Anda di halaman 1dari 18

PRESENTASI KASUS

“MORBUS HANSEN”

Pembimbing :
dr. Ismiralda Oke Putranti., Sp.KK

Disusun Oleh :
M. Andika E. Rianil
G4A016018

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
JURUSAN KEDOKTERAN UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2017
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
“MORBUS HANSEN”

Disusun oleh:
M. Andika E. Rianil
G4A016018

Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu tugas di
bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Margono Soekarjo
Purwokerto.

Purwokerto, September 2017


Pembimbing:

dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK


NIP 19790622 201012 2 001

2
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas berkat
rahmat dan anugerah-Nya sehingga presentasi kasus dengan judul “Morbus
Hansen” ini dapat diselesaikan.
Presentasi kasus ini merupakan salah satu tugas di SMF Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini
masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik untuk perbaikan penulisan di masa yang akan datang.
Tidak lupa penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. dr. Ismiralda Oke P., Sp.KK selaku dosen pembimbing.
2. Dokter-dokter spesialis kulit dan kelamin di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin di RS. Margono Soekarjo.
3. Rekan-rekan Dokter Muda Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin atas
semangat dan dorongan serta bantuannya.
Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi semua pihak yang ada di
dalam maupun di luar lingkungan RS. Margono Soekarjo.

Purwokerto, September 2017

Penyusun

3
DAFTAR ISI

Halaman
Lembar Pengesahan ............................................................................................ i
Kata Pengantar ................................................................................................... ii
Daftar Isi .............................................................................................................. iii
I. LAPORAN KASUS ......................................................................................... 5
A. Identitas Pasien............................................................................................. 5
B. Anamnesis .................................................................................................... 5
C. Pemeriksaan Fisik ........................................................................................ 6
D. Pemeriksaan Penunjang .............................................................................. 9
E. Resume ......................................................................................................... 9
F. Diagnosis Banding ....................................................................................... 9
G. Diagnosis Kerja ............................................................................................ 9
H. Pemeriksaan penunjang................................................................................ 9
I. Terapi ........................................................................................................... 9
J. Prognosis ...................................................................................................... 10
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 11
A. Definisi ......................................................................................................... 11
B. Epidemiologi ................................................................................................ 11
C. Patogenesis ................................................................................................... 11
E. Manifestasi........................................................................................ ......... 12
F. Penegakan Diagnosis ................................................................................... 14
G. Terapi ........................................................................................................... 14
H. Prognosis ...................................................................................................... 15
III. PEMBAHASAN ............................................................................................ 16
IV. KESIMPULAN ............................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 18

4
I. LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 45 tahun
Pekerjaan : Supir Truk
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah

B. Anamnesis
Keluhan utama : Kesemutan daerah wajah
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RS.
Prof Margono Soekarjo pada tanggal 20
september 2017 dengan keluhan kesemutan
daerah wajah. Keluhan ini sudah dirasakan
sejak 2 bulan yang lalu dan dirasakan
semakin memberat. Kesemutan dirasakan
terus-menerus sepanjang hari. Kemerahan
berkurang setelah diobati. Awalnya hanya
muncul bercak putih di wajah dan badan.
Lalu semakin lama bercak semakin besar,
berwarna merah dan menjadi kesemutan.
Selain kesemutan, pasien mengeluhkan
bercak terasa tebal saat disentuh, tidak
gatal, tidak nyeri, dan hanya berkeringat
sedikit dan rasa baal di tangan dan kaki.
Riwayat Penyakit Dahulu : - Riwayat keluhan yang sama disangkal
- Riwayat sakit kulit disangkal
- Riwayat alergi (makanan seperti udang,
ikan laut, telur, debu, maupun obat-
obatan) disangkal

