perlu dilakukan.Pemilihan telur yang kurang baik dapat menjadi salah satu penyebab kegagalan
dalam penetasan.Berat telur merupakan salah satu indikator dalam penyeleksian telur tetas. Berat
telur akan mempengaruhi tingkat fertilitas dan daya tetas telur sebab berat telur sangat
mempengaruhi presentasi komposisi telur yang merupakan sumber pakan selama pertumbuhan
embrio.
Rendahnya tingkat fertilitas, daya tetas, berat tetas telur dan tingginya tingkat kematian
embrio merupakan tantangan bagi para peternak dalam menetaskan telur dengan menggunakan
mesin tetas. Variasi berat telur yang berbeda menjadi salah satu penyebab rendahnya fertilitas,
daya tetas dan berat tetas telur.Namun kenyataannya, peternak sering memilih telur untuk
ditetaskan tanpa memperhatikan kualitas eksterior telur tersebut terutama berat telur bahkan
banyak peternak yang memilih telur yang memiliki bobot yang terlalu berat.
Fertilitas
perkembangan embrio dari sejumlah telur yang ditetaskan tanpa memperhatikan telur tersebut
menetas atau tidak (Sinabutar, 2009). Fertilitas telur diperoleh setelah terjadi proses pembuahan
yaitu penggabungan antara sperma dan ovum. Semakin tinggi angka yang diperoleh maka
semakin baik pula kemungkinan daya tetasnya. Hal-hal yang mempengaruhi fertilitas antara lain
: asal telur (hasil dari perkawinan atau tidak), ransum induk, umur induk, kesehatan induk, rasio
jantan dan betina, umur telur, dan kebersihan telur (Septiwan, 2007).
jantan dan betina, umur telur, dan kebersihan telur. Faktor lain yang menyebabkan fertilitas telur
yaitu(Rukmana 2003):
a. Umur: Fetilitas yang tinggi pada ayam jantan dan betina adalah pada umur 1 – 1,5 tahun,
b. Kesehatan: Ayam yang lemah dan sakit-sakitan biasanya kurang atau tidak subur.
c. Makanan: Kekurangan vitamin E secara terus menerus dalam ransum dapat menyebabkan
d. Perkandangan: Kandang yang terlalu gelap atau kurang cahaya menyebabkan kurangnya
produksi sperma pada ayam jantan. Ternak ayam yang dipelihara pada kandang semi intensif,
yang dilengkapi dengan peralatan untuk melepaskan ayam, biasanya menghasilkan telur tetas
e. Sifat turun temurun (Heritability): Ayam yang kapasitas bertelurnya atau daya produksi
tinggi, biasanya akan menghasilkan telur tetas dengan fertilitas yang tinggi pula.
g. Sperma : Sperma normal gerakannya lincah dan sanggup membuahi dengan fertilitas yang
tinggi. Sperma yang tidak normal, bentuk dan gerakan tidak singkron, biasanya daya
telur. Jika kelenjar Pituitury ( kelenjar home produk) tidak bisa di produksi semaksimal
i. Respon cahaya : 12 jam waktu yang di butuhkan seekor pejantan untuk mendapatkan cahaya
terang/paparan sinar matahari, agar menghasilkan sperma yang bagus. Induk betina untuk
pembentukan sebutir telur memperlukan cahaya terang/ sinar matahari selama 16 jam.
Fertilitas telur diperoleh setelah terjadi proses pembuahan yaitu penggabungan antara sel
sperma dan sel telur. Fertilitas pada telur baru dapat diketahui pada hari 4 pengeraman
dengan melakukan peneropongan pada telur. Persentase fertilitas telur dapat menurun, jika
penanganan telur yang akan ditetaskan kurang baik seperti manyimpan telur terlalu lama dan
suhu penyimpanan tidak sesui. Menurut Septiwan (2007), ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam pemilihan telur tetas seperti memilih telur yang bersih, bentuk telur oval,
umur penyimpanan telur tidak lebih dari 7 hari, telur berasal dari induk yang sehat,
perbandingan antara ayam jantan dan betina, dan tempat penyimpanan telur bersih.
