1
Bising usus normal
Palpasi :
nyeri tekan epigastrium (+), Hepatosplenomegali (-)
Perkusi :
Timpani
2. Riwayat Pengobatan :
Belum ada upaya pengobatan sebelumnya.
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit :
Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
4. Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama seperti pasien.
5. Riwayat Pekerjaan :
Pasien bekerja sebagai petani dengan kebiasaan tidak memakai alas kaki
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik :
Pasien tinggal bersama istri dan anaknya.
7. Riwayat Imunisasi :
Riwayat imunisasi tidak diketahui.
Daftar Pustaka :
1. A. Mansjoer, Suprohaita, W.K. Wardhani, W. Setiowulan. 2000. Kapita
SelektaKedokteran. Edisi III, Jilid II. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius,Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Ali S.A., Akhtar T., Maqbool A., Hussan A., Ikram S. 2013. Ancylostoma Duodenale
Seperated from Contaminated Soil. International Journal of Zoology and Research. 3: 27-
38.
3. Basuni Madihah, Muhi Jamail, Othman Nurulhasanah, Verweij Jaco J., Ahmad
Maimunah, Miswan Noorizan, Rahumatullah Anizah, et al. 2011. A Pentaplex Real-Time
Polymerase Chain Reaction Assay for Detection of Four Species of Soil-Transmitted
Helminths. Am. J. Trop. Med. Hyg., 84(2), pp. 338–343
4. Conlan J.V., Khamlome B., Vongxay K., Elliot A., Pallant L., Sripa B., et al. 2012. Soil-
Transmitted Helminthiasis in Laos: A Community-Wide Cross-Sectional Study of
Humans and Dogs in a Mass Drug Administration Environment. Am. J. Trop. Med. Hyg.
86(4): 624–634.
5. David R Haburchak, MD, FACP; Chief Editor: Pranatharthi Haran Chandrasekar, MBBS,
MD. Medscape International Journal. 2018. Ancylostomiasis., 218805, pp. 1-4
6. Friedman Andrew J., Ali Said M., and Albonico Marco. 2012. Safety of a New Chewable
2
Formulation of Mebendazole for Preventive Chemotherapy Interventions to Treat Young
Children in Countries withModerate-to-High Prevalence of Soil Transmitted Helminth
Infections. Journal of Tropical Medicine 12:590463
7. Hu Yan., Zhan Bin, Keegan Brian, Yiu1 Ying Y., Miller Melanie M., Jones Kathryn, et al.
2012 Mechanistic and Single-Dose In Vivo Therapeutic Studies of Cry5B Anthelmintic
Action against Hookworms Neglected Tropical Disease 11: 1900
8. Humphries D., Mosites E., Otchere J., Welbeck Amoani Twum , Lauren Woo , Hinckley
Jones-Sanpei, et al. 2011. Epidemiology of Hookworm Infection in Kintampo North
Municipality, Ghana: Patterns of Malaria Coinfection, Anemia, and Albendazole
Treatment Failure. Am. J. Trop. Med. Hyg., 84(5):792–800.
9. Jonker Femkje A. M., Calis Job C. J., Phiri Kamija, Brienen Eric A. T., Khoffi Harriet,
Brabin Bernard J., et al. 2012. Real-time PCR Demonstrates Ancylostoma duodenale Is a
Key Factor in the Etiology of Severe Anemia and Iron Deficiency in Malawian Pre-school
Children Neglected Tropical Disease 3:1555
10. Le Joncour A., Lacour S.A, Lecso G., Regnier S., Guillot J., and Caumes E. 2012. Case
Report: Molecular Characterization of Ancylostoma braziliense Larvae in a Patient with
Hookworm-Related Cutaneous Larva Migrans. Am. J. Trop. Med. Hyg. 86(5): 843–845
Hasil Pembelajaran :
1. Definisi, Epidemologi dan Etiologi penyakit Ancylostomiasis
2. Patofisiologi penyakit Ancylostomiasis
3. Gejala Klinik, Diagnosis dan pemeriksaan penunjang penyakit Ancylostomiasis
4. Diagnosis banding penyakit Ancylostomiasis
5. Penatatalaksanaaan penyakit Ancylostomiasis
6. Komplikasi penyakit Ancylostomiasis
7. Pencegahan penyakit Ancylostomiasis
1. Subjektif :
Laki-laki usia 45 th datang dengan keluhan lemas sejak 5 bulan SMRS dan
semakin memberat sejak 2 minggu SMRS. Keluhan lain yang dirasakan
pusing (+), mual (+), muntah (-), batuk (-), sesak (+) kadang-kadang, NUH
(+), Riw. Demam (-). Nafsu makan menurun sejak 2 minggu SMRS. BAB
cacing (-), BAK seperti biasa.
