Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN, ASUHAN KEPERAWATAN, JURNAL

KEPERAWATAN NONHODGKIN LYMPHOMA(NHL)

Di Ruang Inap 27

Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang

Disusun Oleh :

Siti Maisaroh (14901.05.18046 )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN

PROBOLINGGO

2018
1) ANATOMI FISIOLOGI
Sistem limfatik adalah bagian penting sistem kekebalan tubuh yang
memainkan peran kunci dalam pertahanan alamiah tubuh melawan infeksi dan kanker.
Cairan limfatik adalah cairan putih mirip susu yang engandung protein, lemak dan
limfosit (sel darah putih) yang semuanya mengalir ke seluruh tubuh melalui pembuluh
limfatik.
Yang membentuk sistem limfatik dan cairan yang mengisis pembuluh ini disebut
limfe. Komponen Sistem Limfatik antara lain :
a. Pembuluh Limfe
Pembuluh limfe merupakan jalinan halus kapiler yang sangat kecil atau
sebagai rongga limfe di dalam jaringan berbagai organ dalam vili usus terdapat
pembuluh limfe khusus yang disebut lakteal yang dijumpai dala vili usus.
Fungsi pembuluh limfe mengembalikan cairan dan protein dari jaringan ke
dalam sirkulasi darah, mengankut limfosit dari kelenjar limfe ke sirkulasi darah,
membawa lemak yang sudah dibuat emulasi dari usus ke sirkulasi darah. Susunan
limfe yang melaksanakan ini ialah saluran lakteal, menyaring dan menghancurkan
mikroorganisme, menghasilkan zat antiboi untuk melindungi terhadap kelanjutan
infeksi.
b. Kelenjar limfe (nodus limfe)
Kelenjar ini berbentuk bulat lonjong dengan ukuran kira-kira 10 – 25 mm.
Limfe disebut juga getah bening, merupakan cairan yang susunan isinya hampir
sama dengan plasma darah dan cairan jaringan. Bedanya ialah dalam cairan limfe
banyak mengandung sel darah limfosit, tidak terdapat karbon dioksida, dan
mengandung sedikit oksigen. Cairan limfe yang berasal dari usus banyak
mengandung zat lemak. Cairan limfe ini dibentuk atau berasal dari cairan jaringan
melalui difusi atau filtrasi ke dalam kapiler – kapler limfe dan seterusnya akan masuk
ke dalam peredaran darah melalui vena. Fisiologi kelenjar limfe hampir sama
dengan komposisi kimia plasma darah dan mengandung sejmlah besar limfosit yang
mengalir sepanjang pembuluh limfe untuk masuk ke dalam pembuluh darah.
Pembuluh limfe yang mengaliri usus disebut lakteal karena bila lemak diabsorpsi
dari usus sebagian besar lemak melewati pembuluh limfe. Sepanjang pergerakan
limfe sebagian mengalami tarikan oleh tekanan negatif di dalam dada, sebagian lagi
didorong oleh kontraksi otot. Fungsinya yaitu menyaring cairan limfe dari benda
asing, pembentukan limfosit, membentuk antibodi, pembuangan bakteri, membantu
reasoprbsi lemak.
c. Limpa
Limpa merupakan sebuah organ yang terletak di sebelah kiri abdomen di
daerah hipogastrium kiri bawah iga ke-9,-10,-11. Limpa berdekatan pada fundus dan
permukaan luarnya menyentuh diafragma. Jalinan struktur jaringan ikat di antara
jalinan itu membentuk isi limpa/ pulpa yang terdiri dari jaringan limpa dan sejumlah
besar sel – sel darah.
Fungsi limpa sebagai gudang darah seperti hati, limpa banyak mengandung
kapiler – kapiler darah, dengan demikian banyak arah yang mengalir dalam limpa,
sebagai pabrik sel darah, limfa dapat memproduksi leukosit dan eritrosit terutama
limfosit, sebagai tempat pengahancur eritrosit, karena di dala limpa terdapat jaringan
retikulum endotel maka limpa tersebut dapat mengancurkan eritrosit sehingga
hemoglobin dapat dipisahkan dari zat besinya, mengasilkan zat antibodi.
Limpa menerima darah dari arteri lienalis dan keluar melalui vena lienalis
pada vena porta. Darah dari limpa tidak langsung menuju jantung tetapi terlebih
dahulu ke hati. Pembuluh darah masuk ke dan keluar melalui hilus yang berbeda di
permukaan dalam. Pembuluh darah itu memperdarhi pulpa sehingga dan bercampur
dengan unsur limpa.
d. Thymus
Kelejar timus terletak di dalam torax, kira – kira pada ketinggian bifurkasi
trakea. Warnanya kemerah – merahan dan terdiri dari 2 lobus. Pada bayi baru lahir
sangat kecil dan beratnya kira – kira 10 gram atau lebih sedikit; ukurannya
bertambah pada masa remaja beratnya dari 30 – 40 gram dan kemudian mengkerut
lagi. Fungsinya diperkirakan ada sangkutnya dengan produksi antibody dan sebagai
tempat berkembangnya sel darah putih.
