Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

FRAKTUR

Penguji :
dr. M. Amar Latief, Sp. Rad
Disusun Oleh :

Muhammad Fajar Abdurahman Khafid 1141700


Muhammad Dawam Rifqi Syifa 1131700
Niki Ayu Rezeqi 1141700
Rizqi Romaningsih 1141700

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI


RSUD WALED CIREBON
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkah
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini. Tujuan utama pembuatan
laporan kasus ini adalah untuk mengetahui lebih dalam mengenai abortus komplit
serta untuk melengkapi syarat dalam menempuh program pendidikan profesi
dokter di bagian Ilmu Radiologi. Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pembimbing dr. M. Amar Latief, Sp. Rad yang telah
memberikan bimbingan dalam proses penyelesaian laporan kasus ujian ini juga
untuk dukungannya baik dalam mencari referensi yang lebih baik. Selain itu
penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang berada dalam
satu kelompok kepaniteraan yang sama atas dukungan dan bantuan selama
menjalani kepaniteraan ini. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karenanya kritik
dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan referat yang akan datang.

Waled, September 2019

Penulis
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan kasus dengan judul

“FRAKTUR”

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk


menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Radiologi di RSUD Waled

Waled, September 2019

dr. M. Amar Latief, Sp. Rad


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................i

LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................iii

BAB I Pendahuluan...............................................................................

BAB II Tinjauan Pustaka........................................................................

BAB III Kesimpulan...............................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

Trauma merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami cedera


oleh salah satu sebab. Penyebab yang paling sering adalah kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan kerja, olah raga dan rumah tangga. Setiap tahun 60 juta penduduk
Amerika Serikat mengalami trauma dan 50% memerlukan tindakan medis. 3,6
juta membutuhkan perawatan di Rumah Sakit. Banyak dari korban trauma
tersebut mengalami cedera musculoskeletal berupa fraktur, dislokasi, dan cedera
jaringan lunak. Cedera sistem musculoskeletal cenderung meningkat dan terus
meningkat dan akan mengancam kehidupan kita (Rasjad C,2003).
Salah satu cedera musculoskeletal yang sering terjadi adalah fraktur.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian
dan Pengembangan Depkes RI tahun 2007 di Indonesia terjadi kasus fraktur yang
disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma
benda tajam/ tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur
sebanyak 1.775 orang(3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang
mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127 trauma benda tajam/
tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%).
Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan
bengkak di bagian tulang yang patah, deformitas, gangguan fungsi
muskuloskeletal, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan neurovaskuler
(Sjamsuhidajat, De Jong, 2011). Namun tidak semua tanda dan gejala tersebut
terdapat pada setiap fraktur kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear, fisur
atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama lain)
sedangkan diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan
sinar-x (radiologis) pasien. Maka dari itu penting bagi seorang klinisi untuk
mengetahui bagaimana gambaran radiologi pada fraktur untuk menentukan suatu
diagnosis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Menurut Mansjoer (2000), fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan rudapaksa. Rusaknya
kontinuitas tulang ini dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot,
kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang seperti osteoporosis. Menurut
Sjamsuhidayat (2011), fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total
maupun sebagian (Chairudin Rasjad, 1998). Fraktur dikenal dengan istilah patah
tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan, sudut,
tenaga, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan
apakah fraktur yang terjadi disebut lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap
terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan fraktur tidak lengkap tidak
melibatkan seluruh ketebalan tulang (Sylvia, 2005).