Karena tempat penyimpanan telur kecil, telur menjadi saling berhimpitan dan juga karena
retakan yang ada maka penguapan yang terjadi tidak berjalan semestinya dan pada akhirnya juga
embrio yang ada di dalamnya akan mati. (Rasyaf, 1999)
2. Kebersihan telur
Telur yang akan ditetaskan tidak dibersihkan terlebih dahulu akan merusak selaput pertahanan
alami kulit telur dari bibit penyakit. Karena kuman, bakteri, virus atau bibit penyakit yang
mempunyai ukuran sangat kecil itu dapat menembus lapisan berpori pada dinding kulit telur.
3. Suhu
Naik turunnya suhu dapat mempengaruhi daya tetas telur. Pada keadaan normal suhu harus
berkisar antara 380 C – 400 C (Malik, 2008).
4. Kelembapan
Kelembapan merupakan faktor penting untuk proses penetasan sayngnya kelembapan ini sering
dilupakan bahkan tidak disadari oleh para penetas telur. Periksa kelembapan dalam incubator
menggunakan hygrometer.
Penanggulangan
1. Mesin Tetas
Mesin tetas, bila akan dipergunakan harus difumigasi dulu, untuk mencegah timbulnya penyakit
menular yang melalui penetasan. Bahan fumigasi yang baik dan mudah didapat serta relative
murah hargnya yaitu formalin 40 % yang dicampur dengan KMn04 dengan dosis pemakaian :40
cc formalin 40 % + 20 gram KMn04 (digunakan untuk ruangan 2, 83 m3). Waktu fumigasi
biasanya dilakukan selama 20 menit dengan pintu mesin tetas dalam keadaan tertutup. Kita juga
bisa melakukan fumigasi setelah telur masuk ke dalam mesin tetas, tetapi tidak dilakukan pada
telur – telur yang telah berada dalam mesin tetas, tetapi tidak dilakukan pada telur – telur yang
telah berada dalam mesin tetas selama 24 – 96 jam, karena akan membahayakan bagi
perkembangan embryo di dalamnya.
2. Temperatur Penetasan
Temperatur penetasan merupakan salah satu faktor yang sangat penting, temperatur yang tidak
tepat akan menyebabkan rendahnya dat teats. Dalam mesin tetas yang udarnya digerakan oleh
kipas untuk ventilasi maka temperature penetasan antar hari ke-1 sampai dengan hari ke-18 yaitu
sekitar 990 F – 1010 F. Setelah hari ke-18, temparatur penetasan sebaiknya diturunkan 2 – 30 F
(970 F – 990 F). Perlu dicatat bahwa temperature mesin tetas ini selama dipergunakan harus
konstan. Bila terjadi fluktasi yang tinggi akan menurunkan daya tetas.
3. Kelembaban Penetasan
Kelembaban yang baik dalam mesin tetas dari hari ke-1 sampai hari ke-18 yaitu antar 50 – 60 %,
tetapi setelah hari ke-18 kelembaban tersebut sebaiknya dinaikan menjadi 75 %. Pada mesin tetas
tradisional pengaturan kelembaban ini dapat diatur dengan menempatkan luas permukaan yang
berbeda dari baki tempat penyimpanan air. Pada mesin tetas yang modern, pengaturan
kelembaban ini sudah diatur secara otomatis.
http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=4&doc=4a1
Sinabutar, M. 2009. Pengaruh frekuensi inseminasi buatan terhadap daya tetas telur itik lokal
yang di inseminasi buatan dengan semen entok.[Skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas
Sumatra Utara. Medan.
Septiwan, R. 2007. Respon produktivitas dan reproduktivitas ayam kampung dengan umur induk
yang berbeda.[Skripsi]. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Admin. 2008. Penetasan Telur Unggas. http://sentralternak.com/index.
php/2008/08/29/penetasan-telur-unggas/.
Rukmana, R. 2003. Ayam Buras. Kanisius, Yogyakarta.
.