e. Bone marrow / sumsum tulang
Sumsum tulang (Bahasa Inggris: bone marrow atau medulla ossea)
adalah jaringan lunak yang ditemukan pada rongga interior tulang yang
merupakan tempat produksi sebagian besarsel darah baru. Ada dua jenis sumsum
tulang: sumsum merah(dikenal juga sebagai jaringan myeloid) dan sumsum
kuning. Sel darah merah, keping darah, dan sebagian besar sel darah putih dihasilkan
dari sumsum merah. Sumsum kuning menghasilkan sel darah putih dan warnanya
ditimbulkan oleh sel-sel lemak yang banyak dikandungnya. Kedua tipe sumsum
tulang tersebut mengandung banyak pembuluh dan kapiler darah. Sewaktu lahir,
semua sumsum tulang adalah sumsum merah. Seiring dengan pertumbuhan, semakin
banyak yang berubah menjadi sumsum kuning. Orang dewasa memiliki rata-rata 2,6
kg sumsum tulang yang sekitar setengahnya adalah sumsum merah. Sumsum merah
ditemukan terutama pada tulang pipih seperti tulang pinggul, tulang
dada, tengkorak, tulang rusuk, tulang punggung, tulang belikat, dan pada bagian
lunak di ujung tulang panjang femur dan humerus. Sumsum kuning ditemukan pada
rongga interior bagian tengah tulang panjang. Pada keadaan sewaktu tubuh
kehilangan darah yang sangat banyak, sumsum kuning dapat diubah kembali menjadi
sumsum merah untuk meningkatkan produksi sel darah.
2. Lokasi-lokasi nodus limfe.
Daerah khusus, tempat terdapat banyak jaringan limfatik adalah palatin
(langit mulut) dan tosil faringeal, kelenjar timus, agregat folikel limfatik di usus
halus, apendiks dan limfa.
3. Fisiologi sistem limfatik
Fungsi Sistem limfatik sebagai berikut :
a. Pembuluh limfatik mengumpulkan cairan berlebih atau cairan limfe dari
jaringan sehingga memungkinkan aliran cairan segar selalu bersirkulasi dalam
jaringan tubuh.
b. Merupakan pembuluh untuk membawa kembali kelebihan protein didalam
cairan jaringan ke dalam aliran darah.
c. Nodus menyaring cairan limfe dari infeksi bakteri dan bahan-bahan berbahaya.
d. Nodus memproduksi limfosit baru untuk sirkulasi
e. Pembuluh limfatik pada organ abdomen membantu absorpsi nutrisi yang telah
dicerna, terutama lemak.
4. Mekanisme Sirkulasi Limfatik.
Pembuluh limfatik bermuara kedalam vena-vena besar yang mendekati
jantung dan disini terdapat tekanan negatif akibat gaya isap ketika jantung
mengembang dan juga gaya isap torak pada gerakan inspirasi.Tekanan timbul pada
pembuluh limfatik, seperti halnya pada vena, akibat kontraksi otot-otot, dan
tekanan luar ini akan mendorong cairan limfe ke depan karena adanya katup yang
mencegah aliran balik ke belakang. Juga terdapat tekanan ringan dari cairan
jaringan akibat ada rembesan konstan cairan segar dari kapiler-kapiler darah.
Apabila terdapat hambatan pada aliran cairan limfe yang melalui sistem limfatik,
terjadilah edema, yaitu pembengkakan jaringan akibat adanya kelebihan caiaran
yang terkumpul didalamnya. Edema juga bisa terjadi akibat obstruksi vena, karena
vena juga berfungsi mengalirkan sebagian cairan jaringan.
1) DEFINISI
Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem
limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, dapat dijumpai ekstra nodal,
yaitu diluar sistem limfatik dan imunitas antara lailn pada traktus digestivus, paru kulit,
dan organ lain. (Tambunan, 1981)
Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker) yang berasal
dari sistem kelenjar getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh tubuh. Beberapa
dari limfoma ini berkembang sangat lambat (dalam beberapa tahun), sedangkan yang
lainnya menyebar dengan cepat (dalam beberapa bulan).Penyakit ini lebih sering terjadi
dibandingkan dengan penyakit Hodgkin (Digiulio, Mary, 2014.).
Limfoma malignum non-Hodgkin atau Limfoma non-Hodgkin adalah suatu
keganasan kelenjar limfoid yang bersifat padat. Limfoma nonhodgkin hanya dikenal
sebagai suatu limfadenopati lokal atau generalisata yang tidak nyeri. Namun sekitar
sepertiga dari kasus yang berasal dari tempat lain yang mengandung jaringan limfoid (
misalnya daerah orofaring, usus, sumsum tulang, dan kulit. Meskipun bervariasi semua
bentuk limfoma mempunyai potensi untuk menyebar dari asalnya sebagai penyebaran
dari satu kelenjar kekelenjar lain yang akhirnya menyebar ke limfa, hati, dan sumsum
tulang (Wahid Iqbal, dkk. 2015).

2) ETIOLOGI
Penyebab LNH belum jelas diketahui.Para pakar cenderung berpendapat bahwa
terjadinya LNH disebabkan oleh pengaruh rangsangan imunologis persisten yang
menimbulkan proliferasi jaringan limfoid tidak terkendali. Diduga ada hubungan
dengan virus Epstein Barr LNH kemungkinan ada kaitannya dengan factor keturunan
karena ditemukan fakta bila salah satu anggota keluarga menderita LNH maka risiko
anggota keluarga lainnya terjangkit tumor ini lebih besar dibanding dengan orang lain
yang tidak termasuk keluarga itu. Pada penderita AIDS : semakin lama hidup semakin
besar risikonya menderita limfoma.
Terdapat beberapa fakkor resiko terjadinya LNH, antara lain :
a) Imunodefisiensi : 25% kelainan heredier langka yang berhubungan dengan
terjadinya LNH antara lain adalah :severe combined immunodeficiency,
hypogammaglobulinemia, common variable immunodeficiency, Wiskott Aldrich
syndrome dan ataxia-telangiectasia. Limfoma yang berhubungan dengan kelainan-
kelainan tersebut seringkali dihubugkan pula dengan Epstein Barr Virus (EBV) dan
jenisnya beragam.
b) Agen infeksius : EBV DNA ditemukan pada limfoma Burkit sporadic. Karena tidak
pada semua kasus limfoma Burkit ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV
terhadap terjadinya limfoma Burkit belum diketahui.infeksi virus yang menyerang
DNA maupun Limfosit dapat mengubah DNA dan Limfosit menjadi sel-sel kanker.
Virus tersebut diantaranya Epstein-Barr Virus (EBV) dan HTLV-1 virus.

c) Paparan lingkungan dan pekerjaan : Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan


dengan resiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini
disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organic.
d) Diet dan Paparan lsinya : Risiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi
makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV4,5.