2.2. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Tulang terbagi dalam 4 kategori yaitu tulang panjang, tulang pendek, tulang
pipih dan tulang tidak teratur. Tulang tersusun oleh jaringan tulang konselus
(trabekular/spongius) atau kortikel, tulang panjang. Ujung tulang panjang ditutupi
oleh kartilago artikular pada sendi-sendinya. Tulang panjang disusun untuk
menyangga berat badan dan gerakan.
Tulang pendek terdiri dari tulang konselus ditutupi selapis tulang kortikel.
Tulang pipih merupakan tempat penting untuk hematopoiesis dan sering
memberikan perlindungan bagi oragan vital. Tulang tak teratur mempunyai
bentuk yang unik sesuai dengan fungsinya.
Ositeoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan
matrik tulang. Osteosis adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi
tulang dan terletak dalam osteon. Osteoklas adalah sel multinuklea (berinti
banyak) yang berperan dalam penghancuran dan resorbsi tulang. Endosteum
adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sum-sum tulang panjang
dan rongga-rongga tulang konselus (Rasjad, 2003).

2.3. ETIOLOGI
Penyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma
tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur akibat
kecelakaan lalu lintas. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian,
kecelakaan kerja, cidera olah raga. Trauma bisa terjadi secara langsung dan tidak
langsung. Dikatakan langsung apabila terjadi benturan pada tulang dan
mengakibatkan fraktur di tempat itu, dan secara tidak langsung apabila titik tumpu
benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan (Rahmad, 1996).
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang. Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki daripada
orang perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan
olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan
bermotor. Sedangkan pada orang tua, wanita lebih sering mengalami fraktur
daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insidensi osteoporosis
yang terkait dengan perubahan hormon pada menopause (Setyono, 2001)
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Fraktur terjadi jika tulang
dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Brunner & Suddart,
2002).
Jadi penyebab fraktur adalah:
a. Trauma tulang dikenai tekanan/ stress yang lebih besar
b. Kecelakaan kendaraan bermotor
c. Kecelakaan karena pekerjaan olahraga
d. Osteoporosis
e. Pukulan langsung
f. Gaya meremuk
g. Gerakan puntir mendadak
h. Kontraksi otot ekstrem

2.4. KLASIFIKASI FRAKTUR


Macam-macam klasifikasi jenis fraktur perlu untuk diketahui dan dipahami,
untuk menentukan treatment dan juga mempermudah evaluasi perbaikan yang
terjadi setelah treatment. Berdasarkan Orthopaedic Trauma Association (OTA)
fraktur dapat diklasifikasikan menjadi
1. Fraktur Linear
a. Transversal yaitu fraktur sepanjang garis tengah tulang
b. Obliq yaitu fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang
c. Spiral yaitu fraktur memuntir sepanjang batang tulang
d.

2. Fraktur Communited yaitu terdapat lebih dari dua fragmen fraktur yang
biasanya terpecah belah.
a. Communited <50%
b. Communited >50%
c. Butterfly <50%
d. Butterfly>50%
3. Fraktur Segmental
a. Two level
b. Three or more level
c. Longitudinal split
d. Communited

4. Fraktur Bone Loss


a. Bone loss <50%
b. Bone loss >50%
c. Complete bone loss

Terdapat juga fraktur yang dimana tulang tidak benar-benar patah


terbelah yang mana sering disebut fraktur inkomplit. Jenis fraktur inkomplit
adalah
1. Greenstick. Jenis fraktur ini sering ditemukan pada anak-anak, tulang
melengkung disebabkan oleh konsistensinya yang elastis. Periosteumnya
tetap utuh. Fraktur ini biasanya mudah diatasi dan sembuh dengan baik.

Gambar greenstick fraktur pada radius distal seorang anak. Fraktur tidak
komplit dan tidak meluas ke korteks dorsal
2. Fraktur kompresi. Fraktur ini biasanya terjadi pada orang dewasa dan
secara khas mengenai korpus vertebra atau kalkaneus. Reduksi secara
sempurna jarang terjadi dan pasien mungkin akan mengalami deformitas.

Gambar kompresi baji anterior korpus vertebra T12


Menurut hubungan dengan keadaan sekitarnya fraktur dapat dibagi menjadi:
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/ compound), bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan dikulit.
Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu :
Derajat I : Luka <1 cm Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada luka
remuk.Fraktursederhanatransversal, oblig, atau kominutif ringan. Kontaminasi
minimal.

