Anda di halaman 1dari 28

2nd NATIONAL TRAINER SKILL COMPETITION

METALURGI LAS II

DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PELATIHAN DAN PRODUKTIFITAS
BALAI BESAR PENGEMBANGAN LATIHAN KERJA DALAM NEGERI
Jalan Jend. Gatot Subroto 170 Telp/Fax. (022) 7312564
BANDUNG 40275 JAWA BARAT
PENGELASAN METAL BERBEDA
1 METALURGI LAS
1.1 UMUM
Pengetahuan tentang metalurgi las merupakan faktor kunci atas
berhasilnya implementasi teknologi las modern , terutama dengan
diketemukannya bahan paduan dengan sifat kemanis yang unggul
( sangat ulet / tough dan kuat ) . Metalurgi las mengendalikan
pelaksanaan , kondisi serta sifat mekanis las.
Prinsip dasar metalurgi las adalah struktur mikro dari sambungan las
yang menentukan sifat mekanis dan variabel seperti saikel termal ,
reaksi kimia didalam cairan metal , perpaduan , flux , komposisi , dan
zat kontaminan yang sangat mempengaruhi sona terimbas panas.
Dalam tulisan ini disajikan pengenalan secara umum untuk dapat
memberikan penjelasan tentang prinsip dasar dan beberapa
terminologi dalam metalurgi las.
Fenomena metalurgis yang sangat penting dalam pengelasan seperti :
pekerjaan dingin ( cold working ) , rekristalisasi , pertumbuhan kristal ,
penuaan ( aging ) dan tempering , akan dibahas termasuk penggunaan
diagram fase equilibrium dan transformasi suhu-waktu non
equilibrium ( time-temperature trasformation / TTT ) , serta diagram
transformasi pendinginan berkelanjutan ( continuous cooling
transformation / CCT ) . Akan dijelaskan pula beberapa hal seperti ,
solidifikasi , aliran panas ( heat flow ) , struktur mikro , sifat mekanis
las , dan pemanasan awal serta perlakuan panas paska las .

1.2 METALURGI UMUM.


FASE FASE METAL
Metal dengan fase tunggal yang sangat umum didalam sistim stuktur
metalurgi , memiliki struktur kristal yang sama dalam suhu berapa
saja hingga titik leburnya . Pada umumnya metal murni memiliki fase
tunggal , seperti misalnya : tembaga , nikel , aluminium , timbal, platina
, emas dan perak yang struktur molekulya merupakan face centre cubic
( fcc ) , serta chromium , niobium , molybdenum , tungsten dan
vanadium yang struktur molekulnya body centre cubic ( bcc) ,
kemudian beryllium , cadmium , magnesium . seng dan rhenium yang
memeiliki struktur molekul hexagonal close pack ( hcp ) .
Metal yang memiliki lebih dari satu struktur kristal memiliki sifat
allotropis atau polytropis . Misalnya titanium berbentuk hcp dibawah
1621F dan menjadi bcc diatas 1621F. Besi dibawah 1674F dan diatas
2541F bersifat bcc , namun pada suhu diantara kedua suhu diatas
bersifat fcc. Metal lain yang bersifat allotropis adalah cobalt , zirconium
, timah putih , dan uranium.
Ada kalanya dua jenis metal fase tunggal dicairkan dan dipadu menjadi
bahan paduan , yang ternyata juga memiliki fase tunggal pula , seperti
misalnya tembaga dan nikel menjadi copper nickel ( lihat diagram
isomorphous G 5-1) . Diagram ini memperlihatkan daerah suhu dan
komposisi dimana fase cair dan padat  terjadi dalam kondisi paduan
dibawah tekanan atmosferis yang tetap. Nikel memiliki ttik lebur
2647F dan tembaga 1981F , namun paduannya memiliki titik lebur
dan titik beku yang bervariasi dalam sutu cakupan shuh ( temperature
range ). Apabila nikel dan tembaga dilebur-padukan , suatu fase tungga
( L ) terjadi pada suhu diatas garis yang menunjukkan sifat cair
( liquidus ) , sedangkan suatu fcc fase tunggal (  ) akan terjadi pada
suhu suhu dibawah garis padat ( solidus ) . Berbeda dengan elemen
murni , suatu daerah fase yang bersifat cair dan padat berada pada
cakupan suhu dan komposisi diantara sifat liquidus dan solidus untuk
sistim paduan berfase tunggal.
Untuk menujukkan formasi padat-cair yang tidak terbatas , suatu
sistim paduan harus memenuhi persyaratan hukum Hume – Pothery
yang mempersyaratkan kedua elemen memiliki :
 Radius atom tidak boleh berbeda satu dengan lainnya melebihi
15%.
 Struktur kristal yang sama
 Memiliki nilai elektronegativitas sama ( elemen harus dekat satu
dengan lainnya dalam tabel periodik ).
 Memiliki valensi sama.
Terdapat banyak dipasaran paduan nickel copper berfase tunggal yang
berkisar dari monel kaya nikel hingga paduan kaya tembaga yang
berkonduktivitas tinggi.
Terdapat banyak sistim paduan isomorphous yang berbasis pada besi-
chromium , besi-vanadium , tungsten – molybdenum , chromium
molybdenum , dan lain lain. Walaupun paduan isomorphous tidak
terbatas pada sistim dua komponen , namun jenis paduan ini cukup
dikenal .
Sistim paduan binary eutectic memiliki komponen yang tidak tunduk
pada hukum Hume- Rothery , karenanya paduan ini tidak
menujukkan sifat cair-padat yang tak terbatas pada suhu kamar ,
namun berada dalam kondisi campuran antara dua fase padat , sebagai
contoh misalnya paduan aluminium –tembaga , aluminium-silika ,
aluminium-magnesium , timbal-timah putih dan nikel - titanium.

G.1 DIAGRAM FASE ISOMORPHOUS PADUAN


TEMBAGA-NIKEL

2700

L 2651F

2500

LIQUIDUS
SUHU

L+
2300

SOLIDUS  ( Cu.Ni )

2100

1900
Cu 20 40 60 80 Ni

NIKEL , % berat

Didalam gambar G.2 ( diagram fase aluminium tembaga , suhu liquidus


menurun hingga minimum pada 33.2% Cu dimana proses pembekuan (
solidivication ) terjadi pada suhu tunggal ( 1018F ) seolah olah paduan
tersebut sebagai metal murni. Reaksi eutectic yang terjadi pada saat
pemanasan dan pendinginan memotong garis eutectic isotherm ( garis
datar ) pada 1018F diantara batas batas komposisi 5.65 dan 52.5% Cu
adalah :
PENDINGINAN
L ( 33.2% Cu )  ( 5.65% Cu ) +  ( 52.5% Cu )
PEMANASAN

1250

L 53.5%
L+

 ( Al ) 1018F L+
1000
5.65% 33.2%
SUHU  F.