5
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat diabetes melitus disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat trauma di kaki disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga : - Riwayat keluhan yang sama disangkal
- Riwayat alergi (makanan seperti udang,
ikan laut, telur, debu, maupun obat-
obatan) disangkal
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat diabetes melitus disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi : Pasien tinggal dengan istri dan anaknya.
Pasien memiliki 2 anak. Pasien bekerja
sebagai supir truk. Pasien mengaku mandi
1 kali dalam sehari dengan menggunakan
air sumur dan sabun mandi. Pasien
memiliki kebiasaan makan 2 kali sehari
dengan makanan yang bervariasi.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign
TD : 120/90 mmHg
Nadi : 86 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5 ° C
Status Gizi
Berat badan : 70 kg
Tinggi badan : 165 cm

6
Status Generalis
Kepala : Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga : Bentuk daun telinga normal, sekret (-),
pembesaran N. aurikula (+)
Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
Tenggorokan : T1 – T1 tenang , tidak hiperemis
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Jantung : BJ I – II reguler, murmur (-), Gallop (-)
Paru : SD vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-)
Abdomen : Supel, datar, BU (+) normal
Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis (-)

Status Dermatologis
Lokasi : Regio facial dan colli
Efloresensi : Plak eritem berbatas tegas dengan tepi aktif dan
central healing pada regio facial dan colli.

7
Gambar 1. Plak eritem berbatas tegas dengan tepi aktif dan central healing pada
regio facial dan colli

D. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

8
E. Resume
Pasien diantar istrinya ke Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD
Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto pada hari Rabu, 20 September 2017
keluhan kesemutan daerah wajah. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 2 bulan
yang lalu dan dirasakan semakin memberat. Keluhan bercak merah semakin
lama semakin banyak dan menyebar. Bercak terasa tebal saat disentuh, tidak
gatal, tidak nyeri, dan hanya berkeringat sedikit. Pasien juga mengeluhkan
baal pada kedua tangan dan kaki.
Pada pemeriksaan fisik lokalis ditemukan Plak eritem berbatas tegas
dengan tepi aktif dan central healing pada facial dan colli

F. Diagnosis Kerja
Morbus Hansen Multibasiler

G. Diagnosis Banding
1. Psoriasis
2. Dermatofitosis

H. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa selama 12 - 18 bulan
a. Rifampisin 600 mg/bulan (Hari 1)
b. Clofazimine 300 mg/bulan (Hari 1)
c. Dapsone 100 mg/hari (Hari 1 – 28)
d. Clofazimine harian 50 mg/hari (Hari 2 – 28)
2. Non medikamentosa
a. Fisioterapi
3. Edukasi
a. Menjelaskan tentang penyakit morbus hansen (penyebab, faktor
risiko, tanda dan gejala, komplikasi, serta prognosis).
b. Menganjurkan kontrol rutin untuk melakukan pemeriksaan klinis
setiap bulan dan pemeriksaan bakterioskopis minimal setiap 3 bulan.

9
c. Menjelaskan tentang terapi MDT dan harus minum obat teratur
selama 12 – 18 bulan, sampai dinyatakan RFT, lalu harus tetap kontrol
setiap tahun selama 5 tahun.
d. Menyarankan pasien untuk menggunakan masker karena dapat
menular melalui pernapasan.
e. Menjaga kebersihan dan imunitas tubuh.

I. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

10
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Morbus hansen merupakan penyakit infeksi mikobakterium yang
bersifat kronik progresif, mula-mula menyerang saraf tepi, dan kemudian
terdapat manifestasi kulit (Siregar, 2005).

B. Epidemiologi
Morbus hansen tersebar di seluruh dunia, terutama di Asia, Afrika,
Amerika Latin, daerah tropis dan subtropis, serta masyarakat yang sosial
ekonominya rendah. Frekuensi tertinggi terdapat pada kelompok umur antara
25 – 35 tahun. Jumlah kasus morbus hansen selama 12 tahun terakhir telah
menurun tajam. Pada tahun 2008 tercatat jumlah kasus baru dari 121 negara
sebanyak 249.007, dan pada tahun 2009 tercatat jumlah kasus baru sebanyak
213.036. Di Indonesia jumlah kasus morbus hansen pada tahun 2008 tercatat
22.359, dengan kasus baru sebanyak 16.668 orang. Distribusi penyakit
morbus hansen di Indonesia tidak merata, yang tertinggi antara lain di Pulau
Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua (Kosasih et al., 2013).

