Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA II

TRANSPORTASI URIN

Oleh :

KELOMPOK 3

Kelas : S1-4C

Anggota :

1. Fatmarzuqni Putri Rosidi (1701104)

2. Fifi Apri Anggraini (1701105)

3. Hervinia (1701106)

4. Ikhsan Maulidi Alpasiri (1701107)

5. Istihazah Putri (1701108)

6. Izzatul Syarly (1701109)

7. Mashitoh Cindy Utari (1701112)

Dosen Pengampu : ADRIANI SUSANTY, M.Farm, Apt

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

YAYASAN UNIV RIAU

PEKANBARU

2019

ii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb.

Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya

sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah berjudul “Transportasi Urin” tepat pada

waktunya. Terimakasih juga kami ucapkan kepada Ibu Adriani Susanty, M.Farm, Apt selaku

dosen pengampu mata kuliah Anatomi Fisiologi Manusia II

Makalah ini bertujuan sebagai penunjang pembelajaran dalam mata Anatomi Fisiologi

Manusia II dan sebagai salah satu tugas kelompok. Dalam makalah ini berisikan materi tentang

mekanisme miksi, pembentukan urin, penyimpanan urin dan kreatinin. Penulis mengambil dari

berbagai sumber baik itu dari buku maupun media elektronik berupa internet yang relevan

dengan topik tersebut.

Penulis sangat mengharapkan agar pembaca dapat menambah wawasan dan ilmu

pengetahuan mengenai Transportasi Urin. Saran dan kritik yang membangun tetap kami harapkan

demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penyusun berharap semoga makalah ini dapat

bermanfaat untuk pembaca.

Pekanbaru, 30 April 2019

Hormat Kami,

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................................. 2
1.3 Tujuan .................................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................... 3
2.1 Pembentukan urin .................................................................................................................. 3
2.2 Penyimpanan Urin ............................................................................................................... 11
2.2.1 Transpor Urin dari Ginjal Melalui Ureter Menuju Kandung Kemih.............................. 8
2.3 Pengertian Mikturisi ............................................................................................................ 11
2.3.1 Anatomi Fisiologis dan Hubungan Persarafan pada Kandung Kemih ......................... 11
2.3.2 Persarafan Kandung Kemih .......................................................................................... 12
2.3.4 Mekanisme Refleks Mikturisi ...................................................................................... 14
2.4 Kreatinin .............................................................................................................................. 17
BAB III PENUTUP ....................................................................................................................... 21
3.1 Kesimpulan .......................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 23

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia, seperti makhluk hidup lainnya, berusaha untuk mempertahankan


homeostasis, yang berarti keseimbangan. Otak dan organ tubuh lainnya bekerja sama
untuk mengatur suhu tubuh, keasaman darah, ketersediaan oksigen dan variabel
lainnya. Mengingat bahwa organisme hidup harus mengambil nutrisi dan air, satu
fungsi homeostatis penting adalah eliminasi, atau kemampuan untuk mengeluarkan
bahan kimia dan cairan, sehingga dapat menjaga keseimbangan internal. Sistem
kemih memainkan peran ekskretoris dan homeostatik penting.
Kelangsungan hidup dan berfungsinya sel secara normal bergantung pada
pemeliharaan kosentrasi garam, asam, dan elektrolit lain di lingkungan cairan
internal. Kelangsungan hidup dalam sel juga bergantung pada pengeluaran secara
terus menerus zat-zat sisa metabolisme toksik yang dihasilkan oleh sel pada saat
melakukan berbagai reaksi semi kelangsungan hidupnya.
Traktus urinarius merupakan system yang terdiri dari organ-organ dan struktur-
struktur yang menyalurkan urin dari ginjal ke luar tubuh. Ginjal berperan penting
mempertahankan homeostasis dengan mengatur konsentrasi banyak konstituen
plasma, terutama elektrolit dan air dan dengan mengeliminasi semua zat sisa
metabolisme.
Sistem perkemihan merupakan bagian dari anatomi dan fisiologi tubuh
manusia, yang sangat berperan penting dalam kelangsungan hidup manusia. Sistem
perkemihan berfungsi untuk mengolah zat-zat yang tidak diperlukan dalam tubuh dan
memiliki beberapa proses. Sehingga dengan keluarnya zat yang tidak baik bagi tubuh
maka tubuh akan terhindar dari beberapa penyakit yang menyangkut sistem
perkemihan.

