Anda di halaman 1dari 12

Nama : Rizky Arie Wardhana

Nim : P07220117033

Prodi : D3 Keperawatan

A. KOLOSTOMY
1. Definisi :
 Colostomy adalah prosedur pembedahan dimana sebagian dari usus besar
dibawa keluar melewati dinding abdomen untuk mengeluarkan feses atau
kotoran dari tubuh.
 Colostomy adalah pengalihan isi kolon yang dapat permanen atau sementara.
(Rencana Asuhan Keperawatan, Doenges )
 Colostomy adalah pembuatan lubang (stoma) pada kolon secara bedah.
(Keperawatan Medical Bedah,Brunner & Suddart )
 Lubang yang dibuat melalui dinding abdomen ke dalam kolon iliaka untuk
mengeluarkan feses (Evelyn, 1991, Pearce, 1993)

2. Penyebab terjadinya kolostomi :

Colostomy bisa dibuat sementara atau permanen.

 Colostomy sementara / temporer dibuat untuk diversi feses oleh karena trauma
atau penyakit pada sebagian usus besar sehingga memungkinkan untuk istirahat
dan sembuh
 Colostomy yang permanen dikerjakan bila dibagian ujung usus ( usus yang
paling jauh jaraknya) harus diangkat atau tersumbat dan tidak dapat dilakukan
operasi.

Indikasi kolostomi ialah dekompresi usus pada obstruksi, stoma sementara untuk
bedah reseksi usus pada radang, atau perforasi, dan sebagai anus setelah reseksi usus
distal untuk melindungi anastomosis distal.

3. Tanda dan gejala :

 Nyeri abdomen
 Muntah

 Diare

 Perut kembung

 Kejang hilang dan timbul

4. Penatalaksanaan :

 Dukungan adaptasi dan kemandirian

 Meningkatkan kenyamanan

 Mempertahankan fungsi fisiologis optimal

 Mencegah komplikasi

 Memberi informasi tentang proses atau kondisi penyakit pragnosis dan


kebutuhan pengobatan

5. Proses Perjalanan Penyakit


Klien yang mengalami kelainan pada usus seperti: obstruksi usus, kanker
kolon,kolitis ulceratif, penyakit Divertikuler akan dilakukan pembedahan yang

disebut dengan kolostomi yaitu lubang dibuat dari segmen kolon ( asecenden,
tranversum dan sigmoid ). Lubang tersebut ada yang bersifat sementara dan
permanen.Kolostomi asenden dan transversum bersifat sementara, sedangkan
kolostomi sigmoid bersifat permanen. Kolostomi yang bersifat sementara akan
dilakukan penutupan.

Daftar pustaka :

Pearce, Evely C. 1991. Anatomi dan Fisiologi untuk paramedis. Jakarta : GPU

Burnner and suddarth.2001.Keperawatan medikal bedah.edisi8 vol 2

Jakarta : EGC

B. HEMOROID
1. Definisi
 Hemoroid adalah dilatasi vena hemoroidal interior atau superior (kamus saku
kedokteran Dorland, 1998).
 Hemoroid adalah masa vaskuler yang menonjol kedalam lumen rectum
bagian bawah atau area perianal (Sandra M. Nettina, 2002).
 Hemoroid adalah pembengkakan yang tidak wajar / distensi vena di daerah
rektal yang tidak signifikan (D.D. Ignatavicius, 1998).
 Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen atau lebih vena - vena
hemoroidalis (bacon) (kapita selekta kedokteran).
2. Etiologi

Yang menjadi faktor predisposisi adalah herediter, anatomi, makanan,


pekerjaan, psikis, dan sanilitas. Sedangkan sebagai faktor presipitas adalah faktor
mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan intra abdominal),
fisiologis, dan radang. Pada umumnya faktor etiologi tersebut tidak berdiri sendiri
tetapi saling berkaitan (kapita selekta kedokteran).

3. Faktor penyebab hemoroid adalah :


 Mengejan pada waktu defekasi
 Konstipasi menahun
 Kelemahan dinding struktural dari dinding pembuluh darah
 Herediter
 Pembesaran prostat
 Peningkatan tekanan intra abdomen
 Fibroma uteri
 Tumor rectum
 Diare
 Kongesti pelvis
 Usia lanjut
 Obesitas
4. Tanda dan Gejala
 Gejalpa utama
Perdarahan melaui anus yang berupa darah segar tanpa rasa nyeri, Prolaps yang
berasal dari tonjolan hemoroid sesuai gradasinya
 Gejala lain yang mengikuti
Nyeri sebagai akibat adanya infeksi sekunder atau thrombus,Iritasi kronis
sekitar anus oleh karena anus selalu basah,Anemia yang menyertai perdarahan
kronis yang terjadi
5. Patofisiologi

Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari
vena hemoroidalis. Kantung – kantung vena yang melebar menonjol kedalam
saluran anus dan rectum terjadi trombosis, ulserasi, perdarahan dan nyeri.
Perdarahan umumnya terjadi akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang
keluar berwarna merah segar meskipun berasal dari vena karena kaya akan asam.
Nyeri yang timbul akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis
(pembekuan darah dalam hemoroid).

