Anda di halaman 1dari 12

1

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM 1 KIMIA KLINIK

A. Judul Percobaan : Urinalisis


B. Hari, Tanggal Percobaan : Senin, 04 September 2017
C. Tujuan Percobaan
1. Menganalisis urin dengan menggunakan stripe urin (carik celup)
2. Menginterpretasikan hasil pengamatan dan menghubungkan dengan
patologi klinik
D. Prinsip Percobaan
1. Leukosit
Asam karbonat ester oleh esterase yang terdpat pada granulosit akan diubah
membentuk indoxyl. Indoxyl dioksidasi membentuk senyawa yang
berwarna indigo.
2. Nitrit
Nitrat adanya gram negatif berubah menjadi nitrit. Nitrit dengan para-arsinic
acid dan tetrahydrobenzoquinolin membentuk senyawa yang berwarna
merah.
3. Urobilinogen
Urobilinogen dengan para-aminobenzaldehide dalam suasana asam akan
terbetuk senyawa azo yang berwarna merah.
4. Protein
3’3’5’5’ tetrachlorofenol-3,4,5,6 tetrabromosulfo-phtalein (buffer) dengan
protein akan membentuk senyawa berwarna hijau muda sampai hijau tua.
5. Ph
Kombinasi indikator methyl red dan bromthymol blue yang terkandung
pada carik memungkinkan perubahan warna carik sesuai dengan pH urin.
6. Darah
H2O2 oleh peroksidase yang ada pada Hb membentuk On dan H2O. On yang
terbentuk akan mengoksidasi benzidin (kromogen) membentuk senyawa
berwarna hijau biru.
2

7. Berat Jenis
Bromthymol blue dengan methyl vinyl ether maleic acid sodium salt akan
memberikan warna pada urin dengan BJ ≥ 0,5.
8. Keton
Natrium nitroprusid sebagai oksidator kuat dengan asam asetoasetat dan
aseton yang bersifat basa membentuk senyawa yang berwarna violet.
9. Bilirubin
Bilirubin dengan garam diazonium (2-6 diclorobenzene-diazonium
floroborat) dalam suasana asam membentuk azobilirubin yang berwarna
merah violet.
10. Glukosa
D-Glukosa oleh enzim glukosa oksidase diubah menjadi D-glukonalakton
dan H2O2. H2O2 yang terbentuk akan mengoksidasi kromogen membentuk
senyawa berwarna coklat.
E. Landasan Teori

Sistem urinaria terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih, uretra. Sistem ini
membantu mempertahankan homeostasis dengan menghasilkan urine yang
merupakan hasil sisa metabolisme. Ginjal yang mempertahankan susunan kimia
cairan tubuh melalui beberapa proses, yaitu:

1) Filtrasi Glomerular, yaitu filtrasi plasma darah oleh Glomerulus


2) Reabsorpsi tubular, melakukan reabsorpsi (absorpsi kembali) secara
selektif zat –zat seperti garam, air, gula sederhana, asam amino dari
tubulus ginjal ke kapiler peritubular.
3) Sekresi peritubular, sekresi zat – zat dari kapiler darah ke dalam lumen
tubulus, proses sekresi ini mengikutsertakan penahanan kalium, asam urat,
amino organic dan ion hydrogen, yang berfungsi untuk memperbaiki
komponen buffer darah dan mengeluarkan zat – zat yang mungkin
merugikan (Soewolo, 2005).
3

