan
survey kesehatan Rumah Tangga Depkes RI di berbagai Rumah Sakit di 27 provinsi di
Indonesia. Hasil survey itu menunjukkan terjadinya peningkatan antara 1984 sampai
1986, dari 0,72% penderita pada 1984 menjadi 0,89% penderita pada 1986.
Sroke atau cerebrovaskular accident, merupakan penyebab invaliditas yang
paling sering pada golongan umur diatas 45 tahun. Di Negara industry, stroke
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan keganasan.
3. Klasifikasi
Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan
penyakitnya, yaitu :
a. TIA’S (Trans Ischemic Attack)
Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja
dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict)
Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam
waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu..
c. Stroke in Volution
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul
semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam
beberapa jam atau beberapa hari.
d. Stroke Komplit
Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanen
4. Etiologi
a. Trombosis Serebri
Trobosis serebri ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
edema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orng tua
yang sering tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan
simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia
serebri. Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak
:
1) Arteriosklerosis
Arteroskerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan dan elastisitas didinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
arterosklerosis bermacam – macam. Kerusakan dapat terjadi melalui
mekanisme berikut ; lumen arteri menyempit dan dan menyebabkan
berkurangnya aliran darah, oklusi mendadak pembuluh darah karena
terjadi thrombosis, merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus) dan dinding arteri menjadi
lemah dan terjadi aneurisme kemudian robek dan terjadi perdarahan.
2) Hiperkoagulasi pada polisitemia
Darah bertambah kental, peningkatan vikositas/hematokrit meningkat
dapat melambatkan aliran darah serebri.
3) Arteritis ( radang pada arteri)
b. Emboli
Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak, dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat system arteri serebri. Emboli tersebut
berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10 – 30 detik. Beberapa
keadaan di bawah ini dapat menimbulkan emboli : katup – katup jantung
yang rusak akibat penyakit jantung reumatik, infark miokardium, fibrilasi,
dan keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel
sehingga darah membentuk gumpalan kecil. Endokarditis oleh bakteri dan
non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan – gumpalan pada
endokardium.
5. Faktor Risiko
Ada beberapa factor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;
a. Hipertensi
Dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat
menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga
dapat mengganggu aliran darah cerebral.
b. Aneurisma pembuluh darah cerebral
Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat
yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan
maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan.
c. Kelainan jantung / penyakit jantung
Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan
endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan
menurunkan aliran darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses
embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.
d. Diabetes mellitus (DM)
Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yaitu terjadinya
peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah
khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga Berdampak
juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral.
e. Usia lanjut
Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk
pembuluh darah otak.
f. Polocitemia
Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi
lambat sehingga perfusi otak menurun.
g. Peningkatan kolesterol (lipid total)
Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan
terbentuknya embolus dari lemak.
h. Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol
sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah
satunya pembuluh drah otak.
i. Perokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin
sehingga terjadi aterosklerosis.
j. Kurang aktivitas fisik
Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk
kelenturan pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya
pembuluh darah otak.
6. Patofisiologi
Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark bergantung pada faktor – faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan
adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
tersumbat.
Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan
local (thrombus, emboli, spasme vascular) atau karena gangguan umum (hipoksia,
karena gangguan paru – paru dan jantung). Arteroskerosis sering kali merupakan faktor
penting untuk otak, thrombus dapat berasal dari plak arterosklerosis, atau darah dapat
beku pada area yang stenosis tempat aliran darah dan akan lambat / terjadi turbelensi.
Trobus dapat peah dari dinding pembuluh darah dan terbawa sebagai emboli dalam
aliran darah. Thrombus mengakibatkan :
a. Iskemia jaringan otak pada area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
bersangkutan
b. Udema dan kongesti di sekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang – kadang sudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.
Karena thrombosis biasanya tidak fotal, jika tidak terjadi perdarahan pasif.
Oklusi pada pembuluh darah serebri oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis
diikuti thrombosis. Jika terjadi infeksi sepsis akan meluas pada dinding pembuluh
darah, maka akan terjadi abses atau ensefalitis, tau jika sisa infeksi berada pada
pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal
ini dapat menyebabkan perdarahan serebri, jika aneurisma peah atau rupture.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh rupture arterosklerosis dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intra serebri yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dan keseluruhan penyakit serebrovaskular,
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak / peningkatan tekanan
intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falks serebri
atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan
darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nucleus
kaudatus, falamus dan pons.
