JUKNIS KULTUR SPORA Gracillaria PDF
JUKNIS KULTUR SPORA Gracillaria PDF
i
Pengarah :
Kepala Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar
Penanggung Jawab :
Kepala Seksi Uji Terap Teknik dan Kerjasama
Penulis :
Lideman
Andi Elman
Kasturi
Fadli
Editor :
Nono Hartanto
Harnita Agusanty
Ahmad Ihsan Said
Desain Grafis :
Ahmad Ihsan Said
Khairil Jamal
ii
KATA PENGANTAR
iii
kualitas petunjuk teknis ini. Semoga Petunjuk Teknis ini bermanfaat bagi
kita semua.
Takalar, Agustus 2016
Kepala BPBAP Takalar
iv
DAFTAR ISI
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar
vi
I. PENDAHULUAN
1
beberapa subsrat (Yudiati dkk, 2004; Lideman dkk, 2014). Namun
demikian, belum ada informasi yang lengkap tentang produksi masal
bibit yang berasal dari spora yang dapat aplikasikan di perairan
tempat budidayanya, hususnya untuk jenis sango-sango laut ini
(Gracilaria sp.).
Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar (BPBAP Takalar)
sejak Juli 2013 telah memulai usaha untuk menghasilkan bibit yang
berasal dari spora yang ditempelkan di tali, dan tali yang sudah ada
bibit tersebut langsung bisa digunakan untuk dibentangkan di laut.
Keuntungan jika menggunakan bibit spora dibandingkan dengan bibit
yang diikat antara lain adalah setelah dipanen, bibit dapat dipelihara
kembali untuk siklus berikutnya sehingga mengurangi biaya
pembelian bibit dan mengurngi waktu persiapan pembibitan.
1.2 Tujuan
2
Lokal Gracilaria ini di Takalar adalah Sango-sango Laut.
Dibudidayakan dilaut dengan menggunakan tali seperti pada
pembesaran Kappaphycu alvarezii (Kotoni) dan Eucheuma
denticulatum (Spinosum). Ukuran Gracilaria Laut ini (Gb. 1) lebih
besar dari Gracilaria verucosa dan lebih kecil jika dibandingkan
dengan Kappaphycus alvarezii.
3
karena tidak bisa dibedakan dengan jelas mana batang, dan daun
seperti tumbuhan tingkat tinggi. Ciri umum dari Gracilaria adalah
mempunyai bentuk thallus silinderis atau gepeng dengan
percabangan mulai dari yang sederhana sampai pada yang rumit dan
rimbun, di atas percabangan umumnya bentuk thalli (kerangka tubuh
tanaman) agak mengecil, permukaannya halus atau berbintil-bintil,
diameter thallus berkisar antara 0,5 – 2 mm. Panjang dapat mencapai
30 cm atau lebih dan Glacilaria tumbuh di terumbu karang dengan air
jernih dan arus cukup dengan salinitas ideal berkisar 20-28 ppt.
Secara alami gracilaria hidup dengan melekatkan thallusnya
pada substrat yang berbentuk pasir, lumpur, karang, kulit kerang,
karang mati, batu maupun kayu, pada kedalaman sampai sekitar 10
sampai 15 meter di bawah permukaan air yang mengandung garam
laut pada konsentrasi sekitar 12-30o/oo. Untuk melekatkan dirinya,
Gracilaria memiliki suatu alat cengkeram berbentuk cakram yang
dikenal dengan sebutan 'hold fast'. Jika dilihat secara sepintas,
tumbuhan ini berbentuk rumpun, dengan tipe percabangan tidak
teratur, 'dichotomous', 'alternate', 'pinnate', ataupun bentuk-bentuk
percabangan yang lain.
Menurut Soegiarto et al., (1978), Gracilaria dapat tumbuh di
berbagai kedalaman, namun pada umumnya pertumbuhan jenis ini
lebih baik di tempat dangkal dari pada di tempat yang dalam.
Temperatur merupakan faktor terpenting untuk pertumbuhan
Gracilaria. Sedangkan temperatur optimum untuk pertumbuhan
Gracilaria berkisar antara 20-28 ℃. Bahkan di daerah Sulawesi pada
musim-musim tertentu rumput laut jenis ini banyak terdampar di pantai
4
karena hempasan gelombang dalam jumlah yang sangat besar.