1
Sistem urin adalah bagian penting dari tubuh manusia yang terutama
bertanggung jawab untuk menyeimbangkan air dan elektrolit tertentu seperti kalium
dan natrium, membantu mengatur tekanan darah dan melepaskan produk limbah yang
disebut urea dari darah.
Sistem kemih terdiri terutama pada ginjal, yang menyaring darah, sedangkan
ureter, sebagai penghubung urin dari ginjal ke kandung kemih, kandung kemih
merupakan tempat menyimpan urin sementara, dan saluran kencing merupakan
saluran tempat pembuangan urin.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai transportasi urin meliputi
mekanisme miksi, pembentukan urin, penyimpanan urin dan kreatinin.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu mikturisi atau miksi dan bagaimana mekanismenya?

2. Apa saja tahapan-tahapan pembentukan urin?

3. Bagaimana penyimpanan urin didalam tubuh?

4. Apa itu kreatinin?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui apa itu miksi beserta mekanismenya didalam system urinasi

2. Memahami tahapan-tahapan dari pembentukan urin

3. Mengetahui penyimpanan urin didalam tubuh

4. Mengetahui apa itu kreatinin

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembentukan urin

Ginjal merupakan salah satu organ yang berperan dalam sistem ekskresi.
Ekskresi adalah pengeluaran zat-zat yang sudah tidak dibutuhkan oleh tubuh. Ginjal
merupakan tempat yang digunakan untuk membuang zat sisa metabolisme dalam
bentuk urine.
Urine adalah cairan sisa hasil metabolisme yang dieksresikan oleh ginjal.
Sebagai sisa hasil metabolisme urine harus dikeluarkan dari tubuh karena apabila
tidak maka akan mengakibatkan keracunan. Kandungan urine terdiri dari bahan
terlarut yang merupakan sisa metabolisme seperti urea, garam terlarut, dan materi
organik. Pembentukan urine terdiri dari tiga proses yaitu Filtrasi, Reabsorbsi, dan
Augmentasi.

3
1. Filtrasi (Penyaringan)
Tahap filtrasi merupakan tahapan pertama pembentukan urine. Proses filtasi
terjadi ketika darah memasuki glomerulus sampai ke kapsula bowman dengan
menembus membran-membran filtrasi. Membran filtrasi terdiri dari lapisan sel
endotelium glomerulus, membran basiler/dasar, dan epitel kapsula bowman (podosit).
Lapisan lapisan ini bersama-sama membentuk sawar filtrasi, yang walaupun terdiri
dari tiga lapisan dapat menyaring air dan zat terlarut lebih banyak dibanding dengan
membran kapiler biasa. Membran kapiler umumnya mencegah filtrasi protein plasma.
Sel-sel kapiler glomerulus memiliki struktur yang berpori, bertekanan dan
permeabilitas yang tinggi sehingga akan mempermudah proses filtrasi.
Darah dari arteriol akan memasuki glomerulus melewati membran filtrasi
hingga akhirnya sampai ke kapsula bowman. Proses filtrasi tersebut menyebabkan
keping darah dan protein plasma akan tertahan dan tidak dapat melewati membran
filtrasi. Namun, komponen-komponen dengan ukuran lebih kecil yang terlarut di
dalam plasma darah seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida,
bikarbonat dan urea dapat melewati membran filtrasi tersebut.

4
Hasil dari filtrasi di glomerulus di sebut urine primer atau filtrat glomerulus.
Urine primer atau filtrat glomerulus mengantung asam amino, glukosa, natrium,
kalium, dan garam-garam lainnya.

2. Reabsorbsi (Penyerapan kembali)


Setelah mengalami tahap filtrasi, selanjutnya filtrat glomerulus atau urine
primer akan memasuki tahap reabsorbsi. Reabsorbsi merupakan suatu tahap dimana
zat-zat yang masih berguna untuk tubuh diserap kembali. Zat-zat yang masih
diperlukan di dalam filtrat glomerulus atau urin pimer akan diserap kembali di
tubulus kontortus proksimal sampai lengkung henle.

5
Diserapnya kembali zat-zat yang masih dibutuhkan pada tubulus ini melalui
dua cara; gula dan asam amino akan diserap kembali melalui proses difusi, sedangkan
air akan diserap kembali melalui proses
osmosis, yaitu berarti air dari daerah dengan
konsentrasi zat telarut rendah (konsentrasi
airnya yang tinggi) ke daerah dengan
konsentrasi zat terlarut tinggi (konsentrasi air
rendah). Penyerapan air terjadi pada tubulus
proksimal dan tubulus distal. Sehingga
dengan itu dapat diketahui, zat-zat yang masih
berguna pada urine primer dan akan diserap
kembali pada tahap reabsorbsi adalah glukosa,
asam amino, dan air. Glukosa dan asam amino
akan dikembalikan ke darah.
Setelah dilakukan penyerapan kembali zat-zat yang masih berguna, maka akan
menghasilkan urine sekunder atau filtrat tubulus.
 Difusi Aktif

6
Transpor aktif dapat mendorong suatu zat terlarut melawan gradien elektrokimia
dan membutuhkan energi yang berasal dari metabolisme. Transpor yang berhubungan
langsung dengan suatu sumber energi, seperti hidrolisis adenosin trifosfat (ATP),
disebut sebagai transpor aktif primer, contohnya pompa natrium-kalium ATPase
yang berfungsi hampir disemua bagian tubulus ginjal. Transpor yang berhubungan
secara tidak langsung dengan suatu sumber energi, disebut sebagai transpor aktif
sekunder, contohnya reabsorpsi glukosa oleh tubulus ginjal.
 Difusi sederhana
Sel sel tubulus ginjal, seperti sel sel epitel lainnya, terikat satu sama lain oleh
tautan erat (tigh junction). Ruang intraseluler diantara sel atau jalur trans-seluler sel
(paraseluler) dapat mengalami proses reabropsi atau sekresi melintasi sel sel melalui
jalur ini. Zat-zat yang umumnya melintasi jalur ini adalah ion kalium, magnesium,
klorida, dibawa bersama cairan yang direabsorpsi di antara sel-sel.
 Osmosis

Suatu keadaan dimana perpindahan air dari konsentrasi zat terlarut rendah ke
daerah konsentrasi zat terlarut tinggi. Beberapa bagian di tubulus ginjal, terutama
tubulus proksimal sangan permeabel terhadap air. Sebagian besar aliran osmotik ini
melalui tautan erat (tight junction) antara sel-sel epitel atau melalui sel sel itu sendiri

Pada bagian nefron yang lebih distal (assenden henle) hingga ke tubulus
kolingentes, tight junction ini menjadi kurang permeabel terhadap air dan zat terlarut,
dan luas permukaan membran sel sel epitel jauh berkurang. Oleh karena itu, air tidak
dapat bergerak secara mudah melalu membran tubulus dengan osmotik. Akan tetapi,
hormon antidiuretik (ADH) dapat sangat meningkatkan permeabilitas air terhadap
tubulus distal dan tibulus kolingentes.

3. Augmentasi
Augmentasi merupakan tahapan akhir dalam pembentukan urine dimana
terjadinya proses penambahan zat sisa dan urea. Urine skunder atau filtrat tubulus

7
yang telah melewati lengkung henle menuju tubulus kontortus distal dan mengalami
tahapan augmentasi.
Pada proses augmentasi akan terjadi penambahan zat-zat sisa oleh darah yang
sudah tidak diperlukan oleh tubuh seperti ion H+, K+, NH3, dan kreatinin.
Pengeluaran ion H+ dilakukan untuk menjaga pH darah.
Proses augmentasi menghasilkan urine sesungguhnya dan mengandung sedikit
air. Urine sesungguhnya mengandung urea, asam urine, amonia, sisa pembongkaran
protein, dan zat-zat berlebihan dalam darah (vitamin, obat-obatan, hormon, garam
mineral).
Dari tubulus kontortus distal, urine
akan menuju tubulus tubulus kolektivus
untuk dibawa menuju pelvis, selanjutnya
menuju vesika urinaria melalui ureter.
Apabila vesika urinaria telah penuh terisi
urin, dinding vesika urinaria akan tertekan
sehingga timbul rasa ingin buang air kecil.
Urine akan keluar melalui uretra. Komposisi
urin yang dikeluarkan melalui uretra adalah
air, garam, urea dan sisa substansi lain,
misalnya pigmen empedu yang berfungsi
memberi warna dan bau pada urin.
2.2 Penyimpanan Urin
Urin yang telah melewati proses filtrasi, reabsorbsi, dan augmentasi(sekresi) tadi
barulah dinamakan sebagai urin sesungguhnya. Kemudian, urin sesungguhnya dibawa
menuju pelvis, selanjutnya menuju vesika urinaria melalui ureter, vesika urinaria
merupakan tempat penyimpanan urin sementara. Apabila vesika urinaria telah penuh
terisi urin, dinding vesika urinaria akan tertekan sehingga timbul rasa ingin buang air
kecil. Urine akan keluar melalui uretra. Komposisi urin yang dikeluarkan melalui
uretra adalah air, garam, urea dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang
berfungsi memberi warna dan bau pada urin.

8
Mekanisme Penyimpanan Urine dan Berkemih

2.2.1 Transpor Urin dari Ginjal Melalui Ureter Menuju Kandung Kemih
Urin yang dikeluarkan dari kandung kemih pada dasarnya memiliki komposisi
yang sama dengan cairan yang mengalir keluar dari duktus koligentes; tidak ada
perbedaan komposisi urin yang bermakna selama urin mengalir melalui kalises ginjal
dan ureter menuju ke kandung kemih

Urin mengalir dari duktus koligentes menuju kalises ginjal. Urin meregangkan
kalises dan meningkatkan aktivitas pacemaker, yang kemudian akan memicu
kontraksi peristaltik yang menyebar ke pelvis ginjal dan ke arah bawah di sepanjang
ureter, dengan demikian memaksa urin mengalir dari pelvis ginjal ke arah kandung
kemih. Dinding ureter terdiri dari otot polos yang dipersarafi oleh saraf simpatis dan
parasimpatis serta neuron dan serabut saraf pleksus intramural yang meluas di
sepanjang ureter. Seperti otot polos viseral lainnya, kontraksi peristaltik pada ureter
diperkuat oleh rangsangan parasimpatis dan dihambat oleh rangsangan simpatis.

9
Ureter memasuki kandung kemih melalui otot detrusor di dalam area trigonum
kandung kemih. Biasanya, ureter berjalan miring sepanjang beberapa sentimeter
ketika melewati dinding kandung kemih. Tonus normal otot detrusor di dalam
kandung kemih cenderung akan menekan ureter, dengan demikian mencegah aliran
balik urin dari kandung kemih ketika terbentuk tekanan di dalam kandung kemih
selama mikturisi atau selama kompresi kandung kemih. Setiap gelombang peristaltik
di sepanjang ureter meningkatkan tekanan di dalam ureter sehingga daerah yang
menuju kandung kemih membuka dan memungkinkan aliran urin ke dalam kandung
kemih.

Pada beberapa orang, jarak yang ditempuh ureter di dalam dinding kandung
kemih lebih pendek dari normal, sehingga kontraksi kandung kemih selama mikturisi
tidak selalu menyebabkan oklusi ureter yang lengkap. Sebagai akibatnya, sebagian
urin dalam kandung kemih didorong ke belakang ke arah ureter, kondisi ini disebut
refluks vesikoureter. Refluks semacam ini dapat menyebabkan pembesaran ureter dan
jika berat, dapat meningkatkan tekanan dalam kalises ginjal dan struktur medula
ginjal, menyebabkan kerusakan didaerah ini.

10
2.3 Pengertian Mikturisi
Mikturisi adalah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan urin.
Mikturisi melibatkan dua tahap utama: Pertama, kandung kemih terisi secara
progresif hingga tegangan pada dindingnya meningkat melampaui nilai ambang
batas; keadaan ini akan mencetuskan tahap kedua, yaitu adanya refleks saraf (disebut
refleks mikturisi) yang akan mengosongkan kandung kemih atau, jika gagal,
setidaknya akan menyebabkan keinginan berkemih yang disadari. Meskipun refleks
mikturisi adalah refleks medula spinalis yang bersifat autonom, refleks ini dapat
dihambat atau difasilitasi oleh pusat-pusat di korteks serebri atau batang otak.