1. Derajat II :Laserasi >1 cm Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap / avulsi
Fraktur kominutif sedangKontaminasi sedang
2. Derajat III :Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit,
otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III
terbagi atas :
a) Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat
laserasi luas / flap / avulsi, atau fraktur segmental / sangat kominutif yang
disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran
luka.
b) Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar
ataukontaminasi massif.
c) Luka pada pembuluh arteri / saraf perifer yang harus diperbaiki
tanpamelihat kerusakan jaringan lunak. (Mansjoer, Arif, 2000).

Berdasarkan letak anatomis tubuh, fraktur dibagi menjadi beberapa bagian :


1. Ekstremitas atas
a. Regio gelang bahu
1) Fraktur klavikula
2) Fraktur skapula
3) Fraktur humerus subkapital
b. Regio humerus
1) Fraktur suprakondiler humerus
2) Fraktur humerus kondiler
3) Fraktur olecranon
4) Fraktur kapitulum radius
c. Regio siku
1) Fraktur suprakondiler humerus
2) Fraktur humerus kondiler
3) Fraktur olecranon
4) Fraktur kapitulum radius
d. Regio lengan bawah
1) Fraktur radius
2) Fraktur ulna
3) Fraktur antebrakii
4) Fraktur monteggia
5) Fraktur galeazzi
e. Regio pergelangan bawah
1) Fraktur radius distal
2) Fraktur tulang karpal
f. Regio tangan
1. Tulang belakang
a. Regio vertebra servikal
1) Fraktur tulang atlas
2) Fraktur tulang odontoid
3) Fraktur tulang vertebra servikal bawah
b. Regio vertebra torakolumbal
2. Ekstremitas bawah
a. Regio tulang panggul
b. Regio sendi panggul
1) Fraktur leher femur
2) Fraktur tulang trokanter femur
c. Regio femur
1) Fraktur batang femur pada anak
2) Fraktur batang femur pada dewasa
d. Regio lutut
1) Fraktur emur interkondiler
2) Fraktur patella
3) Fraktur plato tibia
e. Regio tungkai bawah
1) Fraktur batang tibia dan fibula
2) Fraktur tibia
3) Fraktur fibula
f. Regio pergelangan kaki
1) Fraktur pergelangan kaki
2) Fraktur malleolus medialis
3) Fraktur malleolus lateral
4) Fraktur bimaleolaris
5) Fraktur kompresi pada tibia
g. Regio pedis
1) Fraktur talus
2) Fraktur kalkaneus
3) Fraktur metatarsal
4) Fraktur jari kaki
FRAKTUR INTRA-ARTIKULAR
Fraktur Bennett

Gambar fraktur Bennet pada tulang metakarpal I


Fraktur ini disebabkan oleh abduksi ibu jari yang dipaksakan dan tampak
sebagai fraktur oblik yang mengenai permukaan artikulasi proksimal pada tulang
metakarpal I. Fragmen kecil tulang metakarpal I tetap berartikulasi dengan
trapezium, sementara bagian tulang yang lain mengalami dislokasi ke arah dorsal
dan radial akibat tarikan muskulus abduktor policis longus. Kegagalan
mendiagnosis dan mengobati fraktur intraartikular pada metakarpal dapat
menimbulkan rasa nyeri yang lama,kekakuan, dan atritis pascatrauma akibat
permukaan artikular yang tidak rata.
Fraktur Barton
Fraktur ini akibat terjatuh dengan tangan terentang. Fraktur oblik
intraartikular mengenai tepi dorsal radius bagian distal. Terkadang hal ini juga ada
kaitannya dengan dislokasi persendian pergelangan tangan. Bila fraktur mengenai
permukaan volar radius bagian distal, fraktur ini disebut sebagai kebalikan fraktur
Barton. Kedua bentuk fraktur ini paling baik dilihat pada proyeksi lateral oleh
karena orientasi koronal dari garis fraktur.

