Anda di halaman 1dari 11

TUGAS ILMU ALAMIAH DASAR

KEARIFAN LOKAL BUDAYA SASI MALUKU

Muhammad Fauzan Erza (170308011)

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya , saya dapat menyelesaikan makalah “Kearifan
Lokal Budaya Sasi Maluku” dengan baik dan lancar .
Makalah ini disusun untuk membantu mengembangkan kemampuan
pemahaman pembaca terhadap kearifan lokal budaya sasi Maluku. Pemahaman
tersebut dapat dipahami melalui pendahuluan, pembahasan, serta penarikkan garis
kesimpulan dalam makalah ini.
Makalah kearifan lokal budaya sasi Maluku ini disajikan dalam konsep
dan bahasa yang sederhana sehingga dapat membantu pembaca dalam memahami
makalah ini. Dengan makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami
mengenai kearifan lokal.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dosen matakuliah Ilmu
Alamiah Dasar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
berkarya menyusun makalah kearifan lokal budaya sasi Maluku..
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Sesuai dengan
pepatah tak ada gading yang tak retak maka saya sadar akan kekurangan pada
makalah ini baik dalam segi penulisan dan masalah penyusunan kata. Maka saran
, kritik dan masukan yang membangun sangat saya harapkan dari seluruh pihak
dalam proses membangun mutu dalam karya selanjutnya.

Medan, 17 Desember 2017

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ............................................................................Error! Bookmark not defined.
I. PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2. Tujuan ........................................................................................................................ 2
II. PEMBAHASAN ............................................................................................................ 3
2.1. Sejarah Sasi ................................................................................................................ 3
2.2. Mekanisme Pengelolaan Budaya sasi ...................................................................... 3
2.3. Manfaat terhadap sumber daya ............................................................................... 5
2.4. Sanksi .......................................................................................................................... 6
III. KESIMPULAN .............................................................................................................. 7
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 8

iii
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kondisi lingkungan Indonesia menghasilkan keanekaragaman ekosistem beserta
sumber daya alam, melahirkan manusia Indonesia yang berkaitan erat dengan kondisi alam
dalam melakukan berbagai aktivitas untuk menunjung kelangsungan hidupnya. Manusia
Indonesia menaggapi alam sebagai guru pemberi petunjuk gaya hidup masyarakat, yang
terlahir dalam bentuk kebiasaan alami yang dituangkan menjadi adat kehidupan yang
berorientasi pada sikap alam terkembang menjadi guru (Salim, 2006).
Secara ekologis, manusia merupakan salah satu subsistem dalam ekosistem lingkungan
hidup. Dengan demikian manusia adalah satu kesatuan terpadu dengan lingkungannya dan
dianta-ranya terjalin suatu hubungan fungsional yang sedemikian rupa.Dalam hubungan
fungsional tersebut manusia tidak dapat dipisahkan dengan lingkungannya. Manusia akan
selalu bergantungpada lingkungan yang sekaligus dipengaruhi dan mempengaruhi dan pada
akhirnya akan mempengaruhi ekosistem secara keseluruhan (Popi tahulele ).
Kini kelangsungan lingkungan hidup sedang berada di persimpangan dan pihak yang
selama ini dianggap mengakibatkan kerusakan lingkungan yang besar adalah masyarakat
adat/tradisional. Naman dari hasil penelitian beberapa dekade ini terbukti pihak yang
mengakibatkan kerusakan lingkungan dalam skala yang besar dan masif tidak dilakukan oleh
masyarakat tradisional tetapi oleh industri besar dan negara yang kebijakanyannya tidak
mengidahkan perlindungan atas lingkungan (Popi tahulele ).
Dalam hal lain, ada yang harus diketahui bahwa sahnyanya masayarakat yang menganut
budaya khuhsusnya budaya kearfian local dipesisir memegang teguh dengan aturan budaya
itu. Masyarakat pesisir yang menganut aturan lebih bisa melestarikan alam, hal ini disebabkan
pola pikir menjaga kelastarian alam sudah tertanam sejak kecil dan menjadi kebiasaan pada
daerah tertentu.
Sasi dapat diartikan sebagai larangan untuk mengambil hasil sumberdaya alam tertentu
sebagai upaya pelestarian demi menjaga mutu dan populasi sumberdaya hayati (hewani
maupun nabati) alam tersebut. Karena peraturan-peraturan dalam pelaksanaan larangan ini
juga menyangkut pengaturan hubungan manusia dengan alam dan antar manusia dalam
wilayah yang dikenakan larangan tersebut, maka sasi, pada hakekatnya, juga merupakan suatu
upaya untuk memelihara tata-krama hidup bermasyarakat, termasuk upaya ke arah
pemerataan pembagian atau pendapatan dari hasil sumberdaya alam sekitar kepada seluruh