52.5%

750

 ( Cu Al 2 )
+

500
Al 10 20 30 40 50 Cu
TEMBAGA , % berat
G. 2 DIAGRAM FASE EUTECTIC DARI SISTIM
PADUAN ALUMINIUM TEMBAGA
Paduan padat yang dihasilkan terdiri dari dua fase yang sangat
berbeda (  ,  ) , dimana  adalah fcc dan  adalah body centered
tetragonal ( bct ). Pada semua kompossi didalam sistim aluminium-
tembaga kecuali aluminium murni ,  pada 53.5 % dan 33.2 % berat
Cu , cairan metal membeku dalam satu cakupan suhu (temperature
range ). Paduan yang titik cairnya rendah pada 33.2% Cu disebut
komposisi eutectic.
Contoh lain dari komposisi eutectic dapat dilihat pada diagram besi
carbon ( G. 3 ) pada suhu 2098F antara batas batas komposisi 2.11
dan 6.69% C dimana :
PENDINGINAN
L ( 4.3%C  ( 2.11 % C ) + Fe3C ( 6.69% C ).
PEMANASAN
G. 3 REAKSI ISOTHERMIS PERITECTIC , EUTECTIC DAN
EUTECTOID UNTUK SISTIM BESI - CARBON
3000 L+
PERITECTIC L
 - Fe
+  EUTECTIC
2500

(  + Fe ) L+ 224 0F

2.11% 2098F 4.30%


2000
SUHU ,  F

1674F
+ ( Fe2C )
A3 CEMENTITE
EUTECTOID
1500
A1
0.77% 1342F
0.0218 % 6.69% berat
(  - Fe )
1000
FERRITE
 + Fe2C

500
Fe 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0

CARBON , % berat

Campuran eutectic yang terjadi pada suhu kamar disebut ledeburite .


Paduan eutectic biasanya memiliki daya guna yang cukup luas dalam
pengecoran bentuk rumit.
Reaksi peritectic terjadi dalam banyak sistim paduan engineering yang
ditandai dengan pembekuan serentak dari cairan dan padat
membentuk paduan padat lain . Reaksi ini terjadi pada suhu 2723F
diantara persentase carbon 0.09 hingga 0.53. dalam sistim besi-carbon
( gambar G. 4 ) , dan merupakan tipe peritectic dimana austenite (  )
dalam baja terbentuk dari cairan dan  ferrite pada pendinginan ,
atau :
DIDINGINKAN
 ( 0.09%C ) + L ( 0.53% C )  ( 0.17%C ).
DIPANASKAN
Banyak sistim paduan binary seperti misalnya besi-carbon , besi-nikel,
besi-mangamese, tembaga-seng , dan perak – platina mengandung
reaksi pertectic . Dalam beberapa sistim , reaksi trasformasi padat
terjadi manakala suatu komposisi padat tertentu yang berfase tunggal
bertransformasi menjadi campuran dari dua buah fase lain sewaktu
mendingin. Proses ini disebut reaksi eutectoid yang terlibat dalam
semua komposisi baja. Sistim paduan besi-carbon memperlihatkan
ketiga trasformasi fase tersebut diatas , yakni reaksi peritectic , eutectic
dan eutectoid . Reaksi eutectic terjadi pada suhu 1340 F diantara
persentase carbon 0.0218 hingga 6.69% C dimana setelah didinginkan
perlahan lahan menjadi :

AUSTENITE ( 0.77%C ) FERRITE ( 0.0218%C +


Fe3C ( 6.69%C).

Eutectoid lamellar ( lempengan ) ( ferrite dan Fe3C ) yang terjadi pada


0.77%C disebut pearlite.

G. 4 BAGIAN PERITECTIC DARI SISTIM BESI-CARBON


2800 2800F

0.09%
(  + Fe ) L+ L

0.17% 0.53%
2723F
2700
SUHU , F

 +
L+

2600

 + Fe
AUSTENITE
2541F

2500
Fe 0.20 0.40 0.60 0.80
CARBON , % berat
Gambar G. 5 menggambarkan struktur mikro yang didapat apabila
baja 0.02% C dan 0.77%C didinginkan perlahan lahan dari daerah
austenite . Besi ( 0% C ) yang tidak mengandung carbon sama sekali
merupakan bcc ferrite murni ( terang ). Baja 0.2%C mengandung
sekitar 25% pearlite ( gelap ) dan 75% ferrite ( terang ). Baja 0.77%C
mengandung 100% pearlite.

KERJA DINGIN ( COLD WORKING )


Proses fabrikasi yang mengurangi penampang metal , memperkuat
metal tersebut dengan fenomena disebut kerja pengerasan ( work
hardening ) juga dikenal sebagai kekang pengerasan ( strain hardening
) yang biasanya mengurangi daya muai ( elongation ) , disebut kerja
dingin ( cold working ) .
Proses seperti ekstrusi ( pemencetan ), penempaan , pengerolan dan
pengecilan ( swaging ) , membentuk sekaligus memperkuat material
yang terlibat. Beberapa dari proses ini menggunakan kenaikan suhu ,
sebagian lainnya dilaksanakan dalam suhu kamar.
Istilah kerja dingin biasanya digunakan untuk menunjukkan proses
mekanisasi ( fabrikasi ) , asalkan suhu pelaksanaan tidak merubah
struktur material.
Tujuan dari kerja dingin adalah memperkuat material yang biasanya
sangat lemah dan daktil ( mudah dibentuk ) , seperti misalnya
aluminium murni atau tembaga murni. Keja dingin menghasilkan
material dengan struktur kristal terdistorsi dibandingkan dengan
struktur kristal dalam kondisi teranil ( tersepuh ).
Berat ringannya kondisi distorsi berbanding lurus dengan persentasi
pengecilan penampang benda kerja. Pekerjaan dingin yang berlebihan
akan mengurangi daya daktilitas . Untuk mendapatkan daya daktilitas
kembali , benda kerja dipanaskan hingga struktur mikronya berubah .
Pengaruh suhu terhadap pekerjaan dingin terdiri dari dua tahap ,
yakni rekristalisasi ( recrytalization ) dan pertumbuhan kristal ( grain
growth / crystal growth ).

PROSES REKRISTALISASI ( RECRYSTALIZATION ).


Proses ini dimulai manakala material yang dikerja-dinginkan
dipanaskan pada suhu yang dikehendaki , yakni suhu rekristalisasi.
Pada proses rekristalisasi kristal yang terdistorsi diganti dengan kristal
baru , lebih kecil , bebas regangan yang disebut equiaxed grain yang
memiliki daya daktilitas yang lebih tinggi. Makin besar tenaga yang
diperlukan untuk membuat kerja dingin , suhu rekristalisasi makin
rendah dan struktur kristal yang terjadi semakin kecil. Semakin
berkurang suhu rekristalisasi , waktu rekristalisasi bertambah lama
sehingga batas suhu tercapai , dimana proses rekristalisasi tidak akan
terjadi lagi dibawah suhu tersebut.

