Anda di halaman 1dari 15

Korelasi Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar, dan Nilai Tukar Terhadap Inflasi (EC203A)

Korelasi Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar (JUB), dan Nilai Tukar
terhadap Inflasi

Amrina Dina Rosyida 222018035 amrinadina.17@gmail.com

Dwi Indarti 222018029 dindarti938@gmail.com

ABSTRAK

Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk mengkaji lebih dalam tentang hubungan jumlah uang
beredar dan suku bunga terhadap inflasi. Makalah ini akan menjelaskan bagaimana BI dalam
menentukan tingkat bunga untuk mengatasi inflasi, dan bagaimana hubungan suku bunga
terhadap jumlah uang yang beredar. Hasil dari pembuatan Makalah ini, kami menemukan bahwa
adanya hubungan yang sangat signifikan antara tingkat suku bunga, jumlah uang beredar dan
inflasi. Penulis dapat menyimpulkan bahwa dengan adanya perubahan tingkat suku bunga, dapat
memengaruhi jumlah uang beredar dan adanya perubahana tersebut dapat mengakibatkan inflasi.
Namun demikian, inflasi dapat diatasi dengan tingkat suku bunga.

Dalam makalah ini menggunakan data sekunder yang didapat dari beberapa makalah, artikel,
dan buku serta mengombinasikan dengan kondisi jumlah uang beredar pada saat ini.

ABSTRACT

This paper is made with the aim to examine more deeply the relationship between the money
supply and interest rates to inflation. This paper will explain how BI determines the interest rate
to overcome inflation, and how the relationship of interest rates to the amount of money in
circulation. As a result of making this paper, we find that there is a very significant relationship
between interest rates, the money supply and inflation. The author can conclude that with
changes in interest rates, can affect the money supply and the existence of these changes can
cause inflation. However, inflation can be overcome by interest rates.

In this paper uses secondary data obtained from several papers, articles, and books and
combines with the current money supply conditions.
Korelasi Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar, dan Nilai Tukar Terhadap Inflasi (EC203A)

PENDAHULUAN

Pada umumnya analisis ekonomi suatu negara ditentukan oleh analisis atas ukuran uang
yang beredar. Samuelson mengatakan bahwa banyak ekonom percaya bahwa perubahan jumlah
uang beredar dalam jangka panjang terutama akan menghasilkan tingkat harga, sedangkan
dampaknya terhadapa output real, adalah sedikit atau bahkan tidak ada. Pentingnya peranan uang
menyebabkan perlunya mempelajari perkembangan serta perilakunya dalam suatu
perekonomian. Jumlah uang beredar yang terlalu banyak dapat mendorong kenaikan harga
barang-barang secara umum (inflasi). Sebaliknya, apabila jumlah uang beredar terlalu sedikit
maka kegiatan ekonomi akan menjadi seret (deflasi) Oleh karena itu, jumlah uang beredar perlu
diatur agar sesuai kapasitas ekonomi

Inflasi sendiri merupakan salah satu peristiwa moneter yang penting dan hampir dijumpai
oleh semua negara di dunia. Inflasi sendiri berasal dari Bahasa larin “inflance” yang berarti
meningkatkan. Secara umum inflasi sendiri adalah perkembangan dalam perekonomian, dimana
harga dan gaji meningkat, permintaan tenaga kerja melebihi penawaran dan jumlah uang beredar
sangat meningkat.

Maka dari itu untuk mengantisispasi terjadinya inflasi ataupun deflasi, bank sentral
mengeluarkan kebijakan, yaitu kebijakan moneter. Kebijakan moneter sendiri yaitu, seperangkat
kebijakan ekonomi yang mengatur ukuran dan tingkat pertumbuhan pasokan uang dalam suatu
perekonomian negara. Kebijakan moneter ini pada umumnya adalah kebijakan yang dilakukan
oleh pihak otoritas moneter untuk mempengaruhi variabel moneter, jumlah uang beredar suku
bunga, SBI dan nilai tukar, juga digunakan untuk mengelola persediaan uang suatu negara demi
mencapai tujuan tertentu, misalnya :