3) KLASIFIKASI
Ada 2 klasifikasi besar penyakit ini yaitu:
a. Limfoma non Hodgkin agresif.
Limfoma non Hodgkin agresif kadangkala dikenal sebagai limfoma non
Hodgkin tumbuh cepat atau level tinggi. Karena sesuai dengan namanya, limfoma non
Hodgkin agresif ini tumbuh dengan cepat. Meskipun nama ‘agresif’ kedengarannya
sangat menakutkan, limfoma ini sering memberikan respon sangat baik terhadap
pengobatan.
b. Limfoma non Hodgkin indolen.
Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai limfoma non
Hodgkin tumbuh lambat atau level rendah. Sesuai dengan namanya, limfoma non
Hodgkin indolen tumbuh hanya sangat lambat. Secara tipikal ia pada awalnya tidak
menimbulkan gejala, dan mereka sering tetap tidak terditeksi untuk beberapa saat.
Tentunya, mereka sering ditemukan secara kebetulan, seperti ketika pasien
mengunjungi dokter untuk sebab lainnya.Dalam hal ini, dokter mungkin menemukan
pembesaran kelenjar getah bening pada pemeriksaan fisik rutin.Kadangkala, suatu
pemeriksaan, seperti pemeriksaan darah, mungkin menunjukkan sesuatu yang
abnormal, kemudian diperiksa lebih lanjut dan ditemukan terjadi akibat limfoma non
Hodgkin. Gejala yang paling sering adalah pembesaran kelenjar getah bening, yang
kelihatan sebagai benjolan, biasanya di leher, ketiak dan lipat paha. Pada saat
diagnosis pasien juga mungkin mempunyai gejala lain dari limfoma non Hodgkin.
Karena limfoma non Hodgkin indolen tumbuh lambat dan sering tanpa
menyebabkan stadium banyak diantaranya sudah dalam stadium lanjut saat pertama
terdiagnosis (Wahid Iqbal, dkk. 2015).
4) PATOFISIOLOGI
Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat terjadinya
mutasi gen pada salah satu gen pada salah satu sel dari sekelompok sel limfosit tua yang
tengah berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat adanya
rangsangan imunogen). Beberapa perubahan yang terjadi pada limfosit tua antara lain:
a. ukurannya semakin besar
b. Kromatin inti menjadi lebih halus
c. nukleolinya terlihat
d. protein permukaan sel mengalami perubahan.
Beberapa faktor resiko yang diperkirakan dapat menyebabkan terjadinya limfoma
Hodgkin dan non-Hodgkin seperti infeksi virus-virus seperti virus Epstein-Berg,
Sitomegalovirus, HIV, HHV-6, defisiensi imun, bahan kimia, mutasi spontan, radiasi
awalnya menyerang sel limfosit yang ada di kelenjar getah bening sehingga sel-
sel limfosit tersebut membelah secara abnormal atau terlalu cepat dan membentuk
tumor/benjolan. Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening (nodal) atau diluar kelenjar
getah bening (ekstra nodal).Proliferasi abnormal tumor tersebut dapat memberi
kerusakan penekanan atau penyumbatan organ tubuh yang diserang. Apabila sel
tersebut menyerang Kelenjar limfe maka akan terjadi Limphadenophaty
Dampak dari proliferasi sel darah putih yang tidak terkendali, sel darah merah akan
terdesak, jumlah sel eritrosit menurun dibawah normal yang disebut anemia. Selain itu
populasi limfoblast yang sangat tinggi juga akan menekan jumlah sel trombosit dibawah
normal yang disebut trombositopenia. Bila kedua keadaan terjadi bersamaan, hal itu
akan disebut bisitopenia yang menjadi salah satu tanda kanker darah.
Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di
suatu tempat (misalnya leher atau selangkangan) atau di seluruh tubuh. Kelenjar
membesar secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Kadang pembesaran
kelenjar getah bening di tonsil (amandel) menyebabkan gangguan menelan. Pembesaran
kelenjar getah bening jauh di dalam dada atau perut bisa menekan berbagai organ dan
menyebabkan: gangguan pernafasan, berkurangnya nafsu makan, sembelit berat, nyeri
perut, pembengkakan tungkai.
Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukimia. Limfoma non
hodgkin lebih mungkin menyebar ke sumsum tulang, saluran pencernaan dan kulit.
Pada anak – anak, gejala awalnya adalah masuknya sel – sel limfoma ke dalam sumsum
tulang, darah, kulit, usus, otak, dan tulang belekang; bukan pembesaran kelenjar getah
bening.Masuknya sel limfoma ini menyebabkan anemia, ruam kulit dan gejala
neurologis (misalnya delirium, penurunan kesadaran). Secara kasat mata
penderita tampak pucat, badan seringkali hangat dan merasa lemah tidak berdaya, selera
makan hilang, berat badan menurun disertai pembengkakan seluruh kelenjar getah
bening : leher, ketiak, lipat paha, dll.
5) MANIFESTASI KLINIS
Gejala umum penderita limfoma non-Hodgkin yaitu :
a. Pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit
b. Demam
c. Keringat malam
d. Rasa lelah yang dirasakan terus menerus
e. Gangguan pencernaan dan nyeri perut
f. Hilangnya nafsu makan
g. Nyeri tulang
h. Bengkak pada wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfe yang terkena.
i. Limphadenopaty (Wahid Iqbal, dkk. 2015).
Gejala Penyebab Kemungkinan
timbulnya gejala
Gangguan pernafasan Pembesaran kelenjar getah bening di 20-30%
Pembengkakan wajah dada
Hilang nafsu makan Pembesaran kelenjar getah bening di 30-40%
Sembelit berat perut
Nyeri perut atau perut
kembung
Pembengkakan tungkai Penyumbatan pembuluh getah bening 10%
di selangkangan atau perut
Penurunan berat badan Penyebaran limfoma ke usus halus 10%>
Diare
Malabsorbsi
Pengumpulan cairan di Penyumbatan pembuluh getah bening 20-30%
sekitar paru-paru di dalam dada
(efusi pleura)
Daerah kehitaman dan Penyebaran limfoma ke kulit 10-20%
menebal di kulit yang
terasa gatal
Penurunan berat badan Penyebaran limfoma ke seluruh tubuh 50-60%
Demam
Keringat di malam hari
Anemia Perdarahan ke dalam saluran 30%, pada
(berkurangnya jumlah sel pencernaan akhirnya bisa
darah merah) Penghancuran sel darah merah oleh mencapai 100%
limpa yang membesar & terlalu aktif
Penghancuran sel darah merah oleh
antibodi abnormal (anemia hemolitik)
Penghancuran sumsum tulang karena
penyebaran limfoma
Ketidakmampuan sumsum tulang
untuk menghasilkan sejumlah sel
darah merah karena obat atau terapi
penyinaran
Mudah terinfeksi oleh Penyebaran ke sumsum tulang dan 20-30%
bakteri kelenjar getah bening, menyebabkan
berkurangnya pembentukan antibodi

6) TAHAPAN PENYAKIT

Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I dan II


sering dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara stadium III
dan IV dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.
a. Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu kelenjar
getah bening.
b. Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar
getah bening, tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh dada atau
perut.
c. Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar
getah bening, serta pada dada dan perut.
d. Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening setidaknya
pada satu organ lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru-paru, atau otak.
7) PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik : ada tumor sistem limfoid, febris keringat
malam, penurunan berat badan, limfadenopati dann hepatosplenomegali
b. Pemeriksaan laboratorium : Hb, leukosit, LED, hapusan darah, faal hepar, faal
ginjal, LDH.
c. Limfografi, IVP, Arteriografi. Foto organ yang diserang, bone – scan, CT – scan,
biopsi sunsum tulang, biopsi hepar, USG, endoskopi
d. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan histopatologi.
Untuk LH memakai krioteria lukes dan butler (4 jenis). Untuk LNH memakai
kriteria internasional working formulation (IWF) menjadi derajat keganasan
rendah, sedang dan tinggi
e. Stadium ditentukan menurut kriteria Ann Arbor (I, II, III, IV, A, B, E)
f. Ada 2 macam stage : Clinical stage dan pathological stage (Brunner & Suddarth.
2014).

8) PENATALAKSANAAN
1. Therapy Medik
a) Konsultasi dengan ahli onkology medik ( di RS type A dan B)
b) Limfoma non hodkin derajat keganasan rendah (IWF)
c) Tanpa keluhan : tidak perlu therapy
d) Bila ada keluhan dapat diberi obat tunggal siklofosfamide dengan dosis
permulaan po tiap hari atau 1000 mg/m 2iv selang 3 – 4 minggu.
e) Bila resisten dapat diberi kombinasi obat COP, dengan cara pemberian seperti
pada LH diatas
f) Limfona non hodgkin derajat keganasan sedang (IWF)
g) Untuk stadium I B, IIB, IIIA dan B, IIE A da B, terapi medik adalah sebagai
terapy utama
h) Untuk stadium I A, IE, IIA diberi therapy medik sebagai therapy anjuran
i) Minimal : seperti therapy LH
j) Ideal : Obat kombinasi cyclophospamide, hydrokso – epirubicin, oncovin,
prednison (CHOP) dengan dosis :
C : Cyclofosfamide 800 mg/m 2iv hari I
H : hydroxo – epirubicin 50 mg/ m 2iv hari I
O : Oncovin 1,4 mg/ m 2 iv hari I
P : Prednison 60 mg/m 2 po hari ke 1 – 5
Perkiraan selang waktu pemberian adalah 3 – 4 minggu Lymfoma non –
hodgkin derajat keganasan tinggi (IWF)
a. Stadium IA : kemotherapy diberikan sebagai therapy adjuvant
b. Untuk stadium lain : kemotherapy diberikan sebagai therapy utama
c. Minimal : kemotherapynya seperti pada LNH derajat keganasan sedang (CHOP)
d. Ideal : diberi Pro MACE – MOPP atau MACOP – B
2. Therapy radiasi dan bedah
Konsultasi dengan ahli radiotherapy dan ahli onkology bedah, selanjutnya melalui
yim onkology ( di RS type A dan B).

9) KOMPLIKASI
Akibat langsung penyakitnya
a. Penekanan terhadap organ khususnya jalan nafas, usus dan saraf
b. Mudah terjadi infeksi, bisa fatal
Akibat efek samping pengobatan
a. Aplasia sumsum tulang
b. Gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin
c. Gagal ginjal oleh obat sisplatinum
d. Neuritis oleh obat vinkristin (Wahid Iqbal, dkk. 2015).

10) ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Keperawatan
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, tidak terasa
nyeri, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha).Pembesaran kelenjar
tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam.Hal
ini dapat segera dicurigai sebagai Limfoma.Namun tidak semua benjolan yang terjadi
di sistem limfatik merupakan Limfoma.Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan
kelenjar limfa dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa.
Pada pengkajian data yang dapat ditemukan pada pasien Limfoma antara lain :
1.Data subyektif
a.Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38Oc
b.Sering keringat malam
c.Cepat merasa lelah
d.Badan lemah
e.Mengeluh nyeri pada benjolan
f.Nafsu makan berkurang
g.Intake makan dan minum menurun, mual, muntah
2.Data Obyektif
a.Timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakkan pada leher, ketiak atau pangkal
paha
b.Wajah pucat
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi dan malnutrisi
b. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap
inflamasi
c. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf
d. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan sistem transport
oksigen terhadap perdaharan
e. Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan massa tumor mendesak ke
jaringan luar
f. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
g. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
h. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan intake yang kurang
i. Perubahan kenyamanan berhubungan dengan mual, muntah
j. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis,
pengobatan dan perawatan
k. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan
interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber.
2. Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan : Hipertermi
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam termoregulasi
menjadi normal yang ditunjukkan dengan skala sebagai berikut:
1. Berat 4. Ringan
2. Cukup berat 5. Tidak ada
3. Sedang
No Indikator 1 2 3 4 5
1. Penurunan suhu kulit
2. Hipertermi
3. Sakit kepala
4. Perubahan warna kulit