Fraktur plato tibia

Gambar fraktur depresi pada plato tibia lateral

Kebanyakan fraktur ini mengenai plato tibial lateral. Mekanisme cederanya


karena terpelintir. Kadang-kadang fraktur tidak terlihat jelas pada proyeksi AP
dan lateral yang standar. Oleh karena itu, kemungkinan dibutuhkan pandangan
oblik, atau tomografi unutk mengenali dan menilai derajat beratnya fraktur.
Sekitar 10% fraktur ini disebabkan oleh cedera ligamentum sendi lutut.
Fraktur pergelangan kaki

Gambar fraktur maleolus medialis dengan sebuah fragmen yang terlepas


Gambar fraktur dislokasi pada pergelangan kaki

Fraktur ini disebabkan oleh cedera inversi atau eversi, atau kombinasi kedua
meknisme tersebut. Macam-macam fraktur dapat diklasifikasikan berdasarkan
pada jenis cedera atau jenis fraktur yang terlibat. Jenis fraktur dapat berupa fraktur
unimaleolar (maleolus medial atau lateral), fraktur bimaleolar, fraktur trimaleolar
bila tuberkulum posterior tibia distal terkena, atau fraktur kompleks bila terjadi
fraktur komunitif pada bagian distal dan fibula. Fraktur dislokasi dapat terjadi bila
sendi pergelangan kaki (ankle mortse) terganggu akibat cendera tulang dan
ligamentum.
Fraktur kalkaneus

Gambar fraktur kominutif pada kalkaneus


Fraktur ini merupakan fraktur tulang tarsus yang paling sering terjadi.
Fraktur terjadi akibat jatuh dari ketinggian dan biasanya bilateral. Kemungkinan
disertai dengan fraktur tulang belakang, terutama pada vertebra lumbal
kedua.fraktur dapat diklasifikasikan sebagai eksrta-artikular atau intraartikular
bila fraktur mengenai sendi susbtarsal atau kalkaneokuboid. Pada fraktur intra
artikular, penting untuk menilai derajat depresi pada permukaan posterior sendi
subtalar. Mengukur sudut Bohler dari foto lateral membantu untuk menilai
depresi. Walaupun demikian, CT scan dapatmemperlihatkan posisi fragmen
tulang secara tepat dan luas depresi permukaan posterior sendi subtalar.

FRAKTUR NON ARTI-KULAR


Fraktur Colles

Gambar fraktur colles pada pergelangan tangan dalam foto AP dan lateral
Fraktur ini akibat terjatuh dengan tangan terentang. Fraktur radius terjadi
dikorpus distal, biasanya sekitar 2cm dari permukan artikular. Fragmen distal
bergeser ke arah dorsal dan proksimal, memperlihatkan gambaran deformitas
“garpu-makan malam”. Kemungkinan dapat disertai dengan fraktur pada proses
stiloideus ulna.

Fraktur Smith

Pandangan lateral pergelangan tangan memperlihatkan fraktur smith (kebalikan


fraktur colles)

Fraktur ini biasanya akibat terjatuh pada punggung tangan atau pukulan
keras secara langsung pada punggung tangan. Fragmen distal bergeser ke arah
ventral dengan deviasi radius tangan yang memberikan gambaran deformitas
“sekop kebun”.
Fraktur Suprakondiler
Gambar fraktur suprakondiler pada humerus distal seorang anak

Fraktur ini merupakan jenis fraktur siku yang paling sering terjadi pada
anak-anak berusia 3-10 tahun. Sebgian besar fraktur akibat terjatuh pada tangan
terentang dengan hiperekstensi siku. Fragmen distal bergeser ke posterior.