Mikturisi atau miksi dikenal dengan istilah berkemih atau kencing yaitu proses
pengeluaran urin akibat adanya pengosongan pada kandung kemih sebagai tempat
penyimpanan urin sememtara didalam tubuh.

11
2.3.1 Anatomi Fisiologis dan Hubungan Persarafan pada Kandung Kemih
Kandung kemih, merupakan suatu ruang otot polos yang terdiri dari dua bagian
utama: (I) bagian korpus, yang merupakan bagian utama kandung kemih, dan tempat
pengumpulan urin, serta (2) bagian leher berbentuk corong, yang merupakan
perluasan bagian korpus kandung kemih, berjalan ke bawah dan ke depan menuju
segitiga urogenital dan berhubungan dengan uretra. Bagian bawah leher kandung
kemih disebut juga uretra posterior karena bagian ini berhubungan dengan uretra.

Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serabut-serabut ototnya


meluas ke segala arah dan, ketika berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan di dalam
kandung kemih hingga 40-60 mm Hg. Jadi, kontraksi detrusor merupakan tahap
utama pada proses pengosongan kandung kemih. Sel-sel otot polos pada otot detrusor
bergabung satu sama lain sehingga terbentuk jalur elektrik bertahanan rendah dari sel
otot yang satu ke yang lain. Oleh karena itu, potensial aksi dapat menyebar ke seluruh
otot detrusor, dari satu sel otot ke sel berikutnya, menyebabkan kontraksi seluruh
kandung kemih pada saat yang bersamaan.

Pada dinding posterior kandung kemih, tepat di atas leher kandung kemih,
terdapat daerah segitiga kecil yang disebut trigonum. Pada bagian dasar apeks
trigonum, leher kandung kemih membuka ke arah uretra posterior dan kedua ureter
memasuki kandung kemih pada sudut puncak trigonum. Trigonum dapat dikenali
karena mukosanya (lapisan bagian dalam kandung kemih) yang halus, berbeda
dengan mukosa di bagian lain kandung kemih yang berlipat-lipat membentuk rugae.
Setiap ureter, saat memasuki kandung kemih, berjalan miring melintasi otot detrusor
dan kemudian berjalan lagi 1 sampai 2 sentimeter di bawah mukosa kandung kemih
sebelum mengosongkan urin ke kandung kemih.

Panjang leher kandung kemih (uretra posterior) adalah 2 sampai 3 sentimeter,


dan dindingnya tersusun atas otot detrusor yang membentuk jalinan dengan sejumlah
besar jaringan elastis. Otot di daerah ini disebut sfingter interna. Tonus alamiahnya
menahan leher kandung kemih dan uretra posterior untuk mengosongkan urin dan,

12
dengan demikian, mencegah pengosongan kandung kemih hingga tekanan pada
bagian utama kandung kemih meningkat melampaui nilai ambang. Setelah melewati
uretra posterior, uretra berjalan melalui diafragma urogenital, yang mengandung
suatu lapisan otot yang disebut sfingter eksterna kandung kemih. Otot ini merupakan
otot rangka yang volunter, berbeda dengan otot pada bagian korpus dan leher
kandung kemih, yang seluruhnya merupakan otot polos. Otot sfingter eksterna berada
di bawah kendali volunter oleh sistem saraf dan dapat digunakan untuk mencegah
miksi secara sadar bahkan ketika kendali involunter berusaha untuk mengosongkan
kandung kemih.

2.3.2 Persarafan Kandung Kemih


Kandung kemih mendapat persarafan utama dari saraf-saraf pelvis, yang
berhubungan dengan medula spinalis melalui pleksus sakralis, terutama berhubungan
dengan segmen S-2 dan S-3 dari medula spinalis. Perjalanan melalui saraf pelvis
terdapat dalam dua bentuk persarafan yaitu serabut saraf sensorik dan serabut saraf
motorik. Serabut sensorik mendeteksi derajat regangan dalam dinding kandung

13
kemih. Sinyal-sinyal regangan khususnya dari uretra posterior merupakan sinyal yang
kuat dan terutama berperan untuk memicu refleks pengosongan kandung kemih.

Persarafan motorik yang dibawa dalam saraf-saraf pelvis merupakan serabut


parasimpatis. Saraf ini berakhir di sel ganglion yang terletak di dalam dinding
kandung kemih. Kemudian saraf-saraf postganglionik yang pendek akan
mempersarafi otot detrusor.

