KELOMPOK IV :
Agung Karyawanto P07133216047
Florentina Witri P07133216051
Susy Anggraini P07133216055
Ari Rahmawati P07133216060
Djamhariadin P07133216064
Kustini P07133216066
Asih Mahastuti P07133216067
Juwita Eka H P07133216071
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
3) Studio Multimedia
Berupa bangunan seluas 180 m2, dengan 2 set meja tamu, 6 unit AC,
80 kursi, LCD viewer, layar ukuran 6 x 4 m, perangkat audio / sound system,
DVD Player. Memiliki koleksi film antara lain film tentang kehidupan tikus,
film “Awas Leptospirosis”, film tentang filariasis, film tentang demam
berdarah dengue dan film kunjungan PAUD/TK.
4) Perpustakaan
Perpustakaan menyediakan buku-buku referensi untuk menunjang
kegiatan penelitian dan pengembangan dengan jumlah koleksi 677 judul buku
dan 856 eksemplar, untuk koleksi majalah dan jurnal sebanyak 52 judul jurnal
dan majalah dengan jumlah total 319 eksemplar.
5) Green House
Green house dibangun selain untuk penghijauan di lingkungan kantor
juga ditujukan untuk koleksi dan memelihara berbagai tanaman pengusir
nyamuk berdasarkan referensi dan tanaman pemandul tikus.
Praktik Identifikasi dan Pembedahan Nyamuk
A. Pelaksanaan
Hari / Tanggal : Senin, 17 April 2017
Tempat : Laboratorium Entomologi
B. DASAR TEORI
Vektor adalah anthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan suatu
infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semag yang rentan. Bagi dunia
kesehatan masyarakat, binatang yang termasuk kelompok vector yang dapat merugikan
kehidupan manusia karena disamping mengganggu secara langsung juga sebagai
perantara penularan penyakit. Hewan yang termasuk kedalam vector penyakit yaitu salah
satunya Nyamuk. Vector nyamuk yang terdapat di pemukiman perkotaan dapat
memberikan dampak terhadap kesehatan masyarakat, antara lain nyamuk AedesAegypti
(menyebabkan penyakit demam beradarah dan cikungunya),Anopheles (menyebabkan
penyakit malaria) dan nyamuk Culex (menyebabkan penyakit kaki gajah).
Bahan:
1. Nyamuk segar
2. Chloroform
3. Kapas
4. Air
E. Prosedur Kerja
1. Matikan nyamuk menggunakan kapas yang telah diberi Chloroform
2. Nyamuk yang telah mati diletakkan pada objek glass yang telah ditetesi air.
3. Tempelkan abdomen mengenai aquades (lakukan dibawah mikroskop stereo).
4. Cara peletakan nyamuk yaitu bagian kepala diletakkan pada bagian kiri, dan pada
abdomen dibagian kanan.
5. Gunakan 2 jarum bedah yaitu untuk melakukan pembedahan abdomen, tangan kiri
memegang jarum yang tumpul dan ditusukkan pada toraks sedangkan tangan kanan
memegang jarum yang runcing yang diletakkan pada bagian ujung abdomen.
6. Tangan kanan yang memegang jarum runcing yang merobek segmen perut ruas
dengan cara ditarik perlahan-lahan ke belakang, sampai ovarium keluar.
7. Setelah ovarium keluar lakukan pemeriksaan dibawah mikroskop compound dengan
pembesaran 100 kali , amati ovarium apakah parous dan nulliparous dengan
mengetahui ciri sebagai berikut:
- Apabila yang tracheola sudah terurai dan tidak menggulung, berarti nyamuk
sudah pernah bertelur atau parous.
- Apabila tracheola masih menggulung, berarti nyamuk belum pernah bertelur atau
nulliparous.
G. Kesimpulan
Dari praktikum tersebut dapat disimpulkan bahwa umur populasi dari nyamuk
(parrousitas) dapat ditentukan melalui identifikasi ovarium nyamuk dan semakin tinggi
nilai parrositas nyamuk maka semakin tinggi potensi penyebaran nyamuk.