6. Penatalaksana
Penatalaksanaan hemoroid internal dilakukan berdasarkan derajat keparahan.
Terapi utama adalah terapi non farmakologi berupa modifikasi diet serta perbaikan
bowel habit. Terapi selanjutnya adalah medikamentosa dan pembedahan.
 Hemoroid Interna derajat I : Penatalaksanaan konservatif
medikamentosa disertai dengan modifikasi gaya hidup, menghindari
OAINS, dan menghindari makanan pedas maupun berlemak
 Hemoroid Interna derajat II dan III : Penatalaksanaan konservatif
medikamentosa, modifikasi gaya hidup, dan tindakan non-operatif bila
diperlukan
 Hemoroid Interna derajat III yang sangat simtomatik dan derajat IV : Paling
baik dilakukan hemorhoidektomi
 Hemoroid Interna derajat IV dengan gangren atau inkarserata : Diperlukan
tindakan bedah segera
 Hemoroid Eksternal dengan thrombosis : Dapat berespon baik dengan enukleasi
 Hemoroid Eksternal dengan gangguan hygiene atau skin tag : Lebih baik
ditatalaksana dengan reseksi operatif.

Daftar pustaka :

Pearce, Evely C. 1991. Anatomi dan Fisiologi untuk paramedis. Jakarta : GPU

Burnner and suddarth.2001.Keperawatan medikal bedah.edisi8 vol 2

Jakarta : EGC

Rahma, Debtia. 2017. Hemoroid. https://www.alomedika.com/penyakit/gastroentero-


hepatologi/hemoroid/penatalaksanaan . Diakses 14 oktober 2018.

C. Obstruksi Instertinal
1. Definisi
 Obstruksi usus adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal
isi usus pada traktus intestinal (Price & Wilson, 2007).
 Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang
traktus intestinal (Nettina, 2001).
 Obstruksi merupakan suatu pasase yang terjadi ketika ada gangguan
yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi
peristaltiknya normal (Reeves, 2001).
2. Etiologi
a. Mekanis
 Adhesi atau perlengketan pascabedah. Adhesi bisa terjadi
setelah pembedahan abdominal sebagai respon peradangan
intra abdominal. Jaringan parut bisa melilit pada sebuah
segmen dari usus, dan membuat segmen itu kusut atau
menekan segmen itu sehingga bisa terjadi segmen tersebut
mengalami supply darah yang kurang.
 Tumor atau polip. Tumor yang ada pada dinding usus meluas
ke lumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan
pada dinding usus
 Hernia bisa menyebabkan obstruksi apabila hernia mengalami
strangulasi dari kompresi sehingga bagian tersebut tidak
menerima supply darah yang cukup. Bagian tersebut akan
menjadi edematosus kemudian timbul necrosis.
 Volvulus. Merupakan usus yang terpuntir sedikitnya sampai
dengan 180 derajat sehingga menyebabkan obstruksi usus dan
iskemia, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gangrene dan
perforasi jika tidak segera ditangani karena terjadi gangguan
supply darah yang kurang .
 Intussusepsi adalah invaginasi atau masuknya sebagian dari
usus ke dalam lumen usus yang berikutnya. Intussusepsi sering
terjadi antara ileum bagian distal dan cecum, dimana bagian
terminal dari ileum masuk kedalam lumen cecum.
b. Fungsional (non mekanik)
Ileus paralitik. Tidak ada gerakan peristaltis bisa diakibatkan :
 Pembedahan abdominal dimana organ-organ intra abdominal
mengalami trauma sewaktu pembedahan

Elektrolit tidak seimbang truma hypokalemia

 Lesi medula spinalis. Hal tersebut dapat dikarenakan adanya


kerusakan saraf pada sakral 4, misal pada penderita spina
bifida.
 Enteritis regional
 Ketidakseimbangan elektrolit
 Uremia

3. Patofisiologi
Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama,
tanpa memandang apakah obstruksi usus tersebut diakibatkan oleh penyebab
mekanik atau fungsional. Perbedaan utamanya adalah obstruksi paralitik,
paralitik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis
peristaltik mula-mula diperkuat kemudian intermiten akhirnya hilang. Limen
usus yang tersumbat profesif akan terenggang oleh cairan dan gas. Akumulasi
gas dan cairan didalam lumen usus sebelah proksimal dari letak obstruksi
mengakibatkan distensi dan kehilangan H2O dan elektrolit dengan peningkatan
distensi maka tekanan intralumen meningkat, menyebabkan penurunan tekanan
vena dan kapiler arteri sehingga terjadi iskemia dinding usus dan kehilangan
cairan menuju ruang peritonium akibatnya terjadi pelepasan bakteri dan toksin
dari usus, bakteri yang berlangsung cepat menimbulkan peritonitis septik ketika
terjadi kehilangan cairan yang akut maka kemungkinan terjadi syok
hipovolemik. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi
stranggulasi akan menyebabkan kematian.

4. Tanda dan Gejala


a. Obstruksi Usus Halus
 Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen sekitar umbilicus atau bagian
epigasterium yang cenderung bertambah sejalan dengan beratnya obstruksi dan
bersifat intermiten (hilang timbul). Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau
letak tinggi dari usus halus (jejunum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri
bersifat konsten atau menetap.
 Klien dapat mengeluarkan darah dan mucus, tetapi bukan materi fekal dan tidak
terdapat flatus.
 Umumnya gejala obstruksi berupa konstipasi yang berakhir pada distensi
abdomen, tetapi pada klien obstruksi partial bisa mengalami diare.
 Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltic pada awalnya menjadi sangat
keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong ke arah mulut.
 Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin
kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas adanya
distensi abdomen.
 Jika obstruksi usus terjadi terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok
hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma, dengan
manifestasi klinis takikardi dan hipotensi, suhu tubuh biasanya normal, tapi
kadang – kadang dapat meningkat. Demam menunjukkan obstruksi strangulata.
 Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi dan peristaltic
meningkat. Pada tahap lanjut dimana obstruksi terus berlanjut, peristaltic akan
melemah dan hilang. Adanya feces bercampur darah pada pemeriksaan rectal
toucher dapat dicurigai adanya keganasan dan intususepsi.
b. Obstruksi Usus Besar
 Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada
usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah.
 Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada klien
dengan obstruksi di sigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu –
satunya selama beberapa hari.
 Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat
dilihat dari luar melalui dinding abdomen.
 Klien mengalami kram akibat nyeri abdomen bawah
 (Suratun & Lusianah, 2010

5. Penatalaksanaan

a. Konservatif
1) Penderita dipuasakan.
2) Dekompresi dengan nasogastric tube yang panjang dari proksimal usus
ke area penyumbatan; selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif
dengan pasien berbaring miring ke kanan.
3) Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit :
 Terapi Na+, K+, komponen darah
 Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial
 Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler
4) Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
5) Lavement jika ileus obstruksi, dan kontraindikasi ileus paralitik.
6) Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi
kronik, ileus paralitik atau infeksi.
7) Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung.
8) Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu
beresiko.
b. Medications
Antibiotics broad-spectrum untuk bacterial anaerobe dan aerobe.
Analgesic apabila nyeri.
c. Surgery
Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu di
perhatikan :
 Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung
 Bagaimana keadaan atau fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat
obstruksinya maupun kondisi sebelum sakit
 Apakah ada risiko strangulasi.
Indikasi intervensi bedah
 Obstruksi usus dengan prioritas tinggi adalah strangulasi, volvulus,
dan jenis obstruksi kolon.
 Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik
untuk mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.
 Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik
bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi melalui laparotomi.
Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi
ileus yang ditolong dengan cara operatif pada saat yang tepat, angka
kematiannya adalah 1% pada 24 jam pertama, sedangkan pada
strangulasi angka kematian tersebut 31%. Pada umumnya dikenal 4
macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus:
1) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan
bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya
pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi
atau pada volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang
"melewati" bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor
intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis
ujung-ujung usus untuk mempertahan kankontinuitas lumen usus,
misalnya pada carcinomacolon,invaginasi strangulata, dan
sebagainya.
5) Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan
operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun
karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif,
mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan
reseksi usus dan anastomosi

DAFTAR PUSTAKA
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman praktik keperawatan. Alih bahasa Setiawan dkk. Ed.
1. Jakarta : EGC.

Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth.
Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC.

Syaifuddin. 2006. Anatomi fisiologi untuk mahasiswa keperawatan . Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai