Anda di halaman 1dari 6

Inisiasi 1

FILSAFAT DAN FILSAFAT SOSIAL

A. Sejarah Singkat Filsafat

Kalau kita mempejari filsafat maka kita akan tahu bahwa filsafat adalah induk
dari ilmu pengetahuan. Filsafat adalah titik awal dalam perkembangan ilmu
pengetahuan yang saat ini sedang berkembang sangat pesat.Dalam sejarah filsafat
dalam perkembangannya melalui beberapa periode, yaitu periode Yunani klasik,
zaman pertengahan dan zaman modern.

Pada periode Yunani kuno antara filsafat dan ilmu sulit dipisahkan. Pada zaman
ini para filosof bertitik tolak pada pemikiran tentang kejadian asal-usul alam semesta,
dan berusaha untuk mencari tahu asal-usul serta sifat terjadinya alam semesta.
Adapun ciri-ciri yang paling menonjol dari zaman Yunani adalah perhatian pemikiran
terhadap gejala kosmik dan fisik guna menemukan asa mula. Adapun tokoh-tokoh
para filosof pada zaman Yunani adalah Thales, Anaximander, Phytagoras, Heraklitos,
Parmenides, Socrates, Plato dan Aristoteles

Zaman pertengahan, pada zaman ini filsafat dipengaruhi oleh dogma-dogma


gereja, salah satunnya adalah tokoh filsafat pada waktu itu adalah Agustinus dengan
pemikirannya bahwa manusia adalah ciptaan tuhan yang unik yang ikut ambil bagian
untuk mendapatkan kasihnya, tuhan adalah ada sebagai ada, yang bersifat pribadi
yang menciptakan seluruh jagad raya. Pada abad ini dikenal dengan predikat Ancilla
Theologiae, yang mengambarkan bahwa tuhan adalah segala kebaikan dan tidak ada
dualism didalamnya, dan kitab suci mengajarkan bahwa alam semesta berawal mula
dan filsafat tidak menjawab akan hal tersebut

Zaman Renaisans, Pada zaman ini menaruh perhatian pada karya seni lukis,
seni arsitektur, music, sastra, filsafat dan ilmu pengetahuan. Pada zaman ini para
pemikir terlepas dari pengaruh dogma-dogma agama terutama pihak gereja,ini
dibuktikan dengan pemikiran Nicolaus Copernicus merupakan tokoh gerejani yang
mengemukakan bahwa matahari sebagai pusat tata surya (teori Heliosentrisme)
sumbangsih terhadap revolusi pemikiran akan alam semesta dan sebagai bentuk
penolakan terhadap teorinya Ptolomeus (Geosentrisme) yang mengatakan bumi
sebagai pusat tata surya.

Zaman Modern, pada zaman ini filsafat ilmu pengetahuan didasarkan atas
kepercayaan dan kepastian intelektual (sikap ilmiah) yang kebenarannya dapat diuji
melalui metode, dimana kebenaran adalah never ending process tidak akan berhenti.
Zaman ini merupakan zaman Antroposentrisme yang melihat manusia sebagai pusat
penyelidikan dan mengahasilkan beberapa aliran filsafat yaitu:

1) Rasionalisme
Ketika manusia mulai medasarkan kepercayaan pada kemampuan akal
manusia, mereka pecaya bahwa akal manusia dapat memecahkan segala
permasalahan dan mementahkan keyakina – keyakina yang tidak masuk diakal,
kepercayaan ini terlihat dalam bentuk suatu keinginan yang Apriori suatu
keputusan akal yang luas dan bertingkat tinggi. Hanya pengetahuan yang
diperoleh dari akallah yang memenuhi syarat yang dituntut oleh sifat umum dan
harus mutlak, yaitu syarat yang dituntut oleh semua pengetahuan ilmiah.
Metode yang digunakan oleh para filsuf rasionalisme ialah metode
deduktif, seperti yang berlaku pada ilmu pasti, yang dicirikan dengan: kebenaran-
kebenaran yang hakiki itu secara langsung diperoleh dengan menggunakan
akalnya serta adanya penjabaran secara logic terhadap pembuktian seluruh
bidang pengetahuan berdasarkan atas apa kebenaran yang hakiki. Descrates
sebagai tokoh yang memberikan pernyataan (cogito ergo sum) saya berpikir
maka saya ada. Ini kebenaran yang tak terbantahkan, sehingga segenap ilmu
pengetahuan haruslah didasarkan atas kepastian-kepastian yang tidak dapat
diragukan lagi akan kebenarannya. Hal inilah yang mampu menumbangkan
sikap skeptisisme yang berkelanjutan.