Jika sirkulasi serebri terhambat, dapat berkembang anoksia serebri. Perubahan
disebabkan oleh anoksia serebri dapat reversible untuk jangka waktu 4-6 menit.
Perubahan irreversible bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebri dapat terjadi
oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan
parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relative banyak akan mengakibatkan
peningkatan tekanan intracranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak
terganggunya drainase otak.
Elemen – elemen vasoaktif darah yang keluar serta kastrade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron – neuron di daerah yang terkena
darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis.
Apabila volume darah lebih dari 60cc maka risiko kematian sebesar 93% pada
perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lebar. Sedangkan bila terjadi perdarahan
serebral dengan volume antara 30cc-60cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar
75% tetapi volume darah 5cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal.
Pathway
Faktor – faktor risiko stroke
Ketidakseimbangan Defisit
Nutrisi Kurang dari Perawatan Gangguan Eliminasi
KebutuhanKematian
tubuh Diri (ADL) Urine dan Disfungsi
Motilitas Gastrointestinal
Tingkat kesadaran disfungsi persepsi sensori
spasial dan kehilangan sensorik
bed rest
Iskemik
Perubahan Persepsi Sensori pada jar. di
hipotalamus
Kurang terpajan
Penekanan Jaringan setempat terhadap Gangguan
informasi termoregulasi
tubuh
Hipertermi
7. Gejala Klinis
a. Awitan (onset) : Sub- akut
b. Waktu ( saat terjadi awitan): Mendadak
c. Peringatan :Bangun pagi / istirahat.
d. Nyeri Kepala: ±50% TIA
e. ± terjadi kejang
f. Tidak terjadi muntah
g. Kadang kesadaran menurun atau koma
h. Tidak terjadi kaku kuduk
i. Tidak terjadi edema pupil
j. Tidak terjadi perdarahan retina
k. Terjadi bradikardi pada hari ke -4
l. Penyakit lain : tanda adanya arteriosklerosis di retina, koroner, perifer, emboli,
pada kelainan kutub, fibrilasi, bising karotis.
m. Angiografi : oklusi stenosis
n. CT scan : Densitas berkurang (lesi Hipodensi)
o. Jika dilakukan pemeriksaan mata menggunakan opthalmoskop didapatkan
fenomena silang silver wire art.
8. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi
bunyi nafas seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi secret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke
dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat kesadaran
composmetis pada pengkajian inspeksi pernapasan tidak ada kelainan . Palpasi
thoraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak
didapatkan bunyi nafas tambahan.
b. B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan renjatan (syok) hipovelemik
yang sering terjadi pada pasien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi
peningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi TD > 200mmHg.
c. B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologist bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan aliran darah kolateral ( sekunder atau aksesori). Lesi otak yang
rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 merupakan pengkajian
terfokus dan lebih lengkapa dibandingkan dengan pengkajian system lainnya.
d. B4 ( Bladder)
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, ketidakmampuan
untuk menggunakan sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermitten dengan tehnik steril. Inkotinensia
urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e. B5 ( Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menalan, nafsu makan menurun, mual dan
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.
Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus.
Adanya inkotinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.
f. B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control
volunteer terhadap gerakan motorik. Karena neuron atas melintas, gangguan
control motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan
pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor
paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada
sisi otak berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah
tanda yang lain. Pada kulit, jika pasien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat
dan kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek. Disamping itu perlu juga
dikaji tanda – tanda dekubitus, terutama pada daerah yang menonjol karena
pasien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesukaran untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensorik, atau paralisis/hemiplegia,
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
Keadaan Umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran. Suara bicara kadang mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara, dan tanda – tanda
vital: meningkatnya tekanan darah. Dan denyut nadi bervariasi.
Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadarn kita merupakan parameter yang paling mendasar dan paling
penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran klien dan respons
terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk mendeteksi
disfungsi system persarafan. Beberapa system digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan kesadaran. Pada keadaan lajut
tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat latergi, stupor,dan
semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS
sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantauan pemberian asuhan.
g. Status Mental : Observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya
bicara klien, observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik dimana pada klien
stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
h. Fungsi Intelektual : Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan
kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami kerusakan otak, yaitu kesukaran
untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
i. Kemampuan Bahasa : Penurunan kemampuan bhasa tergantung dari daerah lesi
yang mempengaruhi fungsi dari serebri. Lesi pada daerah hemisfer yang
dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area wernickle)
didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau
bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior
( area broca ) didaptkan disfagia ekspresif dimana klien dapat mengerti, tetapi
tidak dapat menjawab dengan cepat dan bicaranya tidak lancer. Distarsia (
kesulitan berbicara) ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertangguang jawab untuk menghasilkan
bicara. Apraksia ( ketidakmapuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya ) seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya.
j. Lobus Frontal : Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan bila
kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori atau fungsi
intelektual kortikal yang lebih tingggi mungkin rusak. Disfungsi ini ditunjukkan
dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa , dan kurang
motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustasi dalam
program rehabilitasi mereka.
k. Hemisfer : Stroke hemisfer kanan mrnyebabkan hemiparese sebelah kiri tubuh,
penilaian buruk, dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga
kemungkinan terjatuh kesisi yang berlawanan tersebut. Stroke pada hemisfer
kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat hati – hati,
kelainan lapang pandang sebelah kanan, difagia global, afasia, dan mudah
frustasi.
Pemeriksaan Saraf Kranial
a. Saraf I : Biasanya pada klien sroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
b. Saraf II : Biasanya persepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer
diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual – spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) yang terlihat
pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian
tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh.
c. Saraf III, IV,VI : Apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi otot – otot
okularis didapatkan penurunankemampuan gerakan konjgat unilateral di sisi
yang sakit.
d. Saraf V : Pada keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus,
didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah.
Penyimpangan rahang bawah bawah ke sisi ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot
– otot pterigoideus internus dan eksternus.
e. Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah
tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
g. Saraf IX dan X : Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
h. Saraf XI : Tidak ada Antrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII : Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indra
pengecapan normal.
9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Angiografi Serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya rupture dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler.
b. Lumbal Fungsi
Pemeriksaan Likuoryang merahbiasanya dijumpai pada perdarahan yang massif,
sedangkan perdarahan yang keil biasnya nlikuor masih normal (xantokhrom)
sewaktu hari –hari pertama.
c. Pemeriksaan Darah Rutin
Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula
darahdapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur – angsur
turun kembali.
Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
d. CT scan : Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan hipertensi fokal, kadang – kadang masuk ke
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
e. MRI ( Magnetic Resonance Imaging )
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta
besar/ luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
area yang mengalami lesi dan infark akibat hemoragik.
f. USG Droppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)
g. EEG (Elektroenchepalography)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
10. Komplikasi
a. Dalam hal imobilisasi : Infeksi pernapasan, nyeri tekan, kontipasi, dan
tromboflebitis
b. Dalam hal paralisis : Nyeripada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas,
dan terjatuh.
c. Dalam halb kerusakan otak : epilepsy dan sakit kepala
d. Hidrosefalus
11. Prognosis
Menurut Chusid (2006) prognosis thrombosis cerebri ditentukan oleh lokasi dan
luasnya infark, juga keadaan umum pasien. Umumnya makin lambat penyembuhannya,
maka semakin buruk prognosisnya. Pada emboli cerebri, prognosis ditentukan juga dengan
adanya emboli dalam organ – organ yang lain. Bila pasien dapat mengatasi serangan yag
akut, prognosis kehidupannya membaik. Dengan rehabilitasi yang aktif, banyak penderita
dapat berjalan lagi dan mengurus dirinya.
14. Pencegahan
Cara terbaik untuk mencegah terjadinya stroke adalah dengan mengidentifikasi orang
– orang yang berisiko tinggi dan mengendalikan faktor risiko sebanyak mungkin, seperti
kebiasaan merokok, hipertensi dan stenosis di pembuluh carotid, mengatur pada makan
yangsehat dan menghindari makanan yang mengandung kolesterol jahat (LDL), serta
olahraga secara teratur.
Beberapa institusi kesehatan seperti American Heart Association atau American
Stroke Association Council, Council on Cardiovascular radiologi and Intervention
memberikan panduan pencegahan yang dimulai dengan penanganan seksama berbagai
penyakit yang ditimbulkan oleh arterosklerosis, penggunaan senyawa anti – trombotik
untuk kardioembolisme dan senyawa anti – keeping darah bagi kasus non-
kardioembolisme, diikuti dengan pengendalian faktor risiko seperti arterial dissection,
patent foramen ovale, hiperhomosisteinemia, stroke saat kehamilan, stroke akibat
pengguanaan hormone pasca menopause, hipertensi, kebiasaan merokok, diabetes dan
konsumsi obat – obatan dan lain – lain.
B. KONSEPDASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesis
Klien meliputi nama, usia (kebanyakan terjadi pada lansia), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk
rumah sakit, nomor register dan diagnosis medis dan kaji akan masalah
emosional, Bartel Indeks, GDS, SPSMQ.
b. Riwayat penyakit saat ini
Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak
pada saat px bangun pagi/ istirahat. Biasanya terjadi nyeri kepala ± 50 %
pada stroke non hemoragik TIA, biasanya px dengan stroke non hemoragik
jarang mengalami mual muntah. Selain gejala kelumpuhan separuh badan
atau ganguan fungsi otak yang lain. Stroke non hemoragik juga dapat terjadi
kejang sampai tidak sadar. Adanya penurunan dan perubahan pada tingkat
kesadaran dalam hal perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan
perilaku juga umum terjadi sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi
letargi, tidak responsive dan koma.
c. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus ,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral ynag
lama, penggunaan obat – obat antikoagulan, aspiri, vasodilator, obat – obat
adiktif
dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat – obat yang sering digunakan
klien, seperti pemakaian obat anti hipertensi, antilipidia, penghambat beta
dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alcohol dan penggunaan
obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian
dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji
lebih lanjut dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
d. Riwayat Penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus
atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
e. Pengkajian (Bio – psiko – sosio – cultural - spiritual)
1) Aktivitas/ istirahat
Adanya kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis terdapat ganguan
tonus otot dan gangguan tingkat kesadaran.
2) Sirkulasi
Adanya hipertensi arterial, disritmia, desiran pada karotis dan aorta yang
abnormal.
3) Integritas Ego
Ditemukan adanya emosi yang labil dan kesulitan untuk
mengekspresikan diri, perasaan tidak berdaya dan putus asa.
4) Eliminasi
Ditemukan adanya perubhan pola berkemih seperti inkotinensia urine
maupun anuria, distensi abdomen (pada perabaan kandung kemih
berlebihan).
5) Status nutrisi
Didapatkan anoreksia, mual dan muntah fase peningkatan TIK,
kehilangan sensasi pada lidah (rasa kecap), pipi, tenggorokan, disfagia
(kesulitan menelan)
6) Neuro sensori
Sinkope/pusing (sebelum serangam CSV/selama
TIA).Kelemahan/kesemutan/kebas (biasanya terjadi selama serangan
TIA yang ditemukan dalam berbagai derajat pada stroke jenis yang
lain.), sisi yang terkena terlihat seperti “mati / lumpuh”, penglihatan
menurun , seperti buta total, kehilangan daya lihat sebagian (kebutaan
monokuler), penglihatan ganda(diplopia) atau gangguan yang lain.
Sentuhan : hilangnya rangsangan sensorik kontralateral (pada sisi tubuh
yang berlawanan) pada ekstrimitas dan kadang – kadang pada ipsilateral
(yang satu sisi) pada wajah. Status mental/ tiingkat kesadaran : tingkat
kesadarannya biasanya sadar jika penyebabnya adalah thrombosis yang
bersifat alami.
7) Nyeri / kenyamanan
Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda – beda (karena arteri
karotis terkena). Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan
pada otot/fasia.
8) Pernapasan
Otot – otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunya aktivitas dari silia, paru – paru kehilangan elastisitas,
kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapisitas
pernafasan maksimun menurun, dan kedalaman bernafas menurun,
alveoli ukuranya melebear dari biasa dan jumlahnya berkurang. O2 pada
arteri menurun menjadi 75mmHg, CO2 pada arteri tidak berganti,
kemampuan untuk batuk berkurang, kemampuan pegas, dinding, dada,
dan kekuatan otot pernafasan menurun seiring dengan pertambahan
usia.
9) Keamanan
Motorik / Sensorik : masalah dengan penglihatan
Perubahan persepsi terhadap orientasi terhadap orientasi tempat tubuh
(stroke kanan). Kesulitan untuk melihat objek dari sisi kiri (pada stroke
kanan) . Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit. Sfingter
pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, hilangnya
daya akomodasi, menurunnya lapang pandang, berkurangnya laus
pandangnya, kornea lebih berbentuk sferis (bola), lensa lebih suram
(kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, jelas menyebabkan gangguan
pengelihatan.
10) Interaksi social
Masalah bicara , ketidakmampuan untuk berkomunikasi
11) Penyuluhan / Pembelajaran
Bantuan dalam hal transportasi, olahraga (senam lansia), penyiapan
makanan, perawatan diri secara mandiri, tindakan mencegah
kecelakaan, dan memelihara keseimbangan istirahat/tidur.
MANDIRI
Katakan untuk mengikuti perintah Untuk menguji afasia reseptif
secara sederhana seperti tutup
matamu dan lihat ke pintu
Perintahkan klien untuk Menguji afasia ekspresif misalnya
menyebutkan nama suatu benda klien dapat mengenal benda
yang diperhatikan tersebut tetapi tidak dapat
menmyebutkan namanya.
HEALTH EDUCATION (HE)
Ajarkan pengunjung berkomunikasi Menurunkan isolasi social &
denngan kien misalnya membaca mengefektifkan komunikasi
surat membicarakan kluarga
KOLABORASI
Konsultasikan ke ahli terapi bicara Mengkaji kemampuan verbal
individual & sensorik, motorik &
fungsi kognitif untuk
mengidentifikasikan desfisit &
kebutuhan terapi
OBSERVASI
Identifikasi dan diskusikan risiko Klien tidak menerima dengan tidaka
timbulnya bahaya yang tidak nyata adanya kesembuhan dari standar
dan terapi alternatif penanganan yang dialakukan dan
akan mencari sumber lain yng
memberikan kesembuhan.
Diskusikan mengenai posisi tubuh Menurunkan regangan otot leher dan
yang normal lengan, serta menghilangkan
ketegangan tubuh.
MANDIRI
Anjurkan klien untuk menyediakan Perasaan berlebihan mengakibatkan
waktu agar dapat relaksasi. lupa untuk memikirkan penerimaan
diri yang dapat memperberat sakit
kepala.
Anjurkan untuk menggunakan Pengeluaran penghilang nyeri tubuh
aktivitas otak dengan benar, missal, alamiah (endorphin) membantu klien
mencintai dan tertawa. menurunkan nyeri.
Anjurkan klien untuk selalu Memberi kesempatan me-
memperhatikan sakit kepala yang ngidentifikasi atau mengendalikan
dialami dan faktor presipitasi faktor yang menjadi pencetus akibat
sakit kepala.
Bantu klien mengidentifikasi faktor Menghindari faktor untuk mencegah
predisposisi, seperti stress, emosi, berulangnya atau kambuhnya
suhu yang berlebihan, alregi serangan.
terhadap makanan atau lingkungan.
HEALTH EDUCATION (HE)
Berikan informasi mengenai Pemahaman terhadap informasi
penyebab sakit kepala, penanganan membantu menentukan pilihan,
dan hasil yang diharapkan. belajar mengatasi masalah, dan
meningkatkan harga diri.
KOLABORASI
Diskusikan dengan tim dokter ttg Mempengaruhi pemilihan terhadap
etiologi sakit kepala bial diketahui penanganan dan berkembang kearah
proses penyembuhan.
Diskusikan tentang obat dan efek Klien menjadi sangat ketergantungan
sampingnya. obat dan tidak mengenali bentuk
terapi lain.
4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi yang telah dibuat
5. Evaluasi
a. Hambatan mobilitas fisik b/d hemiparese /hemiplagi , kelemahan
neuromuskula pada ekstremitas
1) Klien dapat ikut seta dalam program latihan
2) Tidak tejadi kontraktur sendi
3) Menungkatnya kekuatan otot
4) Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
b. Hambatan komunikasi verbal b/d efek dari kerusakan pada area bicara pada
hemisfer otak
1) Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
2) Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secaa verbal maupun
isyarat
g. Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) b/d lesi pada neuron motor
atas
1) Klien dapat mengosongkan kandung kemih secara adekuat sesuai
kebutuhan individu
m. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b/d oklusi otak, vasospasme &
edema otak.
1) Klien tidak gelisah
2) Tidak ada keluhan nyen kepala & kejang
3) GCS : 4,5,6
4) Pupil isokor, cahaya (+)
5) TTV nomal (nadi 60 – 100x/menit, suhu 36 – 36,7 ®c, RR = 16 – 20
x/menit)
DAFTAR PUSTAKA
Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Neurologi.
Stockslager, J.L. 2007. Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik. Edisi 2. Jakarta : EGC
Sudoyo Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1,2,3 Edisi Keempat.