SIROSIS HEPATIS
Disusun oleh :
KELOMPOK 7
III. PATOFISIOLOGI
Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis, konsumsi
minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi
dengan frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun
defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan
hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor
penyebab yang utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang
ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang
tidak memiliki kebiasaan minum minuman keras dan pada individu yang dietnya
normal tetapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi (Smeltzer & Bare, 2001).
Sebagian individu tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini dibanding
individu lain tanpa ditentukan apakah individu tersebut memiliki kebiasaan
meminum minuman keras ataukah menderita malnutrisi. Faktor lainnya dapat
memainkan peranan, termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon
tetraklorida, naftalen terklorinasi, asen atau fosfor) atau infeksi skistosomiasis
yang menular. Jumlah laki-laki penderita sirosis adalah dua kali lebih banyak
daripada wanita, dan mayoritas pasien sirosis berusia 40-60 tahun (Smeltzer &
Bare, 2001). Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai
oleh pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan selsel hati yang uniform,
dan sedikit nodul regeneratif. Sehingga kadangkadang disebut sirosis
mikronodular. Sirosis mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera hati
lainnya. Tiga lesi utama akibat induksi alkohol adalah perlemakan hati alkoholik,
hepatitis alkoholik, dan sirosis alkoholik (Tarigan, 2009).
De Ledinghen V, Beau P, Mannant PR, Borderie C, Ripault MP, Silvain C, et al. Early feeding or
enteral nutrition in patients with cirrhosis after bleeding from esophageal varices? A
randomized controlled study. Dig Dis Sci 1997; 42:536-41.
Kearns PJ, Young H, Garcia G, Blaschke T, O’Hanlon G, Rinki M, et al. Accelerated improvement
of alcoholic liver disease with enteral nutrition. Gastroenterology 1992;102:200-5.
Kowalak, J.P., William Welsh, Brenna Mayer. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Mendenhall CL, Bongiovanni G, Goldberg SJ, Miller B, Moore J, Rouster S, et al. VA cooperative
study on alcoholic hepatitis III: Changes in protein-calorie malnutrition associated
with 30 days of hospitalization with and without enteral nutritional therapy. JPEN J
Parenter Enteral Nutr 1985;9:590-6.
Morgan MY, Madden AM, Jennings G, Elia M, Fuller NJ. Twocomponent models are of limited
value for the assessment of body composition in patients with cirrhosis. Am J Clin
Nutr 2006;84:1151-62.
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Saraf, N. 2008. Nutritional management of acute and chronic liver disease. Hepatitis B Annual, 5(1),
117-133. doi:http://dx.doi.org/10.4103/0972-9747.58810
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., 2001, “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &Suddarth.
Vol. 2. E/8”, EGC, Jakarta.
Tarigan, P. 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam jilid 1 Ed. 3 Sirosis Hati. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Tsiaousi, Eleni T; et.al., 2008. Malnutrition in End Stage Liver Disease: Recommendations and
Nutritional Support. J Gastroenterol Hepatol. 2008
Lieber, CS dalam Kopple, Joel dalam Shills et.al. 1999. Modern Nutrition in Health and Disease.
Williams and Wilkins: New York