Dalam mempertahankan homeostasis tubuh peranan urine sangat penting,


karena sebagian pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui sekresi urine.
Selain urine juga terdapat mekanisme berkeringat dan juga rasa haus yang
kesemuanya bekerja sama dalam mempertahankan homeostasis ini. Fungsi utama
urine adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam
tubuh.Anggapan umum menganggap urine sebagai zat yang “kotor”. Hal ini
berkaitan dengan kemungkinan urine tersebut berasal dari ginjal atau saluran
kencing yang terinfeksi, sehingga urinenya pun akan mengandung bakteri. Namun
jika urine berasal dari ginjal dan saluran kencing yang sehat, secara medis urine
sebenarnya cukup steril dan hampir tidak berbau ketika keluar dari tubuh. Hanya
saja, beberapa saat setelah meninggalkan tubuh, bakteri akan mengkontaminasi
urine dan mengubah zat-zat di dalam urine dan menghasilkan bau yang khas,
terutama bau amonia yang dihasilkan dari urea (Soewolo, 2005).
Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urine pasien untuk
tujuan diagnosis infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai
jenis penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus
dan tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan
umum.Urine yang normal memiliki cirri-ciri antara lain: warnanya kuning atau
kuing gading, transparan, pH berkisar dari 4,6-8,0 atau rata-rata 6, berat jenis
1,001-1,035, bila agak lama berbau seperti amoniak (Basoeki, 2000).
Unsur-nsur normal dalam urine misalnya adanya urea yang lebih dari 25 –
30 gram dalam urine. Urea ini merupakan hasil akhir dari metabolisme protein
pada mamalia. Ekskresi urea meningkat bila katabolisme protein meningkat,
seperti pada demam, diabetes, atau aktifitas korteks adrenal yang berlebihan. Jika
terdapat penurunan produksi urea misalnya pada stadium akhir penyakit hati yang
fatal atau pada asidosis karena sebagian dari nitrogen yang diubah menjadi urea
dibelokkan ke pembentukan amoniak (Soewolo, 2005).
Reaksi urine biasanya asam dengan pH kurang dari 6 (berkisar 4,7-8). Bila
masukan protein tinggi, urine menjadi asam sebab fosfat dan sulfat berlebihan dari
hasil katabolisme protein. Keasaman meningkat pada asidosis dan demam. Urine
menjadi alkali karena perubahan urea menjadi ammonia dan kehilangan CO2 di
4

udara. Urine menjadi alkali pada alkalosis seperti setelah banyak muntah. Pigmen
utama pada urine adalah urokrom, sedikit urobilin dan hematofopirin (Soewolo,
2005).
Pada proses urinalisis terdapat banyak cara metode yang dapat digunakan
untuk mendeteksi zat-zat apa saja yang terkandung di dalam urine. Analisis urine
dapat berupa analisis fisik, analisi kimiawi dan anlisis secara mikroskopik.
Analisis urine secara fisik meliputi pengamatan warna urine, berat jenis cairan
urine dan pH serta suhu urine itu sendiri. Sedangkan analisis kimiawi dapat
meliputi analisis glukosa, analisis protein dan analisis pigmen empedu. Untuk
analisis kandungan proteinm ada banyak sekali metode yang ditawarkan , mulai
dari metode uji millon sampai kuprisulfa dan sodium basa. Yang terakhir adalah
analisis secara mikroskopik, sampel urine secara langsung diamati dibawah
mikroskop sehingga akan diketahui zat-zat apa saja yang terkandung di dalam
urine tersebut, misalnya kalsium phospat, serat tanaman, bahkan bakteri (Basoeki,
2000).
F. Alat dan Bahan

Urin Segar Dan Wadah Penampungan


Urin

Stripe Urin

Tissue
5

G. Prosedur Kerja

Diisi wadah penampung urin dengan urin segar

Dibasahi seluruh permukaan stripe urin dengan sampel


urin dan ditarik stripe dengan segera, kelebihan urin
diketukkan pada bagian bibir wadah urin

Kelebihan urin pada bagian belakang stripe


dihilangkan dengan cara disimpin stripe tersebut pada
tissue agar menyerap urin di bagian tersebut

Stripe dipegang secara horizontal dan dibandingkan


dengan standar warna yang terdapat pada leher wadah
stripe dan dicatat hasilnya dengan waktu seperti yang
tertera pada standar stripe atau dibaca dengan alat
clinitex status
6

