Disusun Oleh
Nurhayani
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Seorang kopral kecil, veteran Perang Dunia II berhasil naik menjadi Kaisar
Jerman. Dalam bukunya, Mein Kampf, dengan tegas Hitler mengatakan bahwa
keberhasilannya disebabkan oleh kemampuannya berbicara. Ich konnte reden,
katanya. Lebih lanjut Hitler berkata: Jede grosse Bewegung auf dieser Erde verdankt
ihr Wachsen den grosseren Rednern und nicht den grossen Schreibern (setiap
gerakan besar di dunia in dikembangkan oleh ahli-ahli pidato bukan oleh jago-jago
tulisan).
Seorang politikus muda berdiri menyampaikan pidatonya. Pidato yang
pertama disampaikannya dan pidato yang paling tidak menarik. Hadirin gaduh,
sehingga ia berkali-kali minta perhatian mereka. Politikus ini gagal dalam tugasnya.
Sheil, seorang tua menasehainya untuk belajar cara berpidato yang baik. Seminggu
kemudian ia berhasil menyampaikan pidato yang memikat pendengarnya. Dalam
sejarah inggris, ia terkenal dengan nama Disraei, diploma inggris kelas wahid.
Dalam bab ini akan di uraikan latar belakang sejarah retorika serta
perkembangannya. Dengan uraian historis ini kita ingin mengingatkan bahwa
retorika adalah bidang studi komunikasi yang telah berumur tua, di samping
menunjukkan tempatnya yang layak dalam perkembangan ilmu komunikasi. Karena
sejarahnya yang tua, retorika juga memperoleh makna yang cukup kaya, sehingga
sebagian bab ini kita gunakan untuk menjelaskan pengertian retorika sepanjang
sejarah. Dan inilah bab yang paling teioritis dalam buku ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu retorika?
2. Bagaimana sejarah perkembangan retorika zaman romawi?
Bab II
Pembahasan
A. Retorika
Retorika adalah istilah yang secara tradisional diberikan pada suatu teknik
pemakaian bahasa sebagai seni, yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang
tersusun baik. Jadi ada dua aspek yang perlu diketahui seseorang dalam retorika,
yaitu pengetahuan mengenai bahasa dan penggunaan bahasa dengan baik, dan kedua
pengetahuan mengeni objek tertentu yang akan disampaiakan dengan bahasa tadi.
Oleh karena itu, retorika harus dipelajari oleh mereka yang ingin menggunakan
bahasa dengan cara yang sebaik-baiknya untuk tujuan tertentu tadi. Timbullah pusat-
pusat pendidikan yang berusaha mengembangkan prinsip-prinsip retorika, disamping
usaha untuk mengajarkan dan mempraktekkan prinsip-prinsip retorika, di samping
usaha untuk mengajarkan dan mempraktekkan prinsip-prinsip tadi.
Akan lebih jelas bagi kita bagaimana pengaruh retorika itu, mengapa retorika
ituakhirnya merosot peranannya pada abad XVII, bagaimana pengaruh dan
peranaanya dewasa ini, kalau kita mengenal lebih baik hakikat retorika itu sendiri
dan bagaimana peranannya pada bermacam-macam tingkat perkembngannya. Teknik
retorika, serta pengetahuan yang menjadi landasan retorika itu selalu diarahkan untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu. Sebab itu, apabila pada suatu waktu tujuan retorika
itu berubah bersamaan dengan munculnya teknik-teknik baru berdasarkan teori baru,
maka struktur retorika yang berlaku akan dianggap tidak sempurna lagi.
Kecenderungan ini selalu berulang kembali dalam situasi dan suasana yang
memungkinkan perubahan itu dari waktu ke waktu.
Tetapi setelah penemuan mesin cetak dan mesin uap, maka retorika sebagai
seni berpidato mulai merosot peranannya, dan diganti dengan seni menggunakan
bahasa secara tertulis. Dengan pubilkasi tertulis, gagasan atau ide seseorang dapat
dpat lebih luas tersebar dari pada kalau harus disampaiakan melalui pidato. Sebab
itu, tekanan utama pun beralih kepada kemampuan untuk menyampaikan pikiran
dalam bentu bahasa tulis agar dapat dibaca oleh banyak orang. Dengan pergeseran
ini, pengertian retorika juga turut bergeser dari bahasa lisan ke bahasa tulis, dari seni
berpidato, sebagai titik sentral, bergeser ke kemampuan menulis.