2. Objektif :
3
Status Present:
Sakit Sedang/Gizi baik/Composmentis
Tanda Vital:
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 88 kali/ menit (Reguler, kuat angkat)
Pernapasan : 20 kali/ menit (Thoracoabdominal)
Suhu : 36.5oC (axial)
Kepala:
Ekspresi : Biasa
Simetris Muka : Simetris
Deformitas : (-)
Rambut : Hitam, lurus, sulit dicabut
Mata:
Eksoptalmus/ Enoptalmus: (-)
Gerakan : Ke segala arah
Tekanan Bola Mata : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kelopak Mata : Edema palpebral (-), ptosis (-)
Konjungtiva ODS : Anemis (+)
Sklera ODS : Ikterus (-)
Kornea ODS : Jernih, reflex kornea (+)
Pupil ODS : Bulat, isokor 2,5mm; RCL +; RCTL +
Telinga:
Bentuk : Simetris
Pendengaran : Dalam batas normal
Sekret : (-)
Hidung:
Deviasi septum : (-)
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
Hiperemis : (-)
Mulut:
4
Bibir : Kering (-), stomatitis (-)
Gigi Geligi : Karies (-)
Gusi : Candidiasis oral (-), perdarahan (-)
Farings : Hiperemis (-)
Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
Lidah : Kotor (-)
Leher:
Kel. Getah Bening : Tidak teraba, nyeri tekan (-)
Kel. Gondok : Tidak ada pembesaran, nyeri tekan (-)
Kaku Kuduk : (-)
Tumor : (-)
Dada:
- Inspeksi : Simetris hemithoraks kiri dan kanan
- Bentuk : Normothoraks
- Buah Dada : Tidak ada kelainan
- Sela Iga : Tidak ada pelebaran
- Lain-lain : Barrel chest (-), massa tumor (-)
Paru:
- Inspeksi : Bentuk simetris, pergerakan simetris,
retraksi Intercostals (-), irama nafas regular
- Palpasi:
Fremitus Raba : Kiri = Kanan
Nyeri Tekan : (-)
- Perkusi:
Paru Kiri : Sonor
Paru Kanan : Sonor
Batas Paru Hepar : ICS VI anterior dextra
Batas Paru Belakang Kanan :Vertebra thorakal IX
Batas Paru Belakang Kiri :Vertebra thorakal X
- Auskultasi:
Bunyi Pernapasan : Vesikuler
Bunyi Tambahan : Ronkhi -/- Wheezing -/-
5
Jantung:
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung
kanan: linea parasternalis dextra, batas jantung kiri: linea
midclavicularis sinistra)
- Auskultasi :
BJ I/II : Murni reguler
Bunyi Tambahan : Bising (-)
Perut:
- Inspeksi : Datar, ikut gerak napas, caput medusa (-)
- Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (+) epigastrium
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-)
- Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-)
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Alat Kelamin : Tidak ada kelainan
Anus dan Rektum : Tidak ada kelainan
Kulit : Hiperemis (-)
Punggung : Skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
- Palpasi : Gibbus (-)
- Nyeri Ketok : (-)
- Auskultasi : Rh -/- Wh -/-
Ekstremitas
- Bentuk : Simetris, refleks fisiologis (+/+), refleks
patologis (-/-)
- Akral : Dingin, pucat (+), sianosis perifer
(-),bintik pendarahan (-)
- Kuku dan jari : Lengkap, normal
- Capillary refil test : < 2’’
3. Assessment :
Laki-laki usia 45 tahun datang dengan keluhan lemas sejak 5 bulan SMRS
6
dan semakin memberat sejak 2 minggu SMRS. Keluhan lain yang dirasakan
pusing (+), mual (+), muntah (-), batuk (-), sesak (+) kadang-kadang, NUH
(+), Riw. Demam (-). Nafsu makan menurun sejak 2 minggu SMRS. BAB
cacing (-), BAK seperti biasa. Pada pemeriksaan fisik ditemukan mata
conjungtiva anemis (+), Abdomen Nyeri tekan epigastrium (+), Bising usus
normal, ekstremitas telapak tangan dan kaki tampak pucat.
4. Diagnosis :
Anemia ec Ancylostomiasisis
Dyspepsia
5. Plan :
Pengobatan
Pada pasien ini diberikan terapi:
- IVFD RL 28 tpm
- Inj Ceftriaxone 1gr/12j/iv
- Inj Ranitidin 50 mg/12j/iv
- Drip Farbion 1 amp/24 Jam
Konsultasi
Perlu dilakukan konsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam
Rujukan
Pada kasus ini, rujukan tidak perlu dilakukan karena kasus ini masih dapat
ditangani di rumah sakit setempat.
Kontrol
Kontrol pada pasien ini perlu dilakukan untuk follow-up keadaan umum
serta mencegah terjadinya komplikasi sehubungan dengan kasus ini.
7
A. RINGKASAN MATERI
PENDAHULUAN
8
Trichuris trichiura, (1,04%), Enterobius (1,04%) dan Hymenolepis (2.44%).
Tingginya insiden infeksi akibat cacing tambang di daerah ini menyoroti fasilitas
sanitasi yang buruk dan berbagai faktor lingkungan seperti buang air besar di
udara terbuka yang menghasilkan kontaminasi tanah dengan cacing telur. Telur ini
akan matang dalam tanah yang lembab dan menjadi infektif bagi manusia. Di
daerah ini praktek tidak menggunakan alas kaki selama kegiatan sehari-hari
sangat umum sehingga memungkinkan hal tersebut menjadi faktor penyebab
terinfeksi cacing tambang.
1. Necator americanus
2. Ancylostoma duodenale
3. Ancylostoma braziliense
4. Ancylostoma ceylanicum
5. Ancylostoma caninum
Cacing ini memerlukan tanah pasir yang gembur, tercampur humus dan
terlindung dari sinar matahari langsung. Telur cacing tambang menetas menjadi
larva rabditiform dalam waktu 24-36 jam untuk kemudian pada hari ke 5 – 8
menjadi bentuk filariform yang infektif. Suhu optimum bagi N.americanus adalah
28°C – 32 °C dan untuk A.duodenale adalah sedikit lebih rendah 23°C – 25 °C.
Ini salah satu sebab mengapa N.americanus lebih banyak ditemukan di Indonesia
daripada A.duodenale.
9
Larva filariform cacing tambang dapat bertahan 7 – 8 minggu di tanah dan
harus masuk menembus kulit manusia untuk meneruskan lingakaran hidupnya.
Larva cacing tambang ini memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya, oleh
karena itu olahan tanah dalam bentuk apapun di lahan pertanian dan perkebunan
akan menguntungkan pertumbuhan larva.
10
ANCYLOSTOMIASIS
Jumlah terbesar kasus cacing tambang terjadi di Asia, diikuti oleh sub-
Sahara Afrika. Di China saja, sekitar 190 juta orang terinfeksi cacing tambang,
sebuah perkiraan yang didasarkan pada sebuah studi/penelitian nasional yang
melibatkan pemeriksaan spesimen kotoran yang diambil dari hampir 1.5 juta
11
orang antara 1988 dan 1992. N.Americanus adalah cacing tambang yang paling
umum di seluruh dunia, sementara A. duodenale lebih terbatas secara geografis.
Berbeda dengan spesies anthropophilic utama ini, tiga spesies cacing tambang
zoonotis adalah penyebab minor penyakit pada manusia. A. ceylanicum
menginfeksi anjing dan kucing dan juga bisa menginfeksi manusia tetapi tidak
dianggap sebagai pathogen penting. Cacing tambang anjing A. caninum
menyebabkan manusia enteritis eosinopholik di timur laut Australia, dan A.
braziliense menyebabkan cutaneous larva migrans.
Cacing tambang
atau cacing cambuk
(h ookworm) adalah
cacing parasit
(nematoda) yang
Ancylostoma duodenale hidup di usus kecil,
pada mamalia seperti kucing, Necator americanus anjing ataupun
manusia. Spesies cacing tambang yang
menginfeksi manusia yaitu Ancylostoma duodenale dan Necator americanus.