Selain saraf pelvis, terdapat dua jenis persarafan lain yang penting untuk
mengatur fungsi kandung kemih. Yang paling penting adalah serabut motorik skeletal
yang dibawa melalui saraf pudendus ke sfingter eksterna kandung kemih. Saraf ini
merupakan serabut saraf somatik yang mempersarafi dan mengatur otot rangka
volunter pada sfingter tersebut. Kandung kemih juga mendapatkan persarafan
simpatis dari rangkaian simpatis melalui saraf-saraf hipogastrik, yang terutama
berhubungan dengan segmen L-2 dari medula spinalis. Serabut simpatis ini terutama
merangsang pembuluh darah dan memberi sedikit efek terhadap proses kontraksi
kandung kemih. Beberapa serabut saraf sensorik juga berjalan melalui persarafan
simpatis dan mungkin penting untuk sensasi rasa penuh dan nyeri (pada beberapa
kasus).

2.3.3 Mekanisme Refleks Mikturisi


Mekanisme proses Miksi (Mikturisi atau berkemih) ialah proses di mana
kandung kencing akan mengosongkan dirinya waktu sudah penuh dengan urine.
Mikturisi ialah proses pengeluaran urine sebagai gerak refleks yang dapat
dikendalikan (dirangsang/dihambat) oleh sistim persarafan dimana gerakannya
dilakukan oleh kontraksi otot perut yg menambah tekanan intra abdominalis, dan
organ organ lain yang menekan kandung kencing sehigga membantu mengosongkan
urine.

Reflek berkemih adalah reflek medula spinalis yang seluruhnya bersifat


otomatis. Selama kandung kemih terisi penuh dan menyertai kontraksi berkemih,
keadaan ini disebabkan oleh reseptor regang sensorik pada dinding kandung kemih

14
sampai reseptor pada uretra posterior ketika mulai terisi urin pada tekanan kandung
kemih yang lebih tinggi. Sinyal sensorik dari reseptor kandung kemih ke segmen
sakral medula spinalis melalui nervus pelvikus kemudian secara reflek kembali lagi
ke kandung kemih melalui syaraf parasimpatis.

Berkemih pada dasarnya merupakan reflek spinal yang akan difasilitasi dan
dihambat oleh pusat-pusat susunan syaraf yang lebih tinggi. Urin yang memasuki
kandung kemih tidak begitu meningkatkan tekanan intravesika sampai terisi penuh.
Pada kandung kemih ketegangan akan meningkat dengan meningkatnya isi organ
tersebut, tetapi jari-jaripun bertambah, oleh karena itu peningkatan tekanan hanya
akan sedikit saja, sampai organ tersebut relative penuh. Selama proses berkemih otot-
otot perinium dan sfingter uretra eksterna relaksasi, otot detrusor berkontraksi dan
urin akan mengalir melalui uretra. Kontraksi otot-otot perinium dan sfingter eksterna
dapat dilakukan secara volunter, sehingga mencegah urin mengalir melewati uretra
atau menghentikan aliran urin saat sedang berkemih.

Reflex mikturisi merupakan penyebab dasar berkemih, tetapi biasanya pusat


yang lebih tinggi yang akan melakukan kendali akhir untuk proses mikturisi sebagai
berikut :

1. Pusat yang lebih tinggi menjaga agar reflex mikturisi tetap terhambat
sebagian, kecuali bila mikturisi diinginkan
2. Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah mikturisi, bahkan jika terjadi reflex
mikturisi, dengan cara sfingter kandung kemih eksterna terus-menerus
melakukan kontraksi tonik hingga saat yang tepat datang dengan sendirinya
3. Jika waktu berkemih tiba, pusat kortikal dapat memfasilitasi pusat mikturisi
sacral untuk membantu memulai reflex mikturisi dan pada saat yang sama
menghambat sfingter eksterna sehingga pengeluaran urin dapat terjadi.