Intervensi:
1. Perawatan demam
 Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya
 Monitor warna dan suhu
 Beri obat atau cairan iv (misalnya, antipiretik, agen anti bakteri,
dan agen anti menggigil)
 Dorong konsumsi cairan
2. Pengaturan suhu
 Monitor suhu paling tidak setap 2 jam, sesuai kebutuhan
 Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi, sesuai kebutuhan
 Tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat
 Sesuaikan suhu lingkungan untuk kebutuhan pasien
b. Diagnosa Keperawatan: Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
perfusi jaringan: perifer menjadi normal yang ditunjukkan dengan
skala sebagai berikut:
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi yang cukup dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Pengisian kapiler jari tangan
2. Pengisian kapiler jari kaki
3. Suhu kulit ujung kaki dan tangan
4. Tekanan darah sistolik
5. Tekanan darah diastolik
Intervensi:

1. Manajemen hipovolemi
a. Monitor adanya sumber –sumber kehilangan cairan (misalnya,
perdarahan, muntah, diare, keringat yang berlebihan dan
takipnea).
b. Monitor asupan dan keluaran
c. Posisikan untuk perfusi perifer
2. Monitor ekstremitas bawah
a. Inspeksi warna, suhu, hidrasi, pertumbuhan rambut, tekstur,
pecah-pecah atau luka pada kulit
b. Palpasi nadi dorsalis pedis dan tibial posterior
c. Diagnosa Keperawatan: Kekurangan volume cairan
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
keseimbangan cairan dapat terpenuhi yang ditunjukkan dengan skala,
sebagai berikut:

1. Sangat terganggu 4. Sedikit terganggu


2. Banyak terganggu 5. Tidak terganggu
3. Cukup terganggu
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Tekanan darah
2. Keseimbangan intake dan output
3. dalam 24 jam
4. Turgor kulit
5. Kelembaban membrane mukosa
6. Hematokrit

Intervensi:

1. Manajemen elektrolit atau cairan


a. Berikan cairan, yang sesuai
b. Minimalkan asupan makanan dan minuman dengan diuretic atau
pencahar (misalnya teh, kopi, plum, suplemen herbal)
c. Monitor TTV, yang sesuai
d. Monitor manifestasi dari ketidakseimbangan elektrolit
e. Monitor kehilangan cairan (misalnya perdarahan, muntah, diare,
keringat dan takipnea).
2. Pencegahan syok
a. Monitor status sirkulasi (misalnya tekanan darah, warna kulit,
temperature kulit, bunyi jantung, nadi dan irama, kekuatan dan
kualitas nadi perifer, dan penisian kapiler)
b. Posisikan pasien dalam posisi supine, dengan posisi kaki
ditinggikan (volume, vasogenik) atau supine, dengan kepala dan
bahu ditinggikan (kardiogenik) sesuai kebutuhan
d. Diagnosa Keperawatan: Intoleransi aktivitas
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
toleransi terhadap aktivitas yang ditunjukkan dengan skala, sebagai
berikut:
1. Sangat terganggu 4. Sedikit terganggu
2. Banyak terganggu 5. Tidak terganggu
3. Cukup terganggu
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Frekuensi nadi ketika beraktivitas
2. Frekuensi pernapasan ketika
beraktivitas
3. Tekanan darah sistolik ketika
beraktivitas
4. Tekanan darah diastolik ketika
beraktivitas
5. Kekuatan tubuh bagian atas
6. Kekuatan tubuh bagian bawah