Teori retorika Aristoteles sangat sistematis dan komperhensif. Pada satu sisi,
retorika telah memperoleh dasar teoritis yang kokoh. Namun, pada sisi lain,
uraiannya yang lengkap dan persuasif telah membungkam para ahli retorika yang
datang sesudahnya. Orang-orang romawi selama 200 tahun setelah de arte rhetorica
tidak menambahkan apa-apa yang berarti bagi perkembangan retorika.
Buku Ad Herrenium, yang di tulis dalam bahasa Latin kira-kira 100 SM,
hanya mensistematisasikan dengan cara Romawi warisan retorika gaya Yunani.
Orang-orang Romawi bahkan hanya mengambil segi-segi praktisnya saja. Walaupun
begitu, kekaisaran Romawi bukan saja subur dengan sekolah-sekolah retorika, tetapi
juga kaya dengan orator-oratol ulung, seperti Antonius, Cerassus, Rufus, Hortensius.
Yang disebut terkhir tekenal begitu piawai dalam berpidato sehingga para artis
berusaha mempelajari gerakan dan cara penyampaiannya.
Kira-kira 57 buah pidatonya sampai kepada kita sekarang ini. Will Durant
menyimpulkan kepada kita gaya pidatonya:
Sebuah saran yang berlebihan. Tetapi kita diingatkan lagi pada Cicero. The
good man speaks well.
Sejarah lain mengenai retorika zaman Romawi ialah Seorang Yunani Livius
Andronicus (284-204 SM) yang dibawa ke Roma sebagai budak belian mengajar
retorika kepada tuannya, dan sejak itu seni pidato mulai menarik perhatian orang-
orang Romawi. Ahli-ahli retorika yang terkenal zaman Romawi adalah Appius
Claudius Caecus (300 SM), Cato de Censoris, Ser. Sulpicius Galba, Caius Graechus,
Marcus Antonius, dan Licius Licinius Crassus. Walaupun terdapat ahli-ahli retorika
Romawi, pengajar-pengajar retorika yang formal adalah orang-orang Yunani.
Dua orang guru retorika Romawi yang terbaik dan terkenal adalah Cicero dan
Quintilianus. Keduanya dididik menurut model Yunani. Cicero menghasilkan tidak
kurang dari tiga karya untuk menunjang teorinya, yaitu : De Oratore, Brutus, dan
Orator. M. Tullius Cicero yang hidup antara tahun 106-43 SM, mengajarkan seni
pidato menurut model Yunani. Dalam bukunya De Oratore dikemukakan prinsip-
prinsip oratori yang dibagi atas tiga bagian yaitu :
Karya terkhir yang terkenal dari zaman ini adalah Institution Oratoria
karangan M. Fabius Quintilianus (C. 95 AD) yang masih bertahan mutunya.
Quintilianus berusaha keras untuk mengubah selera zaman itu, yang sudah beralih ke
langgam Asia, karena perhatian yang khusus dan latihan yang terus-terus menerus
dalam pusat-pusat pendidikan mengenai subjek khayalan – suasoriae (pidato ususl,
persuasi), dan controversiae (pidato perdebatan). Dialogus De Ortorius yang
dianggap ditulis oleh Tacitus adalah protes yang lain mengenai mode-mode baru
tersebut.
Zaman Hellenis dikenal di Roma karena pengaruhnya atas seni pidato Latin.
Jasa yang terpenting dari retorika Romawi adalah melanjutkan tradisi Yunani Abad
Pertengahan Eropa. Sejak abad ke dua sebelum masehi, Republik Romawi merasa
tertarik akan kehlian dan pengalaman guru-guru Yunani. Teori retorika Yunani
bukan hanya diungkapkan kembali dalam buku-buku pegangan seperti buku anonim
Rhetorica Ad Herennium (menurut penelitian terakhr ditulis oleh Cornificius) atau
buku Cicero De Invemtione, tetapi juga diusahakan untuk mengadakan penerapan.
Dengan cara itu dihasilkan pula pidato-pidato terbaik yang menyamai karya terbaik
dari orator Athena. Pada waktu yang sama, karier dan kejenian Cicero menyebabkan
study retorika memperoleh suatu martabat terhormat yang dulunya kurang diasakan.
Dalam pidatonya yang berisi tuduhan terhadap Catalina, Cicero memperlihatkan
kefasihannya yang gemilang seolah-olah menghasilkan tenaga yang luar biasa dalam
menghadapi masalah-masalah besar. Masa sesudah Cicero tetap mempertahankn
tujuan pengajaran retorika, yang dihubungkan dengan persoalan sopan santun dan
kelanggengan yang telah diagungkannya.