1
warga/penduduk setempat. Saat ini, sasi memang lebih cenderung bersifat HUKUM ADAT
bukan tradisi, dimana sasi digunakan sebagai cara mengambil kebijakan dalam pengambilan
hasil laut dan hasil pertanian. Namun, secara umum, sasi berlaku di masayarakat sebagai
bentuk etika tradisional. Sasi tidak berhubungan dengan ritus kelahiran, perkawinan, kematian
dan pewarisan, melainkan lebih cenderung bersifat tabu dan kewajiban setiap individu dan
masyarakat dalam mengelola sumber daya alam yang dimiliki. Seperti yang kita tahu, bahwa
taboo atau tabu berfungsi untuk menjaga kestabilan hidup masyarakat. Tabu seringkali
dikaitkan dengan sesuatu yang terlarang, karena akan mengakibatkan dampak buruk bagi
orang yang melanggar tabu.

1.2. Tujuan
Tujuan dari makalah ini, agar kiranya kita mengetahui bagaimana kearifan local betul
betul mempunyai mindset untuk melestarikan alam khususnya disni budaya sasi di Maluku.

2
II. PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Sasi


Adat Sasi adalah sebuah kebudayaan negeri Maluku yang diwariskan oleh nenek moyang
orang Maluku sejak berabad-abad lalu. Seiring perkembangan jaman kegiatan adat sasi masih
tetap dilestarikan oleh masyarakat di tanah raja-raja ini.
Pada mulanya ada sasi dilakukan oleh raja raja Maluku pada zaman sebelum
kemerdekaan. Budaya sasi ini dilakukan karena 2 prinsip, pertama bahwa hasil alam tidak
boleh dinikmati dalam waktu yang ditentukan dalam hal ini tidak boleh kita menyentuh atau
memanfaatkan hasil alam ketika belum layak digunakan. Ke dua untuk memberikan kepuasan
tersendiri dari hasil usaha sendiri.Pada saat masuknya agama di bagian Maluku baik itu islam
dan Kristen, budaya sasi dipegang teguh oleh para penanggung jawab masjid, dan para
penjaga gereja.
Adat Sasi merupakan sebuah perintah larangan untuk mengambil hasil baik hasil
pertanian maupun hasil kelautan sebelum waktu yang ditentukan. Hal ini dilakukan agar
ketika datang waktu panen atau waktu diperbolehkan untuk mengambil, hasil pertanian atau
kelautan dapat dipanen bersama-sama sehingga masyarakat benar-benar merasakan hasil kerja
keras yang mereka lakukan. Apapun caranya asalkan manfaatnya dapat dirasakan oleh
masyarakat, namun kenyataan yang terjadi dilapangan banyak masyarakat yang mengeluh
dengan diberlakukan adat sasi. Bagaimana tidak hasil yang mereka miliki tidak
diperkenankan untuk diambil sebelum waktunya dilain sisi pencurian yang terjadi
tidak mengenal waktu.

2.2. Mekanisme Pengelolaan Budaya sasi


Secara tradisional, sasi diterapkan dalam tiga tingkat, yaitu sebagai berikut :
1. Sasi perorangan, yakni melindungi sumber daya alam yang bisa menjadi milik pribadi
dalam batas waktu tertentu.
2. Sasi umum, yakni yang diterapkan untuk perkebunan campuran berbagai pohon yang
ada di Maluku dan Papua, disebut sebagai dusun, kemudian diterapkan untuk sumber
daya tertentu yang ada dalam kebun tersebut.
3. Sasi desa, yakni berlaku bagi seluruh lapisan di desa tersebut, biasanya terdiri dari
beberapa dusun.