Intervensi:

1. Terapi aktivitas
a. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang diinginkan
b. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang bermakna
2. Monitor frekuensi TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
3. Observasi kekuatan otot atau tubuh bagian atas
4. Observasi kekuatan otot atau tubuh bagian bawah
e. Diagnosa Keperawatan: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam
diharapkan status nutrisi terpenuhi dengan skala sebagai berikut:

1. Sangat menyimpang dari rentang normal


2. Banyak emnyimpang dari rentang normal
3. Cukup menyimpang dari rentang normal
4. Sedikit menyimpang dari rentang normal
5. Tidak menyimpang dari rentang normal

No Outcome 1 2 3 4 5

1. Asupan gizi
2. Asupan makanan
3. Asupan cairan
4. Rasio berat badan/tinggi bedan

Intervensi:
1. Manajemen nutrisi
a. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan (pasien) untuk
memenuhi kebutuhan gizi
b. Identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang
dimiliki pasien
c. Instruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi
2. Manajemen saluran cerna
a. Monitor BAB termasuk frekuensi, konsistensi, bentuk, volume,
dan warna, dengan cara yang tepat
b. Monitor bising usus
3. Terapi intravena
a. Verifikasi perintah untuk terapi
b. Instruksikan pasien tentang prosedur
c. Jaga teknik aseptik dengan ketat
d. Lakukan prinsip lima benar sebelum memulai infus atau
pemberian pengobatan
e. Monitor tanda vital
f. Diagnosa Keperawatan: Nyeri akut
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
tingkat nyeri berkurang yang ditunjukkan dengan skala, sebagai berikut:

1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Nyeri yang dilaporkan
2. Panjang episode nyeri
3. Ekspresi nyeri wajah
4. Frekuensi nafas
5. Tekanan darah
6. Nadi

Intervensi:

1. Pemberian analgesik
a. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan keparahan nyeri
sebelum mengobati pasien
b. Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis dan frekuensi
obat analgesic yang diresepkan
c. Pilih rute intravena daripada rute intramuscular, untuk injeksi
pengobatan nyeri yang sering, jika memungkinkan
d. Monitor tanda vital sebelum dan setelah memberikan analgesic
narkotik pada pemberian dosis pertama kali atau jika
ditemukan tanda-tanda yang tidak biasanya
2. Manajemen lingkungan: kenyamanan
a. Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung
b. Hindari paparan dan aliran udara yang tidak perlu, terlalu
panas maupun terlalu dingin
c. Monitor kulit terutama daerah tonjolan tubuh terhadap adanya
tanda-tanda tekanan atau iritasi
3. Manajemen nyeri
a. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri dan faktor pencetus
b. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai
ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak dapat
berkomunikasi secara efektif
c. Dukung istirahat /tidur yang adekuat untuk membantu
penurunan nyeri
Daftar Pustaka

Digiulio, Mary. 2014. Keperawatan Medical Bedah. Yogakarta; Rapha


Publishing.

Mubarak, Wahid Iqbal, dkk. 2015. Standar Asuhan Keperawatan dan


Prosedur Tetap dalam Praktik Keperawatan Konsep dan Aplikasi
dalam Praktik Klinik. Jakarta; Salemba Medika

Brunner & Suddarth. 2014. KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH. Jakarta;


EGC

http://ithinkeducation.blogspot.com/2014/12/asuhan-keperawatan-pada-
non-hodgkin.html diakses pada 3 Agustus 2015 pukul 11.00

http://prasetya92metro.blogspot.com/2012/04/askep-limfoma-non-
hodgkin.html diakses pada 3 Agustus 2015 pukul 11.00

http://akatsuki-ners.blogspot.com/2010/12/asuhan-keperawatan-klien-
dengan-limfoma.html diakses pada 3 Agustus 2015 pukul 11.00

Anda mungkin juga menyukai