Fraktur Jones
Fraktur ini dapat mengenai basis tulang metatarsal V. Garis fraktur berjalan
secara transversal bila dibandingkan dengan pusat osifikasi, yang berjalan secara
oblik.
FRAKTUR YANG BERKAITAN DENGAN PENINGKATAN RISIKO
NEKROSIS AVASKULAR (AVN)

Tulang skafoid

Gambar fraktur skafoid dengan pergeseran yang disertai dengan fraktur pada
radius distal

Tulang ini adalah tulang karpal yang paling sering mengalami fraktur.
Kebanyakan terjadi dibagian pinggang tulang diikuti dipolus proksimal dan
tuberositas. Cedera yang berkaitan dengan tulang ini antara lain dislokasi
perilunatum dan fraktur radius. Komplikasi terjadinya penyatuan yang lambat
(delayed union) atau tidak terjadinya penyatuan (non union) meningkatkan resiko
osteonekrosis, yang sering mengenai fragmen proksimal.

Kolum femoris

Gambar fraktur dengan pergeseran kolum femoris kiri


Fraktur pada daerah ini termasuk fraktur intrakapsular, yang terjadi
subkapital, trans-servikal atau basiservikal. Tidak terjadinya penyatuan tulang
(non-union) merupakan komplikasi yang sering terjadi pada cedera tersebut, yang
dapat menyebabkan osteonekrosis.

FRAKTUR/DISLOKASI
Galeazzi

Gambar fraktur Galleazi pada radius dengan dislokasi sendi radioulnar distal

Fraktur ini akibat terjatuh dengan terentang dan lengan bawah dalam
keadaan pronasi, atau terjadi karena pukulan langsung pada pergelangan tangan
bagian dorsolateral. Fraktur ini merupakan fraktur sepertiga distal radius dengan
dislokasi sendi radioulna distal. Fragmen distal mengalami pergeseran dang
angulasi ke arah dorsal. Dislokasi mengenai ulna ke arah dorsal dan medial.

Monteggia
Fraktur jenis ini disebabkan oleh pronasi lengan bawah yang dipaksakan
saat jatuh atau pukulan secara langsung pada bagian dorsal sepertiga proksimal
lengan bawah. Fraktur ini terdiri dari fraktur ulna proksimal dengan angulasi
anterior yang disertai dengan dislokasi anterior kaput radius.

Dislokasi perilunatum transkafoid


Foto AP dan lateral pergelangan tangan menunjukkan fraktur transkafoid yang
bergeser dengan dislokasi periunatum

Fraktur ini merupakan fraktur yang paling sering disebabkan oleh dislokasi
karpal. Proyeksi frontal (AP) memperlihatkan fraktur skafoid dengan jelas, namun
pandangan lateral menunjukan pergeseran tulang kapitatum ke arah dorsal yang
berhubung dengan tulang lunatum, yang tetap berartikulasi dengan radius distal,
oleh karena itu, disebut dislokasi periulnar.

Fraktur Maisonneuve
Terjadi fraktur fibula proksimal yang disebabkan oleh robekan pada
membrana interoseus dan sindesmosis tibiofibularis distal. Kemungkinan juga
disertai dengan robek ligamentum deltoid atau fraktur maleolus medialis yang
menyebabkan pelebaran kompartemen sendi medial.

Fraktur Lisfranc
Gambar dislokasi fraktur lisfranc kaki
Fraktur ini biasanya terjadi sesudah jatuh dari ketinggian atau saat menuruni
tangga pesawat terbang. Ligamentum Lisfranc yang terletak antara tulang
kuneiform I dan basis tulang metatarsal II terputus atau mengalami avulsi pada
tempat insersinya. Terdapat 2 variasi cedera, yaitu dislokasi homolateral
metatarsal I sampai V dan perpindahan lateral divergen metatarsal II sampai V
dengan pergeseran tulang metatarsal I ke medial atau dorsal. Fraktur yang terkait
antara lain fraktur yang terjadi pada basis metatarsal II dan yang lebih jarang,
pada tulang metatarsal III, Kuneiform I atau tulang kuboid.