PERTUMBUHAN KRISTAL ( GRAIN GROWTH )


Dengan menahan suatu benda kerja pada suhu diatas suhu
rekristalisasi menghasilkan pertumbuhan kristal . Pertumbuhan kristal
ini terjadi karena kristal cenderung mengurangi energi permukaannya
. Kristal besar memiliki perbatasan area ( grain boundary area ) yang
lebih kecil dalam setiap unit volume dan karenanya juga memiliki
energi permukaan yang lebih kecil. Berhubung berkembangnya kristal
besar mengorbankan kristal kecil , maka energinya tersimpan. Proses
pertumbuhan kristal secara besar besaran terjadi pada suhu Tm / 2
dimana Tm adalah titik cair metal pada  Kelvin , misalnya Tm / 2
aluminium = 872F. Proses aniling metal dilaksanakan pada suhu diatas
Tm/2 untuk menghasilkan daktilitas yang baik.

1.3 AGE HARDENING & TEMPERING PRECIPITATION


( PENGERASAN USIA & PENGENDAPAN TEMPER )
Walaupun prosedur kedua proses ini sama dan melibatkan pemanasan
paduan larutan padat yang sangat kenyang hingga tingkat suhu yang
ditentukan secara hati hati sehingga reaksi pengendapan terjadi ,
maksud pengerasan usia dan pengendapan temper sangat berlawanan.
Pengaruh pengerasan usia yang terbaik untuk komposisi paduan
terjadi pada diagram fase dimana terjadi larutan padat yang
maksimum . Sebagai contoh pada gambag G. 2 , komposisi untuk
precipitation hardening terjadi pada 4 hingga 6% Cu. Paduan seperti
ini biasanya dipanaskan pada suhu sedikit dibawah suhu reaksi eutecic
hingga 950F untuk melarutkan semua ( hampir semua ) tembaga
didalam larutan padat. Paduan ini kemudian didinginkan mendadak
( quenched ) didalam air untuk mendapatkan larutan padat yang
sangat kenyang pada suhu kamar. Pada kondisi sebagaimana
didinginkan ( as quenched ) , paduan menjadi lunak dan mudah
dibentuk ( ductile ). Setelah paduan tersebut di tuakan ( aging ) pada
suhu antara , sekitar 375F , kekuatannya bertambah dengan cepat
selaras dengan berjalannya waktu aging karena mengendapnya
partikel yang sangat kecil ( microscopic ) mendekati komposisi  .
Sertelah kekuatan maksimum tercapai , proses aging selanjutnya
mengurangi tingkat kekuatan , proses ini disebut overaging . Hal ini
disebabkan oleh berlebihannya pengendapan fase  yang berukuran
besar. Proses tempering sebaliknya hanya berlaku untuk metal yang
bertransformasi setelah quenching menjadi struktur martensit.
Walaupun reaksi martensi terjadi pada beberapa sistim paduan , hanya
pada baja saja yang dapat diambil manfaatnya yang secara komersil
menguntungkan. Martensit tidak tampak dalam diagram besi-carbon
karena merupakan fase yang non equilibrium yang hanya terjadi
apabila terjadi pendinginan mendadak dari daerah austenit.
Berhubung martensit dalam kondisi sebagaimana didinginkan
mendadak , terlalu getas untuk struktur engineering , diperlukan
tempering pada suhu 390 hingga 1200F untuk mendapatkan kekuatan
ideal , daktilitas , dan keuletan yang dikehendaki untuk tujuan tertentu.
Jika suhu tempering dinaikkan , kekuatan material akan menurun dan
sifat daktilitas dan keuletannya akan meningkat , kecuali jika terjadi
tempered martensite embrittlement ( penggetasan martensit temper ) ,
dan penggetasan temper ( temper embrittlement ) , yang dapat terjadi
secara berturut turut diantara suhu 570 hingga 750F dan antara 750
hingga 1000F.
Perlakuan panas baja menjadi faktor yang sangat penting untuk semua
penggunaan struktural sehingga dibuat diagram , TTT dan CCT untuk
lebih mendayagunakan sifat baja melalui transformasi fase non
equilibrium.

2. DIAGRAM TRANSFORMASI WAKTU-SUHU


( TIME TEMPERATURE TRANSFORMATION / TTT DIAGRAM )
Diagram besi-carbon ( gambar G. 3 ) berlaku hanya dalam kondisi
equilibrium , yakni apabila pemanasan dan pendinginan dilaksanakan
dalam tempo yang lambat yang biasanya berlangsung sangat lama pada
cakupan suhu yang ditentukan. Diagram tersebut tidak
memperhitungkan aspek kinetik dari reaksi transformasi , seperti
misalnya dekomposisi / terurainya austenit.
Terbentuknya struktur mikro yang berfase non equilibrium , seperti
bainite dan martensite merupakan dasar dari hampir semua sistim
paduan. Diagram isothermal TTT digunakan untuk memperkirakan
kinetika dikomposisi austenite (  ) yang bertransformasi ke pearlite
atau bainite , atau ke poeutectoid ferrite atau cementite.
Gambar G. 6 menggambarkan sebuah kurva untuk baja eutectic
0.77% C. Awal dan akhir dari dikomposisi austenite sebagai fungsi
suhu , tampak pada kurva dengan tanda start dan finish.

1600

START A
1400
11
A
PEARLITE KASAR
1200
FINISH BAINIT ATAS 38

KEKERASAN , HRC
1000
A
SUHU , F

+F 40
+C
800
A 50% 43
600
BAINIT BAWAH 55
Ms
400
M5 0
M90
200
65
0
2 5 2 5 2 5 2 5 2 5 2 5 2 5
2 3 4 5 6
-1 1 10 10 10 10 10 10
10
WAKTU , DETIK

Kurva ini ditentukan melalui percobaan dengan mendinginkan cepat


contoh baja yang diaustenisasi kesuhu dibawah eutectoid , menahannya
untuk berbagai waktu tunggu , kemudian mendinginkannya kesuhu
kamar atau dibawahnya. Penelitian metallografis contoh tersebut diatas
menunjukkan hingga berapa jauh austenite bertransformasi sesaat
sebelum pendingian final. Bentuk struktur mikro yang didapat setelah
dekomposisi  tergantung pada suhu tahan antara. ( intermediate
holding temperature ). Sedikit dibawah suhu eutectoid , biasanya
terbentuk pearlite kasar dengan jarak lempeng lebar ( wide lamelar
spacing ). Sewaktu suhu transformasi isothermal menurun , pearlite
menjadi lebih halus. Pada suhu yang lebih rendah ( sekitar 930F ) ,
suatu struktur mikro yang baru samasekali muncul dan disebut
bainite. Bainite merupakan percampuran antara carbida yang sangat
halus yang tersebar didalam matrix ferrite. Pada suhu dibawah Ms
( suhu start martensite ) , austenite langsung bertransformasi menjadi
martensite , biasanya melalui transformasi shear.

