Anda di halaman 1dari 5

PROYEK 1

MK Statistika Penelitian Pendidikan


Semester Genap 2018/2019
Kelas A
Kelompok 10A
Ryan Agustian / 2225160014 Muhammad Akbar / 2225160027

A. TEORI TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL


Pemilihan teknik pengarnbilan sampel merupakan upaya penelitian untuk
mendapat sampel yang representatif (mewakili), yang dapat menggambarkan
populasinya. Teknik pengambilan sampel tersebut dibagi atas 2 kelompok besar,
yaitu :
1. Probability Sampling (Random Sample)
2. Non Probability Sampling (Non Random Sample)

1) Probability Sampling
Pada pengam bilan sampel secara random, setiap unit populasi, mempunyai
kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. Faktor pemilihan atau penunjukan
sampel yang mana akan diambil, yang semata-mata atas pertimbangan peneliti, disini
dihindarkan. Bila tidak, akan terjadi bias. Dengan cara random, bias pemilihan dapat
diperkecil, sekecil mungkin. Ini merupakan salah satu usaha untuk mendapatkan sampel
yang representatif. Keuntungan pengambilan sampel dengan probability sampling adalah
sebagai berikut:
 Derajat kepercayaan terhadap sampel dapat ditentukan.
 Beda penaksiran parameter populasi dengan statistik sampel, dapat diperkirakan.
 Besar sampel yang akan diambil dapat dihitung secara statistik.

2) Penyimpangan (Error)
Dari hasil pengukuran terhadap unit-unit dalam sampel diperoleh nilai-nilai
statistik. Nilai statistik ini tidak akan persis sama dengan nilai parameternya. Perbedaan
inilah yang disebut sebagai Penyimpangan (Sampling Error) Sedangkan pada non
probability sampel, penyimpangan nilai sampel terhadap populasinya tidak mungkin
diukur. Pengukuran penyimpangan ini merupakan salah satu bentuk pengujian statistik.
Penyimpangan yang terjadi pada perancangan kwesioner, kesalahan petugas pengumpul
data dan pengola data disebut Non Sampling Error.
3) Cara Pengambilan Sampel
Ada 5 cara pengambilan sampel yang termasuk secara random, yaitu sebagai
berikut:
3.1 Sampel Random Sederhana (Simple Random Sampling).
Proses pengambilan sampel dilakukan dengan memberi kesempatan yang sama
pada setiap anggota populasi untuk menjadi anggota sampel. Jadi disini proses memilih
sejumlah sampel n dari populasi N yang dilakukan secara random. Ada 2 cara yang
dikenal yaitu:
a. Bila jumlah populasi sedikit, bisa dilakukan dengan cara mengundi "Cointoss".
b. Tetapi bila populasinya besar, perlu digunakan label "Random Numbers" yang
prosedurnya adalah sebagai berikut:
 Misalnya populasi berjumlah 300 (N=300).
 tentukan nomor setiap unit populasi (dari 1 s/d 300 = 3 digit/kolom).
 tentukan besar sampel yang akan diambil. (Misalnya 75 atau 25 %)
 tentukan skema penggunaan label random numbers. (misalnya dimulai dari 3
kolom pertama dan baris pertama) dengan menggunakan tabel random
numbers, tentukan unit mana yang terpilih, sebesar sampel yang dibutuhkan,
yaitu dengan mengurutkan angka-angka dalam 3 kolom pertama, dari atas ke
bawah, setiap nomor ≤ 300, merupakan nomor sampel yang diambil (100,
175, 243, 101), bila ada nomor ≥ 300, tidak diambil sebagai sampel (N =
300). Jika pada lembar pertama jumlah sampel belum mencukupi, lanjutkan
kelembaran berikutnya, dan seterusnya. Jika ada nomor yang serupa dijumpai,
di ambil hanya satu, karena setiap orang hanya mempunyai 1 nomor
identifikasi.
o Keuntungan : - Prosedur estimasi m udah dan sederhana
o Kerugian : - Membutuhkan daftar seluruh anggota populasi.
- Sampel mungkin tersebar pada daerah yang luas,
sehingga biaya transportasi besar.

3.2. Sampel Random Sistematik (Systematic Random Sampling)


Proses pengambilan sampel, setiap urutan ke ìK" dari titik awal yang dipilih
secara random, dimana:

Misalnya, setiap pasien yang ke tiga yang berobat ke suatu Rumah Sakit, diambil sebagai
sampel (pasien No. 3,6,9,15) dan seterusnya.
Cara ini dipergunakan :
- Bila ada sedikit Stratifikasi Pada populasi.
Keuntungan : -Perencanan dan penggunaanya mudah.
-Sampel tersebar di daerah populasi.
Kerugian : -Membutuhkan daftar populasi.
3.3. Sampel Random Berstrata (Stratified Random Sampling)
Populasi dibagi strata-strata, (sub populasi), kemudian pengambilan sampel
dilakukan dalam setiap strata baik secara simple random sampling, maupun secara
systematic random sampling. Misalnya kita meneliti keadaan gizi anak sekolah Taman
Kanak-kanak di Kota Madya Medan (≥ 4-6 tahun).
Karena kondisi Taman Kanak-kanak di Medan sangat berbeda (heterogen) maka
buatlah kriteria yang tertentu yang dapat mengelompokkan sekolah Taman Kanak-kanak
ke dalam 3 kelompok (A = baik, B = sedang, C = kurang). Misalnya untuk Taman Kanak-
Kanak dengan kondisi A ada : 20 buah dari 100 Taman Kanak-Kanak yang ada di Kota
Madya Medan, kondisi B = 50 buah C = 30 buah. Jika berdasarkan perhitungan besar
sampel, kita ingin mengambil sebanyak 25 buah (25%), maka ambilah 25% dari masing-
masing sub populasi tersebut di atas.

Cara pengambilan sampel 5 Kelompok A, 12-13 Kelompok B, dan 7 - 8.


Kelompok C adalah secara random karena sub populasi sudah homogen.
Keuntungan : -Taksiran mengenai karakteristik populasi lebih tepat.
Kerugian : - Daftar populasi setiap strata diperlukan
- Jika daerah geografisnya luas, biaya transportasi tinggi.

3.4. Sampel Random Berkelompok (Cluster Sampling)


Pengambilan sampel dilakukan terhadap sampling unit, dimana sampling unitnya
terdiri dari satu kelompok (cluster). Tiap item (individu) di dalam kelompok yang terpilih
akan diambil sebagai sampel. Cara ini dipakai : bila populasi dapat dibagi dalam
kelompok-kelompok dan setiap karakteristik yang dipelajari ada dalam setiap kelompok.
Misalnya ingin meneliti gambaran karakteristik (umur, suku, pendidikan dan pekerjaan)
orang tua mahasiswa FK USU. Mahasiswa FK dibagi dalam 6 tingkat (I s/d VI). Pilih
secara random salah satu tingkat (misal tingkat II). Maka orang tua sem ua mahasiswa
yang berada pada tingkat II diambil sebagai sampel (Cluster).
Keuntungan : - Tidak memerlukan daftar populasi.
- Biaya transportasi kurang
Kerugian : - Prosudur estimasi sulit.

3.5. Sampel Bertingkat (Multi Stage Sampling)


Proses pengambilan sampel dilakukan bertingkat, baik bertingkat dua maupun
lebih.
Misalnya kita ingin meneliti Berat badan dan Tinggi badan murid SMA. Sesuai kondisi
dan perhitungan, maka jumlah sampel yang akan diambil ± 2000.

Cara ini dipergunakan bila: - Populasinya cukup homogen


- Jumlah populasi sangat besar
- Populasi menempati daerah yang sangat luas
- Biaya penelitian kecil
Keuntungan: - Biaya transportasi kurang
Kerugian: - Prosedur estimasi sulit
- Prosedur pengambilan sampel memerlukan perencanaan yang lebih
cermat

4) Non Probability Sample (Selected Sample)


Pemilihan sampel dengan cara ini tidak menghiraukan prinsip-prinsip probability.
Pemilihan sampel tidak secara random. Hasil yang diharapkan hanya merupakan
gambaran kasar tentana suatu keadaan.
Cara ini dipergunakan : Bila biaya sangat sedikit , hasilnya diminta segera, tidak
memerlukan ketepatan yanq tingqi, karena hanya sekedar gambaran umu saja.

Cara-cara yang dikenal adalah sebagai berikut :


4.1. Sampel Dengan Maksud (Purposive Samping).
Pengambilan sampel dilakukan hanya atas dasar pertimbangan penelitinya saja
yang menganggap unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang
diambil.

4.2. Sampel Tanpa Sengaja (Accidental Sampling).


Sampel diambil atas dasar seandainya saja, tanpa direncanakan lebih dahulu. Juga
jumlah sampel yang dikehenadaki tidak berdasrkan pertimbangan yang dapat
dipertanggung jawabkan, asal memenuhi keperluan saja. Kesimpulan yang diperoleh
bersifat kasar dan sementara saja.

4.3. Sampel Berjatah (Quota Sampling).


Pengambilan sampel hanya berdasarkan pertimbangan peneliti saja, hanya disini
besar dan kriteria sampel telah ditentukan lebih dahulu. Misalnya Sampel yang akan di
ambil berjumlah 100 orang dengan perincian 50 laki dan 50 perempuan yang berumur
15-40 tahun. Cara ini dipergunakan kalau peneliti mengenal betul daerah dan situasi
daerah dimana penelitian akan dilakukan.

B. Teori tentang Validitas Instrumen


Azwar (1987: 173) menyatakan bahwa validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh
mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu
tes dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukur secara tepat
atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Artinya hasil
ukur dari pengukuran tersebut merupakan besaran yang mencerminkan secara tepat fakta atau keadaan
sesungguhnya dari apa yang diukur. Selain itu, Sudjana (2004: 12) menyatakan bahwa validitas berkenaan
dengan ketepatan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang
seharusnya dinilai.
Konsep validitas tes dapat dibedakan atas tiga macam yaitu :
1. validitas isi (content validity),
2. validitas konstruk (construct validity), dan
3. validitas empiris atau validitas kriteria.

1) Validitas isi suatu tes mempermasalahkan seberapa jauh suatu tes mengukur tingkat penguasaan
terhadap isi atau konten atau materi tertentu yang seharusnya dikuasai sesuai dengan tujuan
pengajaran. Dengan kata lain tes yang mempunyai validitas isi yang baik ialah tes yang benar-benar
mengukur penguasaan materi yang seharusnya dikuasai sesuai dengan konten pengajaran yang
tercantum dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP).
Validitas isi menunjukkan sejauhmana pertanyaan, tugas atau butir dalam suatu tes atau instrumen
mampu mewakili secara keseluruhan dan proporsional perilaku sampel yang dikenai tes tersebut.
Artinva tes itu valid apabila butir-butir tes itu mencerminkan keseluruhan konten atau materi yang
diujikan atau yang seharusnya dikuasai secara proporsional.
Untuk mengetahui apakah tes itu valid atau tidak, harus dilakukan melalui penelaahan kisi-kisi tes
untuk memastikan bahwa soal-soal tes itu sudah mewakili atau mencerminkan keseluruhan konten
atau materi yang seharusnya dikuasai secara proporsional. Oleh karena itu validitas isi suatu tes tidak
mempunyai besaran tertentu yang dihitung secara statistika tetapi dipahami bahwa tes itu sudah valid
berdasarkan telaah kisi-kisi tes. Oleh karena itu, validitas isi sebenarriya mendasarkan pada analisis
logika, tidak merupakan suatu koefisien validitas yang dihitung secara statistika.
2) Validitas konstruk (construct validity) adalah validitas yang mempermasalahkan seberapa jauh butir-
butir tes mampu mengukur apa yang benar-benar hendak diukur sesuai dengan konsep khusus atau
definisi konseptual yang telah ditetapkan. Validitas konstruk biasa digunakan untuk instrumen yang
dimaksudkan mengukur variabel konsep, baik yang sifatnya performansi tipikal seperti instrumen
untuk mengukur sikap, minat konsep diri, lokus kontrol, gaya kepemimpinan, motivasi berprestasi,
dan lain-lain, maupun yang sifatnya performansi maksimum seperti instrumen untuk mengukur bakat
(tes bakat), inteligansi (kecerdasan intelektual), kecerdasan, emosional dan lain-lain.
Untuk menentukan validitas konstruk dilakukan proses penelaahan teoretik dari suatu konsep dari
variabel yang hendak diukur, mulai dari perumusan konstruk, penentuan dimensi dan indikator,
sampai kepada penjabaran dan penulisan butir-butir instrumen.
3) Validitas empiris sama dengan validitas kriteria yang berarti bahwa validitas ditentukan berdasarkan
kriteria, baik kriteria internal maupun kriteria eksternal. Validitas empiris diperoleh melalui hasil uji
coba tes kepada responden yang setara dengan responden yang akan dievaluasi atau diteliti. Kriteria
internal adalah tes atau instrumen itu sendiri yang menjadi kriteria, sedang kriteria eksternal adalah
hasil ukur instrumen atau tes lain di luar instrumen itu sendiri yang menjadi kriteria. Ukuran lain yang
sudah dianggap baku atau dapat dipercaya dapat pula dijadikan sebagai kriteria eksternal. Validitas
yang ditentukan berdasarkan kriteria internal disebut validitas internal sedangkan validitas yang
ditentukan berdasarkan kriteria eksternal disebut validitas eksternal.
Validitas internal (validitas butir) termasuk kelompok validitas kriteria yang merupakan validitas yang
diukur dengan besaran yang menggunakan tes sebagai suatu kesatuan (keseluruhan butir) sebagai
kriteria untuk menentukan validitas butir dari tes itu. Dengan demikian validitas internal
mempermasalahkan validitas butir dengan menggunakan hasil ukur tes tersebut sebagai suatu
kesatuan sebagai kriteria, sehingga biasa juga disebut validitas butir. Validitas internal diperlihatkan
oleh seberapa jauh hasil ukur butir tersebut konsisten dengan hasil ukur tes secara keseluruhan. Oleh
karena itu validitas butir tercermin pada besaran koefisien korelasi antara skor butir dengan skor total
tes. Jika koefisien korelasi skor butir dengan skor total tes positif dan signifikan maka butir tersebut
valid berdasarkan ukuran validitas internal. Koefisien korelasi yang tinggi antara skor butir dengan
skor total mencerminkan tingginya konsistensi antara hasil ukur keseluruhan tes dengan hasil ukur
butir tes atau dapat dikatakan bahwa butir tes tersebut konvergen dengan butir-butir lain dalam
mengukur suatu konsep atau konstruk yang hendak diukur. Djaali (2000: 77) menyatakan bahwa
untuk menghitung validitas internal untuk skor butir dikotomi digunakan koefisien korelasi biserial
(rbis) dengan rumus:

C. Teori tentang Reliabilitas Instrumen

Anda mungkin juga menyukai