1. Menjaga Kestabilan Ekonomi


Secara sederhana dapat digambarkan sebagai suatu keadaan dimana uang yang
beredar sesuai dengan barang dan jasa yang tersedia di pasaran.
2. Menjaga Kestabilan Harga
Interaksi antara uang dengan barang dan jasa akan mengasilkan harga. Keadaan
ekonomi dikatakan tidak stabil ketika harga dipasaran fluktuatif (naik turun). Yang
lebih parahnya jika harga terus naik. Keadaan ini berakibat pada jumlah uang yang
masyarakat belanjakan, untuk mendapatkan barang yang sedikit masyarakat harus
mengeluarkan uang yang banyak dimana juga bias mengakibatkan inflasi.
3. Membuka Kesempatan Kerja
Ketika ekonomi stabil (suatu keadaan dimana perputaran uang sebanding dengan
perputaran barang dan jasa) maka para pengusaha dan investor akan tertarik
menanamkan modalnya di perusahaan suatu daerah atau negara. Dengan begini
Korelasi Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar, dan Nilai Tukar Terhadap Inflasi (EC203A)

perusahaan akan membutuhkan tenaga kerja baru untuk mengembangkan


perusahaannya.

Jika suatu negara ingin mempertahankan laju inflasi yang rendah, tentunya pemerintah tersebut
harus menekan kenaikan harga. Usaha untuk menekan harga ini dapat dilakukan dengan menekan
laju kenaikan jumlah uang beredar misalnya dengan pembatasan pemberian kredit atau dengan
menaikkan suku bunga pinjaman (tight money policy).
Korelasi Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar, dan Nilai Tukar Terhadap Inflasi (EC203A)

KAJIAN PUSTAKA DAN ANALISIS DESKRIPTIF


Teori Inflasi
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi
permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push
inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-
negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered
price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.
Kenaikan harga suatu barang dan jasa bisa terjadi apabila permintaan banyak tetapi berbanding
terbalik dengan penawaran atau ketersediaan barang dan jasa di pasar yang tetap atau bahkan
menurun.

Dalam ekonomi terdapat 3 macam jenis teori inflasi di antaranya:

1. Teori kuantitas uang


Teori kuantitas menjelaskan bahwa pada prinsipnya inflasi itu akan terjadi hanya
disebabkan karena bertambahnya jumlah uang yang beredar, bukan karena faktor-faktor
lain. Berdasarkan teori kuantitas, terdapat 2 faktor penyebab bisa terjadinya inflasi yaitu:

a. Jumlah uang yang beredar. Banyaknya uang yang beredar di masyarakat akan
meningkatkan inflasi dan semakin besar jumlah uang yang beredar maka tingkat
inflasinya pun semakin meningkat. Oleh karena itu, dalam hal ini pemerintah dituntut
harus memperhitungkan atau memperkirakan kemungkinan terjadinya inflasi apabila
ingin menambahkan uang baru, karena pembuatan uang baru dengan jumlah terlalu
banyak akan berdampak terhadap ke tidak stabilan perekonomian.
b. Perkiraan masyarakat bahwa harga-harga akan naik. Ketika masyarakat menganggap
harga-harga akan naik maka hal yang dilakukan masyarakat adalah membelanjakan
uangnya dengan barang, sehingga permintaan akan meningkat. Dalam teori dijelaskan
bahwa untuk mengatasi inflasi yaitu dengan cara mengurangi jumlah uang yang beredar
di masyarakat.
2. Teori Keyness
Menurut teori ini, inflasi terjadi karena masyarakat mempunyai permintaan yang
melebihi jumlah uang yang tersedia. Keynes memberikan pernyataan-nya bahwa inflasi
terjadi karena masyarakat menginginkan hidup yang melebihi batas kemampuan
ekonominya. Teori ini juga memfokuskan bagaimana persaingan antar masyarakat dengan
penghasilan dapat memicu permintaan agregat yang lebih besar daripada jumlah barang
yang tersedia sehingga menimbulkan kenaikan barang.
3. Teori Strukturalis
Teori ini sering disebut juga dengan teori inflasi jangka panjang karena teori
tersebut mengamati sebab inflasi yang berasal dari struktur ekonomi, terkhusus bagi
penyedia bahan makan dan barang ekspor. Dalam teori ini dijelaskan bahwa penambahan
Korelasi Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar, dan Nilai Tukar Terhadap Inflasi (EC203A)

