Kelompok 3 - Tugas PAI-1
Kelompok 3 - Tugas PAI-1
Disusun Oleh :
Romali (190411100040)
FAKULTAS TEKNIK
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelasaikan makalah yang bertema “Hukum Islam
Dan Kontribusi Umat Islam Indonesia” tepat pada waktunya.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran
dari pembaca sangat kami nantikan untuk penyempurnaan. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi semua, utamanya bagi kami dan para pembaca.
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.6 Kontribusi umat Islam dalam perumusan dan penegakan hukum Islam di
Indonesia ............................................................................................................. 10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan yang ingin dicapai adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian Hukum Islam
2. Untuk mengetahui sejarah Hukum Islam
3. Untuk mengetahui apa saja fungsi, tujuan, dan pembagian Hukum Islam
4. Untuk mengetahui kontribusi apa saja yang diberikan oleh umat Islam dalam Hukum
Islam
1
BAB II
PEMBAHASAN
Hukum islam dapat dedefinisikan singkat, yaitu hukum yang bersumber dari ajaran
Islam. Secara umum hukum Islam adalah ketentuan perintah dari Allah baik yang wajib,
haram, maupun mubah yang bersumber dari ayat Al-Qur’an, hadits, ijtihad, dan qiyas.
Proses sejarah hukum Islam yang diwarnai “benturan” dengan tradisi yang sebelumnya
berlaku dan juga dengan kebijakan-kebijakan politik-kenegaraan, serta tindakan-tindakan yang
diambil oleh para tokoh Islam Indonesia terdahulu setidaknya dapat menjadi bahan telaah
penting di masa datang. Setidaknya, sejarah itu menunjukkan bahwa proses Islamisasi sebuah
masyarakat bukanlah proses yang dapat selesai seketika.
Akar sejarah hukum Islam di kawasan nusantara menurut sebagian ahli sejarah dimulai
pada abad pertama hijriyah, atau pada sekitar abad ketujuh dan kedelapan masehi
sebagai gerbang masuk ke dalam kawasan nusantara, kawasan utara pulau Sumatera-
lah yang kemudian dijadikan sebagai titik awal gerakan dakwah para pendatang
muslim. Secara perlahan, gerakan dakwah itu kemudian membentuk masyarakat Islam
pertama di Peureulak, Aceh Timur. Berkembangnya komunitas muslim di wilayah itu
kemudian diikuti oleh berdirinya kerajaan Islam pertama di Tanah air pada abad ketiga
belas. Kerajaan ini dikenal dengan nama Samudera Pasai. Ia terletak di wilayah Aceh
Utara. Pengaruh dakwah Islam yang cepat menyebar hingga ke berbagai wilayah
nusantara kemudian menyebabkan beberapa kerajaan Islam berdiri menyusul
berdirinya Kerajaan Samudera Pasai di Aceh. Kesultanan-kesultanan tersebut –
sebagaimana tercatat dalam sejarah- itu tentu saja kemudian menetapkan hukum Islam
sebagai hukum positif yang berlaku. Penetapan hukum Islam sebagai hukum positif di
setiap kesultanan tersebut tentu saja menguatkan pengamalannya yang memang telah
berkembang di tengah masyarakat muslim masa itu. Fakta-fakta ini dibuktikan dengan
2
adanya literatur-literatur fiqh yang ditulis oleh para ulama nusantara pada sekitar abad
16 dan 17. Dan kondisi terus berlangsung hingga para pedagang Belanda datang ke
kawasan nusantara.
Dengan meminta seorang ahli hukum adat, Soepomo, pada bulan Januari 1944
untuk menyampaikan laporan tentang hal itu. Namun upaya ini kemudian
“dimentahkan” oleh Soepomo dengan alasan kompleksitas dan menundanya hingga
Indonesia merdeka. Dengan demikian, nyaris tidak ada perubahan berarti bagi posisi
hukum Islam selama masa pendudukan Jepang di Tanah air. Namun bagaimanapun
juga, masa pendudukan Jepang lebih baik daripada Belanda dari sisi adanya
pengalaman baru bagi para pemimpin Islam dalam mengatur masalah-masalah
keagamaan. Abikusno Tjokrosujoso menyatakan bahwa, kebijakan pemerintah Belanda
telah memperlemah posisi Islam. Islam tidak memiliki para pegawai di bidang agama
3
yang terlatih di masjid-masjid atau pengadilan-pengadilan Islam. Belanda menjalankan
kebijakan politik yang memperlemah posisi Islam. Ketika pasukan Jepang datang,
mereka menyadari bahwa Islam adalah suatu kekuatan di Indonesia yang dapat
dimanfaatkan.
4
mengatakan ia mendapat informasi tersebut dari seorang opsir angkatan laut Jepang
pada sore hari taggal 17 Agustus 1945. Namun Letkol Shegeta Nishijima –satu-satunya
opsir AL Jepang yang ditemui Hatta pada saat itu- menyangkal hal tersebut. Ia bahkan
menyebutkan justru Latuharhary yang menyampaikan keberatan itu. Keseriusan
tuntutan itu lalu perlu dipertanyakan mengingat Latuharhary –bersama dengan
Maramis, seorang tokoh Kristen dari Indonesia Timur lainnya- telah menyetujui
rumusan kompromi itu saat sidang BPUPKI.