Proses pengosongan kandung kemih terjadi bila kandung kemih terisi penuh.
Proses miksi terdiri dari dua langkah utama :

15
1. Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya
meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua.
Terjadinya distensi atau peningkatan tegangan pada kandung kemih
mencetuskan refleks I yang menghasilkan kontraksi kandung kemih dan
refleks V yang menyebabkan relaksasi uretra.
2. Timbul refleks saraf yang disebut reflek miksi (refleks berkemih) yang
berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal setidaknya
menimbulkan kesadaran dan keinginan untuk berkemih. Ketika proximal
uretra mengalirkan urin maka akan mengaktifkan refleks II yang akan
menghasilkan kontraksi kandung kemih dan IV sehingga stingfer eksternal
dan uretra akan berelaksasi, sehingga urin dapat keluar. Jika tejadi distensi
pada uretra yang bisa disebabkan karena sumbatan, atau kelemahan sfingter
uretra maka akan mengaktifkan refleks III, sehingga kontraksi kandung kemih
melemah.

Reflek berkemih adalah refleks medulla spinalis yang seluruhya bersifat


autonomik, tetapi dapat dihambat atau dirangsang di otak. Pusat yang lebih tinggi
dapat mencegah berkemih, bahkan ketika refleks berkemih muncul, yaitu dengan
membuat kontraksi tonik terus menerus pada sfingter eksternus kandung kemih
sampai mendapat waktu yang baik untuk berkemih. Jika sudah tiba saat berkemih,
pusat cortical dapat merangsang pusat berkemih sacral untuk membantu mencetuskan
refleks berkemih dan dalam waktu yang bersamaan menghambat sfingter eksternus
kandung kemih sehingga peristiwa berkemih dapat terjadi.

Pengeluaran urin secara volunteer biasanya dimulai dengan cara berikut : Mula-
mula, orang tersebut secara volunter mengkontraksikan otot perutnya, yang akan
meningkatkan tekanan di dalam kandung kemih dan memunkinkan urin tambahan
memasuki leher kandung kemih dan uretra posterior dalam keadaan di bawah
tekanan, sehingga meregangkan dindingnya. Hal ini memicu reseptor regang, yang
mencetuskan reflex mikturisi dan secara bersamaan menghambat sfingter uretra

16
eksterna. Biasanya, seluruh urin akan dikeluarkan, dan menyisakan tidak lebih dari 5-
10 milimeter urin di dalam kandung kemih.

Skema Mekanisme Mikturisi

2.4 Kreatinin

Kreatinin adalah asam N-metilguanidoasetat yang dihasilkan dari keratin fosfat.


Kreatin-fosfat terbentuk dari pengubahan kreatin dan ATP. Untuk sintesis kreatin,
dibutuhkan tiga asam amino, yaitu arginin, glisin, dan metionin. Sintesis kreatin
terjadi dalam 2 tahap. Tahap pertama, arginin dan glisin bereaksi dengan dikatalisis
oleh enzim arginin-glisin aminidotransferase membentuk asam guanidoasetat. Pada

17
tahap kedua, gugus metil ditransfer dari S-adenosilmetionin ke asam guanidoasetat,
menghasilkan kreatin. Reaksi ini dikatalisis oleh metil guanidoasetat transferase dan
berlangsung di hepar. Kreatin yang disintesis dihepar kemudian dibawa ke otot,
dimana kreatin diubah menjadi kreatin fosfat dengan reaksi yang melibatkan ATP.

Biosintesis dan metabolisme kreatin dan kreatinin

Kreatin fosfat mencegah menipisnya cadangan ATP dengan menyediakan

fosfat berenergi tinggi yang dapat digunakan untuk meregenerasi ATP dari ADP.

Kreatin fosfat terbentuk dari ATP dan kreatin pada saat-saat otot relaksasi dan

kebutuhan untuk ATP tidak begitu besar. Otot rangka mengandung kreatin fosfat,

yang bertindak sebagai penyimpan energi untuk jangka pendek (detik) dan berperan

sebagai cadangan energi tinggi pada otot rangka, jantung, spermatozoa, dan otak.

Ketika ATP dengan cepat dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk kontraksi otot,

keratin fosfat dapat mempertahankan konsentrasinya, tetapi ketika rasio ATP/ADP

18
tinggi, konsentrasi kreatin fosfat dapat ditingkatkan untuk penyimpanan fosfat

berenergi tinggi.