barang terlalu lambat sehingga tidak sebanding dengan pertumbuhan kebutuhan-nya dan
berakibat kenaikan harga bahan makan serta kelangkaan devisa negara.

Apabila sudah seperti itu maka akan terjadi kenaikan harga secara merata dan
terjadilah inflasi. Model inflasi seperti ini cukup serius cara mengatasinya, tidak hanya
dengan mengurangi jumlah uang yang beredar, tetapi harus dengan peningkatan
produktivitas dan pembangunan sektor bahan pangan dan barang ekspor.

Suku Bunga
Suku bunga adalah persentase tertentu yang diperhitungkan dari pokok pinjaman yang
harus dibayarkan oleh debitur dalam periode tertentu, dan diterima oleh kreditur sebagai imbal
jasa. Imbal jasa ini merupakan suatu kompensasi kepada pemberi pinjaman (kreditur) karena telah
merelakan debitur (peminjam dana) untuk mendapatkan manfaat dari dana yang dimilikinya, alih-
alih menggunakannya untuk tujuan lain. Dalam penggunaannya di masyarakat, suku bunga
umumnya dapat disaksikan pada produk-produk perbankan. Umumnya, masyarakat hanya
mengenali suku bunga dalam konteks hubungan dengan perbankan, yaitu saat akan membuka
deposito atau akan mengajukan pinjaman (aplikasi kredit). Ketika suku bunga rendah, masyarakat
cenderung termotivasi untuk mengajukan pinjaman, sedangkan jika suku bunga tinggi maka
masayarakat akan enggan meminjam pada bank. Bunga dalam hal ini memungkinkan masyarakat
yang kekurangan dana untuk meminjam dana dari bank. Begitupun sebaliknya, masyarakat yang
kelebihan dana akan menyimpan dana ke bank atau lembaga keuangan lainnya. Masyarakat yang
meminjam dana dibebankan bunga sebagai "harga" dari dana yang dipinjam. Jadi, suku bunga
adalah biaya atas pinjaman. Dalam lingkup makro, efek perubahan suku bunga dapat meluas
hingga menjangkau semua sektor pada suatu negara. Untuk mengetahui selengkapnya, simak
ulasan mengenai pengaruh suku bunga terhadap perekonomian berikut ini.

Secara teoritis, makin rendah suku bunga, maka semakin tinggi keinginan
masyarakat untuk meminjam uang di bank. Artinya, pada tingkat suku bunga rendah maka
masyarakat akan lebih terdorong untuk meminjam uang di bank untuk memenuhi kebutuhan
maupun untuk melakukan ekspansi usaha. Sebaliknya, saat suku bunga tinggi, maka masyarakat
akan lebih cenderung menyimpan uang di bank daripada menggunakannya untuk berbelanja dan
memperluas bisnis.

Dalam konteks perekonomian internasional, perubahan suku bunga juga dapat mempengaruhi
persepsi dan minat investor asing untuk membawa dananya masuk ke suatu negara. Umpama suku
bunga di Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya, maka investor asing
akan lebih tertarik untuk menanamkan dana di Indonesia dengan harapan dapat memperoleh imbal
hasil lebih tinggi. Sedangkan jika suku bunga di Indonesia lebih rendah, maka investor asing akan
makin kurang tertarik untuk menanamkan modal di sini. Malah, jika suku bunga terlalu rendah,
salah-salah investor domestik bisa ikut-ikutan melarikan dananya ke luar negeri.
Korelasi Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar, dan Nilai Tukar Terhadap Inflasi (EC203A)