Gracilaria tersebar luas di sepanjang pantai daerah tropis
(Anggadiredja dkk, 2006).
Rumput laut tumbuh hampir di seluruh bagian hidrosfir sampai
batas kedalaman 200 meter. Jenis rumput laut ada yang hidup di
perairan tropis, subtropis, dan di perairan dingin. Di samping itu, ada
beberapa jenis yang hidup kosmopolit seperti Ulva lactuca, Hypnea
musciformis, Colpomenia sinuosa, dan Gracilaria verrucosa. Rumput
laut hidup dengan cara menyerap zat makanan dari perairan dan
melakukan fotosintesis. Jadi pertumbuhannya membutuhkan faktor-
faktor fisika dan kimia perairan seperti gerakan air, temperatur, kadar
garam, nitrat, dan fosfat serta pencahayaan sinar matahari (Effendie,
1997).
Pertumbuhan rumput laut dipengaruhi oleh beberapa faktor
baik yang bersifat internal maupun eksternal. Faktor internal yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan antara lain jenis, bagian thallus
dan umur, sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh antara lain
keadaan lingkungan fisika dan kimia yang dapat berubah menurut
ruang dan waktu, penanganan bibit, perawatan tanaman dan metode
budidaya. Laju pertumbuhan yang dianggap menguntungkan adalah
diatas 3% pertambahan berat per hari. Menurut Sulistijo (1985),
Gracilaria edulis mempunyai laju pertumbuhan 3-4% per hari.
Temperatur air di permukaan perairan Indonesia umumnya
berkisar antara 28℃ sampai 31℃. Temperatur air di permukaan
dipengaruhi oleh kondisi meteorologi. Faktor-faktor meteorologi yang
mempengaruhi suhu air laut adalah curah hujan, penguapan,
5
kelembaban udara, temperatur udara, kecepatan angin dan intensitas
radiasi matahari. Secara alami temperatur air permukaan merupakan
lapisan hangat karena mendapat radiasi matahari pada siang hari.
Salinitas menggambarkan jumlah kadar garam yang terdapat
pada suatu perairan atau total garam yang terdapat dalam 1000 g air
contoh. Salinitas dapat diukur menggunakan refraktometer atau
salinometer. Satuan untuk pengukuran salinitasadalah satuan gram
per kilogram (ppt) atau promil ( o/oo).
Secara umum laju fotosintesis akan meningkat sejalan
dengan meningkatnya suhu selanjutnya akan menjadi stagnan dan
sampai pada tingkat cahaya yang menyebabkan terjadinya penurunan
laju fotosintesis (Lideman et al, 2013). Penetrasi cahaya dalam air
sangat dipengaruhi oleh intensitas dan sudut datang cahaya pada
permukaan air, kondisi permukaan air, dan bahan-bahan terlarut dan
tersuspensi di dalam air (Boyd, 1988). Makin kecil sudut datang
cahaya akan mempengaruhi penetrasi cahaya ke dalam air.
Sebaliknya makin tegak lurus sudutnya maka semakin sedikit cahaya
yang dipantulkan (Nybakken, 1992).
Semua tumbuhan tanpa kecuali memerlukan intensitas
cahaya tertentu bagi terlaksananya proses fotosintesis. Loban (1997),
menyatakan bahwa kebutuhan cahaya berbeda-beda pada setiap
jenis makroalga. Spektrum cahaya yang digunakan dalam fotosintesis
berkisar 350-700 nm. Kualitas dan kuantitas cahaya penting dalam
respon fotosintesis dan pola metabolisme. Fotosintesis dan pola
metabolisme dapat berubah dengan perubahan kedalaman air tetapi
perubahan fotosintesis tergantung pada kecerahan dan partikel alami
6
yang terlarut (Loban, 1997). Intensitas cahaya yang maksimum untuk
pertumbuhan Gracilaria adalah 4750 lux (Dawes, 1981) dan
kedalaman optimum 0,5 meter (Kadi dan Atmaja, 1988).