H. Data Hasil Pengamatan

Pazry Noor Silva Fina Nur


Ilham Gustiana A.
Rachmatillah Surganingsih Fatimah
ASC - - - -
GLU 100(5)+ - - -
BIL 1(17)+ 1(17)+ 1(17)+ 1(17)+
KET 5(0,5)+ 5(0,5)+ 5(0,5)+ -
SG 1,030 1,030 1,030 1,030
BLO - - - -
pH 6,0 6,0 6,0 6,0
PRO 2000(20)++++ 30(0,3)+ 30(0,3)+ 30(0,3)+
URO 0,2(3,5) 0,2(3,5) 0,2(3,5) 0,2(3,5)
NIT - - - -
LEU 15± 70± 125++ 125++

Keterangan:

ASC = Acide Ascorbide pH = power of Hydrogen

GLU = Glucose PRO = Protein

BIL = Bilirubine URO = Urobilinogen

KET = Ketone NIT = Nitrit

SG = Densite Urinary LEU = Leucocytes

BLO = Blood
7

Foto Hasil Pengamatan

Sampel urin yang akan dianalisis

Stripe urin yang Indikator warna Membandingkan


digunakan hasil stripe hasil dengan Hasil Analisis
indikator

I. Pembahasan

Urin atau air seni atau air kencing merupakan caira sisa metabolisme yang
diekskresikan oleg ginjal yang kemudian akan dikeluarkan oleh tubuh melalui
proses urinalisasi yang ditujukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam
darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostatis cairan tubuh.
8

Pada praktikum kali ini, yaitu percobaan mengenai urinalisis yang


memiliki tujuan untuk menganalisis secara makroskopik dengan menggunakan
carik celuk serta menginterpretasikan hasil pengamatan dan menghubungkan
dengan patologi klinik.

Urinalisis merupakan suatu tes laboratorium paling kuno dan paling umum
(Nurachmah dan Sudarsono, 1999) untuk mendeteksi dan mengukur berbagai
macam zat yang keluar melalui urin dengan tujuan untuk diagnostik dengan
menggunakan reagen dipstick (Nurani dan Widayati, 2017).

Pada percobaan urinalisis ini, dilakukan beberapa pemeriksaan terhadap


senyawa yang seharusnya ada atau tidaknya di dalam urin, diantaranya
pemeriksaan leukosit, glukosa, bilirubin, keton, darah, protein, pH, Urobilinogen,
dan berat jenis. Dalam percobaan ini urin yang digunakan diambil dari 4 orang
praktikan, sehingga urin yang di tes terdapat 4 jenis urin yang diambil dari orang
yang berbeda. pemeriksaan urin dilakukan secara organoleptik dan menggunakan
carik (analisis dipstick).

Percobaan pertama yaitu pemeriksaan urin secara organleptik meliputi


warna bau dan kejernihan, hasil dari pengamatan yang dilakukan terhadap 4 urin,
3 urin memiliki warna kuning pekat atau oranye, sedangkan satu urin berwarna
kuning. Warna urin ini dapat menunjukan ada atau tidaknya gangguan
metabolisme bilirubin, karena warna urin yang normal adalah kuning atau jernih.
Sedangkan bau yang dihasilkan adalah bau khas urin, dan untuk kejernihan
semuanya jernih. Dari hasil tersebut dapat dismipulkan sementara bahwa 4 jenis
urin yang digunakan tidak ada masalah dan tidak terdapat gangguan metabolisme
atau gangguan organ.

Percobaan kedua yaitu pemeriksaan kimiawi urin, dari hasil pengamatan


yang dilakukan menunjukan normal dan tidak menunjukan adanya gangguan pada
organ saluran kemih, tetapi pada 1 urin dalam pemeriksaan protein melebihi batas,
yaitu sebesar 2000 (20) ++++ artinya terdapat protein dalam urin tersebut
(proteinuria).
9

Pada pemeriksaan bobot jenis dilakukan untuk mengukur kepadatan air


seni serta dipakai untuk menilai kemampuan ginjal untuk memekatkan dan
mengencerkan urin. Hasil dari pengamatan konsentrasi BJ dari ke 4 urin adalah
1,030 dan dapat dikatakan normal. Karena menurut Nurani dan Widayati (2017)
spesifik gravitasi 1,005 dan 1,035 pada sampel harus dianggap wajar jika ginjal
normal karena Bj urin yang rendah persisten menunjukan gangguan fungsi
reabsorbsi tubulus.