Kedua spesies ini termasuk dalam Phylum Nematelminthes. Hospes dari
Necator americanus dan Ancylostoma duodenale adalah manusia, yang cacing
dewasanya berhabitat di usus halus manusia. Infeksi A. duodenale dan N.
americanus merupakan penyebab terpenting anemia defisiensi besi. Selain itu
infeksi cacing tambang juga merupakan penyebab hipoproteinemia yang
terjadi akibat kehilangan albumin, karena perdarahan kronik pada saluran
cerna. Penyakit yang disebabkan oleh Necator americanus adalah
Nekatoriasis, sedangkan Ancylostoma duodenale menyebabkan penyakit
Ankilostomiasis. Cacing tambang merupakan salah satu cacing usus yang
termasuk dalam kelompok cacing yang siklus hidupnya melalui tanah (soil
transmitted helminth). Daur hidup cacing tambang yaitu telur dikeluarkan
bersama tinja, setelah 1-1,5 hari dalam tanah, telur menetas menjadi larva
rabditiform. Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform
12
yang dapat menembus kulit hospes kemudian berhabitat di usus halus dalam
tubuh hospes tersebut. Cacing tambang betina menghasilkan 9.000-10.000
butir telur seharinya. Infeksi cacing tambang paling sering ditemukan di
daerah yang hangat dan lembab, dengan tingkat sanitasi lingkungan yang
buruk.
13
posisi di atas tripanosomiasis, demam dengue, penyakit chagas,
schisostomiasis dan lepra.
Gambar 1.1
Gambar 1.2 Gambar 1.3
Telur cacing tambang berbentuk oval (bulat lonjong), dinding sel (hialin)
tipis dan bening, dengan ukuran yang berbeda tergantung dari jenisnya.
Necator americanus memiliki ukuran telur 64 –76 mm x 36–40 mm
sedangkan Ancylostoma duodenale ukuran telurnya 56–60 mm x 36–40 mm.
Larva cacing tambang ini memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya, oleh
karena itu olahan tanah dalam bentuk apapun di lahan pertanian dan
perkebunan akan menguntungkan pertumbuhan larva (Gambar 1.1).
Ukuran larva Rhabditiform kedua cacing tambang ini adalah sama ± 250
mikron. Rongga mulut larva rhabditiform terbuka, sempit dan panjang,
memiliki esophagus 1/3 panjang badan bagian anterior (Gambar 1.2).
14
menghasilkan telur 10.000/hari. Cacing jantannya berukuran kurang lebih 0,8
cm, mempunyai organ reproduksi tunggal (testis) dengan ujung ekor yang
berbentuk tumpul, dilengkapi bursa kopulatriks.
Hospes parasit ini adalah manusia, cacing dewasa hidup di rongga usus
halus dengan giginya melekat pada mukosa usus. Cacing betina menghasilkan
9.000-10.000 butir telur sehari. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1
cm, cacing jantan kira-kira 0,8 cm, cacing dewasa berbentuk huruf S atau C
dan di dalam mulutnya ada sepasang gigi. Telur cacing tambang yang
besarnya kira-kira 60x40 mikron, berbentuk bujur dan mempunyai dinding
tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel antara lain, larva rhabditiform
panjangnya kurang lebih 250 mikron, sedangkan larva filariform panjangnya
kurang lebih 600 mikron.
15
kaki, lengan dan wajah. Di Amerika Serikat, larva migrans cutaneous
umumnya terlihat pada personel militer, pada pelancong yang pulang dari
tempat berlibur yang memiliki pantai berpasir, dan pada penduduk Florida dan
Gulf Coast; larva migrans ini berhasil ditangani dengan sukses dengan
penggunaan pengobatan oral jangka pendek dengan albendazole atau
ivermectin.
16
Sementara di tanah, tahap ketiga larva berada dalam keadaan
pemberhentian perkembangan; perkembangan mulai kembali sesudah larva masuk
ke dalam host. Pada manusia, jalan masuk melalui kulit diikuti dalam waktu 10
hari oleh migrasi larva ke dalam paru-paru (Gambar 2), menyebabkan batuk dan
sakit tenggorokan. Infeksi cacing tambang paru-paru menyerupai sindrom Löffler
karena hubungannya dengan eosinophilia dalam paru-paru. Dalam kasus yang
jarang, pneumonitis menyertai larva migrans cutaneous. Cacing tambang
pneumonitis biasanya tidak parah, walaupun mungkin akan bertahan selama lebih
dari sebulan, sampai larva meninggalkan paru-paru dan masuk ke saluran
percernaan. Hal ini tidak dikenali secara umum bahwa A. duodenale tahap ketiga
larva menginfeksi manusia melalui mulut dan kulit. Ketika infeksi oleh A.
duodenale terjadi melalui mulut, migrasi awal dari tahap ketiga larva
17
Gambar 2. Siklus kehidupan Necator americanus dan Ancylostoma
duodenale
Keterangan Gambar 2 :
18
yang paling disukai dan menjadi satu-satunya faktor prevalensi tinggi
infeksi cacing tambang di daerah-daerah pantai.