TRAUMA PADA TULANG BELAKANG


Tulang belakang servikal
Pemeriksaan radiologis bergantung pada keadaan pasien. Pada pasien
dengan trauma berat (tidak sadar, fraktur multipel, dan sebagainya) pemeriksaan
harus dilakukan dengan hati-hati dan semua foto harus dibuat dengan pasien
berbaring terlentang dan manipulasi sedikit mungkin. Foto yang terpenting adalah
foto lateral dengan pasien berbaring dan sinar horizontal.
Biasanya segmen bawah tulang leher (CVI-VII) tertutup oleh bahu. Untuk
mengatasi hal ini bahu direndahkan dengan cara menarik lengan penderita ke
bawah. Proyeksi oblik dapat menambah informasi tentang pedikel, foramina
intervertebra dan sendi apofiseal.
Bila pasien dalam keadaan baik, sebaiknya dibuat foto AP, termasuk dengan
mulut terbuka untuk melihat CI dan CII, foto lateral dan foto oblik kiri dan kanan.
Trauma servikal diklasifikasikan berdasarkan mekanisme trauma dan derajat
kestabilan (stabil dan tidak stabil).
Berdasarkan mekanisme trauma adalah
a. Hiperfleksi
 Subluksasi anterior: terjadi robekan pada sebagian ligamen di posterior tulang
leher, ligamen longitudinal anterior utuh. Termasuk lesi stabil. Tanda penting
pada subluksasi anterior adalah adanya angulasi ke posterior (kifosis) lokal
pada tempat kerusakan ligamen. Tanda-tanda lainnya, jarak melebar antara
prosesus spinosus, subluksasi sendi apofiseal.
 Bilateral interfacetal dislocation: terjadi robekan pada ligamen longitudinal
anterior dan kumpulan ligamen diposterior tulang leher. Lesi tidak stabil.
Tampak dislokasi sekunder anterior korpus vertebra. Dislokasi total sendi
apofiseal.
 Flexion tear drop fracture dislocation: tenaga fleksi murni ditambah
komponen kompresi menyebabkan robekan pada ligamen longitudinal anterior
dan kumpulan ligamen posterior disertai fraktur avulsi pada bagian antero-
inferior korpus vertebra. Lesi tidak stabil. Tampak tulang servikal dalam fleksi,
fragmen tulang berbentuk segitiga pada bagian antero-inferior korpus vertebra,
pembengkakan jaringan lunak pravertebral.

Gambar fraktur teardrop fleksi pada vertebra C5


 Wedge fracture: vertebra terjepit sehingga berbentuk baji. Ligamen
longitudinal anterior dan kumpulan ligamen posterior utuh sehingga lesi ini
bersifat stabil.
 Clay shovele’s fracture: fleksi tulang leher dimana terdapat kontraksi ligamen
posterior tulang leher mengakibatkan terjadinya fraktur oblik pada prosesus
spinosus, biasanya pada CVI-CVII atau ThI

b. Fleksi-rotasi
Terjadinya dislokasi interfacetal pada satu sisi. Lesi ini stabil
walaupunterjadi kerusakan pada ligamen posterior termasuk kapsul sendi
apofiseal yang bersangkutan. Tampak dislokasi anterior korpus vertebra. Vertebra
yang bersangkutan dan vertebrae proksimalnya dalam posisi oblik, sedangkan
vertebrae distalnya tetap dalam posisi lateral.
c. Hiperekstensi
 Fraktur dislokasi hiperekstensi: dapat terjadi fraktur pedikel, prosesus
artikularis, lamina dm prosesus spinosus. Fraktur avulsi korpus vertebrae
bagian postero-inferior. Lesi tidak stabil karena terdapat kerusakan pada
elemen posterior tulang leher dan ligamen bersangkutan.
 Hangman’s fracture: terjadi fraktur arkus bilateral dan dislokasi anterior CII
terhadap CIII
Gambar foto lateral vertebra memperlihatkan fraktur hangman
d. Ekstensi-rotasi
Terjadi fraktur pada prsosesu artikularis satu sisi.
e. Kompresi vertikal
Terjadinya fraktur akibat diteruskannya tenaga trauma melalu kepala,
kondilus oksipital, ke tulang leher.
 Bursting fracture dari atlas (Jefferson’s fracture)
 Bursting fracture vertebrae servikal tengah dan bawah.