3. DAGRAM TRANSFORMASI MELALUI PENDINGINAN TERUS


MENERUS
Walaupun diperlukan untuk membatu membentuk diagram fase
equilibrium , diagram TTT tidak mewakili sebagian besar kondisi
perlakuan panas dimana proses pendinginan terus menerus terjadi dan
struktur mikro yang lebih rumit terbentuk .

800
AC 3 PEARLITE
AC1 START
AUSTENITE
FINISH 1200
600

BAINITE
SUHU , C

SUHU , F
900

400
50%
600

200
3 2
300
4
10 5 2 10 5 2 10 5 2 10 5 2 1

0 LAJU PENDINGINAN PADA 700C ,C/ min.


0.1 0.2 0.5 1 2 5 10 20 50 100 200 500 1000 2000 QUENCHING DENGAN UDARA
5 10 20 50 100 200 300 500
10 20 50 100 QUENCHING DENGAN MINYAK
200 300 500
QUENCHING DENGAN AIR

900
800
KEKERASAN SETELAH
KEKERASAN, HV

700 TRANSFORMASI
600
500
400
300
200
100
Gambar G. 7 menggambarkan kurva CCT untuk baja eutectoid.
Gambar G. 7 juga mewakili secara kualitatif proses quencing dengan
air , minyak dan udara dengan berbagai laju pendinginan yang
menghasilkan struktur mikro dan kekerasan yang bervariasi pula.
Misalnya batang baja eutectoid ( 0.77%C) dengan diameter ½ “
dipanaskan , kemudian ditahan pada suhu austenisasi yang sesuai ,
yakni kira kira 1600F, dan kemudian didinginkan dengan air . Sesuai
dengan diagram CCT pada gambag G. 7 baja ini memiliki struktur
mikro martensit sebagaimana tertera pada gambar G. 8 (a) dengan
kekerasan sebesar 840 HV. Apabila batang yang sama didinginkan
dengan udara , keseluruhan struktur mikronya mungkin berubah
menjadi pearlite sebagaimana tertera pada gambar G. 5 (c) dengan
kekerasan sebesar 270 HV. Selanjutnya apabila suatu kawat baja yang
telah teraustenisasi dengan diameter 0.06” didinginkan dengan udara
pada suhu kamar , maka struktur mikronya akan berubah menjadi
struktur mikro yang terdiri dari bainite ( gelap ) dan martensit ( terang
) sebagai tertera pada gambar G. 8 (b) dengan kekerasan sebesar 560
HV. Jadi disini dapat dikatakan bahwa apabila baja dengan komposisi
yang telah ditentukan diberi perlakuan panas melalui quencing dan
tempering atau didinginkan secara terkendali, dapat berubah menjadi
beberapa jenis struktur mikro dengan sifat mekanis yang berbeda beda.

4. DIFINISI SAMBUNGAN LAS


Pengelasan adalah suatu proses penyambungan dua jenis metal atau
lebih dengan menggunakan panas atau tekanan atau kedua duanya ,
dengan atau tanpa bahan penambah , untuk menghasilkan suatu
sambungan melalui fusi atau rekristalisasi antar permukaan.
Idealnya mengelas suatu paduan dengan menggunakan bahan
penambah yang tepat akan memberikan beberapa keuntungan , yakni :
 Komposisi kimia yang uniform diseluruh sambungan las.
 Gabungan yang tepat dari sifat sifat fisik seperti warna , kepadatan
( density ) dan konduktivitas listrik serta thermal.
 Sifat mekanis yang merata diseluruh sambungan las dan bahan
induk setelah perlakuan paska las.
Didalam kehidupan praktis , pelat baja dengan satu jenis komposisi
seperti A242 , A441 , A588 , API –5LX dapat dilas dengan elektroda
dengan komposisi kimiawi yang berbeda seperti E-7018 atau ER70S-3.
Demikian juga bahan non ferrous termasuk paduan aluminium 3004 ,
5005 , 6061 , 6070 dan A 357.0 biasa dilas dengan bahan penambah
ER4043 menggunakan proses las gas metal arc atau gas tungsten arc.
Apabila bahan pengisi dan sifat distribusi panas tidak sesuai ,
sambungan las akan mengandung komposit yang secara kimiawi
bersifat heterogen dan terdiri dari paling banyak 6 daerah yang secara
metalurgis berbeda mencolok , seperti (1) sona komposit , (2) sona tidak
tercampur ( unmix ) , (3) antar muka las , (4) sona yang mencair
sebagian , (5) daerah terimbas panas ( HAZ ), dan (6) bahan induk yang
tidak terimbas ( lihat gambar G.5-9 ).

Sona komposit ( composite zone ).


Campuran dari bahan pengisi dengan bahan induk yang mencair
berupa daerah fusi yang homogen disona komposit , sebagai contoh
misalnya apabila besi tuang abu abu dilas dengan elektroda nikel ,
daerah komposit berasal dari kolam cair yang homogen dari bahan
filler nikel yang terdilusi kedalam cairan bahan induk besi tuang abu
abu . Demikian pula apabila bahan elektroda E10018 digunakan untuk
mengelas baja HY-80 , komposisi kimiawi dari sona komposit
merupakan berat rata rata dari elemennya , yakni carbon , nikel ,atau
mangan baik dari bahan filler maupun bahan induk. Bahkan bahan
yang sama sekali berbeda seperti tembaga dan nikel dapat dilas dengan
menggunakan las GTAW tanpa menggunakan bahan penambah dan
ternyata komposisi bahan didalam sona kompositnya uniform. Proses
pencampuran yang baik diperlancar oleh konveksi paksa didalam
kolam las yang terpadu dengan reduksi tambahan yang berasal dari
energi bebas sebagai hasil dari bertambah banyaknya entropy
percampuran.

Sona tidak tercampur ( unmixed zone )


Daerah sempit yang mengelilingi sona komposit disebut sona tidak
tercampur ( lihat gambar G. 9 ) yang terdiri dari lapisan perbatasan (
boundary layer ) dari cairan bahan induk yang membeku sebelum
mengalami percampuran didalam sona komposit cair. Lapisan ini
berkomposisi sama dengan bahan induk dengan ketebalan sekitar 0.05
hingga 0.10 “, tergantung pada jenis proses las dan laju pendinginan.
Walaupun sona tidak tercampur selalu berada pada semua jenis las fusi
, hanya akan tampak pada jenis las yang menggunakan bahan paduan
yang komposisi kimiawinya sangat berbeda dengan bahan induk
sebagai bahan filler.
SONA TIDAK
TERCAMPUR

SONA ANTAR MUKA LAS


SEBAGIAN
MENCAIR
SONA KOMPOSIT

SONA TERIMBAS
PANAS

BAHAN INDUK YANG TIDAK TERIMBAS

GAMBAR G. 9 SONA METALURGIS


DALAM SAMBUNGAN LAS

Sebagai contoh pengelasan besi tuang abu abu kelas 30 yang dilas
dengan filler metal yang kaya dengan nikel menggunakan proses
SMAW , sona tidak tercampur tampak jelas ( lihat gambar G.5-10 ) ,
karena besi tuang abu abu yang mencair membeku sebagai struktur
besi putih ( dengan F3C eutectic ditambah  ) , sedangkan sona
kompositnya mengandung sebagian besar bahan filler nikel , yang
membeku sebagai austenite.
Lain halnya dengan pengelasan nikel murni dengan bahan filler nikel
menggunakan proses las GTAW , sona tidak tercampur tidak tampak
karena komposisi cairan disona komposite dan kondisi mendingin tidak
berbeda dengan cairan disona tidak tercampur.