4) Gejala Klinis
a) Stadium larva : Larva filariform yang menembus kulit dalam jumlah yang
banyak secara sekaligus dapat menyebabkan perubahan kulit berupa :
19
menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Prestasi kerja juga dapat
menurun akibat ancylostomiasis.
Gejala klinik dan diagnosis gejala klinik karena infeksi cacing tambang
antara lain lesu, tidak bergairah, konsentrasi belajar kurang, pucat, rentan terhadap
penyakit, prestasi kerja menurun, dan anemia (anemia hipokrom mikrositer). Di
samping itu juga terdapat eosinofilia. Cacing tambang utama yang berhubungan
dengan cedera pada manusia terjadi ketika parasit dewasa menyebabkan
kehilangan darah pada interstitial. Istilah “penyakit cacing tambang” merujuk
utamanya pada anemia karena kekurangan zat besi yang merupakan akibat dari
infeksi yang yang sedang atau berat. Kehilangan darah terjadi ketika cacing-
cacing tersebut menggunakan alat pemotong untuk menempelkan mereka pada
mucosa dan submucosa intestinal/usus dan mengerutkan esophagi otot mereka
untuk menciptakan tekanan negative, yang menghisap potongan jaringan kedalam
kapsul buccal mereka (Gambar 3). Kapiler dan arteriol pecah bukan hanya secara
mekanis tetapi juga secara kimiawi, melalui aksi dari enzim hidrolitis. Untuk
memastikan aliran darah, cacing tambang dewasa mengeluarkan agen/unsure
anticlotting. (Salah satunya, sebuah faktor VIIa/faktor inhibitor jaringan, yang
sedang dikembangkan sebagai sebuah unsure terapetis untuk memblokir
coagulopathy dari infeksi fulminant dikarenakan virus Ebola) Cacing tambang
mencerna sebagian dari darah extravasasi. Beberapa sel darah merah mengalami
lisis, sehingga melepaskan hemoglobin, yang dicerna oleh sebuah kaskade
hemoglobinases yang menandai usus parasit.
20
Karena infeksi oleh A.duodenale menyebabkan kehilangan darah yang lebih hebat
dibandingkan terinfeksi oleh N. americanus, tingkatan anemia karena kekurangan
zat besi yang disebabkan oleh cacing tambang bergantung pada spesies.
Keterangan Gambar 3 :
Total jumlah telur kuantitatif berfungsi sebagai ukuran tidak langsung dari
berat cacing tambang dewasa (yakni, jumlah cacing per pasien). Tingkat
hemoglobin turun dalam proporsi terhadap infeksi.
21
dyspnea, rasa sakit ekstremitis pada bagian bawah, palpitasi, nyeri sendi dan
sternum, sakit kepala, kelelahan dan impotensi. Pada orang dewasa, kapasitas
untuk bekerja mungkin akan terpengaruh secara berbeda-beda, dan banyak orang
melaporkan ketidakmampuan bekerja.
5) Pemeriksaan Penunjang
Anemia dikonfirmasi oleh CBC dan hasil apusan darah tepi yang
menunjukkan tanda-tanda khas anemia defisiensi besi. Mikroskopi
mengungkapkan hipokromik, sel darah merah mikrositik (RBC). Setelah
infeksi awal, eosinofilia biasanya muncul selama fase migrasi sebelum temuan
feses positif. Eosinofilia menetap disebabkan oleh perlekatan cacing dewasa
pada mukosa usus. Jumlah puncak eosinofil adalah 1350-3828 sel / μL pada 5-
9 minggu setelah paparan manusia eksperimental terhadap 45-50 larva
infektif. Eosinofilia dapat menjadi petunjuk untuk cacing tambang, serta
Strongyloides kutu, pada pasien yang terinfeksi secara kronis.