Jumlah Uang Beredar (JUB)


Money supply atau penawaran uang disebut juga dengan jub (jumlah uang beredar) yaitu
jumlah uang keseluruhan yang berada di tangan masyarakat dan beredar dalam sebuah
perekonomian suatu negara pada suatu waktu tertentu.
JUB dapat dibagi menjadi 3 bagian :

1. Dalam arti sempit, M1 = Uang Kartal + Deman Deposit (kita kenal dengan “giro”) +
Uang Giral
2. Dalam arti yang agak luas, M2 = M1 + Time Deposit (Deposito Berjangka)
3. Dalam arti luas, M3 = M2 + Dana Lembaga keuangan non Bank

Bank Indonesia, sebagai otoritas moneter berkewajiban mengatur jub di masyarakat, menentukan
takaran jub yang tepat, dan menstabilkannya. Agar, tidak terjadi inflasi, suku bunga kompetitif,
dan perekonomian terkendali dalam suatu negara. BI memiliki kewenangan memperbesar atau
mengurangi jub sesuai dengan target moneter yang diinginkan atau sesuai dengan keadaan
perekonomian suatu negara. Dengan 2 cara, yaitu :

1. Kebijakan moneter ekspansif (Monetary expansive policy atau bisa disebut dengan
kebijakan moneter longgar / easy money policy) yaitu suatu kebijakan dalam rangka
menambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian
suatu negara itu mengalami resesi atau depresi. Dengan menambah jub, maka BI mengatasi
pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat.
2. Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy atau bisa disebut dengan
kebijakan uang ketat / tight money policy) adalah suatu kebijakan dalam rangka
mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian
mengalami inflasi. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).
Kebijakan moneter tersebut salah satunya di wujudkan dengan cara menambah/mengurangi suku
bunga.

Hubungan Suku Bunga dan JUB terhadap Inflasi


Tingkat suku bunga dan JUB, memiliki hubungan yang relevan terhadap inflasi. Dimana jika
tingkat bunga mengalami perubahan maka akan berdampak pada jumlah uang beredar yang mana
dapat juga menjadi cara pemerintah mengatasi inflasi.

Contoh. keadaannya adalah apabila tingkat konsumen sangat tinggi, maka bank Indonesia akan
menahan kegiatan di sektor ekonomi dengan cara menaikkan tingkat diskonto. Menaikkan suku
bunga artinya menaikkan suku bunga pinjaman pada seluruh bank umum yang dipinjamkan
kepada masyarakat. Adapun akibat dari contoh politik diskonto kenaikan suku bunga oleh bank
sentral diantaranya adalah:
Korelasi Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar, dan Nilai Tukar Terhadap Inflasi (EC203A)

- Uang di Bank Naik : Adanya kenaikan suku bunga pinjaman yang tinggi membuat
masyarakat menjadi enggan meminjam uang di bank, sebaliknya mereka justru akan
menabung dan menunggu suku bunga turun kembali. Disisi lain, ini menjadi salah satu
contoh partisipasi masyarakat dalam sektor ekonomi untuk membantu menurunkan inflasi.
- Harga Barang Turun : Kenaikan suku bunga di bank memberikan dampak positif dalam
perdagangan di Indonesia karena dapat membuat harga barang menjadi turun dan agar
tercapainya tujuan pembangunan nasional. Ini merupakan salah satu cara untuk pemerataan
kebutuhan masyarakat agar tetap menjangkau masyarakat tingkat rendah.
- Nilai Uang Tinggi : Efek dari suku bunga yang tinggi juga memiliki pengaruh yang cukup
tinggi dengan kekuatan mata uang kita. Dengan kenaikan tersebut, secara tidak langsung
dapat membuat rupiah menjadi kuat nilai tukarnya.
- Inflasi Turun : Adanya inflasi menjadi momok bagi bangsa Indonesia, maka dari itu untuk
mengurangi dampak inflasi tersebut Bank Indonesia kemudian menaikkan suku bunga.
Inflasi yang turun tentunya memberikan dampak positif dalam berbagai sector.