Antar muka las ( weld interface )


Daerah ketiga dalam sambungan las adalah antar muka las ( weld
interface ) . Permukaan ini dengan jelas menandai antara bahan induk
yang tidak tercairkan disatu sisi dan bahan las yang membeku disisi
lain. Pada metal murni atau metal paduan yang sangat terpadu , jika
dilas dengan menggunakan bahan filler yang sangat tepat , batas
transisi dari bahan induk kebahan las sulit untuk ditengarai secara
metalurgis , namun dapat ditandai setelah melalui proses etsa ( etching )
. Pada umumnya ketika kandungan bahan paduan dan cakupan
solidifikasi antara liquidus dan solidus suatu pengelasan bertambah ,
struktur solidifikasi akan tampak jelas setelah dietsa.
Sona pencairan sebagian ( partially melted zone ).
Bagian bahan induk yang berhimpitan dengan antar muka las , dimana
terjadi beberapa pencairan lokal , tampak sona pencairan sebagian
( partially melted zone ) . Dibanyak bahan paduan yang mengandung
kotoran yang bertitik cair rendah atau segregasi bahan paduan dibatas
butir , akan terjadi proses liquasi ( pemisahan cair ) dari zat
mikroskopis yang bertitik lebur rendah dibeberapa lokasi pada antar
muka las kedalam sona pencairan sebagian . Kedalaman penetrasi
proses liquasi kedalam bahan induk tergantung pada suhu solidus dari
cairan , contohnya adalah pengelasan baja HY-80 , dimana liquasi
bahan kotoran mangan sulfida dapat mengakibatkan retak panas atau
fissure mikro yang berkembang dari sona tidak tercampur
menyeberang antarmuka las kedaerah pencairan sebagian.

Sona terimbas panas ( heat affected zone ).


Sona terimbas panas yang sebenarnya ( lihat gambar G. 9 ) adalah
bagian dari sambungan las yang mengalami suhu tertinggi yang
mampu menghasilkan perubahan struktur mikro dalam keadaan padat
namun terlalu rendah untuk suatu pencairan , misalnya HAZ ini pada
paduan wrought ( lunak ) fase tunggal , tampak sebagai bagian diluar
HAZ yang mengandung kristal yang terus menerus membesar dan
menjadi maksium pada daerah antar muka las ( gambar G. 11 ).

Bahan induk yang tidak terimbas ( unaffected base metal ).


Akhirnya bagian dari sambungan las yang tidak mengalami perubahan
metallurgis disebut bahan induk yang tidak terimbas. Walaupun secara
metallurgis tidak berubah , bahan induk yang tidak terimbas dan
bagian sambungan las lainnya sangat mungkin berada dalam pengaruh
regangan sisa trasversal dan pengkerutan ( shrinkage ) longitudinal ,
tergantung pada kekangan ( restrain ) yang mengenai sambungan las
tersebut.

SOLIDIFIKASI ( PEMBEKUAN ) LAS .

Pertumbuhan epitaxial
Mekanisme pembekuan yang mendasar yang direkayasa untuk metal
tuangan telah diterapkan dengan berhasil untuk solidifikasi
pengelasan. Perbedaan yang masih ada antara solidifikasi bahan
tuangan dengan solidifikasi pengelasan adalah adanya fenomena
pertumbuhan epitaxial pada jalur las. Pada metal tuangan
pembentukan kristal padat dari cairan memerlukan nukleasi heterogin
dari partikel padat yang berada pada dinding cetakan ( mold ) yang
kemudian diikuti dengan oertumbuhan kristal . Sebaliknya proses
nukleasi pada jalur las terhapus pada awal terjadinya proses
solidifikasi disebabkan oleh mekanisme pertumbuhan epitaxial
dimana atom dalam kolam las secara cepat terdeposisi pada lokasi
lattice yang paling awal terbentuk dekat bahan induk padat. Akibatnya
struktur dan orientasi crystallografis kristal HAZ dalam antar muka
las , berlanjut kedalam daerah fusi las sebagaimana tampak pada
pengelasan nikel asli ( gambar G.5-11 ) . Pada kenyataannya lokasi
antar muka las yang tepat sangat sulit untuk ditentukan pada deposit
las metal murni yang menggunakan bahan filler yang sangat sesuai .
Bahkan bentuk struktur mikro seperti annealing twins yang berada
dalam HAZ akan selalu tumbuh secara epitaxial kedalam bahan las
sewaktu pembekuan. Demikian juga dengan bahan filler yang tidak
sesuai juga akan membeku secara epitaxial , khususnya apabila bahan
filler dan bahan induk memiliki struktur kristal yang sama sewaktu
pembekuan , misalnya pengelasan monel ( fcc ) dengan nikel ( fcc )
sebagai bahan filler.

Bentuk kolam las


Kolam las , karena mengendalikan struktur kristal sambungan las ,
bentuknya merupakan faktor penting dalam pengelasan. Misalnya
apabila metal dengan fase tunggal dilas dengan GTAW pada kecepatan
yang rendah , bentuk kolam las akan eliptikal ( hampir bundar )
sebagai tertera pada gambar G. 12 (a) . Butir butir columnar (
memanjang ) terbentuk searah dengan tingkatan ( gradient ) thermal
yang dihasilkan dari sumber panas yang bergerak ( busur nyala ) .
Butir butir tersebut tumbuh secara epitaxial dari bahan induk kearah
busur nyala. Berhubung arah tingkatan thermal maksimum selalu
berubah mulai dari sekitar 90 keantar muka las pada posisi A hingga
hampir sejajar dengan sumbu jalur las pada posisi B , butir butir akan
tumbuh dari posisi A dan secara terus menerus berputar kearah busur
nyala yang bergerak . Proses tanding perkembangan ( competitive
growth ) memberikan sarana untuk menyeleksi metal yang
pertumbuhan butir butirnya tidak sebagaimana diharapkan . ( 001 )
dan ( 1010 ) merupakan arah pertumbuhan kristal yang digemari
dalam metal fcc , bcc dan hcp .
G.12 PERBANDINGAN BENTUK KOLAM LAS

Y
POSISI BUSUR NYALA

(a) B +
ARAH PENGELASAN
B
A
KECEPATAN LAS LAMBAT
Y

B +
(b)

A
KECEPATAN LAS SEDANG
Y

(c) +

KECEPATAN LAS TINGGI A

Bentuk kolam las cenderung memanjang selaras dengan bertambah


cepatnya pengelasan. Pada gambar G.5-12 (b) tingkatan suhu
maksimum hampir tegak lurus dengan antar muka las A B , namun
karena kolam las memanjang dibelakang busur nyala tingkat suhu
pada titik B tidak lagi mengarah keelektroda.
HEAT AFFECTED ZONE & HEAT
TREATMENT
I . UMUM
Sebagai telah diuraikan diatas , salah satu dari enam sona didalam
sambungan las adalah sona terimbas panas atau heat affected zone
( HAZ ) . Walaupun tidak sampai mengalami pencairan , namun sona
ini telah mengalami suhu tertinggi diluar suhu pencairan sehingga
menyebabkan perubahan struktur mikro yang secara rinci akan
dijelaskan dibawah ini. Untuk bahan yang mengandung unsur carbon
cukup tinggi dan pendinginan yang cukup cepat akan menghasilkan
martensit yang bersifat getas . Kondisi ini ditambah dengan keberadaan
kotoran didalam logam las seperti mangan sulfida dan lain lain akan
mengawali terjadinya retak panas.

II . STRUKTUR MIKRO LAS DAN H.A.Z


Melalui proses perkembangan epitaxial , lebar kristal columnar
( panjang ) dizona fusi ditentukan oleh ukuran bahan induk yang
berdekatan dengan antar muka las. Berhubung suhu puncak HAZ
meningkat dengan semakin dekatnya dengan lokasi antar muka las ,
sedangkan pengembangan kristal meruakan fungsi suhu , ukuran
maksiumu kristal didalam HAZ selalu terjadi disepanjang antar muka
las. Kristal dengan ukuran maksimum inilah yang ditransmit kedalam
zona fusi.
Ukuran butir ( grain size ).
Hubungan yang digunakan untuk mengukur butiran kristal diHAZ
adalah :
D -- Do = b e
- Q / 2RTp ( t’ ) n

Dimana : D = diameter final butir kristal.


Do = diameter asli butir
e = 2.718 , dasar alami untuk logarithma.
Tp = suhu puncak ( suhu solidus digaris fusi )
t’ = waktu pada suhu terkait.
Q = energi aktivasi untuk pertumbuhan butir.
R = konstanta gas universal
b dan n = konstanta yang ditentukan oleh jenis material.
Suhu dan waktu pada suhu menentukan pertumbuhan butir didalam
HAZ , dan sebagaimana telah diutarakan didepan butir dengan ukuran
maksimu m selalu berada dibatas antar muka las . Berhubung semua
jenis pengelasan mengalami hal serupa yakni spektrum suhu puncak
mulai dari To hingga suhu solidus , maka tinggal waktu tinggal
( residence time ) t’ saja yang merupakan variabel penting . Dengan
berkurangnya laju pendinginan , menaikkan waktu tunggu , dan
membesarkan ukuran butir butir kristal dalam HAZ.
Proses pertumbuhan kristal yang berlangsung dapat menyebabkan
pertumbuhan lateral dari butir kristal bahan las. Pada pengelasan
bahan nikel murni , lebar butir butir columnar yang berkembang dari
HAZ berlanjut melebar kesona fusi. Sama halnya dimetal baja lebar
butir butir columnar akan beberapa kali lebih besar dari ukuran butir
maksimum didalam HAZ. Lebar butir columnar hanya dapat dibatasi
oleh ukuran jalur las dan masukan energi busur nyala , misalnya suatu
hal yang tidak mungkin untuk mendeteksi HAZ dari nyala GTAW
pada permukaan tembaga tuang kasar. Hal ini disebabkan oleh waktu
tinggal yang terlalu singkat sehingga tidak sempat terbentuk
pengembangan kristal .
Banyak logan yang tidak dapat diperkuat melalui perlakuan panas
dapat diperkuat melalui rolling dingin , misalnya logam paduan
aluminium , paduan tembaga seri 1xxx , 3xxx dan 5xxx.

MENGENDALIKAN KEULETAN ( TOUGHNESS ) DALAM H.A.Z.


Tidak seperti halnya logam fcc yang selalu daktil dalam segala suhu ,
metal bcc seperti baja akan mengalami kondisi transisi dari daktil ke
getas ( brittle ) pada suhu yang sangat dipengaruhi oleh faktor
metallurgis seperti struktur mikro , ukuran butir , kandungan carbon
dan paduan , serta kandungan inklusi oksida . Kegetasan akibat transisi
ini dapat menyebabkan kegagalan yang membawa bencana
( catastrophick ). 0.4
% INKLUSI

0.6

G. 13
0.8

1.0
50 75 100 125 150 175
Struktur mikro.
Keuletan metal las baja dapat dicapai manakala struktur mikronya
CHARPY ferrite
banyak mengandung acicular IMPACTdengan
TOUGHNESS , ft/lb sekali ferrite batas
sedikit
butir. , bainite dalam jumlah minimum , dan tidak terdapat martensite.
Kecuali apabila jumlah carbon sangat sedikit sekali , struktur yang
sepenuhnya bainite dan atau martensite harus dihindarkan. Ukuran
butir dan jumlah inklusi kotoran harus serendah mungkin . Pada
gambar G.5-13 menggambarkan makin sedikit inklusi kotoran , makin
tinggi keuletan bahan.

Proses pengelasan
Karena mengandung austenite awal ( prior austenite ) dan acicular
ferrite yang butirnya berukuran kecil , dan inklusi kotoran yang amat
sedikit sekali hingga dapat dikatakan dapat diabaikan , maka
sambungan las yang dilaksanakan dengan proses GTAW , SMAW dan
GMAW bermutu baik dengan tingkat keuletan yang tinggi
( sebagaimana dilaskan ) . Keuletan HAZ nya biasanya cukup baik
karena butir butirnya kecil disebabkan oleh masukan panas ( heat
input ) yang tidak terlalu tinggi.

Bahan filler
Bahan pemadu didalam bahan filler seperti mangan , nikel ,
molydenum , chromium dan vanadium sangat bermanfaat dalam
mendorong terbentuknya acicular ferrite dalam cakupan laju
pendinginan las yang lebih luas. Untuk mendapatkan keuletan
maksimum diperlukan jumlah bahan paduan yang optimum . Jika
jumlahnya berlebihan justru akan memberi pengaruh buruk terhadap
daktilitas bahan.

Sarana meningkatkan keuletan


Masalah serius yang dihadapi dalam menggunakan proses pengelasan
yang murah , berheat input tinggi seperti misalnya electroslag dan
submerged arc welding adalah kehilangan yang cukup besar daya
keuletan materialnya terutama pada sumbu jalur las dan pada HAZ
yang berbutir kasar didaerah antarmuka las.
Ada beberapa cara untuk menaikkan keuletan produk las dari kedua
proses tersebut diatas , yakni :
 Perpaduan yang tepat dan kandungan carbon rendah
 Flux khusus.
 Alat yang menghasilkan konveksi tinggi.
 Gunakan getaran
 Teknik celah sempit
 Pemberian suplemen bubuk metal.
Cara yang paling praktis untuk menaikkan keuletan material adalah
dengan menggunakan low carbon , bahan filler paduan untuk
merangsang terjadinya acicular ferrite , dan melambatkan ( retart )
terjadinya polygonal dan ferrite batas butir , serta mengupayakan agar
inklusi kotoran rendah dengan menggunakan flux semibasic atau basic.
Keuletan HAZ jauh lebih sulit dikendalikan karena HAZ termasuk
bahan induk . Sedikit perbaikan pada keuletan HAZ dihasilkan dengan
menggunakan teknik pengelasan dengan masukan panas kecil termasuk
penggunaan celah sempit , kecepatan las tinggi dan tambahan serbuk
metal. Kemungkinan terbaik untuk menaikkan keuletan HAZ adalah
penggunaan jenis baja baru dengan masukan panas tinggi . Baja
paduan khusus yang mengandung titanium dan tambahan nitrogen
diciptakan untuk melawan pembesaran butir dalam HAZ.
Perlakuan panas terhadap ESW dan SAW menghasilkan perbaikan
yang cukup memuaskan dalam menaikkan keuletan baik bahan las
maupun HAZ. Normalizing menghasilkan struktur butir halus
diseluruh sambungan las.
BAHAN BAHAN LAS
INDUK HAZ
PERTUMBUHAN KRISTAL

PEMANASAN AWAL ( PREHEATING )


Pemanasan awal suatu sambungan las merupakan sarana yang paling
effektif yang biasa digunakan untuk mengurangi ( 1 ) laju pendinginan
las dan HAZ , ( 2 ) besarnya distorsi dan regangan pengkerutan sisa
( residual shrinkage stress ) , ( 3 ) keperluan masukan energi busur
nyala untuk mendeposisikan bahan las . Dua faktor pertama penting
untuk menghindarkan terjadinya keretakan dalam baja yang dapat
mengeras ( hardenable). Faktor ketiga biasa diperlukan untuk
mengelas bagian yang tebal dari bahan yang konduktif seperti tembaga
atau aluminium.
Dari laju pendinginan Adam dan persamaan puncak suhu HAZ , jelas
bahwa pemanasan awal dapat mengurangi laju pendinginan las dan
memperlebar HAZ . Perubahan ikutan dari pemanasan awal terhadap
struktur mikro dan kekerasan sambungan las dapat merupakan hal
yang patut diperhitungkan.
Pemanasan awal terhadap pengelasan baja kandungan carbon tinggi
1080 dapat menghasilkan struktur pearlite yang bebas retakan di HAZ
, sedangkan pengelasan tanpa menggunakan pemanasan awal dari
bahan ini dapat menghasilkan martensite yang getas di HAZnya.

Perhitungan pemanasan awal


Metoda untuk menentukan pemanasan awal yang tepat untuk
pengelasan baja biasa atau baja paduan rendah adalah (1) konsultasi
dengan ASME Boiler Code Section IX , AWS D 1.1 Structural Welding
Code , API atau AASHTO Code ( American Association of State
Highway and Transportation Officials ) . (2) perhitungan carbon
equivalent (3) referensi literatur yang diterbitkan , (4) menggunakan
kurva CCT yang dipublikasikan . Dibawah ini adalah contoh dari suatu
pengelasan berdasarkan suatu standard code dimana dipersyaratkan
pemanasan awal untuk pengelasan suatu gradasi baja dan ketebalan ,
misalnya AWS D1.1 Code menentukan bahwa pengelasan baja A588
yang tebalnya 2” harus menggunakan proses SAW dengan pemanasan
awal minimum 150F.
Dengan meningkatnya kandungan carbon , bahan paduan , dan
ketebalan pelat , keperluan akan pemanasan awal menjadi sangat
menentukan untuk mencegah terjadinya keretakan. Untuk baja
dengan komposisi tertentu , pemanasan awal dapat dihitung
berdasarkan carbon equivalent dibawah ini :
% Mn % Ni % Mo % Cr % Cu
C.E = %C + ------ + ------- + -------- + -------- + ---------
6 15 4 4 13
Dengan menggunakan nilai yang didapat dari persamaan diatas ,
persyaratan untuk cakupan suhu pemanasan awal untuk mencegah
terjadinya keretakan adalah sebagai berikut :
 CE < 0.45% , pemanasan awal opsional
 CE > 0.45% atau < 0.60% , p.a = 200 ~ 400 ºF.
 CE > 0.60% p.a = 400 ~ 700ºF.

Asalkan tersedia diagram CCT yang sesuai untuk pelat baja yang harus
dilas dan bahan paduan yang diharapkan terjadi setelah pengelasan ,
metoda untuk menghitung suhu pemanasan awal ini sangat berguna
dan dapat dimanfaatkan hampir diseluruh komposisi bahan paduan .
Secara umum baja struktural harus dilas dengan pemanasan awal
secukupnya untuk mencegah terbentuknya martensite yang getas.
Dengan mempelajari diagram CCT pelat baja yang akan dilas dan
komposisi bahan las , laju pendinginan maksimum yang dibolehkan
dapat dihitung.

Pengurangan distorsi dan regangan sisa ( residual stress ).


Tujuan berikutnya dari pemanasan awal untuk pengelasan bahan
ferrous dan non ferrous adalah untuk mengurangi distorsi dan
regangan sisa. Ketika sambungan las baja mendingin melalui cakupan
austenite , dan akan halnya metal non ferrous , melewati suhu yang
dinaikkan , metal metal tersebut memiliki kekuatan yang rendah dan
daya plastis yang baik. Karenanya bahan metal dan HAZ berubah
secara plastis untuk menyesuaikan perubahan dimensi yang
diakibatkan oleh pengkerutan las. Sewaktu pendinginan mencapai suhu
kamar , regangan sisa terus bertambah , hal ini disebabkan oleh proses
pengkerutan berlanjut . Bagi pengelasan yang tidak diberi pemanasan
awal , tingkat distorsi dan regangan sisa menjadi jauh lebih besar dan
sulit diukur.
Dalam praktek , tingkat pengukuran penurunan distorsi dan regangan
sisa sulit diprakirakan karena tergantung pada banyak faktor seperti
misalnya besarnya kekangan ( restrain ) , suhu pemanasan awal ,
penyiapan kampuh dan masukan panas.