3
Setelah kewenangan sasi semakin luas dan bertambah, akhirnya sasi berkembang menjadi
empat kategori, yakni sebagai berikut :
1. Sasi perorangan, yakni berlaku hanya untuk lahan saja, karena laut milik umum.
2. Sasi umun, hanya berlaku untuk tingkat desa saja.
3. Sasi gereja dan sasi masjid, yaitu sasi yang disetujui oleh pihak gereja, masjid atau
masyarakat umum.
4. Sasi negeri, yakni sasi yang disetujui oleh pemerintah lokal, seperti kepala desa, para
bupati, contohnya untuk mengatasi masalah perselisihan mengenai batas wilayah
Di laut (Sasi laut), sasi tersebut diberlakukan dari batas air surut ke batas awal air yang dalam
pada saat tertentu, yakni sebagai berikut :
1. Menangkap ikan seperti lompa (Thryssa baelama) (Engraulidae) serta jenis ikan
lainnya, termasuk teripang Holothuroidea dan udang;
2. Menangkap ikan-ikan di teluk-teluk tertentu dan pada waktu-waktu tertentu;
3. Menangkap ikan dengan menggunakn jaring yang bermata kecil (redi karoro);
4. Menangkap ikan dengan menggunakan bom atau bahan beracun;
5. Menangkap ikan dengan menggunakan jaring khusus untuk daerah penangkapan
tertentu;
6. Mengambil lola (Trochus niloticus), karang laut, karang laut hitam, batu karang dan
pasir;
7. Mengumpulkan rumput laut untuk keperluan makanan atau untuk dijual.
Di pantai (Sasi pantai) pada saat:
1. Mengambil hasil hutan mangrove;
2. Mengambil telur burung gosong/maleo yang hitam.
Sasi Umum, adalah sasi yang diterapkan oleh seluruh warga desa. Sasi umum terbagi atas
2, yaitu: a. Sasi Air, terdiri dari : 1) Sasi Laut, adalah sasi yang meliputi kawasan pantai dan
laut yang termasuk pertuanan desa. Hal ini berarti segala kandungan laut yang dianggap
penting oleh masyarakat setempat, tergantung pada nilai ekonomis hasil laut tersebut. Yang
mula-mula diatur oleh sasi adalah khusus ikan. Inipun meliputi jenis ikan tertentu yang
biasanya bergerak berpindah-pindah secara berkelompok seperti ikan Lompa. Bila satu
kelompok telah memasuki satu labuhan maka masyarakat dilarang untuk menangkapnya.
Sejak saat itu sasi mulai berlaku. Contoh sasi laut, seperti: bialola (sejenis kerang), rumput
laut, mutiara, dan ikan. 2) Sasi sungai/kali, adalah Sasi yang mengatur mengenai hal-hal yang
tidak boleh dilakukan dikali. Misalnya pada saat ikan Lompa sudah masuk ke kali,

4
masyarakat dilarang untuk mengganggu atau menangkapnya. Masyarakat dilarang mencuci
bahan dapur dikali, orang laki-laki dilarang mandi bercampur dengan orang perempuan,
dilarang mencuci pakaian atau bahan cucian apapun melewati tempat mengambil air minum,
perahu bermotor atau jenis Speed Boat yang masuk ke kali tidak boleh menghidupkan
mesinnya, pohon kayu di tepi kali di sekitar lokasi sasi tidak boleh di tebang kecuali pohon
sagu. Contoh sasi sungai/ kali, seperti: ikan Lompa di pulau Haruku
2.3. Manfaat terhadap sumber daya
Lokollo (1925) menjelaskan bahwa terdapat enam tujuan falsafah yang mempengaruhi
pelaksanaan adat sasi dan menjadi manfaat, yakni sebagai berikut:
1. Memberikan petunjuk umum tentang perilaku manusia, untuk memberikan batasan
tentang hak-hak masyarakat;
2. Menyatakan hak-hak wanita, untuk memberikan definisi status wanita dan pengaruh
mereka dalam masyarakat:
3. Mencegah kriminalitas, untuk mengurangi tindakan kejatahan seperti mencuri;
4. Mendistribusikan sumber daya alam yang mereka miliki secara merata untuk
menghindari konflik dalam pendistribusian sumber daya alam, yakni antara
masyarakat dari desa atau kecamatan yang berbeda;
5. Menentukan cara pengelolaan sumber daya alam yang di laut dan di darat guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
6. Untuk penghijauan/pelestarian alam (konservasi).
Manfaat dari sasi terhadap masyarakat adalah masyarakat dapat memiliki pendapat dari
hasil hutan yang berupa pala dan kelapa yang dapat di panen sacara berkesinambungan dan
hasil yang dapat di panen juga maksimal dan berkualitas sehingga nilai jualnya pun menjadi
tinggi. Selain itu sasi juga menjadi suatu sistem yang dapat menekan terjadinya pencurian
yang sering dilakukan pada hasil hutan apa bila sasi itu tidak di jalankan.
Manfaat konservasi tradisioanal yang berupa sasi yaitu dapat menjaga tumbuhan yang di
kenkan sasi dari kerusakan yang dapat di akibatkan oleh orang-orang yamg tideak bertangung
jawab terhadap buah dan daunnya sehingga dapat berdampak pada kematian dari tanaman
tersebut. Selain itu sasi juga dapat membantu tanaman khusunya dalam mendapat atau
menghasilkan anakan-anakan yang dapat di jumpai di bawah tanaman yang telah berbuah jika
sasi itu di jalankan sehingga, masyarakat dapat mendapatkan anakan dari tanaman khususnya
tanaman pala dengan mudah dan dapat menghasilkan anakan yang berkualitas, sehingga

5
tanaman yang menjadi tanaman yang khas tumbuh di Maluku khususnya tanaman pala dapat
lestari.