Pada akhirnya, di periode ini, status hukum Islam tetaplah samar-samar. Isa
Ashary mengatakan, Kejadian mencolok mata sejarah ini dirasakan oleh umat Islam
sebagai suatu ‘permainan sulap’ yang masih diliputi kabut rahasia…suatu politik
pengepungan kepada cita-cita umat Islam.
Meskipun hukum Islam adalah salah satu kenyataan umum yang selama ini
hidup di Indonesia, dan atas dasar itu Tap MPRS tersebut membuka peluang untuk
memposisikan hukum Islam sebagaimana mestinya, namun lagi-lagi ketidakjelasan
batasan “perhatian” itu membuat hal ini semakin kabur. Dan peran hukum Islam di era
inipun kembali tidak mendapatkan tempat yang semestinya.
Menyusul gagalnya kudeta PKI pada 1965 dan berkuasanya Orde Baru, banyak
pemimpin Islam Indonesia yang sempat menaruh harapan besar dalam upaya politik
5
mereka mendudukkan Islam sebagaimana mestinya dalam tatanan politik maupun
hukum di Indonesia. Apalagi kemudian Orde Baru membebaskan bekas tokoh-tokoh
Masyumi yang sebelumnya dipenjara oleh Soekarno. Namun segera saja, Orde ini
menegaskan perannya sebagai pembela Pancasila dan UUD 1945. Bahkan di awal
1967, Soeharto menegaskan bahwa militer tidak akan menyetujui upaya rehabilitasi
kembali partai Masyumi. Lalu bagaimana dengan hukum Islam?
Meskipun kedudukan hukum Islam sebagai salah satu sumber hukum nasional
tidak begitu tegas di masa awal Orde ini, namun upaya-upaya untuk mempertegasnya
tetap terus dilakukan. Hal ini ditunjukkan oleh K.H. Mohammad Dahlan, seorang
menteri agama dari kalangan NU, yang mencoba mengajukan Rancangan Undang-
undang Perkawinan Umat Islam dengan dukunagn kuat fraksi-fraksi Islam di DPR-GR.
Meskipun gagal, upaya ini kemudian dilanjutkan dengan mengajukan rancangan
hukum formil yang mengatur lembaga peradilan di Indonesia pada tahun 1970. Upaya
ini kemudian membuahkan hasil dengan lahirnya UU No.14/1970, yang mengakui
Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan yang berinduk pada Mahkamah
Agung. Dengan UU ini, dengan sendirinya –menurut Hazairin- hukum Islam telah
berlaku secara langsung sebagai hukum yang berdiri sendiri.
Lebih dari itu, disamping peluang yang semakin jelas, upaya kongkrit
merealisasikan hukum Islam dalam wujud undang-undang dan peraturan telah
membuahkan hasil yang nyata di era ini. Salah satu buktinya adalah Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 dan Qanun Propinsi Nangroe Aceh Darussalam tentang
Pelaksanaan Syari’at Islam Nomor 11 Tahun 2002.
Dengan demikian, di era reformasi ini, terbuka peluang yang luas bagi sistem
hukum Islam untuk memperkaya khazanah tradisi hukum di Indonesia. Kita dapat
melakukan langkah-langkah pembaruan, dan bahkan pembentukan hukum baru yang
bersumber dan berlandaskan sistem hukum Islam, untuk kemudian dijadikan sebagai
norma hukum positif yang berlaku dalam hukum Nasional kita.
1. Fungsi Ibadah
Fungsi utama hukum Islam adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Hukum Islam adalah
ajaran Allah yang harus dipatuhi umat manusia, dan kepatuhannya merupakan ibadah yang
sekaligus juga merupakan indikasi keimanan seseorang.
Hukum Islam sebagai hukum yang ditunjukkan untuk mengatur hidup dan kehidupan umat
manusia, jelas dalam praktik akan selalu bersentuhan dengan masyarakat. Sebagai contoh,
proses pengharaman riba dan khamar, jelas menunjukkan adanya keterkaitan penetapan hukum
(Allah) dengan subyek dan obyek hukum (perbuatan mukallaf). Penetap hukum tidak pernah
mengubah atau memberikan toleransi dalam hal proses pengharamannya. Riba atau khamar
tidak diharamkan sekaligus, tetapi secara bertahap.
3. Fungsi Zawajir
Fungsi ini terlihat dalam pengharaman membunuh dan berzina, yang disertai dengan ancaman
hukum atau sanksi hukum.Qishash, Diyat, ditetapkan untuk tindak pidana terhadap jiwa/
badan, hudud untuk tindak pidana tertentu (pencurian, perzinaan, qadhaf, hirabah, dan riddah),
dan ta‟zir untuk tindak pidana selain kedua macam tindak pidana tersebut. Adanya sanksi
7
hukum mencerminkan fungsi hukum Islam sebagai sarana pemaksa yang melindungi warga
masyarakat dari segala bentuk ancaman serta perbuatan yang membahayakan. Fungsi hukum
Islam ini dapat dinamakan dengan Zawajir.