PERLAKUAN PANAS PASKA LAS ( POST WELD HEAT


TREATMENT ).
Banyak sekali obyek metallurgis yang dapat dicapai melalui proses
perlakuan panas paska las ( PWHT ) , misalnya pembebasan regangan
( stress relief ) , stabilitas dimensi , ketahanan terhadap retak karat
regangan ( stress corrosion cracking ) , peningkatan keuletan
( toughness ) dan kekuatan mekanis.
PWHT yang paling umum untuk baja adalah pembebasan stress
subkritis , normalizing , dan quench & temper. Perlakuan panas yang
biasa dilakukan untuk bahan non ferrous , seperti paduan aluminium ,
adalah pembebasan stress paska las , perlakuan panas larutan penuh
dan penuaan ( full solution heat treatment & aging ) , aging saja , dan
anilisasi.
Pembebasan stress mungkin merupakan salah satu perlakuan panas
yang paling sering dilaksanakan untuk mengurangi stress sisa
pengelasan pada sambungan las yang mengalami pengekangan berat
( heavy restrain ) atau yang peka terhadap keretakan. Mekanisme yang
dominan dalam pembebasan regangan adalah relaksasi regangan dan
temperisasi martensite atau penuaan lanjut ( overaging ) dari paduan
precipitation hardening ( pengerasan setelah dilaskan ) . Dalam hal
baja , cakupan suhu pembebasan regangan berkisar dari 895 hingga
1240ºF yang sebenarnya berada dibawah suhu transformasi eutectoid
selama paling sedikit 1 jam per inci tebal .
Sering dilaksanakan orang , deposit las pada baja yang sangat mudah
dikeraskan ( high hardenability ) seperti misalnya baja 4130
dimasukkan kedalam dapur pembebas regangan sebelum sempat
mendingin hingga dibawah suhu pemanasan awal atau suhu antar pass
, akibatnya struktur mikronya tidak mengandung martensite , karena
struktur austenite yang tersisa setelah pengelasan ditransformasikan
kebainite sewaktu pembebasan regangan sesuai diagram TTT baja
4130 tersebut. Apabila pengelasan baja ini menghasilkan martensite ,
hal ini disebabkan oleh kurangnya pemanasan awal , untuk mengatasi
hal tersebut dilaksanakan proses pembebasan regangan yang akan
menemper struktur martensite kestruktur yang kekerasannya lebih
rendah namun meningkatkan keuletan dan daktilitasnya.
Pembebasan regangan paska las dapat menghapuskan retak karat
regangan caustic ( caustic stress corrosion cracking ) yang terjadi di
HAZ dari baja ASTM A 516 gr. 70.
Kombinasi antara regangan sisa dan perbedaan galvanis diantara
bahan las , HAZ dan bahan induk , memberikan kontribusi yang
cukup signifikan pada ketahanan terhadap karat regangan yang
dihasilkan dari pengelasan pengelasan tersebut diatas.
Normalizing paska las
Proses normalizing paska las berlaku terutama untuk bahan baja.
Perlakuan ini secara umum sama dengan pada proses penuangan ,
yakni meningkatkan keuletan dan menghilangkan struktur butir yang
kasar . Proses ini menguntungkan bagi electrode slag welding ( ESW ) .
Karena masukan panas yang cukup tinggi , 2286 kJ / inci untuk
pengelasan setebal 2” , HAZ yang luas dan ukuran butir yang besar /
kasar, ESW mengalami penurunan keuletan yang luar biasa . Beberapa
standard pengelasan mengijinkan penggunaan electro slag welding
pada bagian yang mengalami tegangan awal , namun dengan syarat
asalkan setelah pengelasan dinormaize terlebih dahulu. Masalahnya
adalah bahwa normalizing merupakan proses yang cukup mahal
dibanding pembebasan regangan. Normalizing memerlukan pemanasan
yang cukup tinggi ( antara 1600 hingga 1700ºF untuk jangka waktu 1
jam per inci tebal ) . Suhu ini memaksa pelaksana membawa komponen
atau equipment yang dinormalize kedalam dapur pemanas.
Keuntungan normalizing paska las adalah : 1) menghilangkan struktur
butir columnar yang kasar dan kristal yang besar diHAZ , 2)
peningkatan keuletan pada sumbu las dan HAZ. Ciri khas struktur
mikro lasan yang dinormalize adalah campuran butir halus antara
pearlite dan polygon ferrite. Misalnya pengelasan electroslag pada baja
A588 , normalizing paska las akan menaikkan keuletan CVN dari 7
ft.lb menjadi 50 ft.lb. pada 0ºF.

1500
WAKTU RENDAM
1240

1000
SUHU , º F

500

KENAIKAN & PENURUNAN SUHU 300ºF / JAM

0 4 6 10
WAKTU , JAM

DIAGRAM PEMBEBASAN REGANGAN BAJA CARBON TEBAL 2 INCI


Normalizing biasanya tidak terlalu menguntungkan bagi GTAW ,
SMAW atau GMAW dibanding SAW dan ESW , karena struktur
mikro pada HAZnya tidak terlalu kasar berhubung masukan panasnya
tidak terlalu tinggi dan ukuran jalur yang kecil. Namun bukan berarti
normalizing kurang baik untuk ketiga jenis proses las yang terdahulu.
Normalizing baik untuk semua jenis las karena merubah struktur
mikro menjadi kecil yang merupakan gabungan antara pearlite dan
polygon ferrite.

Quench dan temper


Proses quench & temper sangat mahal , oleh karenanya dikhususkan
hanya untuk pengelasan baja 4130 , 4140 , 4340 , H – 11 dan baja
dengan kekuatan tinggi lainnya yang harus diberi perlakuan panas
serta yang digunakan untuk kekerasan yang tinggi.
Baja quench & temper seperti A514 , A517 ( T-1 ) dan A508 ( HY-80 ) ,
yang dapat diberi perlakuan panas , mengandung carbon dan bahan
paduan yang cukup tinggi untuk mendapatkan sifat kekerasan tinggi
dan sifat dapat diperkeras yang dikehendaki setelah quench dan
temperisasi paska las .

Perlakuan solusi dan penuaan ( aging )


Perlakuan solusi dan penuaan adalah proses perlakuan panas paska las
( PWHT ) yang diterapkan pada bahan paduan yang mengeras setelah
dilaskan ( precipitation hardening alloy ) untuk mendapatan kekuatan
yang merata antara bahan induk , bahan las dan HAZ. Apabila
pendinginan las cepat sebagaimana halnya pada electron beam welding
( EBW ) , maka hanya dengan proses penuaan saja ( aging ) akan dapat
menghasilkan kekuatan bahan yang cukup signifikan. Pada kasus yang
terakhir ini bahan las dan HAZ yang berkristal besar perlu diberi
perlakuan solusi setelah pengelasan.

Anda mungkin juga menyukai