Tulang belakang Torakal dan Lumbal


Pemeriksaan radiologik rutin untuk trauma tulang belakang torakal dan
lumbal adalah proyeksi AP dan lateral.
Fraktur vertebra torakal bagian atas dan tengah jarang terjadi kecuali
kondisi berat osteoporosis. Karena kanalis spinal di daerah ini sempit, maka
sering ada kelainan neurologik. Mekanisme trauma biasanya bersifat kompresi
atau trauma langsung. Pada kompresi terjadi fraktur kompresi dapat timbul dari
fraktur elemen posterior vertebra, korpus dan iga didekatnya. Pada fraktur
kompresi tampak korpus berbentuk baji pada foto lateral.
Pada foto AP adanya pelebaran bayangan mediastinum di daerah yang
bersangkutan menunjukan adanya hematom paravetebral. Pada daerah
torakolumbal dan lumbal, mekanisme trauma dapat bersifat fleksi, rotasi dan
kompresi. Trauma fleksi paling sering dan menimbulkan fraktur kompresi.
Trauma rotasi paling sering terjadi pada torakolumbal (TI-LI) dan dapat
menimbulkan fraktur dislokasi disebabkan kerusakan pada elemen psoterior
vertebra.
Makna klinis klasifikasi fraktur
Penting untuk melakukan klasifikasi fraktur secara tepat. Hal ini membantu
dalam menentukan kemungkinan prognosis dan memilih penanganan yang tepat.
Fraktur dapat ditangani secara konservatif dengan gips atau pembedahan
menggunakan fiksasi internal atau eksternal. Fiksasi pembedahan biasanya
dilakukan bila terjadi kegagalan reduksi, pada fraktur terbuka dan fraktur intra
artikular. Fiksasi eksternal biasanya dilakukan untuk fraktur terbuka dengan
kontaminasi yang luas.
Bila fraktur bersifat inkomplit seperti pada fraktur greenstick, reduksi
biasanya mudah dan anak dapat diyakinkan bahwa penyembuhan biasanya terjadi
dengan cepat. Sebaliknya fraktur kompresi jarang sekali dapat direduksi dengan
sempurna.
Ada fraktur-fraktur tertentu yang juga kurang stabil, dan klasifikasi yang
tepat dapat membuat klinisi waspada terhadap fraktur yang memiliki resiko
komplikasi saat penyatuan dilakukan reduksi, tidak seperti fraktur oblik dan spiral
yang mempunyai kecenderungan untuk bergeser. Pergeseran sesudah reduksi
dapat menyebabkan penyatuan yang lambat (delayed union), penyatuan posisi
yang salah (malunion) atau bahkan tidak terjadinya penyatuan (nonunion). Hal
yang sama, fraktur kominutif biasanya bersifat tidak stabil dan kemungkinan
untuk sembuh dalam posisi yang kurang optimal karena reduksi fragmen fraktur
sering sulit dipertahankan. Yang terakhir, waktu penyembuhan cenderung lebih
lama pada fraktur-fraktur tertentu walaupun sebagian besar fraktur seharusnya
menyatu dalam 16-18 minggu.

