Anda di halaman 1dari 12

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengujian Uji Tarik

Sifat mekanik bahan adalah hubungan antara respons atau deformasi bahan

terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik berkaitan dengan kekuatan,

kekerasan, keuletan dan kekakuan. Untuk mengetahui sifat-sifat suatu bahan,

tentu kita harus mengadakan pengujian terhadap bahan tersebut. Ada empat jenis

uji coba yang biasa dilakukan, yaitu uji tarik (tensile test), uji tekan (compression

test), uji torsi (torsion test) dan uji geser (shear test). Dalam tulisan ini kita akan

membahas tentang uji tarik dan sifat-sifat mekanik logam yang didapatkan dari

interpretasi hasil uji tarik.

Uji tarik mungkin adalah cara pengujian bahan yang paling mendasar.

Pengujian ini sangat sederhana, tidak mahal dan sudah mengalami standarisasi di

seluruh dunia, misalnya di Amerika dengan ASTM E8 dan Jepang dengan JIS

2241. Dengan menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui bagaimana bahan

tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu

bertambah panjang. Alat eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki

cengkeraman (grip) yang kuat dan kekakuan yang tinggi (highly stiff). Brand

terkenal untuk alat uji tarik antara lain adalah antara lain adalah Shimadzu, Instron

dan Dartec[1].
4

Banyak hal yang dapat dipelajari dari hasil uji tarik. Bila kita terus

menarik suatu bahan (dalam hal ini suatu logam) sampai putus, kita akan

mendapatkan profil tarikan yang lengkap yang berupa kurva seperti digambarkan

pada gambar 2.1. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan

perubahan panjang. Profil ini sangat diperlukan dalam desain yang memakai

bahan tersebut[2].

Gambar 2.1 Gambaran singkat uji tarik[2].

Biasanya yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum

bahan tersebut dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut

ultimate tensile strength disingkat dengan UTS, dalam bahasa Indonesia disebut

tegangan tarik maksimum.

Hukum Hooke (Hooke’s Law) untuk hampir semua logam, pada tahap

sangat awal dari uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan

berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah
5

linier atau linear zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban

mengikuti aturan Hooke sebagai berikut:

Rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan. Stress adalah beban

dibagi luas penampang bahan dan strain adalah pertambahan panjang dibagi

panjang awal bahan[3].

Stress : σ = F/A ................................................................................ (2.1)

Strain : ε = ΔL/L ............................................................................. (2.2)

Keterangan :

F : gaya tarikan, A: luas penampang

ΔL : pertambahan panjang, L: panjang awal

Hubungan antara stress dan strain dirumuskan:

E = σ / ε ........................................................................................... (2.3)

Untuk memudahkan pembahasan gambar 2.1 kita modifikasi sedikit dari

hubungan antara gaya tarikan dan pertambahan panjang menjadi hubungan antara

tegangan dan regangan (stress vs strain). Selanjutnya kita dapatkan gambar 2.2,

yang merupakan kurva standar ketika melakukan eksperimen uji tarik.

Gambar 2.2 Kurva Tegangan-Regangan[2]


6

E adalah gradien kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan

tegangan (σ) dan regangan (ε) selalu tetap. E diberi nama modulus elastisitas

atau young modulus. Kurva yang menyatakan hubungan

antara strain dan stress seperti ini kerap disingkat kurva SS (SS curve)[4].

Bentuk bahan yang diuji, untuk logam biasanya dibuat spesimen dengan

dimensi seperti pada gambar 2.3 berikut:

Gambar 2.3 Dimensi Spesimen Uji Tarik (JIS Z2201)[2]

Gambar 2.4 Ilustrasi Pengukur Regangan Pada Spesimen[2]

Perubahan panjang dari spesimen dideteksi lewat pengukur

regangan (strain gage) yang ditempelkan pada spesimen seperti diilustrasikan

pada gambar 2.4. Bila pengukur regangan ini mengalami perubahan panjang dan

penampang, terjadi perubahan nilai hambatan listrik yang dibaca oleh detektor dan

kemudian dikonversi menjadi perubahan regangan.


7

2.2 Detail Profil Uji Tarik dan Sifat Mekanik Logam

Sekarang akan kita bahas profil data dari tensile test secara lebih detail. Untuk

keperluan kebanyakan analisa teknik, data yang didapatkan dari uji tarik dapat

digeneralisasi seperti pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Profil Data Hasil Uji Tarik[6]

Kita akan membahas istilah mengenai sifat-sifat mekanik bahan dengan

berpedoman pada hasil uji tarik seperti pada gambar 2.5. Asumsikan bahwa kita

melakukan uji tarik mulai dari titik O sampai D sesuai dengan arah panah dalam

gambar 2.5.

2.3 Batas Elastis (elastic limit)

Dalam gambar 2.5 dinyatakan dengan titik A. Bila sebuah bahan diberi

beban sampai pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut

akan kembali ke kondisi semula (tepatnya hampir kembali ke kondisi semula)


8

yaitu regangan “nol” pada titik O. Tetapi bila beban ditarik sampai melewati titik

A, hukum Hooke tidak lagi berlaku dan terdapat perubahan permanen dari bahan.

Terdapat konvensi batas regangan permamen (permanent strain) sehingga masih

disebut perubahan elastis yaitu kurang dari 0.03%, tetapi sebagian referensi

menyebutkan 0.005% . Tidak ada standarisasi yang universal mengenai nilai ini.

a. Batas proporsional (proportional limit)

Titik sampai dimana penerapan hukum Hook masih bisa ditolerir. Tidak

ada standarisasi tentang nilai ini. Dalam praktek, biasanya batas

proporsional sama dengan batas elastis.

b. Deformasi plastis (plastic deformation)

Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula. Pada

gambar 2.5 yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional

dan mencapai daerah landing.

c. Tegangan luluh atas (upper yield stress)

Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing

peralihan deformasi elastis ke plastis.

d. Tegangan luluh bawah σly (lower yield stress)

Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase

deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress),

maka yang dimaksud adalah tegangan ini.

e. Regangan luluh (yield strain)

Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.


9

f. Titik luluh (yield point) dan kekuatan luluh(yield strength)

Didefinisikan sebagai batas dimana sebuah material akan terus

mengalami deformasi tanpa adanya penambahan beban. Tegangan

(stress) yang mengakibatkan bahan menunjukkan mekanisme luluh ini

disebut tegangan luluh (yield stress).

Gejala luluh umumnya hanya ditunjukkan oleh logam- logam ulet dengan

struktur kristal BCC dan FCC yang membentuk interstitial solid solution dari

atom-atom karbon, boron, hidrogen dan oksigen. Interaksi antar dislokasi dan

atom-atom tersebut menyebabkan baja ulet seperti mild steel menunjukan titik

luluh bawah (lower yield point) dan titik luluh atas (upper yield point).

Baja berkekuatan tinggi dan besi tuang yang getas pada umumnya tidak

memperlihatkan batas luluh yang jelas. Untuk menentukan kekuatan luluh

material seperti ini maka digunakan suatu metode yang dikenal dengan metode

offset.

Gambar 2.6 Kurva Tegangan Regangan Bahan Getas[4]

Dengan metode ini kekuatan luluh ditentukan sebagai tegangan dimana

bahan memperlihatkan batas penyimpangan deviasi tertentu dari keadaan


10

proporsionalitas tegangan dan regangan. Pada gambar 2.6, garis offset OX ditarik

paralel dengan OP, sehingga perpotongan XW dan kurva tegangan regangan

memberikan titik Y sebagai kekuatan luluh. Umumnya garis offset OX diambil 0,1

– 0,2% dari regangan total dimulai dari titik O.

Kekuatan luluh atau titik luluh merupakan suatu gambaran kemampuan

bahan menahan deformasi permanen bila digunakan dalam penggunaan struktural

yang melibatkan pembebanan mekanik seperti tarik, tekan, bending atau puntiran.

Di sisi lain, batas luluh ini harus dicapai ataupun dilewati bila bahan dipakai

dalam proses manufaktur produk-produk logam seperti proses rolling, drawing,

stretching dan sebagainya. Dapat diambil kesimpulan bahwa titik luluh adalah

suatu tingkatan tegangan yang tidak boleh dilewati dalam penggunaan struktural

(in service) dan harus dilewati dalam proses manufaktur logam (forming process).

a. Regangan Elastis εe (elastic strain)

Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban

dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.

b. Regangan Plastis εp (plastic strain)

Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban

dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.

c. Regangan Total (total strain)

Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, εT =

εe+εp. Perhatikan beban dengan arah OABE. Pada titik B, regangan yang

ada adalah regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi regangan ada
11

pada titik E dan besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan

plastis.

d. Tegangan Tarik Maksimum TTM (UTS, ultimate tensile strength)

Pada gambar 2.5 ditunjukkan dengan titik C (σ β), merupakan besar

tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.

e. Kekuatan Patah (breaking strength)

Pada gambar 2.5 ditunjukkan dengan titik D, merupakan besar tegangan

di mana bahan yang diuji putus atau patah.

Untuk hasil uji tarik yang tidak memiliki daerah linier dan landing yang

jelas, tegangan luluh biasanya didefinisikan sebagai tegangan yang menghasilkan

regangan permanen sebesar 0.2%, regangan ini disebut offset-strain (gambar 2.7).

Perlu untuk diingat bahwa satuan SI untuk tegangan (stress) adalah Pa

(N/m2) dan strain adalah besaran tanpa satuan.

Gambar 2.7 Penentuan Tegangan Luluh (Yield Stress) Untuk Kurva Tanpa Daerah

Linier[3]
12

2.4 Perpatahan Material

Sampel hasil pengujian tarik dapat menunjukkan beberapa tampilan

perpatahan seperti ditunjukkan oleh gambar di bawah ini :

Gambar 2.8 Mekanisme Perpatahan[2]

Pengamatan kedua tampilan perpatahan ulet dan getas dapat dilakukan baik

dengan mata telanjang maupun dengan bantuan stereoscan macroscope.

Pengamatan lebih detil dimungkinkan dengan penggunaan SEM (scanning

electron microscope).

1. Perpatahan ulet
Perpatahan ulet umumnya lebih disukai karena bahan ulet umumnya

lebih tangguh dan memberikan peringatan lebih dahulu sebelum terjadinya

kerusakan.

Gambar 2.9 Perpatahan Ulet[3]

2. Perpatahan getas
13

Perpatahan getas memiliki ciri-ciri mempunyai ciri-ciri yang berbeda

dengan perpatahan ulet. Pada perpatahan getas tidak ada atau sedikit

sekali terjadi deformasi plastis pada material. Perpatahan jenis ini

merambat sepanjang bidang- bidang kristalin membelah atom- atom

material. Pada material yang lunak dengan butir kasar akan ditemukan

pola chevrons atau fan like pattern yang berkembang keluar dari daerah

kegagalan. Material keras dengan butir halus tidak dapat dibedakan

sedangkan pada material amorphous memiliki permukaan patahan yang

bercahaya dan mulus.

2.5 Modulus Elastisitas

Modulus Elastisitas adalah ukuran kekuatan suatu bahan akan

keelastisitasannya. Makin besar modulus, makin kecil regangan elastik yang

dihasilkan akibat pemberian tegangan. Modulus elastisitas ditentukan oleh gaya

ikat antar atom, karena gaya-gaya ini tidak dapat dirubah tanpa terjadi perubahan

mendasar pada sifat bahannya. Maka modulus elastisitas salah satu sifat-sifat

mekanik yang tidak dapat diubah. Sifat ini hanya sedikit berubah oleh adanya

penambahan paduan, perlakuan panas, atau pengerjaan dingin. Secara matematis

persamaan modulus elastic dapat ditulis sebagai berikut[5].


Mo  ....................................................................................................(2.4)

Dimana,  = tegangan

ε = regangan
Tabel 2.1 Harga Modulus Elastisitas Pada Berbagai Suhu[2]
14

Modulus elastisitas, psi x 106


Suhu kamar 4000 F 8000 F 10000 F 12000 F
Bahan
Baja karbon 30,0 27,0 22,5 19,5 18,0

Baja tahan karat austenit 28,0 25,5 23,0 22,5 21,0

Paduan titanium 16,5 14,0 10,7 10,1

Paduan aluminium 10,5 9,5 7,8

Anda mungkin juga menyukai