Pada pemeriksaan darah, dari ke 4 urin tidak terdapat darah, karena


memang seharusnya di dalam urin tidak boleh terdapat darah, artinya pemeriksaan
harus negative dan dilihat dari warna urin pun kuning pekat dan kuning tidak
berwarna merah atau kemerahan, karena menurut Davey (2002) adanya darah
dalam urin bisa disebabkan karena kelainan di bagian manapun dari saluran kemih
yang dalam jumlah sedikitpun dalam merubah warna urin.

Pada pemeriksaan glukosa dari 4 sampel urin terdapat 1 sampel yang


mempunyai glukosa dengan nilai 100 (5) + yaitu sampel urin 1, Kurang dari 0,1%
dari glukosa normal disaring oleh glomerulus muncul dalam urin (kurang dari 130
mg/24 jam). Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang
ginjal terlampaui atau daya reabsorbsi tubulus yang menurun. Glukosuria
umumnya berarti diabetes mellitus. Namun, glukosuria dapat terjadi tidak sejalan
dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah, oleh karena itu glukosuria tidak
selalu dapat dipakai untuk menunjang diagnosis diabetes mellitus.

Pada pemeriksaan bilirubin dinyatakan normal untuk semua sampel urin


dari ke empat sampel mempunyai nilai yang sama yaitu 1 (17) +. Bilirubin yang
dapat dijumpai dalam urine adalah bilirubin direk (terkonjugasi), karena tidak
terkait dengan albumin, sehingga mudah difiltrasi oleh glomerulus dan
diekskresikan ke dalam urine bila kadar dalam darah meningkat. Bilirubinuria
dijumpai pada ikterus parenkimatosa (hepatitis infeksiosa, toksik hepar), ikterus
obstruktif, kanker hati (sekunder), CHF disertai ikterik.
10

Pada pemeriksaan urobilinogen semua ssampel dalam keadaan normal.


Empedu yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin terkonjugasi mencapai area
duodenum, tempat bakteri dalam usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen.
Sebagian besar urobilinogen berkurang di faeses; sejumlah besar kembali ke hati
melalui aliran darah, di sini urobilinogen diproses ulang menjadi empedu; dan
kira-kira sejumlah 1% diekskresikan ke dalam urine oleh ginjal. Peningkatan
ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi bila fungsi sel hepar menurun atau
terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran gastrointestinal yang melebehi
batas kemampuan hepar untuk melakukan rekskresi. Urobilinogen meninggi
dijumpai pada : destruksi hemoglobin berlebihan (ikterik hemolitika atau anemia
hemolitik oleh sebab apapun), kerusakan parenkim hepar (toksik hepar, hepatitis
infeksiosa, sirosis hepar, keganasan hepar), penyakit jantung dengan bendungan
kronik, obstruksi usus, mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit. Urobilinogen
urine menurun dijumpai pada ikterik obstruktif, kanker pankreas, penyakit hati
yang parah (jumlah empedu yang dihasilkan hanya sedikit), penyakit inflamasi
yang parah, kolelitiasis, diare yang berat.

Pemeriksaan pH dari setiap urin dinyatakan normal karena pH berada


pada pH 6. Filtrat glomerular plasma darah biasanya diasamkan oleh tubulus
ginjal dan saluran pengumpul dari pH 7,4 menjadi sekitar 6 di final urin. Namun,
tergantung pada status asam-basa, pH kemih dapat berkisar dari 4,5 – 8,0. pH
bervariasi sepanjang hari, dipengaruhi oleh konsumsi makanan; bersifat basa
setelah makan, lalu menurun dan menjadi kurang basa menjelang makan
berikutnya. Urine pagi hari (bangun tidur) adalah yang lebih asam. Obat-obatan
tertentu dan penyakit gangguan keseimbangan asam-basa jugadapat mempenguhi
pH urine.

Pemeriksaan darah dari semua sampel dinyatakan negative, dimana sampel


tidak menyatakan adanya darah didalam urin. Adapun yang menyatakan hasil
positif palsu dapat terjadi bila urine tercemar deterjen yang mengandung
hipoklorid atau peroksida, bila terdapat bakteriuria yang mengandung peroksidase
dan hasil negatif palsu dapat terjadi bila urine mengandung vitamin C dosis tinggi,
11

pengawet formaldehid, nitrit konsentrasi tinggi, protein konsentrasi tinggi, atau


berat jenis sangat tinggi. Selain itu juga urine dari wanita yang sedang menstruasi
dapat memberikan hasil positif.

Pemeriksaan keton yang dilakukan memberikan hasil yang negative atau


berada pada nilai normal. Karena berdasarkan literature yang ada hasil normal
untuk keton di dalam urin jika mempunyai nilai 5 (0,5) + masih dinyatakan
normal. Begitu juga hasil dari keempat sampel.

Pemeriksaan nitrit didapat yaitu negative yang artinya kadar nitrit di dalam
urin normal, nitrit memang seharusnya tidak harus ada didalam urin. Hasil positif
palsu karena metabolisme bakteri in vitro apabila pemeriksaan tertunda, urine
merah oleh sebab apapun atau pengaruh obat. Hasil negatif palsu terjadi karena
diet vegetarian menghasilkan nitrat dalam jumlah cukup banyak, terapi antibiotik
mengubah metabolisme bakteri, organism penginfeksi mungkin tidak mereduksi
nitrat, kadar asam askorbat tinggi, urine tidak dalam kandung kemih selama 4-6
jam, atau berat jenis urine tinggi.

Pemeriksaan leukosit pada sampel urin ini berbeda-beda dua sampel


mempunyai nilai 125++ memberikan hasil dimana sampel urin terdapat kelainan.
Temuan laboratorium negatif palsu dapat terjadi bila kadar glukosa urine tinggi
(>500mg/dl), protein urine tinggi (>300mg/dl), berat jenis urine tinggi, kadar
asam oksalat tinggi, dan urine mengandung cephaloxin, cephalothin, tetrasiklin.
Temuan positif palsu pada penggunaan pengawet formaldehid. Urine basi dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan.

J. Kesimpulan

Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urin untuk mendeteksi
dan mengukur berbagai macam zat yang keluar melalui urin dengan tujuan
diagnosis dengan menggunakan reagen dipstick. Adapun pemeriksaan urinalisis
ada pemeriksaan secara fisik dan kimia. Pemeriksaan fisik(makoskopis) yaitu bau,
12

dan warna. Pemeriksaan kimia yaitu terdiri dari urobilinogen, bilirubin, protein,
glukosa, badan keton, dan PH. Berdasarkan hasil yang didapat dari empat jenis
urin maka dapat diambil simpulan yaitu tiga sampel yaitu memiliki kelainan
ataupun gangguan metabolisme bilirubin yang terlihat dari warna urin dengan
warna kuning pekat atau orange. Untuk pemeriksaan protein dinyatakan terdapat
kelainan pada satu sampel yaitu sample urin 1 dengan adanya kelebihan urin yang
terdeteksi yaitu sebesar 2000 (20) +++, dan konsentrasi BJ urin dari keempat
sampel dinyatakan normal dengan nilai 1,030 yang berada pada rentan nilai
normal yaitu 1,005-1,035. Hasil pemerikasaan darah dinyatakan normal untuk
semua jenis sampel, karena tidak adanya darah yang terdeteksi pada pengujian.
Pada hasil glukosa terdapat sampel urin yang mempunyai kadar gula berlebih
yaitu pada sampel urin 1, sedangkan untuk parameter pH, nitrit, urobilinogen,
bilirubin, keton dan leukosit diyatakan dalam keadaan yang normal.

Anda mungkin juga menyukai