2) Empirisisme
Empirisisme adalah aliran yang menentang metode Apriori, mereka
menganggap metode yang benar adalah A Posteriori, mereka menganggap
bahwa manusia tidaklah memiliki ide-ide bawaan atau innate ideas bagi mereka
manusia ibarat kertas putih yang masih kosong. Aliran ini dipelopori oleh Francis
Bacon, menurutnya melalui pengalaman manusia dapat mengetahui benda-
benda dan hukum relasi benda-benda tersebut. Ia memberikan petunjuk pada
para ilmuwan agar berhati-hati terhadap idola-idola yaitu: idola tribus menarik
kesimpulan secar terburu-buru, idola specus menarik kesimpulan sesuai dengan
seleranya, idola fori menarik kesimpulan berdasarkan pendapat orang banyak,
idola theatri menarik kesimpulan berdasarkan ilmuwan sebelumnya. Kemudian
pemikiran ini diteruskan oleh David Hume yaitu sumber pengetahuan adalah
melalui pengamatan akan tetapi pemikiran Hume ini bersifat analistis, kritis dan
skeptic. Cirri kas dari A posteriori adalah proposisinya sintetik yakni yang tak
dapat diuji kebenarannya dengan mengalisis pernyataan, akan tetapi dengan
menguji secara empiris kebenaran tersebut1.

3) Kritisisme
Immanuel Kant mencoba untuk menjebatani pandangan Rasionalisme
dan Empirisisme, teori dalam aliran filsafat Kritisisme adalah sebuah teori
pengetahuan yang berusaha untuk mempersatukan kedua macam unsur dari
filsafat Rasionalisme dan Empirisisme dalam satu hubungan yang seimbang dan
tidak terpisahkan. Untuk menyelesaikan perbedaan dalam pandanga ini akhirnya
Kant mengemukakan bahwa disini dalam ilmu pengetahuan akal budi dan
pengalaman dibutuhkan secara serentak, kemudian pengetahuan selalu bersifat
sintesis.

4) Idealisme
Fichte merupakan murid dari Kant dijuluki sebagai idealisme subyektif,
kemudian Scelling juga dikenal dengan idealisme obyektif, dan akhirnya kedua
idealism ini disintesiskan dalam filsafat idealisme mutlaknya Hegel. Pikiran
adalah esensi dari alam dan alam adalah keseluruhan jiwa yang diobyektifkan,
karena itu hokum-hukum pikiran merupakan hokum-hukum realitas, Hegel
percaya bahwa sikapnya adalah satu – satunya sikap yang bersifat adil terhadap
segi obyektif. Hegel percaya bahwa alam ada sebelum manusia ada tetapi
adanya arti dalam dunia adalah ada sesuatu seperti akal atau pikiran ditengah-

1
Bernard Delfgaauw, Sejarah Ringkas Perkembangan Filsafat Barat, (Yogyakarta: PT
Tiara Wacana Yogya, 1992), hal. 4.
tengah idealitas, hal ini dilakukan agar manusia memikirkan dan berpartisipasi
didalamnya.

5) Positivisme
Filsafat Auguste Comte anti – metafisis, ia hanya menerima fakta – fakta
yang ditemukan secara positif ilmiah, semboyan Comte yang terkenl adalah
Savoir Pour Prevoir (mengetahui supaya siap untuk bertindak). Filsafat Comte
sering disebut dengan Empirisime Kritis, bahwa pengamatan dengan teori
berjalan seiring, Filsafat Comte penting untuk Sosiologi, kebanyaka konsep,
prinsip, dan metode berasal dari Comte. Comte membagi masyarakat atas
(stastika social tentang susunan masyarakat, dan dinamika social adalah tentang
perkembangan dan kemajuan). Sosiologi merupakan suatu bentuk filsafat
sejarah2.

6) Marxisme
Fillsafat Marx adalah perpaduan dari dialektika Hegel dan filsafat
materialism Feuerbach. Marx mengkritik filsafat dari Hegel harus diputarbalikan,
yang mana bahwa motor sejarah merupakan hasil kerja keras dari manusia itu
sendir bukan dari idea tau roh.menurut marx masalh filsafat lebih erat kaitannya
dengan tindakan, Marx menganggap bahwa untuk mengubah sesuatu hal
diperlukan sebuah tindakan revolusi yang nyata.

B. Filsafat Sosial
Filsafat sosial merupakan cabang dari filsafat yang mempelajari persoalan sosial
kemasyarakatan secara kritis, radikal dan komprehensif. Sejak Plato dan Aristoteles,
kajian terhadap persoalan-persoalan kemasyarakatan sudah menjadi objek penelitian
tersendiri. Menurut Plato dan Aristoteles, susunan masyarakat mencerminkan susunan
kosmos yang abadi, manusia berkewajiban untuk menyesuaikan diri dengan susunan itu
dan mentaati demi keselamatannya, kalau tidak, ia menghancurkan dirinya.

2
Nina W. Syam, Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi,(Bandung : Simbiosa Rekatama
Media, 2013), hal. 38.
Tampilnya Auguste Comte dengan bukunya ‘Sistem Filsafat Positif’ telah memberikan
warna tersendiri terhadap kajian kemasyarakatan secara kritis, sistematis dan intensif
secara modern pada abad ke 19. Sejak kemunculannya hingga saat ini sosiologi masih
dibayang-bayangi oleh pengaruh filsafat dan psikologi, hal semacam itu wajar karena
kelahiran sosiologi ditengah persaingan pengaruh antara filsafat dan psikologi.
Harus diakui kajian terhadap persoalan kemasyarakatan bukan sesuatu yang baru,
karena menunggu adanya ilmu-ilmu lain yang kemudian menyatu ke dalam suatu
keseluruhan yang integral sebagai ilmu tersendiri (K.J. Veeger, hal:3). Maka ilmu sosial
terus berkembang merambah ke seluruh Eropa, dan filsuf-filsuf sosial dan mazhab
sosial terus bermunculan di mana-mana, salah satu yang paling terkenal adalah mazhab
Frankfurt. Mazhab ini menunjukkan pada sekelompok sarjana yang bekerja pada
lembaga untuk penelitian sosial di Frankfurt. Lembaga ini didirikan oleh Felix Weil pada
tahun 1923, dan mengalami puncak keemasan ketika Max Horkheimer menjadi direktur
pada tahun 1930 M. Horkheimer merupakan tokoh kiri yang mengkritik teori tradisional
untuk menganalisis fungsi ilmu pengetahuan dan filsafat dalam masyarakat.
Dalam Everyman’s Encyclopaedia (1958:409) disebutkan bahwa filsafat sosial adalah
“aspek filsafat yang memakai metode filosofis untuk membahas masalah-masalah
kehidupan sosial dan sejarah sosial.” Di sini kita temukan apa yang menjadi objek
materialnya, yaitu kehidupan dan sejarah sosial dan yang menjadi objek forma-nya
yaitu filsafat. Sedangkan dari The Cambridge Dictionary of Philosophy (1995), kita
dapatkan definisi sebagai berikut: “Filsafat sosial, secara umum berarti filsafat tentang
masyarakat, di dalamnya termasuk filsafat ilmu sosial (dan banyak kompo
nennya, misalnya, ekonomi dan sejarah), filsafat politik, kebanyakan dari apa yang kita
kenal sebagai etika, dan filsafat hukum.”Filsafat sosial secara erat berkaitan dengan
filsafat umum. Interpretasi seorang materialis tentang alam semesta dapat berimplikasi
pada interpretasinya atas kehidupan sosial; begitu pula dengan seorang idealis, dualis
atau spiritualis.Perkembangan filsafat sosial mengikuti perubahan penting dalam
pandangan filosof. Misalnya, paham individualisme dapat saja mengikuti idenya
Descartes yang menyatakan bahwa “Cogito ergo sum” (Aku berpikir maka aku ada).
Jadi, nampaknya filsafat sosial itu proyek individual, per kepala. Namun pada faktanya
dari ide-ide individual itu kemudian mengkristal dalam dialog antar masyarakat menjadi
sebuah
pandangan umum. Pandangan umum inilah yang kemudian melahirkan keteraturan
yang lambat laun menjadi sistem yang –secara langsung atau tidak, dengan terpaksa
atau tidak menjadi disepakati. Demikian kira-kira pendapat Durkheim. Filsafat sosial itu
mempunyai dua aktivitas: konseptual yang menjelaskan apa yang seadanya (what the
really is) dan normative yang menjelaskan apa yang seharusnya (what the really ought
to be). Yang pertama melahirkan sosiologi, psikologi sosial, ekonomi, sejarah dengan
teori-teori sosialnya dan yang kedua menimbulkan filsafat politik, etika, dan hukum. Jadi
filsafat sosial tidak melulu dipenuhi oleh penjelasan-penjelasan tentang masyarakat,
tetapi juga penjelasan tentang bagaimana mengubah masyarakat. Tidaklah
mengherankan jika salah satu sifat dari filsafat sosial adalah “pemberontakan.” Maka
yang akan dibahas dalam buku ini adalah beberapa tema besar yang berpengaruh di
masyarakat. Dengan meneliti isu-isu besar dengan pendekatan pandangan atas “apa
seharusnya” masyarakat ini diharapkan dapat memenuhi tugas filsafat yang menurut
August Comte (Trigg, 1985: 56) adalah “menyusun teori umum sebagai kerangka untuk
hasil-hasil semua ilmu khusus.” Mengenai hubungan sosiologi dengan filsafat, Durkheim
menyatakan bahwa sosiologi itu sebagian besar tetap merupakan suatu disiplin “filsafat”,
yang terdiri dari sejumlah generalisasi heterogen yang mencakup segala aspek serta
yang lebih tertumpu pada latar belakang logis dari aturan-aturan a priori dari pada suatu
studi empiris yang sistematis. Sosiologi, menurut Durkheim dalam bukunya Suicide,
“masih di dalam taraf membangun dan sintesis-sintesis filsafat. Daripada berusaha
untuk menyoroti suatu bagian yang terbatas dari bidang sosial, sosiologi lebih menyukai
generalisasi-generalisasi yang brilian.” (Giddens, 1971: 105-8). Dari segi kegunaan,
filsafat sosial dewasa ini sangat dirasakan kepentingannya. Hal ini didasarkan pada
perubahan dan kemajuan yang bersama-sama dialami oleh umat manusia banyak sekali
berbagai persoalan yang dimintai perhatian, khususnya yang menyangkut kehidupan
sosial manusia.

Daftar Pustaka
Dikutip dari buku Filsafat Sosial-SOSI4202, Akhyar Yusuf, Universitas Terbuka,
Tangerang Selatan, 2014.

Bernard Delfgaauw, Sejarah Ringkas Perkembangan Filsafat Barat, (Yogyakarta: PT


Tiara Wacana Yogya, 1992).

Nina W. Syam, Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi, (Bandung: Simbiosa Rekatama
Media, 2013).

Anda mungkin juga menyukai