b) feses normal
22
tambang harus dibedakan dengan Stronyloides stercoralis dan
Trichostrongylus (melalui pembiakan larva metode Harada Mori). Telur cacing
tambang mudah rusak oleh perwanaan permanen dan telur lebih mudah di
lihat pada sediaan basah.
c) Radiologi
6) Diagnosis Banding
a. Ascariasis
Ascariasis adalah infeksi cacing yang paling umum, dengan prevalensi 804
juta kasus di seluruh dunia yang diperkirakan di seluruh dunia pada tahun
2013. Biasanya tanpa gejala, ascariasis adalah yang paling umum. pada anak-
anak di negara tropis dan berkembang, di mana mereka diabadikan oleh
kontaminasi tanah oleh kotoran manusia atau penggunaan kotoran yang tidak
diobati sebagai pupuk. Ascariasis simtomatik dapat bermanifestasi sebagai
retardasi pertumbuhan, pneumonitis, obstruksi usus, atau cedera hepatobilier
dan pankreas.
a) Epidemologi
23
berikut: 86 juta kasus di Cina, 204 juta di tempat lain di Asia Timur dan
Pasifik, 173 juta di Afrika sub-Sahara, 140 juta di India, 97 juta di tempat
lain di Asia Selatan, 84 juta di Amerika Latin dan Karibia, dan 23 juta di
Timur Tengah dan Afrika Utara. Antara tahun 1990 dan 2015, beban
penyakit ascariasis diperkirakan telah menurun hingga 75%. Namun, data
survei rusak karena kurangnya metode diagnostik standar. Karena umur
cacing dewasa di usus hanya 1-2 tahun, infeksi persisten sering
membutuhkan paparan ulang dan infeksi ulang. Frekuensi dan intensitas
infeksi tetap tinggi sepanjang hidup di daerah endemis dan berisiko bagi
orang tua dan orang muda. Dalam sebuah penelitian baru-baru ini di
pedesaan barat daya Nigeria, intensitas telur yang diekskresikan per gram
tinja di antara orang yang terinfeksi adalah 2.371 untuk Ascaris spesies,
1070 untuk cacing tambang, dan 500 untuk Trichuris spesies, dengan
tingkat yang sedikit lebih rendah di antara orang-orang di daerah
perkotaan.
b) Patofisiologi
24
(14 hari). Paparan yang signifikan dapat menghasilkan pneumonia dan
eosinofilia selanjutnya. Gejala pneumonitis termasuk mengi, dispnea,
batuk tidak produktif, hemoptisis, dan demam. Larva dikeluarkan dan
ditelan, akhirnya mencapai jejunum, di mana mereka menjadi dewasa
pada sekitar 65 hari.
c) Gejala Klinik
Mengi dan takipnea dapat terjadi selama migrasi paru, terutama pada
orang dengan beban cacing yang tinggi. Urtikaria dan demam juga dapat
terjadi pada fase migrasi akhir. Distensi abdomen tidak spesifik tetapi
sering terjadi pada anak-anak dengan ascariasis. Nyeri perut, terutama di
kuadran kanan atas, hipogastrium, atau kuadran kanan bawah, mungkin
25
menunjukkan komplikasi ascariasis. Bukti kekurangan gizi akibat
ascariasis paling kuat untuk vitamin A dan C, serta protein, seperti
ditunjukkan oleh albumin dan studi pertumbuhan pada anak-anak yang
diamati secara prospektif. Beberapa studi belum mengkonfirmasi
keterlambatan nutrisi atau perkembangan karena ascariasis.
d) Diagnosis
- Laboratorium
- Radiologi
26
- Pemeriksaan Lain
e) Penatalaksanaan
27
Terapi obat hanya memengaruhi cacing dewasa. Jika pasien tinggal di
daerah endemis atau baru saja pindah, ia mungkin masih membawa larva
yang belum rentan. Pasien tersebut harus dievaluasi kembali dalam 3
bulan dan mundur jika feses tetap ada. Di daerah endemis, tingkat infeksi
ulang mendekati 80% dalam waktu 6 bulan.
f) Prognosis
7) Penatalaksanaana
Albendazole dalam dosis tunggal 400 mg atau setiap hari selama 3 hari.
Mebendazole 100 mg dua kali sehari selama 3 hari (lebih efektif daripada
dosis tunggal 500 mg).
28
8) Pencegahan
9) Komolikasi
29