Fungsi hukum Islam selanjutnya adalah sebagai sarana untuk mengatur sebaik mungkin dan
memperlancar proses interaksi sosial, sehingga terwujudlah masyarakat yang harmonis, aman,
dan sejahtera. Dalam hal-hal tertentu, hukum Islam menetapkan aturan yang cukup rinci dan
mendetail sebagaimana terlih at dalam hukum yang berkenaan dengan masalah yang lain, yakni
masalah muamalah, yang pada umumnya hukum Islam dalam masalah ini hanya menetapkan
aturan pokok dan nilai-nilai dasarnya.
Yaitu untuk menjaga dan memelihara tegaknya agama dimuka bumi. Agama
diturunkan oleh Allah untuk dijadikan pedoman hidup dalam hablum minallah dan
hablum minannas, sehingga manusia akan sejahtera dan tenteram dalam kehidupan
dunia dan kehidupan akhirat. Oleh karena itu agama menjadi sesuatu hal yang sangat
penting dan mutlak bagi manusia.
2. Memelihara jiwa (Hifz al-Nafs)
Yaitu kewajiban menjaga dan memelihara jiwa manusia dalam arti luas. Larangan
membunuh manusia merupakan salah satu bentuk dari peran syariah untuk
memberikan kedamaian dan kenyamanan dalam berkehidupan.
3. Memelihara akal (Hifz al-aql)
Yaitu kewajiban menjaga dan memelihara akal sebagai anugerah Allah yang sangat
prinsip karena tidak diberikan kepada makhluk selain manusia. Akal inilah di antara
anugerah Allah yang paling utama, sehingga dapat membedakan antara manusia
dengan makhluk lain dan dapat membedakan antara manusia yang sehat jiwanya
dengan manusia yang tidak sehat jiwanya.
8
Yaitu kewajiban menjaga dan memelihara keturunan yang baik karena dengan
memelihara keturunan, agama akan berfungsi, dunia akan terjaga. Salah satu bentuknya
adalah hukum tentang pernikahan yang telah banyak diatur dalam Al-Qur’an dan As-
sunnah.
5. Memelihara harta (Hifz Al-Mâl)
Yaitu kewajiban menjaga dan memelihara harta benda dalam rangka sebagai sarana
untuk beribadah kepadanya.
1. Syari’ah
syariah adalah teks-teks suci yang bebas dari kesalahan, baik isi maupun
keautentikannya, yang darinya bersumber pemahaman ulama yang mendalam yang
menghasilkan kesimpulan hukum-hukum amaliah (fikih)
2. Fikih
fikih merupakan hasil ijtihad atau pikiran ulama, kita juga tidak boleh meremehkan
begitu saja karena para ulama dalam berijtihad melakukannya dengan disiplin
metodologi keilmuan yang sangat ketat.
Syari’ah Fiqih
Bersumber dari al-qur’an dan hadist seta Bersumber dari para ulama dan ahli fiqih,
kesimpulan kesimpulan yang diambil dari tetapi tetap merujuk pada AlQur’an dan
keduanya Hadis
9
Tidak ada campur tangan manusia (ulama) Adanya campur tangan (ijtihad) para Ulama
dalam menetapkan hukum dalam penetapan pelaksanan hukum
2.6 Kontribusi umat Islam dalam perumusan dan penegakan hukum Islam di Indonesia
Kontribusi umat islam dalam perumusan dan penegakan hukum di indonesia tampak
jelas setelah indonesia merdeka. Walaupun demikian, bukan berarti pada fase awal sebelum
proklamasi kemerdekaan umat islam tidak memiliki kontribusi terhadap negara indonesia.
Banyak hal yang telah dilakukan oleh umat islam di indonesia, salah satunya adalah lahirnya
proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945 juga merupakan hasil perjuangan umat islam dengan
beberapa komponen bangsa yang lainnya.
Kontribusi umat islam dalam perumusan dan penegakan hukum di indonesia akhir- akhir
ini semakin tampak jelas dengan di undang-undangkannya beberapa peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan hukum islam, seperti undang-undang republik indonesia
nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, peraturan pemerintah nomor 28 tahun 1977 tentang
perwakafan tanah milik, undang-undang republik indonesia nomor 7 tahun 1989 tentang
peradilan agama, Intruksi presiden nomor 1 tahun 1991 tentang kompilasi hukum islam,
undang-undang republik indonesia nomor 38 tahun 1999 tentang pengolaan zakat, dan undang-
undang republik indonesia tahun 1999 tentang penyelenggaraan haji. Dari sini sudah semakin
jelas bahwa, semakin lama semakin besar kontribusi umat islam dalam perumusan dan
penegakan hukum di indonesia.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hukum islam dapat dedefinisikan singkat, yaitu hukum yang bersumber dari ajaran Islam.
Secara umum hukum Islam adalah ketentuan perintah dari Allah baik yang wajib, haram,
maupun mubah yang bersumber dari ayat Al-Qur’an, hadits, ijtihad, dan qiyas.
12
Daftar Pustaka
https://www.academia.edu.25/09/2019.
13