IDENTIFIKASI PAKAN DARAH NYAMUK DENGAN METODE
IMUNODIFUSI
Waktu : Senin, 17 Apri 2017
Tempat : Laboratorium Mikrobiologi,Biomol,Imunologi
A. Dasar Teori
Nyamuk merupakan salah satu vektor yang berperan penting dalam penularan
penyakit. Karakterisitik perilaku nyamuk dalam penularan penyakit bervariasi antara
spesies nyamuk di satu daerah dengan spesies di daerah yang lain. Salah satu aspek
yang penting dalam interaksi vektor dengan inangnya adalah perilaku kesukaan pakan
darah (host preference), dimana setiap spesies vektor akan memilih spesies inang
dalam kisaran yang terbatas.
Salah satu penyakit yang penularannya dipengaruhi oleh perilaku kesukaan
pakan darah dari nyamuk vektornya adalah malaria. Sebagaimana diketahui, nyamuk
Anopheles memiliki host preference dengan kisaran yang luas meliputi, manusia,
ternak, unggas hingga kelompok reptile. Spesies Anopheles yang lebih suka
menghisap darah manusia (antropofilik) akan menjadi vektor yang kompeten dalam
proses penularan malaria.
Teknik serokgi berdasarkan reaksi imunodifusi menggunakan gel agar telah
digunakan secara luas untuk mengidentifikasi darah inang dalam tubuh vektor. Reaksi
positif ditunjukkan dengan sebuah garis presipitasi yang terbentuk pada darah
pertemuan antara antigen dan antibody. Dasar dari teknik ini adalah adanya migrasi
antigen dan antibody bersamaan ke arah masing-masing melalui matrix gel agar. Pada
saat terjadi kontak antara antigen dan antibodi spesifik maka keduanya akan
membentuk sebuah garis presipitasi yang terperangkap dalam matrix gel agar dan
menghasilkan suatu garis yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Garis presipitasi
akan terbentuk apabila konsentrasi antigen dan antibodi berada dalam kondisi
optimum.
A. Pelaksanaan
B. Dasar Teori
Rodent, baik disadari atau tidak, kenyataanya telah menjadi saingan bagi
manusia. Lebih dari itu insect dan rodent, pada dasarnya dapat mempengaruhi
bahkan mengganggu kehidupan manusia dengan berbagai cara. Dalam hal jumlah
kehidupan yang terlibat dalm gangguan tersebut, erat kaitanya dengan
kejadian/penularan penyakit.hal demikian dapat dilihat dari pola penularan penyakit
pest yang melibatkan empat faktor kehidupan, yakni Manusia, pinjal , kuman dan
tikus.
Upaya untuk mempelajari kehidupan tikus menjadi sangat relefan.
Salah satunya adalah mengetahui jenis atau spesies tikus yang ada, melalui
identifikasi maupun deskripsi. Untuk keperluan ini dibutuhkan kunci identifikasi
tikus atau tabel deskripsi tikus, yang memuat ciri–ciri morfologi masing – masimg
jenis tikus. Ciri–ciri morfologi tikus yang lazim dipakai untuk keperluan tersebut di
antaranya adalah : berat badan (BB), panjang kepala ditambah badan (H&B), ekor
(T), cakar (HF), telinga (E), tengkorak (SK) dan susunan susu (M). Disamping itu,
lazim pula untuk diketahui bentuk moncong,warna bulu, macam bulu ekor, kulit
ekor, gigi dan lain-lain.
Klasisifikasi Tikus :
Kingdom : Animalia
Phyllum : Chordata
Class : Mammalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Bandicota
Ordo Rodentia merupakan ordo dari kelas Mammalia yang terbesar karena
memiliki jumlah spesies terbanyak yaitu 2.000 spesies (40 %) dari 5.000 spesies
untuk seluruh kelas Mammalia. Dari 2.000 spesies Rodentia, hanya kurang lebih
150 spesies tikus yang ada di Indonesia dan hanya 8 spesies yang paling berperan
sebagai host (vektor) dari agent patogen terhadap manusia dan hama pertanian.
Delapan spesies tersebut yaitu Rattus norvegicus (tikus riol/got/selokan/kota),
Rattus-rattus diardii (tikus rumah/atap), Mus musculus (mencit rumah), Rattus
exulans (tikus ladang), Bandicota indica (tikus wirok), Rattus tiomanicus (tikus
pohon), Rattus argentiventer (tikus sawah), Mus caroli (mencit ladang).
Rattus norvegicus, Rattus rattus dan Mus musculus mempunyai
distribusi geografi yg menyebar diseluruh dunia sehingga disebut sebagai hewan
kosmopolit. Sisanya hanya sekitar Asia dan Asia Tenggara saja. Tikus wirok, tikus
riul, tikus sawah dan mencit ladang termasuk hewan terestrial yang dicirikan
dengan ekor relatif pendek terhadap kepala dan badan serta tonjolan pada telapak
kaki yang relatif kecil dan halus. Tikus pohon, tikus rumah (atap), tikus ladang dan
mencit rumah termsuk hewan arboreal yang dicirikan dengan ekor yang panjang
serta tonjolan pada telapak kaki yang besar dan kasar. Salah satu ciri terpenting dari
Ordo Rodentia (hewan pengerat) adalah kemampuannya untuk mengerat benda-
benda yang keras. Maksud mengerat untuk mengurangi pertumbuhan gigi serinya
terus menerus. Pertumbuhan gigi seri yang terus menerus disebabkan oleh tidak
adanya penyempitan pada bagian pangkalnya sehingga terdapat celah yang disebut
diastema. Diastema berfungsi untuk membuang kotoran yg ikut terbawa dengan
pakannya masuk kedalam mulut. Rodentia tidak mempunyai gigi taring, sehingga
ada celah antara geraham dan gigi seri (diastema).
Alat :
1. Sarung tangan
2. Masker
3. Penggaris
4. Sisir tikus
5. Karung
6. Baskom
7. Alat tulis
8. Jarum suntik
9. Gunting
10. Pinset
Bahan
1. Tikus hidup
2. Ketamin
3. Atropin
D. CaraKerja
Balai Litbang P2B2 Banjarnegara merupakan salah satu instansi kesehatan yang
melaksanakan program penelitian dan pengembangan serta program pencegahan dan
pengendalian terhadap vektor-vektor penyakit menular. Balai Litbang P2B2 Banjarnegara
mempunyai beberapa Instalasi, salah satunya adalah Instalasi parasitologi yang
mempunyai salah satu tugas yakni pemeriksaan endoparasit pada tikus.
Kunjungan di Balai Litbang P2B2 Banjarnegara dilaksanakan pada hari Jumat, 14
Juli 2017. Proses pembelajaran di Ruang Praktikum Entomologi Instalasi Parasitologi Balai
Litbang P2B2 Banjarnegara yaitu berupa penjelasan teoritis dan praktik pembedahan
tikus.
Setelah melakukan identifikasi, diperoleh hasil sebagai berikut :
Tikus 1
1. Bobot tubuh : 280 gram
2. Panjang keseluruhan (TL) : 410 mm
3. Panjang Ekor (T) : 200 mm
4. Panjang telinga (E) : 19 mm
5. Panjang Telapak Kaki (HF) : 36 mm
6. Panjang x lebar testis : 18 x 9 mm
7. Jenis kelamin : jantan
Tikus 2
F. Kesimpulan
A. Pelaksanaan
Waktu : Jumat,14 Juli 2017
Tempat : Belakang laboratorium
B. Dasar Teori
Mewabahnya penyakit demam berdarah di seluruh Indonesia akhir-akhir ini bukan
hanya disebabkan oleh sikap dan pola hidup tidak higienis. Pemansan global juga memicu
pertumbuhan nyamuk sebagai pembawa penyakit tersebut, dalam hal ini nyamuk dapat
bertahan hidup dan berkembang di daerah yang sebelumnya tidak mungkin. Pemanasan
global membuat nyamuk yang selama ini hidup di daerah panas dan daerah dengan
ketinggian kurang dari 1000 meter di atas permukaan laut, mampu berkembang biak dan
bertahan hidup di luar daerah-daerah tersebut. Juga hal ini membuat daya tahan nyamuk
Aedes aegyptie makin kuat. Siklus hidup makin cepat, dan populasi nyamuk tentu saja
meningkat pesat. (Anies, 2006: 25).
Menurut DEPKES RI (2003:45) Penyemprotan rumah dengan efek residual (IRS =
Indoor Residual Spraying) telah lama dilakukan dalam pemberantasan malaria di Indonesia.
Sampai sekarang cara ini masih dipakai karena dipandang paling tepat dan besar manfaatnya
untuk memutuskan transmisi, murah dan ekonomis. Penyemprotan IRS adalah suatu cara
pemberantasan vektor dengan menempelkan racun serangga tertentu dengan jumlah (dosis)
tertentu secara merata pada permukaan dinding yang disemprot dengan tujuan untuk
memutus rantai penularan karena umur nyamuk menjadi lebih pendek sehingga tidak sempat
menghasilkan sporozoit didalam kelenjar ludahnya.
Dalam melaksanakan penyemprotan IRS (indoor residual spraying) diperlukan beberapa
persyaratan sebagai berikut :
1. Cakupan bangunan yang disemprot (coverage) Rumah atau bangunan dalam daerah
tersebut harus diusahakan agar semuanya disemprot. Yang dimaksud rumah atau bangunan
yaitu tempat tinggal yang digunakan malam hari untuk tidur.
2. Cakupan permukaan yang disemprot (completeness) Cakupan permukaan yang disemprot
adalah semua permukaan (dinding, pintu, jendela, almari dsb) yang seharusnya disemprot.
3. Pemenuhan dosis (sufficiency) Dosis yang dipergunakan yaitu dosis sesuai petunjuk
pemakaian yang tertera pada tiap saset insektisida.
B. Dasar Teori
Kegiatan bioassay larva dilakukan agar mengetahui evektifitas dari insektisida yang
digunakan. Uji bioassay adalah suatu uji untuk mengetahui kekuatan atau daya bunuh
insektisida baik terhadap nyamuk dewasa maupun jentik(Sugeng Abdullah, 2003).
Abate adalah nama dagang dari temephos, yang dari bahan jenis yaitu insektisida
golongan organofosfat yang digunakan untuk memberantas jentik nyamuk. Temefos
digunakan sejak tahun 1970 dalam bentuk granula pasir.Penggunaannya pada tempat
penampungan air minum dan telah dinyatakan aman oleh WHO dan DepKes RI.(Fajar,
2009). Dosis evektif abate yang dibutuhkan untuk membunuh jentik nyamuk dalam air adalah
10 gr untuk 100 liter air. Sifat abate berbeda dengan DDT hal ini karena DDT (dikloro difenil
tetrakloroetana) dapat terakumulasi di dalam tubuh, sedangkan abate tidak terakumulasi di
dalam tubuh.
Pada dasarnya abate setelah ditaburkan kedalam penampung air, bubuk abate akan
segera menempel di dinding penampung air, sehingga kadarnya di dalam air minum lebih
rendah dibanding di dinding penampung air. Daya tempelnya mampu bertahan 2 sampai 3
bulan. Abate sebaiknya hanya diaplikasikan pada wadah penampungan air yang sulit dan
jarang dikuras. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir terjadinya keracunan abate terhadap
manusia.
C. Metode
Metode yang digunakan didalam pengujian abate terhadap larva nyamuk adalah
metode bioassay. Bioassay yaitu uji efektifitas insectisida terhadap suatu mikroorganisme,
pada percobaan ini digunakan larva Ae. Aegypti yang sudah pada instar III.
D. Bahan dan alat
Bahan
1 larva nyamuk Ae. Aegypti instar III
2 air
3 ABATE
4 Dog food
Alat
1 paper cup ( 3 buah)
2 pipet larva
3 labu ukur
4 becker glass
E. Cara Kerja
a) Tentukan dosis 1mg/200ml, 3mg/200ml, 5mg/200ml, 7mg/200ml, 9mg/200ml,
b) Menyiapkan air sebanyak 200ml, di ukur menggunakan labu ukur,
c) Masukan air kedalam paper cup sebanyak 200ml
d) Menimbang Abate sebanyak 1 mg, 3mg, 5mg, 7mg, 9mg, menggunakan timbangan
analitik, caranya : masukan terlebih dahulu tabung krus kemudian nyalakan
timbangan ubah masa jenisnya dari gram ke miligram, masukan abate untuk di
timbang secara perlahan.
e) Campurkan masing – masing abate dengan air yang telah di masukan ke papercup,
tanpa di aduk,
f) Masukan larva 5 ekor ke dalam masing-masing kontainer,
g) Larva di beri makan dogfood yang telah dihaluskan menggunakan mortir,cukup 1
pucuk pengaduk,
i) Perlakuan di lakukan selama 24 jam,
k) Setelah 24 jam perlakuan di hitung jumlah larva yang mati.
F. Hasil Pembahasan
Hasil dari praktikum kali ini tidak ada, dikarenakan hanya teori dan praktik
memasukan jentik ke dalam paper cup.
G. Kesimpulan
Mahasiswa dapat mengetahui secara teori namun belum bisa mempraktikan secara
meyeluruh.
Lampiran