Inflasi

Lain halnya ketika BI menurunkan tingkat suku bunga demi mengatasi deflasi. Dimana suku
bunga diturunkan, maka masyarakat tidak senang menyimpan uang di bank sehingga mereka
cenderung membelanjakan uang mereka untuk investasi ataupun konsumsi. namun penurunan
suku bunga dapat mengakibatkan deflasi di mana tingkat inflasi pada titik 0%. Maka inflasi tetap
diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi serta jumlah uang beredar
Korelasi Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar, dan Nilai Tukar Terhadap Inflasi (EC203A)

PEMBAHASAN
Ketika suku bunga rendah, pengaruh yang timbul adalah makin banyak orang meminjam
uang. Akibatnya konsumsi bertambah karena uang beredar lebih banyak, ekonomi mulai tumbuh,
dan efek lanjutannya adalah inflasi naik. Dampak sebaliknya juga berlaku, jika suku bunga tinggi,
peminjam uang makin sedikit. Hasilnya lebih banyak orang menahan belanja, mereka memilih
menabung. Yang terjadi tingkat konsumsi turun. Inflasi pun turun.

Sebelum Agustus 2016 Bank Indonesia secara rutin menetapkan acuan suku bunga bulanan
dan diumumkan ke publik. Setelah 19 Agustus 2016 suku bunga acuan menggunakan data suku
bunga repo 7 hari BI (7-Day BI Repo Rate).

Dari grafik diatas, dapat dilihat bagaimana suku bunga dalam memengaruhi inflasi, namun
juga terdapat tahun dimana inflasi tidak bergantung pada perubahan suku bunga. Pada hal ini,
inflasi tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yaitu nilai tukar atau dapat dipengaruhi oleh
negara lain. Perubahan nilai tukar akan berimplikasi pada karakteristik fluktuasi nilai tukar dan
perekonomian terbuka. Rupiah mendapatkan tekanan - tekanan depresiatif yang sangat besar
diawali dengan krisis nilai tukar. Nilai tukar rupiah secara simultan mendapat tekanan yang cukup
berat karena besarnya capital outflow akibat hilangnya kepercayaan investor asing terhadap
prospek perekonomian Indonesia. Tekanan terhadap nilai tukar tersebut diperberat lagi dengan
semakin maraknya kegiatan. Sehingga sejak krisis berlangsung nilai tukar mengalami depresiasi
hingga mencapai 75 persen.
Korelasi Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar, dan Nilai Tukar Terhadap Inflasi (EC203A)

ketika suku bunga rendah, pengaruh yang timbul adalah makin banyak orang meminjam uang.
Akibatnya, konsumsi bertambah karena uang beredar lebih banyak, ekonomi mulai tumbuh, dan
efek lanjutannya adalah inflasi naik. Dampak sebaliknya juga berlaku, jika suku bunga tinggi,
peminjam uang makin sedikit. Hasilnya lebih banyak orang menahan belanja, mereka memilih
menabung. Yang terjadi tingkat konsumsi turun. Inflasi pun turun.

Sebelum Agustus 2016 Bank Indonesia secara rutin menetapkan acuan suku bunga bulanan dan
diumumkan ke publik. Setelah 19 Agustus 2016 suku bunga acuan menggunakan data suku bunga
repo 7 hari BI (7-Day BI Repo Rate).

Jika suku bunga naik, semakin banyak orang menyimpan dana di bank, akibatnya dana investasi
saham berkurang, dan memaksa kinerja saham turun. Efek sebaliknya juga bisa terjadi, jika suku
bunga turun, investor memilih berinvestasi di saham.
Sebagai investor saham, ada beberapa hal yang perlu diantisipasi dan dipelajari.
Ada potensi besar kinerja emiten bakal lebih cerah. Sektor utama yang terpengaruh tentu saja
perbankan. Beberapa sektor lain yang kemudian terpengaruh efek suku bunga rendah perbankan
adalah: properti, otomotif, manufaktur, dan jasa. Saya kira hampir semua sektor akan menyambut
gembira bunga rendah ini. Dengan bunga lebih rendah, emiten bakal lebih gemar mencari modal
kerja untuk ekspansi atau investasi.