2.4. Sanksi
Hukum sasi terbagi atas dua macam yaitu hukum sasi adat dan hukum sasi denda. Yang di
maksud dengan hukum sasi adat adalah perbutan yang dapat di pidana, sedangkan hukum sasi
denda adalah sejumlah peraturan yang mengandung cara-cara kewang mempergunakannya,
dalam hal ini kewenangannya untuk menerapkan pidana ( Lakolo,1988 ).
Apa bila sasi telah berjalan dan kemudian ada masyarakat yang melangarnya maka
mereka yang melangar akan di kenakan sangksi. Sangksi yang di berikan oeleh panitia (
kewang ) yaitu denda atas berapa banyak hasil yang di ambil dan mendapat cambukan sesuai
dengan aturan adat yang telah di jalani secara turun temurun.
Dalam menjaga kelestarian lingkungan yang saat ini banyak terjadi kerusakan lingkungan
akibat dari perbuatan orang- orang yang tidak bertangung jawab. Adat sasi dapat berperan
untuk mencegahnya. Sasi merupakan perpaduan antara adat dan agama serta sasi juga adalah
suatu adat yang sacral. Hal ini dapat di lihat pada saat pelaksanaan sasi yang selalu di awali
dengan doa- doa, dan juga di kenakan sanksi bagi yang melanggar larangan sasi

6
III. KESIMPULAN

Berdasrkan apa yang telah dijalaskan bahawa budaya sasi merupakan budaya yang betul
memegang teguh akan kelestarian alam. Hal ini bisa dilihat dengan dijalankan sungguh
sungguh oleh masyarakat setempat. Melihat hal ini juga, bahawa masyarakat lebih berperan
menjaga kelestarian alam, dan sebenarnya yang sering merusak alam adalah orang yang
memiliki kepentingan pribadi tanpa mempertimbangkan dampak yang dia lakukan contohnya
perusahaan yang mengekrus kekayaan alam.
Dari pembahasan diatas juga kita, dapat mendapat pelajaran bahwa budaya yang telah
diturunkan oleh nenek moyang harus kita lestarikan. Karena budaya sasi merupakan budaya
yang luar biasa yang betul bertujuan melestarikan alam

7
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Hak Rakyat atas Lingkungan Hidup, diakses pada tanggal 20 Maret 2013 dari
http;//wodpress.com/ 2008/11/adat.jpg
Suhartini, Modul Pengeyaan Materi Pengelolaan Lingkungan Hidup,Universitas Negeri Yogyakarta,
2008, hal. 1
H.Maman Djumantri, Ruang Untuk MasyarakatLokal Tradisional ( Masyarakat Adat ) yang Semakin
Terpinggirkan, Hal 1
Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Pradya Paramita, 1978,Jakarta hal 42
F.L. Cooley, Altar and Thone in Center ar Molukas Societies a Dissertation Presented to the Faculity
on the Depertemen of Religion, Yale University. Hal 47
Kusumadi pujosewojo, 1959, Pedoman pelajaran Tata Hukum Indonesia, Universitas Indonesia, hal
43
Soepomo, 197, Bab-bab Tentang Hukum Adat, Pradya Paramitha, Jakarta, Hal 8
Soejono Soekanto,2012, Hukum Adat Indonesia,Rajawali Press, jakarta, hal 93
Lihat Principle 22 dalam The Rio Declaration on Environment and Development.
Kosmaryandi, N. 2005, Kajian Penggunaan Lahan Tradisional Minangkabau Berdasarkan Kondisi
Tanahnya (Study of Minangkabau Traditional Landuse Based on Its Soil Condition). Media
Konservasi. Vol. X. No. 2. Hal 77 – 81.
H.Maman Djumantri, Op chit, Hal 2
Abdul Mukti, Beberapa Kearifan Lokal Suku Dayak Dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam,2010
Brawijaya Malang, Hal 1
Popi Tuhulele, 2009, Pembakuan Nama Pulau Indonesia Upaya Mempertahankan Konsep Negara,
Kepulauan, Tesis padaUniversitas Gadjah Mada, hal 102
Sandra Moniaga, Hak-hak Masyarakat Adat dan Masalah serta Kelestarian Lingkungan Hidup di
Indonesia, Media Pemajuan Hak Asasi Manusia, No. 10/Tahun II/12 Juni 2002, Jakarta
diakses pada http://www.huma.or.id

Anda mungkin juga menyukai