Kekeruhan disebabkan bahan organik dan bahan anorganik
baik tersuspensi maupun terlarut seperti lumpur, pasir halus, bahan
anorganik dan organik seperti plankton dan mikroorganisme lainnya
(Davis dan Cornwell, 1991). Kekeruhan merupakan faktor pembatas
bagi proses fotosintesis dan produksi primer perairan karena
mempengaruhi penetrasi cahaya matahari (Boyd, 1988). Kekeruhan
standar untuk lingkungan rumput laut sebesar 20 mg/l (Walhi, 2006)
dan kekeruhan dapat mempengaruhi (a) terjadinya gangguan
respirasi, (b) dapat menurunkan kadar oksigen dalam air dan (c)
terjadinya gangguan terhadap habitat (Sutika, 1989)
Derajat keasaman (pH) merupakan hasil pengukuran aktivitas
ion hydrogen dalam perairan dan menunjukkan keseimbangan antara
asam dan basa air. Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain aktifitas biologi seperti fotosintesis dan respirasi organisme,
temperatur, dan keberadaan ion-ion dalam perairan tersebut (Pescod,
1973). pH air yang optimal untuk pertumbuhan rumput laut adalah 7-8.
Proses masuknya unsur hara ke rumput laut dilakukan
dengan cara difusi melalui seluruh permukaan tubuh. Proses difusi
dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama oleh adanya gerakan air
(Doty dan Glenn, 1981). Unsur hara yang dibutuhkan oleh makroalgae
terdiri dari makro nutrisi dan mikro nutrisi. Makro nutrisi yang
dibutuhkan alga laut adalah sulfat, potassium, kalsium, magnesium,
karbon, nitrogen, dan fosfor, sedangkan mikro nutrien meliputi Fe, Mn,
7
Cu, Si, Zn, Na, Mg, dan Cl (Loban, 1997). Salah satu faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan rumput laut adalah nutrisi yang dapat
diperoleh dari pupuk.
III. KOLEKSI DAN AKLIMATISASI GRACILARIA LAUT
PERTIL
8
Laboratorium rumput laut, BPBAP Takalar, sampel-sampel Gracilaria
sp. kemudian dipelihara sebagai tahap aklimatisasi di akuarium (60 ×
40 × 40 cm3) yang mengandung air laut dengan salinitas 30 ppt dan
pH 7,8 - 8.4. Carposporophyte dari Gracilaria sp. yang akan
digunakan dapat dilihat pada Gb 3.
9
Andersen (2005). Media PES merupakan media kultur untuk algae
yang kaya dengan senyawa yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan nutrient pada rumput laut. Beberapa unsur pada media ini
dapat melengkapi kekurangan yang ada pada Serilized Sea Water
(SSW). “Enrich seawater” medium diperkenalkan oleh Provasoli
sekitar tahun 1960 an dan telah dilakukan banyak modifikasi tahun-
tahun berikutnya baik oleh media kultur maupun oleh beberapa ahli
tentang media kultur algae (Andersen, 2005). Pemberian pupuk ini,
dilakukan sebelum dibudidayakan di lingkungan alamianya. Pupuk
PES memiliki sumber nitrogen dan fosfat yang merupakan unsur
utama yang dibutuhkan oleh rumput laut dalam pertumbuhannya.
Untuk menghasilkan pupuk PES, 20 ml Enrich Stock Solution
ditambahkan dengan air laut steril hingga volume mencapai 1000 ml.
10
polyethylene yang terlilit pada flat tadi di letakan di bagian dasar
baskom penampung media pemeliharaan (Gambar 4).
11
menempel dan mempunyai thalus serta holdfast (Gracilaria muda),
dengan kondisi suhu 25 oC, cahaya 500-100 lux dan salinitas 30 ppt.
Selain itu, spora dicek dibawah mikroskop untuk memastikan apakah
sporannya bisa menempel dan berkembang atau tidak. Penggunaan
media PES menunjukan bahwa perkembangan spora menjadi
Gracilaria sp. muda yang mempunyai thalus terjadi pada umur 30 -
40 hari, hal ini memberikan hasil yang lebih cepat jika dibandingkan
dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan pada Gracilaria gigas
(Yudiati dkk, 2004).
12
(a) (b)
(c) (d
)
(e) (f)
13
Proses perkebangan spora menjadi Gracilaria sp. muda dan
bibit dapat dilihat pada Gambar 5. Proses penempelan spora pada tali
PE dan tali rafia berlansung antara 3-5 hari (Gambar. 5a dan 5b),
spora yang tidak fertil biasanya akan mati dalam jangka waktu 24 jam
setelah pelepasan dari cytocarp (kantong spora), spora yang mati
ditandai dengan warna yang pucat dan sel-selnya tidak berkembang.
Hasil pengujian terhadap media pupuk PES menunjukan bahwa
pupuk PES dapat meningkatkan prosentasi spora yang menempel
dan juga dapat mempercepat spora untuk berkembang menjadi
Gracilaria sp. muda yaitu spora yang berkembang dan sudah
mempunyai thalus dan holdfast (Gambar. 5c dan 5d). Selanjutnya,
Gracilaria sp. muda akan berkembang dan bisa digunakan sebagai
bibit setelah umur diatas 2 bulan (Gambar 5e dan 5f).
14
dan tidak ada epifit yang menempel. Bibit Gracilaia Laut diaklimatisasi
dengan cara dipelihara pada suhu ruangan selama 12 jam sebelum
dibawa ke lokasi budidaya. Tali bentangan (Poluethylene; PE No. 4)
yang sudah mengandung bibit dibentangkan pada patok dengan
ketinggian 10-30 cm dari permukaan laut, lalu tali bentangan diberi
pelampung berupa botol aqua 600 ml dengan jarak 2 meter. Pada
tahap awal pemeliharaan bibit selama 70 hari, panjang thalus bisa
mencapai 20-25 cm (Gambar 6), Pada tahap selanjutnya, bibit dapat
digunakan kembali tanpa harus di bawa ke daratan, karena panennya
dapat dilakukan dengan cara memotong thalus dan sisa thalusnya
dapat tumbuh kembali sebagai bibit siklus berikutnya.
(a) (b)
(c) (d)
15
Dalam pengembangan produksi bibit yang berasal dari spora
Gracilaria sp. maka perlu diperhatikan beberpa faktor yang
mendukung keberhasilan penempelan spora hingga tumbuh menjadi
Gracilaria sp. muda (Alberto & Robledo 1999), faktor-faktor tersebut
antara lain adalah pH, salinitas, temperatur, intensitas cahaya, aktif
atau tidaknya spora, viskositas dari perairan, lapisan microfilm yang
ada pada subtrat, kekasaran subtrat, kemampuan polasisari spora
terhadap subtrat, dan kemampuan adhesi spora terhadap subtrat
(Lobban dan Harrison, 1997).
Penggunaan media PES menunjukan bahwa perkembangan spora
menjadi Gracilaria sp. muda yang mempunyai thalus terjadi pada
umur 30 - 40 hari, hal ini memberikan hasil yang lebih cepat jika
dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan pada
Gracilaria gigas (Yudiati dkk, 2004).
Bibit Gracilaria sp. (Gb. 5c dan 5d) yang berasal dari spora
yang dipeliihara di lokasi budidaya dapat beradaftasi dan berkembang
mencapai ukuran 20 – 25 cm pada umur 70 hari. Hal ini akan sangat
bermanfaat bagi petani dalam hal pemenuhan bibit yang dapat diatur
sesuai kebutuhan, baik dari segi musim tanam, jumlah maupun
kualitasnya. Bibit yang berasal dari spora ini setelah mencapai ukuran
siap panen dapat di panen dengan cara memotong thalusnya (batang
semunya) dan potongan yang disisakan yang masih menempel di tali
dapat digunakan lagi sebagai bibit untuk siklus berikutnya.
Adanya dukungan penyediaan bibit Gracilaria sp. yang
berasal dari spora ini tentunya akan sangat bermanfaat bagi petani
16
rumput laut untuk pengembangan skala industri yang membutuhkan
bibit dalam jumlah yang besar, tepat waktu, dapat disimpan dan tidak
tergantung pada kondisi alam. Selain itu dengan adanya bibit ini dapat
meningkatakan efisiensi dalam budidaya di laut, karena tidak perlu
mengikatkan pada tali bentangan, dan dapat digunakan untuk siklus
berikutnya.
17
DAFTAR PUSTAKA
18
Lideman, Andi Elman, Sitti Farida, Endah Soetanti, Sugeng Raharjo
dan Symon Dworjanyn. 2014. Pengembangan bibit Rumput
Laut (Gracilaria sp.) yang Dipelihara di Laut Melalui
Penempelan Spora pada Tali Polyethylene (PE). Prosiding
Seminar “Indonesian Aquaculture 2014” (Indoaqua 2014).
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, KKP.
19
Emas Freeport-Rio Tinto di Papua. WALHI. Jakarta Indonesia.
20