Sejarah penurunan BI Rate, Inflasi, dan kinerja IHSG sepuluh tahun terakhir (2007-2016)

Data BI Rate Tahunan dan Periode Sebelumnya dia atas adalah rata-rata dari suku bunga acuan
yang diatur oleh BI selama setahun. Inflasi menunjukkan rata-rata inflasi tahunan pada tahun
tersebut. Sementara IHSG adalah kinerja IHSG pada tahun tersebut. Dari data di atas, tampak pada
Korelasi Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar, dan Nilai Tukar Terhadap Inflasi (EC203A)

beberapa tahun ketika kebijakan penurunan bunga terjadi, berturut-turut kinerja IHSG jauh lebih
baik dibanding tahun sebelumnya. Berdasarkan data yang ada, sangat erat hubungannya penurunan
rendah dengan perbaikan kinerja bursa. Kinerja bursa tentu tergantung erat dengan kinerja
ekonomi.
Bandingkan data di atas dengan data kinerja IHSG 10 tahun terakhir berikut:

IHSG 10 Tahun Terakhir

Dari data di atas, kesimpulan sekilas yang bisa penulis ambil, persentase kinerja IHSG secara
tahunan masih jauh lebih banyak dibanding suku bunga. Namun kinerja IHSG belum bisa jadi
tolok ukur hubungan dengan suku bunga dan inflasi. Penulis menyimpulkan, karena efek
perputaran dana di IHSG belum seberapa dibanding uang Indonesia. Salah satu sebabnya jumlah
investor masih sedikit, sehingga dana di bursa saham juga terbatas. Jika jumlah investor cukup
banyak, penulis menyimpulkan kinerja IHSG akan berhubungan pula dengan suku bunga.
Untuk itu penulis juga memasukkan salah satu artikel yang nilai tukar bulan Agustus, tahun 2019
:

Kurs Tengah Melemah 72 Poin, Rupiah Paling Tertekan di Asia


Bank Indonesia mematok kurs pada hari Kamis (1/8/2019) di level Rp 14.098 per dolar
AS, melemah 72 poin atau 0,51 persen dari posisi Rp 14.026 pada Rabu (31/7/2019). Kurs jual
ditetapkan di Rp 14.168 per dolar AS, sedangkan kurs beli berada di Rp 14.028 per dolar AS.
Selisih antara kurs jual dan kurs beli adalah Rp 140. Adapun berdasarkan data Bloomberg, nilai
tukar rupiah di pasar spot terpantau melemah 78 poin atau 0,56 persen ke level Rp 14.100 per dolar
AS pada pukul 10.49 WIB dari level penutupan perdagangan sebelumnya.
Korelasi Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar, dan Nilai Tukar Terhadap Inflasi (EC203A)

Pada perdagangan Rabu (31/7), rupiah mampu ditutup terapresiasi tipis 0,04 persen atau 6 poin di
level Rp 14.022 per dolar AS. Nilai tukar rupiah mulai tergelincir dari penguatannya dengan
dibuka terdepresiasi 0,33 persen atau 46 poin di level Rp 14.068 per dolar AS. Sepanjang
perdagangan pagi ini, rupiah bergerak di kisaran Rp 14.068-Rp 14.108 per dolar AS. Seiring
dengan pelemahan nilai tukar rupiah, indeks dolar Amerika Serikat (AS) yang melacak
pergerakan mata uang dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama dunia, terpantau menguat
0,343 poin atau 0,35 persen ke level 98,859 pada pukul 10.52 WIB.