C. Etiologi
Morbus hansen disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang ditemukan
oleh G.A. Hansen pada tahun 1874 di Norwegia, yang sampai sekarang
belum dapat dibiakkan dalam media artifisial. Mycobacterium leprae
merupakan bakteri gram positif berbentuk basil yang tahan asam dengan
ukuran 3 – 8 µm x 0.5 µm (Kosasih et al., 2013).

D. Patogenesis
M. leprae mempunyai patogenitas dan daya invasi yang rendah,
penderita yang mengandung kuman lebih banyakbelum tentu memberikan
gejala yang lebih berat, bahkan dapat sebaliknya. Ketidakseimbangan antara
derajat infeksi dengan derajat penyakit disebabkan oleh respon imun yang
berbeda-beda. Cara masuk M. leprae belum diketahui secara pasti, namun

11
beberapa penelitian menemukan bahwa tersering melalui kulit yang lecet
pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal secara
inhalasi (Zulkifli, 2003).
Pengaruh M. leprae terhadap kulit bergantung pada faktor imunitas
seseorang, kamampuan hidup M. leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu
regenerasi yang lama, serta sifat kuman yang avirulen dan nontoksis. Pada
tipe LL terjadi kelumpuhan sistem imunitas seluler, dengan demikian
makrofag tidak mampu menghancurkan kuman sehingga kuman dapat
bermultiplikasi dengan bebas, yang kemudian dapat merusak jaringan.
Sedangkan pada tipe TT kemampuan fungsi sistem imunitas seluler tinggi,
sehingga makrofag mampu menghancurkan kuman. Tetapi setelah kuman
difagosit, makrofag akan berubah menjadi sel epiteloid yang tidak bergerak
aktif dan kadang-kadang bersatu membentuk sel datia langhans. Bila infeksi
ini tidak segera diatasi akan terjadi reaksi berlebihan dan masa epiteloid akan
menimbulkan kerusakan saraf daan jaringan sekitarnya (Zulkifli, 2003).

E. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang timbul sesuai dengan kerentanan orang tersebut.
Bentuk tipe klinis bergantung pada sistem imunitas seluler (SIS) penderita.
Bila SIS baik akan tampak gambaran klinis ke arah tuberkuloid, sebaliknya
bila SIS rendah memberikan gambaran lepromatosa. Ridley dan Jopling
memperkenalkan spekturm determinate pada penyakit morbus hansen yang
terdiri atas berbagai tipe (Kosasih et al., 2013).
Tabel 1.1. Zona Spektrum Morbus Hansen Menurut Macam Klasifikasi
Klasifikasi Zona Spektrum Morbus Hansen
Ridley & Jopling TT BT BB BL LL
Madrid Tuberkuloid Borderline Lepromatosa
WHO Pausibasiler (PB) Multibasiler (MB)
Puskesmas PB MB

Menurut WHO pada tahun 1981, morbus hansen dibagi menjadi


multibasiler dan pausibasiler. Multibasiler berarti mengandung banyak kuman
yaitu tipe LL, BL, dan BB pada klasifikasi Ridley-Jopling dengan indeks
bakteri (IB) lebih dari 2+. Sedangkan pausibasiler mengandung sedikit kuman

12
yaitu tipe TT, BT, dan I dengan IB kurang dari 2+. Pada tahun 1995, WHO
menyederhanakan klasifikasi klinis morbus hansen berdasarkan hitung lesi
kulit dan saraf yang terkena (Kosasih et al., 2013).
Tabel 1.2. Diagnosis Klinis Menurut WHO (1995)
PB MB
Lesi kulit 1 – 5 lesi >5 lesi
Hipopigmentasi / eritema Distribusi lebih simetris
Distribusi tidak simetris Hilangnya sensasi kurang
Hilangnya sensasi jelas jelas
Kerusakan saraf 1 cabang saraf Banyak cabang saraf

Tabel 1.3. Gambaran klinis, bakteriologik, dan imunologik MB


Sifat LL BL BB
Lesi
- Bentuk Makula Makula Plakat
Infiltrat difus Plakat Dome shaped
Papul Papul Punched out
Nodus
- Jumlah Tidak terhitung, Sukar dihitung, Dapat dihitung,
tidak ada kulit masih ada kulit kulit sehat jelas
yang sehat yang sehat ada
- Distribusi Simetri Hampir simetris Asimetris
- Permukaan Halus berkilat Halus berkilat Agak kasar
- Batas Tidak jelas Agak jelas Agak jelas
- Anestesia Tidak ada Tidak jelas Lebih jelas
BTA
- Lesi kulit Banyak (ada Banyak Agak banyak
globus)
- Sekret hidung Banyak (ada Negatif Negatif
globus)
Tes lepromin Negatif Negatif Negatif

Tabel 1.4. Gambaran klinis, bakteriologik, dan imunologik PB


Sifat TT BT I
Lesi
- Bentuk Makula saja, Makula dibatasi Hanya makula
Makula dibatasi infiltrat,
infiltrat infiltrat saja
- Jumlah 1, bisa beberapa Beberapa, atau Satu atau
1 dengan satelit beberapa
- Distribusi Asimetris Asimetris Variasi
- Permukaan Kering bersisik Kering bersisik Halus, berkilat
- Batas Jelas Jelas Tidak jelas

13
- Anestesia Jelas Jelas Tidak ada
BTA
- Lesi kulit Negatif Negatif atau 1+ Negatif
Tes lepromin 3+ 1+ 1+ atau negatif

F. Penegakan Diagnosis
Diagnosis penyakit morbus hansen didasarkan gambaran klinis,
bakterioskopis, serta histopatologis dan serologis. Di antara ketiganya,
diagnosis secara klinis yang terpenting dan paling sederhana. Hasil
bakterioskopis memerlukan waktu paling sedikit 15 – 30 menit, sedangkan
histopatologik 10 – 14 hari. Jika memungkinkan dapat dilakukan tes lepromin
(Mitsuda) untuk membantu penentuan tipe, namun hasilnya baru dapat keluar
setelah 3 minggu. Penentuan tipe morbus hansen perlu dilakukan agar dapat
menetapkan terapi yang sesuai (Kosasih et al., 2013).

G. Diagnosis Banding
Morbus hansen memiliki banyak diagnosis banding penyakit kulit lain
yang serupa, oleh karena itu penyakit ini disebut The Greatest Imitator. Tipe I
memiliki bentuk makula hipopigmentasi yang menyerupai tinea versikolor,
vitiligo, pitiriasis rosea, dermatitis seboroik atau dengan liken simpleks
kronik. Tipe TT berbentuk makula eritematosa dengan pinggir meninggi
menyerupai tinea korporis, psoriasis, lupus eritematosus tipe diskoid, atau
pitiriasis rosea. Tipe BT, BB, BL berbentuk infiltrat merah tak berbatas tegas
menyerupai selulitis, erisipelas, atau psoriasis. Tipe LL berbentuk nodula
menyerupai lupus eritematosus sistemik, dermatomiositis, atau erupsi obat
(Siregar, 2005).

H. Penatalaksanaan
WHO pada tahun 1997 membedakan penatalaksanaan morbus hansen
berdasarkan jumlah lesinya. Pada morbus hansen PB lesi tunggal diberikan
pengobatan kombinasi dosis tunggal berupa rifampisin 600 mg, ofloxacin 400
mg, dan minosiklin 100 mg. Pada PB dengan jumlah lesi 2 – 5 diberikan
terapi obat kombinasi selama 6 – 9 bulan berupa rifampisin 600 mg perbulan,
dapson 100 mg perhari. Pada morbus hansen MB diberikan terapi obat

14
kombinasi selama 12 – 18 bulan berupa rifampisin 600 mg perbulan,
clofazimin 300 mg perbulan dilanjutkan dosis harian clofazimin 50mg/hari,
dan dapson 100 mg perhari (Kosasih et al., 2013).

I. Prognosis
Obat kombinasi membuat pengobatan menjadi lebih sederhana dan
lebih singkat, serta prognosisnya menjadi lebih baik. Jika sudah ada
kontraktur dan ulkus kronik, prognosis menjadi kurang baik, membutuhkan
tenaga ahli seperti neurologis, ortopedik, ahli bedah, physical medicine, dan
rehabilitasi (Siregar, 2005).

15
III. PEMBAHASAN

Pasien diantar istrinya ke Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Prof.
Dr. Margono Soekarjo Purwokerto pada hari Rabu, 20 September 2017 keluhan
kesemutan daerah wajah. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu dan
dirasakan semakin memberat. Keluhan bercak merah semakin lama semakin
banyak dan menyebar. Bercak terasa tebal saat disentuh, tidak gatal, tidak nyeri,
dan hanya berkeringat sedikit. Pasien juga mengeluhkan baal pada kedua tangan
dan kaki..
Hal yang dialami pasien ini sesuai dengan kriteria diagnosis morbus hansen
tipe multibasiler yang ditegakkan berdasarkan kriteria WHO, yaitu:
1. Lesi kulit > 5
2. Hipoestesi
3. Kontraktur tangan tanda kerusakan saraf
Pada pasien ini penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan memberikan
terapi obat secara kombinasi (MDT) selama 12 – 18 bulan. Rifampisin diberikan
sebagai bakteriosid yang bekerja membunuh kuman, memiliki efek samping
hepatotoksik dan nefrotoksik. Clofazimine bekerja sebagai bakteriostatik dan
dapat menekan reaksi kusta, efek sampingnya adalah perubahan warna kuit
sementara menjadi ungu kehitaman, diare, dan nyeri lambung. Dapsone bekerja
sebagai bakteriostatik yang menghalangi atau menghambat pertumbuhan bakteri,
efek samping dapson adalah anemia hemolitik, skin rash, anoreksia, nausea,
muntah, sakit kepala, dan vertigo.
Selama terapi obat harus diminum teratur, dan rutin kontrol setiap bulan
untuk melihat perbaikan klinis, dan menilai bakteriologik setiap 3 bulan.
Penghentian pemberian obat lazim disebut release from treatment (RFT). Setelah
RFT dilakukan tindak lanjut tanpa pengobatan secara klinis dan bakterioskopis
minimal setiap tahun selama 5 tahun. Jika bakterioskopis tetap negatif dan klinis
tidak ada keaktifan baru, maka dinyatakan bebas dari pengawasan atau disebut
release from control (RFC).

16
IV. KESIMPULAN

1. Morbus hansen merupakan penyakit infeksi yang kronik dan progresif


disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang menyerang sistem saraf perifer
lalu ke kulit.
2. Morbus hansen tersebar di seluruh dunia dan dapat terjadi pada semua usia
dan jenis kelamin, dengan angka kejadian tertinggi pada usia 25 – 35 tahun.
3. Manifestasi klinis pada setiap individu berbeda-beda, tergantung pada sistem
imun selular masing-masing individu.
4. Diagnosis dan tatalaksana ditetapkan berdasarkan kriteria WHO tahun 1997
sesuai dengan jumlah lesi kulit dan kerusakan saraf yang terlibat.
5. Prognosis morbus hansen dengan pengobatan kombinasi teruatur umumnya
baik, namun apabila sudah terjadi kerusakan saraf permanen seperti kontraktur
atau kecacatan prognosisnya buruk.

17
DAFTAR PUSTAKA

Kosasih A, Wisnu IM, Sjamsoedaili ES, Menaldi SL. 2013. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin, Kusta. Jakarta: FKUI.
Siregar RS. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC.
Zulkifli. 2003. Penyakit Kusta dan Masalah yang ditimbulkannya. Medan:USU

18

Anda mungkin juga menyukai