Transfer fosfat berenergi tinggi antara ATP dan keratin

Kreatinin merupakan produk sisa metabolisme dan dibuang melalui urin. Oleh

karena itu, produksi kreatinin cukup konstan dari hari ke hari, dan lebih tergantung

kepada jumlah massa otot dibandingkan aktivitas. Kreatin dan kreatinin difiltrasi di

glomerulus, sementara itu, kreatinin juga disekresikan secara parsial oleh tubulus,

sedangkan kreatin direabsorpsi oleh tubulus. Pada konsentrasi yang rendah dalam

plasma, reabsorpsi kreatin sangat efisien sehingga terdapat hanya sedikit atau tidak

terdapat kreatin dalam urin. Keluaran kreatinin didalam urin sering digunakan sebagai

indeks laju filtrasi glomerulus (LFG).

Kreatinin merupakan metabolism endogen yang dikeluarkan tubuh melalui

ginjal sehingga kreatinin berfungsi menilai fungsi ginjal terutama glomerulus. Jika

50% nefron rusak , maka kadar kreatinin didalam darah meningkat. Oleh karena itu,

19
jika terjadi peningkatan didalam darah akan mejadi pertanda adanya penurunan

fungsi ginjal.

Kreatinin serum dapat digunakan untuk menentukan fungsi glomerulus. Kadar

normal kreatinin pada orang dewasa adalah 0,5 - 1,5 mg/dL atau setara dengan 45 –

132,5 µmol/L. Nilai kreatinin yang rendah menunjukkan adekuasi hemodialysis dan

pemecahan otot yang rendah. Dari nilai kreatinin serum dapat ditemukan besar

klirens kreatinin.

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari makalah yang kami buat, dapat disimpulkan beberapa point diantaranya :

1. Ginjal merupakan salah satu organ yang berperan dalam sistem ekskresi.
Ekskresi adalah pengeluaran zat-zat yang sudah tidak dibutuhkan oleh tubuh.
Ginjal merupakan tempat yang digunakan untuk membuang zat sisa
metabolisme dalam bentuk urine.
2. Terdapat 3 proses pembentukan urin, yaitu Filtrasi di Glomerulus, Reabsorpsi
di sepanjang Tubulus dan Augmentasi di tubulus kolektivus.
3. Urin yang telah dibentuk dibawa menuju pelvis, selanjutnya menuju vesika
urinaria melalui ureter.
4. Vesika urinaria merupakan tempat penyimpanan urin sementara jika telah
penuh terisi urin, dinding vesika urinaria akan tertekan sehingga timbul rasa
ingin buang air kecil. Urine akan keluar melalui uretra.
5. Mikturisi adalah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan
urin.
6. Reflek berkemih adalah reflek medula spinalis yang seluruhnya bersifat
otomatis. Reflex mikturisi merupakan penyebab dasar berkemih, tetapi
biasanya pusat yang lebih tinggi yang akan melakukan kendali akhir untuk
proses mikturisi.
7. Kreatinin merupakan produk sisa metabolisme dan dibuang melalui urin.
8. Sintesis kreatin, dibutuhkan tiga asam amino, yaitu arginin, glisin, dan
metionin.
9. Kreatin disintesis dihepar kemudian dibawa ke otot, dimana kreatin diubah
menjadi kreatin fosfat dengan reaksi yang melibatkan ATP.

21
10. Kreatinin merupakan metabolism endogen yang dikeluarkan tubuh melalui
ginjal sehingga kreatinin berfungsi menilai fungsi ginjal terutama glomerulus.
Jika 50% nefron rusak, maka kadar kreatinin didalam darah meningkat.
11. Kadar normal kreatinin pada orang dewasa adalah 0,5 - 1,5 mg/dL atau setara
dengan 45 – 132,5 µmol/L.

22
DAFTAR PUSTAKA

Doloksaribu, Bernike. 2008. Pengaruh Proteksi Vitamin C terhadap Kadar Ureum ,


Kreatinin dan Gambaran Histopstologis Ginjal Mencit yang dipapar
Plumbum. Medan : USU. Thesis

Evelyn C. Pears. 2011. Anatomi dan fisiologi untuk paramedic.Jakarta : Gramedia


Pustaka Utama.

Guyton, Arthur C dan John E Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta :
EGC

Murray, Roberts dkk. Biokimia Harper. Jakarta : EGC

Syafuddin. 2006. Anatomi fisiologi untuk mahasiswa perawat edisi 3 .Jakarta : EGC.

23

Anda mungkin juga menyukai