Pergerakan indeks sebelumnya dibuka dengan kenaikan 0,080 poin atau 0,08 persen di level
98,596, setelah berakhir menguat 0,48 persen atau 0,466 poin di posisi 98,516 pada perdagangan
Rabu (31/7). Pelemahan yang dialami rupiah membawanya menjadi yang terlesu di antara mata
uang lainnya di Asia pagi ini, disusul peso Filipina yang terdepresiasi 0,49 persen terhadap dolar
AS pada pukul 11.02 WIB (lihat tabel).

Sumber :

Mata uang Kurs Pergerakan (persen)

Rupiah 14.100 -0,56

Peso Filipina 51,136 -0,49

Rupee India 69,1200 -0,47

Ringgit Malaysia 4,1440 -0,42

Yen Jepang 109,24 -0,42

Won Korea Selatan 1.187,98 -0,42

Yuan Onshore China 6,8991 -0,26

Dolar Taiwan 31,140 -0,14

Dolar Singapura 1,3761 -0,13

Baht Thailand 30,844 +0,21


Korelasi Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar, dan Nilai Tukar Terhadap Inflasi (EC203A)

Yuan Offshore China 6,9084 +0,02

Dolar Hong Kong 7,8276 +0,01


Korelasi Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar, dan Nilai Tukar Terhadap Inflasi (EC203A)

KESIMPULAN DAN SARAN


Dengan melihat bagaimana hubungan suku bunga dalam mempengaruhi inflasi, dapat
disimpulkan bahwa adanya hubungan yang sangat signifikan. Dimana, apabila adanya kenaikan
suku bunga pinjaman yang tinggi membuat masyarakat menjadi enggan meminjam uang di bank,
sebaliknya mereka justru akan menabung dan menunggu suku bunga turun kembali. Sehingga
kebijakan moneter yang berhubungan dengan suku bunga perlu dilakukan dengan hati-hati.

Jika nilai tukar (Rp/USD) tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi terjadi peranan
kebijakan moneter yang sifatnya dapat memicu nilai tukar (Rp/USD) dapat dilaksakan karena tidak
berdampak pada laju inflasi. Dibuktikan pada data artikel yang mencatat bahwa “Bank Indonesia
melakukan intervensi di pasar obligasi dan siap untuk menjaga stabilitas rupiah menyusul
pergerakan yang dipicu oleh keputusan The Fed,” terang Nanang.

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju Inflasi Juli 2019 mencapai
sebesar 0,31 persen dengan inflasi tahun kalender 2,36 persen dan inflasi tahun ke tahun mencapai
3,32 persen.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, meski lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Juni
2019, laju inflasi Juli 2019 masih dalam batas terkendali.
Korelasi Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar, dan Nilai Tukar Terhadap Inflasi (EC203A)

DAFTAR PUSTAKA

Jonni Manurung, Adler Haymans Manurung (2009). Ekonomi Keuangan dan Kebijakan Moneter
BANK INDONESIA (2002). Instrumen – Instrumen Pengendalian Moneter

JEB. Heru Perlambang (2012). ANALISIS PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR, SUKU
BUNGA SBI, NILAI TUKAR TERHADAP TINGKAT INFLASI
https://www.jurnal.id/id/blog/2017-pengertian-tujuan-dan-instrumen-kebijakan-moneter/

http://furkanasangaji98.blogspot.com/2018/01/makalah-jumlah-uang-beredar.html

https://ardra.biz/tag/pengertian-kebijakan-diskonto/

https://dosenekonomi.com/ilmu-ekonomi/moneter/contoh-kebijakan-diskonto

https://ardra.biz/tag/contoh-instrumen-kebijakan-politik-diskonto/

https://brainly.co.id/tugas/13092202#readmore
https://brainly.co.id/tugas/9791784

https://ardra.biz/tag/instrumen-instrumen-kebijakan-politik-diskonto/

https://market.bisnis.com/read/20190423/92/914431/lelang-sun-23-april-minat-investor-bakal-meningkat-
seri-apa-yang-jadi-favorit

https://bolasalju.com/artikel/edukasi/suku-bunga-dan-inflasi/
Korelasi Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar, dan Nilai Tukar Terhadap Inflasi (EC203A)

Anda mungkin juga menyukai