Waktu penyembuhan tulang tubulus pada orang dewasa


Ekstremitas atas Ekstremitas bawah
Kalus awal 2-3 minggu 2-3 minggu
Konsolidasi lanjut 6-8 minggu 12-16 minggu

Penyatuan
Penyatuan tualang terjadi akibat proses perbaikan tulang yang kompleks
dan terlihat pada foto seperti pembentukan kalus.
Pembentukan Kalus awal
Pada tahap awal, kalus hanya mengandung jaringan fibrosa radiolusen dan
garis fraktur akan terlihat pada foto. Pada tahap yang sedikit lebih lanjut,
terbentuk kalus imatur. Kasus ini membentuk gambaran khas seperti “kapas yang
lembut”. Kalus mungkin terlihat menghubungi fraktur walaupun garis fraktur
tetap terlihat bahkan ketika penyatuan klinis telah terjadi. Pada tahap ini, tidak ada
gerakan pada tempat fraktur bila diberikan stres.

Konsolidasi lanjut
Kalus lunak secara bertahap diubah menjadi tulang matur yang keras.
Keadaan ini adalah tahap konsolidasi lanjut dan dikatakan telah terjadi konsolidasi
jika pada foto terlihat kalus tulang menghubungi fraktur dan tidak tampak garis
fraktur. Kemudian terjadi pembentukan ulang (remodelling) tulang. Rongga
sumsum akhirnya terbentuk dan terbentuklah korteks.

Komplikasi
Komplikasi yang disebabkan oleh fraktur dapat bersifat sistemik atau lokal
terhadap tulang yang fraktur, jaringan lunak atau persendian yang berdekatan.
Komplikasi lokal yang mengenai tulang antara lain: komplikasi penyatuan,
infeksi, nekrosis avaskular.distrofi refleks simpatik dan gangguan pertumbuhan
pada anak-anak bila yang terkena adalah lempeng pertumbuhan.
Komplikasi lokal nontulang dapat mengenai jaringan lunak dan persendian
yang berdekatan. Diantara cedera jaringan lunak, kondisi yang sering terjadi
adalah trauma terhadap pembuluh darah yang berdekatan dengan tempat fraktur,
sindrom kompartemen dan juga cedera pada saraf dan visera yang berdekatan.
Komplikasi yang mengenai persendian antara lain hemartrosis dan
kekakuan sendi akibat edema dan fibrosis. Osteoartritis pascatrauma dapat
disebabkan oleh kerusakan pada kartilago artikular dan permukaan sendi atau
stres abnormal yang terjadi karena malunion fraktur korpus.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, dkk., 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3, Medica.


Aesculpalus, FKUI, Jakarta.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC
Buckwalter, J. A.,et al. 2000. Orthopaedic Basic Science – Biology and
Biomechanics of The Musculoskeletal System, Second Edition, American
Academy of Orthopaedic Surgeons, United States of America.

Buckley, R. 2004. General Principle of Fracture Care, Department of Surgery,


Division of Orthopaedi, University of Calgary, Canada.

Canale, S. T. 2003 Fracture Healing ( Bone Regeneration ), In: Campbell’s


Operative Orthopaedic, Tenth Edition, Vol : 3, Mosby, United States of
America.

Chapman, M. 2001. W.Chapman orthopedic surgery 3rd ,Lippincott wiliams &


Walkins United States of America, California.

David I. P. 2008. Orthopedic Traumathology – A Residents Guide 2nd editon,


Leipzig, Germany.

Miller, M. D. 2000. Review of orthopedic third edition, Phidelphia: Saunders.

Carpenito, 1999. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerjemah Monica Ester,


Jakarta:EGC.
Doenges Marlyn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Unuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, (Edisi 3). (Alih Bahasa 1 Made
Kriase), Jakarta: EGC

Rasjad C, 2003. Pengantar Ilmu Bedah Orthopaedi, Trauma, 12 Edition. Bintang


Lamupatue. Makasar.

Sjamsuhidayat, De Jong. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah (Edisi 3). Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai